Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS PASIEN DENGAN PENYAKIT TBC

(Tuberkulosis) PERIODE BULAN NOVEMBER 2015 DI


RSUP PERSAHABATAN

Lucky Boy Count, S.Farm


luckyboy_count@yahoo.com
Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

ABSTRAK:

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang prevalensinya masih tinggi di


Indonesia bahkan di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2009 Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke tiga setelah
India dan Cina. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti
pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain sebagainya. Pasien Tn. MI
seorang laki-laki berusia 31 tahun. pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
panas 4 hari, batuk, sesak, mual, muntah. Dokter mendiagnosa tuberkolosis dalam
pengobatan OAT dan ARV baru diberikan 10 hari pada saat masuk rumah sakit.
Pada kasus ini ditemukan adanya DRP yaitu kondisi pasien yang tidak diterapi.
Pasien juga tidak diberikan obat ARV selama 3 hari dan setelah dikonfirmasi ke
dokter pasien mengalami SPI (Sindrom Pulih Imun) IRIS (Immune reconstitusion
Inflamantory Syndrome) yaitu perburukan kondisi klinis sebagai akibat respon
inflamasi berlebih pada saat pemulihan sistem imun setelah pemberian terapi anti
retroviral sehingga pasien diberi Metilprednisolon 16 mg untuk mengurangi IRIS
nya. Jika IRIS nya sudah tidak ada maka dilakukan penurunan dosis secara
berkala.

Kata Kunci : TBC, Pasien TBC, Pengobatan TBC, RSUP Persahabatan

Tuberculosis (TB) is a disease whose prevalence is still high in Indonesia even in


the world. According to the World Health Organization (WHO) years 2009
Indonesia is the country with highest number of TB patients into three after India
and Cina. Pulmonary tuberculosis (TB Lung) is an infectious disease caused by
the bacterium Mycobacterium tuberculosis, which mainly attacks lung
parenchymal disease but also on other organs such as the in the lymph nodes,
kidneys, heart and others. Patients Mrs MI a man aged 31 years. Patients admitted
to hospital with complaints heat 4 days, coughing, tightness, nausea, vomiting.
Doctors diagnose tuberculosis in OAT and the new ARV treatment is given 10
days at the time of hospital admission. In this case found the DRP is the condition
of patients who are not treated. Patients were also given antiretroviral drugs for 3

1
days and after confirmed to the patient’s physician experienced SPI (Restored
Immune Syndrome) IRIS (Immune Reconstitusion Inflammatory Syndrome) is
worsening clinical condition as a result of the respone excessive inflammation
during recovery of the immune system after therapy antiretroviral so that patients
given methylprednisolone 16 mg to reduce IRIS his. If IRIS it is not there then
performed a dose reduction is periodic.

Key Word : TB, TB Patients,Therapy TB, General Hospital of Persahabatan

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang prevalensinya masih tinggi di
Indonesia bahkan di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2009 Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke tiga setelah
India dan Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total
jumlah pasien TB di dunia. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) pada tahun 1995, TB merupakan penyakit nomor tiga yang menyebabkan
kematian setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, selain
itu TB menyerang golongan usia produktif secara ekonomi. Pada tahun 2003
WHO memperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta kematian karena TB
setiap tahunnya. Menurut Pedoman Diagnosis dan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia dan
dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi oleh
TB.
TB menjadi masalah yang serius karena sulit untuk disembuhkan terutama
pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB terbesar
atau High Burden Countries (HBC). Oleh karena itu pada tahun 1993 WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Tingginya
tingkat pengidap penyakit TB ini karena penularan TB yang mudah terjadi dan
banyaknya pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) terserang TB yang
disebabkan oleh daya tahan tubuh orang dengan HIV AIDS (ODHA) yang sangat
rendah sehingga memudahkan mereka terserang virus dan bakteri terutama TB.
Selain itu TB banyak menyerang masyarakat yang perekonomiannya tergolong
menengah ke bawah (Menkes, 2009; Depkes, 2006).

2
TB merupaka salah satu penyakit kronis, dan keberhasilan pengobatannya
tergantung pada pasien dan keterlibatan tenaga kesehatan. Apoteker sebagai salah
satu komponen tenaga kesehatan hendaknya dapat berperan aktif dalam
pemberantasan dan penanggulangan TB termasuk maslah-masalah yang terkait
dengan pengobatannya. Salah satu peranan apoteker adalah memantau terapi obat
pasien terutama pasien yang sedang menjalani rawat inap. Pemantauan terapi obat
pada pasien merupakan salah satu tugas paoteker dalam menjalankan pelayanan
kefarmasian rumah sakit.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit TB Paru


Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis , yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti pada
kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain sebagainya (Danusantoso, 2000).
Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras
yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri
dalam paru. TB paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. TB paru dapat
menular melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk atau
percikan ludahnya (droplet nuclet), bersin atau bicara.
Mycobacterium Tuberkulosis, kuman ini berbentuk batang berwarna
merah yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada saat
pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Basil ini tidak
dapat bertahan hidup lama, cepat mati jika terkena sinar matahari secara langsung
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

B. Epidemiologi
Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab
morbiditas dan mortalitas, dan tingginya biaya kesehatan. Setiap tahun
diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di antaranya meninggal. Dari 9 juta
kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia <15 tahun. Dari seluruh

3
kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di 22 negara dengan beban TB tinggi
(high burden countries). Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus
TB pada anak berkisar antara 3% sampai >25%.
Mayoritas anak tertular TB dari pasien TB dewasa, sehingga dalam
penanggulangan TB anak, penting untuk mengerti gambaran epidemiologipada
dewasa. Infeksi TB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak dengan
orang dewasa sakit TB aktif. Diagnosis TB pada dewasa mudah ditegakkan dari
pemeriksaan sputum yang positif. Sulitnya konfirmasi diagnosis TB pada anak
mengakibatkan penanganan TB anak terabaikan, sehingga sampai beberapa tahun
TB anak tidak termasuk prioritas kesehatan masyarakat di banyak negara,
termasuk Indonesia. Akan tetapi beberapa tahun terakhir dengan penelitian yang
dilakukan di negara berkembang, penanggulangan TB anak mendapat cukup
perhatian. Dari beberapa negara Afrika dilaporkan hasil isolasi Mycobacterium
tuberculosis (MTB) 7% - 8% pada anak yang dirawat dengan pneumonia berat
akut dengan dan tanpa infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan TB
merupakan penyebab kematian pada kelompok anak tersebut. Dilaporkan juga
dari Afrika Selatan bahwa pada anak-anak yang sakit TB didapatkan prevalensi
HIV 40% - 50%.
Peningkatan jumlah penderita TB disebabkan oleh berbagai faktor, yakni
kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat, harga
obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan hospes
terhadap mikobakteria, berkurangnya daya bakterisid obat yang ada,
meningkatnya kasus HIV/AIDS dan krisis ekonomi.

C. Etiologi
Penyakit TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Mycobakterium Tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) . Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan basil lain, setelah
diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi dari fuchsin atau metileenblauw oleh cairan
asam sehingga biasanya disebut basil tahan asam (BTA). Pewarnaan Ziehl

4
Neelsen biasanya digunakan untuk menampakkan basil ini (Karnadihardja, 2004).
M. tuberculosis umumnya ditularkan dari seseorang dengan infeksi TB paru atau
TB laringeal kepada orang lain melalui droplet nuclei, yang ter-aerosolisasi oleh
batuk, bersin atau berbicara. Ada sebanyak 3000 nuclei infeksius per batukan.
Droplet yang terkecil (<5-10mm dalam diameter) dapat bertahan tersuspensi di
udara selama beberapa jam dan mencapai aliran udara terminal ketika terinhalasi.
Ada dua pengecualian lain yang dilaporkan adalah prosector's wart (kutil pada
orang yang mendiseksi mayat) disebabkan inokulasi pada kulit dari instrumen
tajam yang terkontaminasi dan penularan orang-ke-orang melalui bronkoskop
yang terkontaminasi.
Resiko penularan dari pasien sumber infeksi ke pejamu dihubungkan
dengan konsentrasi potensial dari basil yang hidup terus di ruang udara. Resiko
penularan menjadi lebih besar pada ruangan yang kekurangan volume udara,
udara segar, dan cahaya alami atau cahaya ultraviolet (Fitzpatrick & Braden,
2000; Raviglione & O’Brien, 2005).
Sedangkan menurut Karnadihardja (2004), ada dua macam mikobakteria
penyebab TB, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu
sapi yang menderita mastitis Tuberkulosis, dan bila diminum, dapat menyebabkan
TB usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang
berasal dari penderita TB terbuka. Orang yang rentan dapat terinfeksi TB bila
menghirup bercak ini, ini merupakan cara penularan terbanyak.

D. Patofisiologi
Dikenal empat fase dalam perjalanan penyakit TB. Pertama adalah fase
TB primer. Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan
reaksi pertahanan tubuh. Sarang pertama ini disebut afek primer. Basil kemudian
masuk ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis.
Reaksi yang khas adalah terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis
pengejuan di lesi primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer dan limfadenitis
regionalis ini disebut kompleks primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh
tanpa meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis dan kalsifikasi (95%)
(Karnadihardja, 2004).

5
Sekalipun demikian, kompleks primer dapat mengalami komplikasi
berupa penyebaran milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui
bronkus. Penyebaran milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang,
meningen, dan lain-lain, sedangkan penyebaran bronkogen langsung ke bronkus
dan bagian paru, dan menyebabkan bronkopneumonia Tuberkulosis. Penyebaran
hematogen itu bersamaan dengan perjalanan TB primer ke paru merupakan fase
kedua. Infeksi ini dapat berkembang terus, dapat juga mengalami resolusi dengan
pembentukan jaringan parut dan basil selanjutnya “tidur” (Karnadihardja, 2004).
Fase dengan kuman yang tidur ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil yang tidur
ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar limfe
hilus dan leher, serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun-tahun,
bahkan seumur hidup (infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila terjadi
perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah besar,
atau pada infeksi HIV (Karnadihardja, 2004).
TB fase keempat dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan
selanjutnya, proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan
fibrosis dan kalsifikasi, membentuk kavitas (kaverne), bahkan dapat menyebabkan
bronkiektasis (BE) melalui erosi bronkus (Karnadihardja, 2004). Frekuensi
penyebaran ke ginjal amat sering. Kuman berhenti dan bersarang pada korteks
ginjal, yaitu bagian yang tekanan oksigennya relatif tinggi. Kuman ini dapat
langsung menyebabkan penyakit atau “tidur” selama bertahun-tahun. Patologi di
ginjal sama dengan patologi di tempat lain, yaitu inflamasi, pembentukan jaringan
granulasi, dan nekrosis pengejuan. Kemudian basil dapat turun dan menyebabkan
infeksi di ureter, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, vas deferens, dan
epididimis (Karnadihardja, 2004).
Penyebaran ke kelenjar limfe paling sering ke kelenjar limfe hilus, baik
sebagai penyebaran langsung dari kompleks primer, maupun sebagai TB
pascaprimer. TB kelenjar limfe lain (servikal, inguinal, aksial) biasanya
merupakan TB pascaprimer (Karnadihardja, 2004). Penyebaran ke genitalia
wanita melalui penyebaran hematogen dimulai dengan berhenti dan berkembang
biaknya kuman di tuba fallopii yang sangat vaskuler. Dari sini basil bisa
menyebar ke uterus (endometritis), atau ke peritoneum (peritonitis)

6
(Karnadihardja, 2004). Penyebaran ke tulang adalah daerah metafisis tulang
panjang dan ke tulang spongiosa yang menyebabkan TB tulang ekstraartikuler.
Penyebaran lain dapat juga ke sinovium dan menjalar ke tulang subkondral.
Penyebaran ini menyebabkan TB sendi. Penyebaran dari metafisis ke epifisis
tidak pernah terjadi karena sifat cakram epifisis yang avaskular (Karnadihardja,
2004). Penyebaran ke otak dan meningen juga melalui penyebaran hematogen
setelah kompleks primer. Berbeda dengan penyebaran di atas, penyebaran ke
perikardium terjadi melalui saluran limfe atau kontak langsung dari pleura yang
tembus ke perikardium (Karnadihardja, 2004).
Kekebalan terhadap TB sebagian besar diperantarai sel limfosit T yang
atas rangsangan basil TB dapat mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan
basil dengan cara lisis (bakteriolisis) (Karnadihardja, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Data Pasien
 Nama : Tn. MI
 No RM : 81 XX XX
 Tanggal lahir : 24-02-1984
 Jenis kelamin : laki-laki
 Usia : 31 tahun
 BB : 55 kg
 Pasien MRS : 31 oktober 2015
 Status Pasien : BPJS mandiri
 Dokter ruangan : dr. Wulunggono
 keluhan utama : Pasien mengeluh panas 4 hari, batuk, sesak, mual,
muntah.
 Riwayat terdahulu : Pasien sedang melakukan pengobatan TB dengan
OAT selama 3 bulan.
 Diagnosa : Sedang penggunaan obat Tuberkulosis, pemberian
ARV selama 10 hari pada saat masuk rumah sakit
dan candidiasis oral.

7
2. Hasil Pemeriksaan Pasien
a. Pemeriksaan Klinis
parameter Nilai 5/11/15 6/11/15 7/11/15 8/11/15 9/11/15 10/11/15
rujukan

TD (mmHg) <120/80 120/70 120/80 120/70 110/70 120/70 110/70

Nadi(x/menit) 60-80 80 100 90 82 84 91

Suhu(0 C) 36-37 ± 36 37 36 36 37 36
0.3

RR(x/menit) 12-20 20 28 19 20 20 24

b. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Nilai
31/10/2015 2/11/2015 9/11/2015 10/11/2015
pemeriksaan Rujukan
Hemoglobin 11,4* 9,3* 8,6* 13-18 g/dL
Hematokrit 32* 27* 24* 40-52%
4,3-60
Eritrosit 37* 3,1* 2,6*
juta/µL
150.000-
Trombosit 162000 129000 412000*
400.000 /µL
4800-
Leukosit 7240 7240 3920*
40000/µL
Besi/fe 42* 70-200µg/dL
253-432
TIBC 173*
µg/dL
SGOT (AST) 72* 96* <35 U/L
SGPT (ALT) 38 76* <40 U/L
Albumin 4,4 3,5-5,0 g/dL
Kalsium 7,7* 8,6-10,3

8
mg/dL

FOTO THORAX: 10/11/2015


• Jantung tidak membesar
• Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
• Kedua hilus tidak menebal
• Tampak infiltrat miler tersebar dikedua lapang paru
• Sinus costofrenicus lancip dan hemidiagfragma licin
• Tulang-tulang intak
Kesan : TB miler

c. Pemeriksaan Imunoserologi
Jenis pemeriksaan 2/11/2015 Nilai Rujukan
Ferritin > 1200* 20-250 ng/mL
CD 4 60 410-1590 cell/µL
procalcitonin 1,89 0,5 -< 2 ng/mL

9
Hasil Pemeriksaan, Analisa, Tindak Lanjut
No. Tanggal
Subjective Objective Assesment Plan

1. 5/11/15 Mual (+), Muntah (+) Kesadaran : CM Infus NS 0,9%


sesak nafas, susah tidur TD : 120/70 -TB on OAT Inj. Ceftriaxone
mmHg -SIDA on ARV Vit B6 3x10mg
Nadi : 80 x/menit -Candisiasi oral Flumucil syr 3x
Suhu : 360C -Dispepsia sindrom 100mg
RR : 20x/menit Paracetamol 500 mg
Inj.omeprazole 1x40
mg
Domperidone 3x10
mg
Kotrimoksazole1x96
0 mg
2FDC
Efavirenz 1x600mg
Hiviral 2x150 mg
Tenofiral 1x300mg
Combiven inhalasi

10
3x1

2. 6/11/15 Mual (+), Muntah (-) Kesadaran : CM TB on OAT Infus NS 0,9%


sesak nafas, susah tidur, TD : 120/80 -IRIS pada SIDA on Inj. Ceftriaxone
batuk berdahak mmHg ARV Vit B6 3x10mg
keputihan Nadi : 100x/menit -Candisiasi oral Flumucil syr 3x
Suhu : 370C -Dispepsia sindrom 100mg
RR : 28x/menit -TB paru dengan infeksi Paracetamol 500 mg
sekunder Inj.omeprazole 1x40
mg
Domperidone 3x10
mg
Kotrimoksazole1x96
0 mg
2FDC
Efavirenz 1x600mg
Hiviral 2x150 mg
Tenofovir 1x300mg
Combiven inhalasi
3x1

11
Nystatin drop 4x1
Minosep gargel 4x1

3. 7/11/15 Mual (+), Muntah (-) Kesadaran : CM TB on OAT Infus NS 0,9%


sesak nafas, batuk TD : 120/70 -IRIS pada SIDA Inj. Ceftriaxone
berdahak keputihan, mmHg -STOP ARV Vit B6 3x10mg
ruam pada kulit Nadi : 90x/menit -Candisiasi oral Flumucil syr 3x
Suhu : 360C -Dispepsia sindrom 100mg
RR : 19x/menit - TB paru dengan Paracetamol 500 mg
infeksi sekunder Inj.omeprazole 1x40
mg
Domperidone 3x10
mg
Kotrimoksazole1x96
0 mg
Metilprednisolon
2x16 mg
Combiven inhalasi
3x1

12
Nystatin drop 4x1
Minosep gargel 4x1

4. 8/11/15 Mual (+), Muntah (-) Kesadaran : CM TB on OAT Infus NS 0,9%


sesak nafas, batuk TD : 110/70 -IRIS pada SIDA Inj. Ceftriaxone
berdahak, ruam pada mmHg -STOP ARV Vit B6 3x10mg
kulit Nadi : 82x/menit -Candisiasi oral Flumucil syr 3x
Suhu : 360C -Dispepsia sindrom 100mg
RR : 20x/menit Paracetamol 500 mg
- TB paru dengan infeksi
Inj.omeprazole 1x40
sekunder
mg
Domperidone 3x10
mg
Kotrimoksazole1x96
0 mg

Metilprednisolon
2x16 mg
Combiven inhalasi

13
3x1
Nystatin drop 4x1
Minosep gargel 4x1

5. 9/11/15 Mual (+), Muntah (-) Kesadaran : CM TB on OAT Infus NS 0,9%


sesak nafas, batuk TD : 110/70 -IRIS pada SIDA
Inj. Ceftriaxone
berdahak, ruam pada mmHg -STOP ARV
Vit B6 3x10mg
kulit Nadi : 84x/menit -Candisiasi oral
Flumucil syr 3x
Suhu : 370C -Dispepsia sindrom
100mg
RR : 20x/menit
- TB paru dengan infeksi Paracetamol 3x500
sekunder mg k/p
Inj.omeprazole 1x40
mg
Domperidone 3x10
mg
Kotrimoksazole1x96
0 mg
2FDC
Metilprednisolon
2x16 mg

14
Combiven inhalasi
3x1
Nystatin drop 4x1
Minosep gargel 4x1

6. 10/11/15 Mual (+), Muntah (-) Kesadaran : CM TB on OAT Infus NS 0,9%


sesak nafas, batuk TD : 110/70 -SIDA on ARV Inj. Ceftriaxone
mmHg -Candisiasi oral Vit B6 3x10mg
Nadi : 82x/menit -Dispepsia sindrom Flumucil syr 3x
Suhu : 360C 100mg
- TB paru dengan infeksi
RR : 20x/menit Paracetamol 500 mg
sekunder
Inj.omeprazole 1x40
TB miler
mg
Domperidone 3x10
mg
Kotrimoksazole1x96
0 mg
2FDC
Efavirenz 1x600mg

15
Hiviral 2x150 mg
Tenofovir 1x300mg
Metilprednisolon
2x8mg
Combiven inhalasi
3x1
Nystatin drop 4x1
Minosep gargel 4x1

16
d. Data Pengobatan Pasien
Profil Pengobatan Pasien
N0 Nama obat Regimen 5/11 6/11 7/11 8/11 9/11 10/11 11/11
1 ceftriaxone 1x 2 gr √ √ √ √ √ √ √
IV
2 Vit B6 10 mg 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √
3 Flumucil syr 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √
100mg
4 Paracetamol 500 3x1 √ √ √ √ K/P- - -
mg
5 OMZ inj. 40 mg 1x40 IV √ √ √ √ √ √ √
6 Domperidon 10 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √
mg
7 Kotrimoksazol 1x √ √ √ √ √ √ √
960 mg 960mg
PO
8 2 FDC 3xdlm - √ - - √ - √
(INH 150 mg) semingg jumat senin rabu
(RIF 150 mg) u
9. Efaviren 600 mg 1x1 PO √ √ √ √
10. Hiviral 2x1 PO √ √ √ √
150 mg
(lamivudin) STOP
11. Tenofiral 300 mg 1x1 PO √ √ √ √
12. combiven 2,5 ml 3x 1 neb √ √ √ √ √ √ √
13. Vit. C 100mg/ml 2x1 IV √ √ √ √ √ stop
14. Metilprednisolon 2x 1 PO - √ √ √ √ √ √
16 mg
15. Nystatin drop 4x 1 PO - √ √ √ √ √ √
16. Minosep gargel 4X1 PO - √ √ √ √ √ √
Kesesuaian dosis
Dosis yang
NO Nama Obat Dosis literatur keterangan
diberikan
IV . 2-4 mg /hari
1. Ceftriaxone 1 gr 1x 2 gr sesuai
(BNF 68, Hal 371)
PO . 10-50 mg 3x1 (BNF 68,
2. Vit B6 10 mg 10 mg 3x1 sesuai
hal 689)
Flumucil syr 100
3. PO 100mg/5ml 3x1 (MIMS) 100 mg/5ml 3x1 sesuai
mg
Paracetamol 500 PO 325-500 mg
4. 500 mg 3x1 Sesuai
mg (BNF68, hal 276)
IV. 40 mg sehari sekali
5. OMZ inj. 40 mg 1X 40 mg sesuai
(BNF68, hal 57)
Domperidon 10 PO. 10-20 mg tiap 4-8 jam
6. 3x 10 mg sesuai
mg (BNF68, hal 266)
Kotrimoksazol PO. 960 mg
7. 1x960 mg sesuai
960 mg (BNF68, hal 68)
Max 300 mg/hari
8. INH 150 mg sesuai
(BNF68, hal 391)
Max 600 mg/hari dua kali atau
9. rifampisin 3xdlm seminggu 150 mg sesuai
(BNF68, hal 391)
PO. 600 mg/hari
10. Efaviren 600 mg 1x600 mg sesuai
(BNF68, hal 415)
Hiviral
PO.150 mg 2x1
11. 150 mg 150 mg 2x1 sesuai
(BNF68, hal 414)
(lamivudin)
12. Tenofofir 300 mg PO.300 mg 1x1 (DIH) 300 mg 1x1 sesuai
Neb. 3-4 kali dalam sehari
13. combiven 2,5 ml 3x1 sesuai
(DIH)
14. Vit. C 100mg/ml 1-2x 100-250 mg 2x 1 100 mg/ sesuai
(BNF68, hal 689) hari
Metilprednisolon PO. 2-40 mg per hari
15. 2x16 mg Sesuai
16 mg (BNF68, hal 488)
5ml 4x1 setelah makan
16. Nystatin drop 4x 1 Sesuai
(BNF68, hal 391)
17. Minosep gargel 4x 5ml PO (DIH) 4x1 Sesuai

PEMBAHASAN
Pasien Tn. MI seorang laki-laki berusia 31 tahun. pasien masuk rumah sakit pada
tanggal 31 November 2015 dengan keluhan panas 4 hari, batuk, sesak, mual, muntah. Dokter
mendiagnosa tubercolosis dalam pengobatan OAT dan ARV baru diberikan 10 hari pada saat
masuk rumah sakit.
Pasien sebelumnya memiliki riwayat TBC karena tertular dari kakaknya. Pekerjaan
pasien adalah seorang tato artis dan dokter mengira pasien menggunakan jarum yang kurang
steril. Akan tetapi pada saat melihat hasil laboratorium yang dilihat dari CD4 nya sekitar
60cell/µg menunjukkan bahwa pasien tersebut sudah HIV sejak 10 tahun yang lalu. Pasien
tidak mengetahui sebelumnya karena tidak adanyanya gejala yang dirasakan. Penyebabnya
karena sex bebas dan sering ganting pasangan.
Selama pengobatan pasien di infus dengan NaCl 0,9 % untuk keseimbangan
elektrolit, injeksi ceftriaxone untuk infeksinya, vit B6 untuk menanggulangi dari efek
samping obat TB, flumucil untuk batuk berdahaknya sebagai mukolitinya, paracetamol untuk
demam karena pada saat masuk rumah sakit pasien demam tinggi, injeksi omeprazole untuk
lambungnya, domperidone untuk mual dan muntah, kotrimoksazole untuk infeksi
profilaksisnya, 2FDC 3x dalam semiggu untuk OAT yang diberikan 3x dalam seminggu,
efaviren, lamivudine, dan tenofovir untuk obat ARV, combiven untuk sesak, vit C dan
methilprednisolon 16 mg untuk IRIS, nistatin drop dan minosep gargel untuk candidiasis oral.
Pasien melakukan pemeriksaan imunologi CD4 dengan hasil 60 cell/µg. Selain itu,
pasien juga melakukan pemeriksaan foto Torax dan menunjukkan hasil bahwa pasien tersebut
TB miler. Pada saat cek laboratorium terjadi penurunan hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
yang menyebabkan terjadinya anemia. Pemeriksaan laboratorium dilakukan sudah 3 kali pada
tgl 31, 2, 10 November 2015 dengan hasil yang semakin menurun sehingga dilakukan tambah
darah untuk pasien. Nilai SGOT 96 U/L dan SGPT 76 U/L tinggi akibat dari penggunaan
OAT.
Pada kasus ini juga ditemukan adanya DRP yaitu kondisi pasien yang tidak diterapi
pada tanggal 7-9 november 2015. Pasien juga tidak diberikan obat ARV selama 3 hari dan
setelah dikonfirmasi ke dokter pasien mengalami SPI (Sindrom Pulih Imun) IRIS (Immune
reconstitusion Inflamantory Syndrome) yaitu perburukan kondisi klinis sebagai akibat respon
inflamasi berlebih pada saat pemulihan sistem imun setelah pemberian terapi anti retroviral
sehingga pasien diberi Metilprednisolon 16 mg untuk mengurangi IRIS nya. Jika IRIS nya
sudah tidak ada maka dilakukan penurunan dosis secara berkala.
DRP lainnya yaitu lama terapi obat tidak sesuai dengaan indikasi. Suhu tubuh pasien
sudah mulai stabil akan tetapi pasien masih diberikan paracetamol. Setelah dikonfirmasikan
ke dokter maka pada tanggal 9 November 2015 obat paracetamol di gunakan pada saat perlu
saja.
Selain itu, ada interaksi obat yang terjadi antara Efavirenz dengan tenofovir yaitu
meningkatkan resiko IRIS, untuk menghindari resiko tersebut maka harus dilakukan jeda
waktu pada saat meminumnya. Isoniazid dengan paracetamol terjadi interaksi yaitu
menurunkan efek dari paracetamol, maka harus dilakuakn penjedaan waktu pada saat
meminum obat. Untuk obat-obatan TB dan ARV tidak terdapat interaksi obat karena waktu
pemberian obat yang berbeda. Untuk obat TB diberikan pada saat pagi hari 3 kali dalam
seminggu sedangkan untuk obat ARV pada saat malam hari. ARV di berikan pada malam hari
karna untuk menghindari efek sampingnya berupa mual.
DAFTAR REFERENSI

Danusantoso, Halim. 2000.Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.

Depkes RI. 2004. Petunjuk Penggunaan Obat FDC Untuk Pengobatan Tuberkulosis Di Unit
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta: Departemen
kesehatan RI.

Depkes RI . 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Fitzpatrick, L.K., Braden, C., 2000. Tuberculosis. In: Humes, H.D., Dupont, H.L., Kelley's
Textbook of Internal Medicine. 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers

Karnadihardja, 2004. Infeksi. Dalam: Sjamsuhidajat, R., Jong, W., Buku-Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Jakarta : EGC, 12-65

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

American Pharmacists Association. 2008-2009. Drug Information Handbook, Edisi 17.


Amerika: Lexi Comp.

Peraturan Menteri Kesehatan. 2013. Pengendalian Tuberkulosis Resistensi Obat. Jakarta:


Menteri Kesehatan republic Indonesia.

Badan Pengawasa Obat dan Makanan RI. 2014. Informatorium Obat Nasional
Indonesia.Jakarta. http://pionas.pom.go.id/ioni

Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai