Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan secara umum di tandai dengan aktivitas otot
polos miometrium yang relative tenang yang memungkinkan pertumbuhan
dan perkembangan janin intrauterine sampai dengan kehamilan aterm.
Menjelang persalinan. Otot polos uterus mulai menunjukkan
aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, di selingi dengan suatu
periode relaksasi, dan mencapai pucaknya menjelang persalinan, serta secara
berangsur menghilang pada periode postpartum. Mekanisme regulasi yang
mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan, dan
kelahiran, sampai saat ini masih belum jelas benar.
Secara luas istilah gawat janin telah banyak di pergunakan, istilah ini
biasanya menandakan kekhawatiran obstetric tentang keadaan janin, yang
kemudian berakhir dengan seksio sesaria atau persalinan buatan lainnya.
Keadaan janin biasanya di nilai dengan menghitung denyut jantung janin
(DJJ) dan yang memeriksa kemngkinan adanya mekonium di dalam cairan
amnion. Sering di anggap DJJ yang abnormal, terutama bila di temukan
mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis.Misalnya, takikardi janin
dapat di sebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis, tapi juga oleh
hipertermia sekunder dari infeksi intrauterine. Keadaan tersebut biasanya
tidak berhubungan dengan hipoksia janin atau asidosis. Sebaliknya, bila DJJ
normal, adanya mekonium dalam cairan amnion tidak berkaitan
dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan klinik
perlu di tetapkan criteria apa yang di maksud dengan gawat janin. di sebut
gawat janin, bila di temukan denyut jantung janin di atas 160/menit atau di
bawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium
yang kental pada awal persalinan.

Fetal Distress Page 1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAWAT JANIN (FETAL DISTRESS)

2.1.1 Pengertian

Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi pada
masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi nyata
dalam bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin peningkatan
tahanan vaskular pada pembuluh darah janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)

Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga
mengalami hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 ). Secara luas istilah gawat
janin telah banyak dipergunakan, tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah
ini biasanya menandakan kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan
janin, yang kemudian berakhir dengan seksio secarea atau persalinan buatan
lainnya.

Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin


(DJJ). Dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom.
Sering dianggap DJJ yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium,
menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi, hal tersebut sering kali tidak
benarkan . Misalnya, takikardi janin dapat disebabkan bukan hanya oleh hipoksia
dan asidosis, tapi juga oleh hipotemia, sekunder dari infeksi intra uterin.

Keadaan tersebut biasanya tidak berhubungan dengan hipoksia janin atau


asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal, adanya mekonium dalam cairan amnion
tidak berkaitan dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan
klinik perlu ditetapkan criteria apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut
gawat janin bila ditemukan bila denyut jantung janin diatas 160 / menit atau

Fetal Distress Page 2


dibawah 100 / menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan.

2.1.2 Etiologi

Penyebab dari gawat janin yaitu:

1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus - plasenta


dalam waktu singkat) :
1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan
dengan pemberian oksitosin.
2. Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
3. Solusio plasenta.
4. Plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta


dalam waktu lama) :

1. Penyakit hipertensi
2. Diabetes mellitus
3. Postmaturitas atau imaturitas

c. Kompresi (penekanan) tali pusat


1. Oligihidramnion
2. Prolaps tali pusat
3. Puntiran tali pusat

d. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen

1. Anemia berat misalnya isomunisasi , perdarahan fetomaternal

2. Kesejahteraan janin dalm persalinan asfiksia intrapartum dan komplikasi

3. Skor APGAR 0-3 selam > 5 menit

Fetal Distress Page 3


4. Sekuele neorologis neonatal

5. Disfungsi multi organ neonatal

6. PH arteri tali pusat 7,0

2.1.3 Patofisiologi

Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress,


antara lain :

a. Perubahan pada kehamilan Postterm


Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada
kehamilan postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar
untuk mengelola persalinan postterm.

1. Perubahan cairan amnion

Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion . Jumlah cairan


amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml
dan menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan
amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada
usia kehamilan 42 dan 43 minggu.

Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang


berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan
postterm dan menyebabkan oligohidramnion.Selain perubahan volume terjadi
pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi kental dan keruh. Hal ini
terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi phosphilipid. Dengan
lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan
perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar.
Dengan adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau
kuning.

Fetal Distress Page 4


Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian
perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan
kompresi tali pusat. Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada
persalinan postterm.

Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan


pemeriksaan ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan
mengukur diameter vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran.
Hasil penjumlahan 4 kuadran disebut Amniotic Fluid Index ( AFI ). Bila AFI
kurang dari 5 cm indikasi oligrohidramnion. AFI 5 – 10 cm indikasi penurunan
volume cairan amnion. AFI 10 – 15 cm adalah normal. AFI 15 – 20 cm terjadi
peningkatan volume cairan amnion. AFI lebih dari 25 cm indikasi
polihidramnion.

2. Perubahan pada plasenta

Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran


gas antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka
terjadi pula perubahan struktur plasenta.

Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter


dan panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau di dahului
dengan titik-titik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada
kehamilan atterm terjadi infark 10 % - 25 % sedangkan pada postterm terjadi
60% - 80 %. Timbunan kalsium pada kehamilan postterm meningkat sampai
10 g / 100 g jaringan plasenta kering, sedangkan kehamilan atterm hanya 2 – 3
g / 100 g jaringan plasenta kering.

Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark


plasenta, kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus,
thrombosis arterial dan endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi
plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini menyebabkan
malnutrisi dan asfiksia.

Fetal Distress Page 5


Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat kematangan
plasenta. Pada kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai berikut :

a. Piring korion : lekukan garis batas piring korion mencapai daerah


basal.

b. Jaringan plasenta : berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal


dari satukotiledon ( ada darah dengan densitas gema tinggi dari
proses kalsifikasi, mungkin memberikan bayangan akustik ) .

c. Lapisan basal : daerah basal dengan gema kuat dan memberikan


gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini di kategorikan
tingkat 3.

3. Perubahan pada janin

Sekitar 45 % janin yang tidak di lahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus
berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum mengalami
insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap minggu dapat terjadi berat
lebih dari 4000 g. keadaan ini sering disebut janin besar. Pada umur kehamilan 38
– 40 minggu insiden janin besar sekitar 10 % dan 43 minggu sekitar 43 %.
Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan resiko persalinan traumatik.Janin
postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput
dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit janin berhubungan
langsung dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu : rambut panjang, kuku
panjang, warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium.

2.1.4 Komplikasi

a. Pada Kehamilan

Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada


gawat janin, maka harus segera dikeluarkan.

Fetal Distress Page 6


b. Pada persalinan

Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :

1. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera


dikeluarkan
2. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps,
vakum ekstraksi, ataupun bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio
saesarea (SC)

2.1.5 Diagnosa

Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung


janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan
kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama,
Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes,
kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera
dideteksi dan perlu penanganan segera.

2.1.6 Klasifikasi

Jenis gawat janin yaitu :

a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah

1. Gawat janin iatrogenic


Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan
medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah
mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenic akibat dari
pengalaman pemantauan jantung janin.

Fetal Distress Page 7


2. Posisi tidur ibu
Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava
sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan
perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau semilateral.

3. Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka
relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah uterus
mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi.
Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti
kontrkasi fisiologik.

4. Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah
vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat anastesia
epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut jantung janin yaitu
berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi lambat.
Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot
jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.

b. Gawat janin sebelum persalinan

c. Gawat janin kronik


Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila
status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan norma terganggu.

d. Gawat janin akut


Suatu kejadian bencana yang tiba – tiba mempengaruhi oksigenasi janin.

e. Gawat janin selama persalinan

Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung


janin kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada

Fetal Distress Page 8


kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam
laktat dengan pH janin yang menurun. (Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekkologi, 1994 : 211-213)

2.1.7 Penatalaksanaan

a. Penanganan umum

1. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin danpembawaan


oksigen dari obu ke janin lebih lancer.
2. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
3. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin,
karena dapat mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang
berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin.
4. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai.
5. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap
abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan
dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
b. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau
kelahiran segera merupakan indikasi.

Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan


pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan
jalannya persalinan.

b. Penatalaksanaan Khusus

1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk


membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran darah

Fetal Distress Page 9


balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan
dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai
usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu
curahan darah ke ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 %
berbanding larutan laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan
pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan
menentukan perjalanan persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi
risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung
dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap.
Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan
laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan
mekoneum dengan pipa endotrakeal.

a. Prinsip Umum :

1. Bebaskan setiap kompresi tali pusat


2. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau
kelahiran segera merupakan indikasi. Rencana kelahiran
(pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-
faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan
jalannya persalinan.

b. Penatalaksanaan Khusus

1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk


membebaskan kompresi aortokaval dan
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran

Fetal Distress Page 10


darah uteroplasenter.Perubahan dalam posisi juga dapat
membebaskan kompresi tali pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit
sebagai usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen
fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan
mengganggu curahan darah ke ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 %
dalam larutan laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan
pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat
dan menentukan perjalanan persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir
mengurangi risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah
kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari
mekoneum dengan kateter pengisap.Segera setelah
kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi
langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum
dengan pipa endotrakeal. (Abdul Bari Saifuddin
dkk.2002 )

c. Pengelolaan Antepartum

Dalam pengelolan antepartum diperhatikan tentang umur


kehamilan. Menentukan umur kehamilan dapat dengan
menghitung dari tanggal menstruasi terakhir, atau dari hasil
pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 12-20 minggu.
Pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat
untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume
cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan
tingkat kematangan plasenta. Untuk menilai kesejahteraan janin
dimulai dari umur kehamilan 40 minggu dengan pemeriksaan Non
Stess Test (NST). Pemeriksaan ini untuk menditeksi terjadinya

Fetal Distress Page 11


insufisiensiplasenta tetapi tidak adekuat untuk mendiagnosis
oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin. Secara teori
pemeriksaan profil biofisik janin lebih baik. Selain NST juga menilai
volume cairan amnion, gerakan nafas janin, tonus janin dan gerakan
janin. Pemeriksaan lain yaituOxytocin Challenge Test (OCT) menilai
kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian asidosis, hipoksia
janin dan deselerasi lambat.

Penilaian ini dikerjakan pada umur kehamilan 40 dan 41 minggu.


Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali
seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan. Penulis lain
melaporkan bahwa kematian janin secara bermakna meningkat mulai
umur kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan
kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41 minggu.

Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan


adanya mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi
janin segera dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk
mengencerkan mekonium. Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu
mempunyai serviks tidak matang dengan Bishop score kurang dari 7.
Ditemukan 40% dari 3047 wanita dengan kehamilan 41 minggu
mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita hamil
postterm diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland. Pada
wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio
cesarea karena distosia.

d. Pengelolaan Intrapartum

Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai risiko terjadi


bahayapada janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus
dipastikan adakah disporposi kepala panggul, profil biofisik janin
baik.Induksikehamilan 42 minggu menjadisatuputusan
bilaserviks matang dengan monitoring janin secara serial. Pilihan
persalinantergantung dari tanda adanya fetal compromise. Bila tidak

Fetal Distress Page 12


adakelainan kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua
pengelolaan. Pengelolaan tersebut adalahinduksi persalinan dan
monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan pola denyut jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan
kompresi tali pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress
dimonitor dengan memeriksa pola denyut jantung janin. Bila
ditemukan variabel deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang
panjang maka seksio cesarea segera dilakukan karena janin dalam
bahaya.

Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka


kemungkinan terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat
menyebabkan disfungsi paru berat dan kematian janin. Keadaan ini
dapat dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan dengan penghisapan
yang efektif pada faring setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir.
Jika didapatkan mekonium, trakea harus diaspirasi segera mungkin
setelah lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi.

Fetal Distress Page 13


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi
pada masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi
nyata dalam bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin
peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah janin.Keadaan janin biasanya
dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ). Dan memeriksa
kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom.Rencana kelahiran
(pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi
janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.

Fetal Distress Page 14


DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan . Yayasan BinaPustaka


Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
2. Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph. 2009. Synopsis Obstetri. EGC: Jakarta
3. Abdul Bari Saifuddin dkk.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan
Maternaldan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
4. Supridi, Teddy. 2009. Kedokteran Obstetri Dan Gynekologi. EGD: Jakarta
5. Matrin, Tucker Susan. 2008. Pemantauan Janin. EGC: Jakarta

Fetal Distress Page 15


BAB IV

LAPORAN KASUS

STATUS IBU HAMIL

Anamnesa Pribadi

Nama : Ny.R

Umur : 25 tahun

Alamat : lorong D III Hutabalang, kab. Tapanuli tengah

Agama : Kristen

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status : Janda

Tanggal masuk : 10 januari 2015

Pukul : 06.41 wib

GPA : G1P0A0

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 65 kg

Anamnesa Penyakit

Keluhan utama : mules-mules mau melahirkan

Telaah : Hal ini dialami os sejak tanggal 8 januari 2015 pukul 12.00
WIB. Riwayat keluar lendir darah (+) sejak tanggal 8 januari
2015 pukul 12.00 WIB. Riwayat keluar air-air dari kemaluan (+)
sejak tanggal 9 januari 2015 pukul 04.00 WIB. BAK (+) normal,
BAB (+) normal.

Fetal Distress Page 16


Riwayat penyakit terdahulu : DM (-), Hipertensi (-), Asma (-)

Riwayat pemakaian obat :-

RIWAYAT HAID

- HPHT : ?/04/2014
- TTP : ?/01/2015
- ANC : Bidan > 5 X

RIWAYAT PERSALINAN

1. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENT

SENS : Compos mentis Anemis :-

TD : 120/80 mmHg Ikterik :-

HR : 84x/i Sianosis :-

RR : 20x/i Dyspnoe : -

T : 36,5 0C Oedema :-

STATUS OBSTETRIKUS

Abdomen : Membesar asimetris

TFU : 3 jari dibawah Proc. Xiphoideus, 33 cm

Teregang : Kiri

Fetal Distress Page 17


Terbawah : Kepala

Gerak :+

His : 3x 30”/10’

DJJ : 168 x/i, irreguler (+)

EBW :3100 – 3200 gr

VT : cervix pembukaan lengkap, caput 3x3 cm, UUK arah jam 7

ST : Lendir darah ( + ), air ketuban ( + ) berbau

USG TAS :

- Janin tunggal, persentasi kepala, anak hidup


- Fetal movement ( + ), fetal heart rate ( + ), 168x/I, irregular
- BPD 95,2 mm
- FL 76 mm
- AL 321,6 mm
- Plasenta fundal
- Air ketuban cukup
- Kesan : IUP ( 37-38) minggu + PK + AH

LABORATORIUM

Hb / Ht / L / T : 10,4 / 31,1 / 32.100 / 324.000

Fetal Distress Page 18


DIAGNOSA SEMENTARA

POPP + Fetal takikardi + PG + KDR ( 37-38 ) minggu + PK + AH + Kala II


memanjang + Chorioamnionitis

TERAPI

- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2 gr ( ST )

RENCANA

Sectio caessaria CITO a/i POPP + Fetal distress + Chorionamnionitis Tanggal 10


januari 2015

Fetal Distress Page 19


Laporan Sectio caessaria a/i POPP + Fetal distress + Chorionamnionitis

Laporan SC ( Tanggal 10 januari 2015 )

- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infuse dan kateter terpasang baik.
- Dilakukan spinal anastesi kemudian dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptic pada dinding abdomen dengan larutan povidon iodine dan
alkohol 70% dan ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.
- Dilakukan insisi pfanensteil mulai cutis, subkutis dan fascia. Dengan
menyisipkan pinset anatomis dibawah fascia, digunting keatas dan
kebawah.
- Otot dikuakkan secara tumpul, peritoneum digunting
- Tampak uterus gravidarum, plika vesikouterina disisihkan kearah blast,
identifikasi segmen bawah rahim dan dilakukan insisi konkaf pada uterus
hingga aubendometrium. Endometrium ditembus secara tumpul kemudian
selaput ketuban dipecahkan, tampak air ketuban mengalir, kesan :
mekonium (+), berbau, dengan meluksir kepala lahir bayi laki-laki, A/S
3/5
- Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya. Injeksi
oxytocin 10 iu/iv. Plasenta dilahirkan secara PTT, kesan lengkap.
- Uterus dijahit dengan figure of eight, kontinou, interlocking, overhecting
dan repitonealisasi
- Cavum abdomen dibersihkan kesan bersih.
- Abdomen dijahit lapis demi lapis
- Luka operasi ditutup dengan sufratul, kassa steril dan hipavix.
- Liang vagina dibersihkan kesan bersih
- Ku ibu post op : baik.

TERAPI

- IVFD RL + oksitosin 10-10-5-5 iv 20 gtt/i


- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole drip 500 mg/ 8 jam

Fetal Distress Page 20


- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam
- Inj. Gentamicin 80 mg/ 8 jam

ANJURAN

- Cek darah rutin 2 jam post SC


- Observasi vital sign, kontraksi, dan tanda-tanda perdarahan

Fetal Distress Page 21


PEMANTAUAN POST SC

Jam ( WIB ) 07.00 07.30 08.00 08.30 09.00

Nadi permenit 70 70 70 80 80

TD ( mmHg ) 130/80 130/80 130/80 130/80 130/80

Pernafasan 18 18 20 20 20
permenit
Perdarahan - - - - -

Kontraksi 2 2 2 2 2

HASIL LABORATORIUM POST SC

- Hb : 10,6
- Leukosit : 12.200
- Ht : 30,9
- Trombosit : 152.000

Fetal Distress Page 22


FOLLOW UP

Tanggal 10/01/2015 11/01/2015 12/01/2015


Keluhan Nyeri luka operasi Tidak Ada Tidak Ada
Utama
Status Presens Sensorium : compos Sensorium : compos Sensorium : compos
mentis mentis mentis
TD : 120/80 mmHg TD : 110/70 mmHg TD : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 84x/i Frekuensi Nadi : 72x/i Frekuensi Nadi : 96x/i
Frekuensi nafas : 18x/i Frekuensi nafas : 20x/i Frekuensi nafas : 20x/i
Temperatur : 37,3 ºC Temperatur : 36,6 ºC Temperatur : 36,4 ºC

Anemis : (-) Anemis : (-) Anemis : (-)


Ikterik : (-) Ikterik : (-) Ikterik : (-)
Sianosis : (-) Sianosis : (-) Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-)
Edema : (-) Edema : (-) Edema : (-)
Status Abdomen : soepel , Abdomen : soepel , Abdomen : soepel ,
Lokalisata peristaltik (+) peristaltik (+) peristaltik (+)
Kontraksi : kuat Kontraksi : kuat Kontraksi : kuat
TFU : 1 Jari dibawah TFU : 2 Jari dibawah TFU : 2 Jari dibawah
pusat pusat pusat
Perdarahan pervaginam Perdarahan Perdarahan
: tidak ada, lochia (+) pervaginam : tidak pervaginam : tidak
rubra. ada, lochia (+) rubra. ada, lochia (+) rubra.
Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup
verban kesan kering verban kesan kering verban kesan kering
BAK : (+) BAK : (+) BAK : (+)
BAB : (-), Flatus (+) BAB : (+), Flatus (+) BAB : (+), Flatus (+)
Diagnosis Post SC a/i fetal distress Post SC a/i fetal Post SC a/i fetal
+ POPP + distress + POPP + distress + POPP +
Chorioamnionitis Chorioamnionitis + Chorioamnionitis +

Fetal Distress Page 23


+NH1 NH2 NH3
Terapi IVFD RL 20 + oxytosin IVFD RL 20 gtt/i Cefadroxil 2 x 500 mg
(10 – 10 – 5 – 5 )gtt/i Inj. Ceftriaxone 1 As. Mefenamat 3 x
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 gr/12 jam 500 mg
jam Inj. Metrodinazol 50 Metrodinazol 3 x 1 tab
Inj. Metrodinazol 50 mg /8 jam Ranitidin 2 x 1 tab
mg /8 jam Inj. Ketorolak 30/ 12
Inj. Ketorolak 30/ 12 jam
jam Inj. Transamin 500
Inj. Ranitidin 50 mg/12 mg/12 jam
jam Inj. Ranitidin 50
mg/12 jam
Rencana mobilisasi Aff kateter Aff threeway
IV line threeway (+) Mobilisasi

Fetal Distress Page 24


BAB V

ANALISA KASUS

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 23
tahun dengan diagnosa fetal distress. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik ginekologi, serta pemeriksaan penunjang berupa
USG dan pemeriksaan laboratorium.

Dilaporkan kasus seorang wanita hamil Ny. R, 23 tahun , G1P0A0, datang


ke RSUPM pada tanggal 10 Januari 2015 pukul 03. 11WIB, dengan keluhan
mules - mules mau melahirkan. Hal ini dialami pasien sejak tanggal 8 Januari
2015 pukul 12.00 WIB. Riwayat keluar air – air dari kemaluan (+) sejak tanggal
9 Januari 2015 pukul 04.00 WIB. BAK/BAB (+) Normal. Os merupakan rujukan
dari RS Sibolga dengan diagnosa suspek HIV + PG + KDR (Aterm). Riwayat
penyakit terdahulu tidak dijumpai, riwayat pemakaian obat tidak dijumpai.

Pemeriksaan obstetrik didapatkan abdomen : membesar asimetris, TFU : 3


jari dibawah procesius Xyphoideus (33 cm), tegang : kiri, terbawah : kepala,
gerak : + , His : 3 x 30’’/10’, DJJ : 168 x/i, Ireguler, EBW : 3100 – 3200 gram.
Inspekulo : tidak di lakukan pemeriksaan, VT : CX pembukaan lengkap , caput 3
x 3 cm, UUK arah jam 7, ST : lendir darah (+), air ketuban (+).

Teori Kasus
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut Pada pasien ini didapati denyut
jantung janin di atas 160/menit atau dibawah jantung janin 168x/i dengan
100/menit, denyut jantung tidak teratur atau denyut jantung tidak teratur serta
keluarnya mekonium yang kental pada awal keluarnya cairan ketuban.
persalinan. (sarwono Prawirohardjo, Ilmu
Kebidanan)
Penanganan gawat janin bila ditemukan Pada pasien ini dilakukan operatif
selama persalinan : emergency yaitu sectio caesarea
1. Pemberian oksigen kepada ibu untuk menghindari hal terburuk

Fetal Distress Page 25


2. Posisi ibu miring ke arah kiri bagi janin.
3. IVFD RL
4. Monitoring DJJ dengan cara elektrinik
atau auskultasi
5. Sectio Caesarea
Oligohydramnion didapatkan nilai Amnio Pada pasien ini ditemukan nilai
Fluid Index yang < 5 cm dan dapat AFI < 2
disebabkan oleh beberapa keadaan berikut :
1. Kelainan kongenital
2. PJT
3. Ketuban pecah
4. Kehamilan posterm
5. Insufisiensi Plasent
6. Obat – obatan (misalnya dari golongan
antiprostaglandin).
(sarwono Prawirohardjo, ilmu kebidanan)

Fetal Distress Page 26


BAB VI

PERMASALAHAN

1. Apakah tindakan penanganan terhadap kasus diatas sudah tepat ?


2. Bagaimana kompetensi dokter umum dalam menangani pasien dengan disertai
fetal distress ?

Fetal Distress Page 27

Anda mungkin juga menyukai