Anda di halaman 1dari 11

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/265917138

PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA


AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL

Article

CITATION READS

1 5,123

5 authors, including:

Euis Hermiati Djumali Mangunwidjaja


Indonesian Institute of Sciences Bogor Agricultural University
31 PUBLICATIONS 41 CITATIONS 36 PUBLICATIONS 82 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Ono Suparno Bambang Prasetya


Bogor Agricultural University National Standardization Agency of Indone…
86 PUBLICATIONS 201 CITATIONS 51 PUBLICATIONS 151 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate, Available from: Bambang Prasetya
letting you access and read them immediately. Retrieved on: 05 September 2016
PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA
AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI
BIOETANOL

Euis Hermiati1, Djumali Mangunwidjaja2, Titi Candra Sunarti2, Ono Suparno2, dan Bambang Prasetya3

UPT BPP Biomaterial – LIPI, Jalan Raya Bogor km 46, Cibinong, Bogor 16911,
1

Telp. (021) 87914511, Faks. (021) 87914510, E-mail: euis.hermiati@lipi.go.id


2
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB
Darmaga Kotak Pos 220, Bogor 16002, Telp. dan Faks. (0251) 8621974, E-mail:fateta@fateta-ipb.ac.id
3
Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI, Jalan Raya Bogor km 46, Cibinong, Bogor 16911,
Telp. (021) 8754587, Faks. (021) 8754588, E-mail: bambang.prasetya@lipi.go.id

Diajukan: 07 Desember 2009; Diterima: 01 Juli 2010

ABSTRAK
Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan
menjadi sumber energi seperti bioetanol. Konversi bahan lignoselulosa menjadi bioetanol mendapat perhatian
penting karena bioetanol dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin untuk keperluan transportasi.
Bahan lignoselulosa, termasuk dari ampas tebu terdiri atas tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan
lignin. Konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol pada dasarnya terdiri atas perlakuan pendahuluan, hidrolisis
selulosa menjadi gula, fermentasi gula menjadi etanol, dan pemurnian etanol melalui proses distilasi dan dehidrasi.
Biaya produksi etanol masih cukup tinggi. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan untuk memperbaiki
proses produksi mulai dari tahap perlakuan pendahuluan, hidrolisis selulosa, fermentasi gula menjadi etanol sampai
dengan pemurnian etanol. Dengan memerhatikan potensi biomassa lignoselulosa, khususnya ampas tebu sebagai
bahan dasar bioetanol, perlu dilakukan pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian dalam upaya pemanfaatan bahan
tersebut. Potensi perolehan etanol dari ampas tebu yang dihasilkan oleh pabrik gula di Indonesia mencapai 614.827
kL/tahun sehingga berpeluang membantu upaya pemenuhan kebutuhan etanol untuk bahan bakar yang diperkirakan
sekitar 1,10 juta kL. Namun demikian, masih cukup banyak hambatan dan kendala untuk produksi dan aplikasi
bioetanol dari biomassa lignoselulosa, termasuk dari ampas tebu, terutama penguasaan teknologi konversi biomassa
lignoselulosa menjadi etanol dan biaya produksi yang masih tinggi. Diperlukan kebijakan pemerintah agar dapat
mendorong pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol, antara lain melalui penelitian dan pengembangan,
pemberian insentif bagi pabrik gula yang memanfaatkan ampas tebu untuk bioetanol, dan subsidi harga etanol dari
biomassa lignoselulosa.
Kata kunci: Limbah tebu, lignoselulosa, konversi, etanol

ABSTRACT
Utilization of lignocellulosic biomass from sugarcane bagasse for bioethanol production

Sugarcane bagasse is one of potential lignocellulosic biomass for energy through physical, chemical or biological
conversion. The material is renewable and abundantly available, especially as wastes or by-products of sugarcane
industries. Of many conversion processes, lignocellulosic conversion to ethanol becomes focus of interest recently,
since ethanol can be further used as biofuel to substitute gasoline for transportation. Lignocellulosic material,
including sugarcane bagasse mainly consists of three components, namely cellulose, hemicellulose, and lignin. The
conversion of these materials basically consists of pretreatment, cellulose hydrolysis, sugar fermentation to
ethanol, and purification of ethanol. Production cost of this conversion is still high; therefore, many researches
have been conducted to improve the conversion process, either pretreatment, hydrolysis, fermentation or
purification, so that the cost could be reduced. This paper reviewed literatures on potential and characteristics of
lignocellulosic materials, especially sugarcane bagasse, and conversion of these materials to ethanol. There is as
much as 614,827 kL/year of ethanol potentially produced from sugarcane bagasse resulted from sugarcane factories
in Indonesia. This amount of ethanol would have a great contribution to fulfill 1.10 million tons demand of
ethanol. However, there are still some recalcitrans in production and implementation of lignocellulosic bioethanol,
especially due to the unproven conversion technology of lignocellulosic biomass to ethanol and the high production
cost. Therefore, government policies in supporting research and development, providing special incentives for
sugarcane factories that produced ethanol from sugarcane bagasse, and giving subsidy to reduce bioethanol price,
are needed.
Keywords: Sugar by products, lignocellulose, conversion, ethanol

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 121


B ahan lignoselulosa merupakan bio-
massa yang berasal dari tanaman
dengan komponen utama lignin, selulosa,
Penelitian konversi bahan-bahan lig-
noselulosa menjadi etanol telah banyak
dilakukan dalam dua dekade terakhir.
Selulosa merupakan polimer linier
glukan dengan struktur rantai yang se-
ragam. Unit-unit glukosa terikat dengan
dan hemiselulosa. Ketersediaannya yang Kegiatan ini tampaknya akan dan harus ikatan glikosidik −β–(1J4). Dua unit glu-
cukup melimpah, terutama sebagai limbah terus berlanjut dalam upaya mencari kosa yang berdekatan bersatu dengan
pertanian, perkebunan, dan kehutanan, alternatif bahan bakar pengganti minyak mengeliminasi satu molekul air di antara
menjadikan bahan ini berpotensi sebagai bumi yang semakin menipis ketersedia- gugus hidroksil pada karbon 1 dan karbon
salah satu sumber energi melalui proses annya. 4. Kedudukan –β dari gugus –OH pada
konversi, baik proses fisika, kimia maupun Berdasarkan prakiraan kebutuhan C1 membutuhkan pemutaran unit glukosa
biologis. Salah satu proses konversi gasohol untuk kendaraan bermotor di berikutnya melalui sumbu C1-C4 cincin
bahan lignoselulosa yang banyak diteliti Indonesia pada tahun 2010 yang mencapai piranosa. Unit ulang terkecil dari rantai
adalah proses konversi lignoselulosa 200.000 kL, dan pada tahun 2015 dan 2020 selulosa adalah unit selobiosa dengan
menjadi etanol yang selanjutnya dapat masing-masing 600.000 dan 1,10 juta kL panjang 1,03 nm dan terdiri atas dua unit
digunakan untuk mensubstitusi bahan (Kompas 2005), produksi etanol dari glukosa.
bakar bensin untuk keperluan transpor- biomassa atau bioetanol perlu terus Hemiselulosa merupakan istilah umum
tasi. ditingkatkan. Selama ini, biomassa yang bagi polisakarida yang larut dalam alkali.
Ada beberapa faktor yang mendorong digunakan juga merupakan bahan pangan, Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya
makin intensifnya dilakukan penelitian seperti jagung, ubi kayu, dan molasse. dengan selulosa dalam dinding sel tanam-
pemanfaatan bahan lignoselulosa men- Oleh karena itu, penggunaan bahan baku an (Fengel dan Wegener 1984; Howard et
jadi sumber energi, dalam hal ini etanol. yang jauh lebih murah dan tersedia me- al. 2003). Lima gula netral, yaitu glukosa,
Pertama, kebutuhan dan konsumsi energi limpah, yakni bahan lignoselulosa dari mannosa, dan galaktosa (heksosan) serta
terus meningkat dari tahun ke tahun, limbah industri pertanian dan kehutanan xilosa dan arabinosa (pentosan) meru-
sementara sumber daya alam yang dapat perlu terus dikembangkan, misalnya ampas pakan konstituen utama hemiselulosa
menghasilkan energi makin terkuras tebu sebagai hasil samping pada pabrik (Fengel dan Wegener 1984). Berbeda dari
karena sebagian besar sumber energi saat gula. selulosa yang merupakan homopoli-
ini berasal dari sumber daya alam yang Senyawa lignoselulosa terdiri atas tiga sakarida dengan monomer glukosa dan
tidak terbarukan, seperti minyak, gas, dan komponen utama, yaitu selulosa, hemi- derajat polimerisasi yang tinggi (10.000–
batu bara. Kedua, bioetanol memiliki ka- selulosa, dan lignin yang merupakan 14.000 unit), rantai utama hemiselulosa
rakteristik yang lebih baik dibandingkan bahan utama penyusun dinding sel tum- dapat terdiri atas hanya satu jenis mo-
dengan bensin karena dapat meningkat- buhan. Konversi bahan lignoselulosa nomer (homopolimer), seperti xilan, atau
kan efisiensi pembakaran (Hambali et al. menjadi etanol pada dasarnya terdiri atas terdiri atas dua jenis atau lebih monomer
2007) dan mengurangi emisi gas rumah tiga tahap, yaitu perlakuan pendahuluan, (heteropolimer), seperti glukomannan.
kaca (Costello dan Chum 1998; DiPardo sakarifikasi, dan fermentasi. Untuk mem- Rantai molekul hemiselulosa pun lebih
2000; Kompas 2005; Hambali et al. 2007). peroleh fuel-grade ethanol, dilakukan pendek daripada selulosa.
Ketiga, bahan lignoselulosa tersedia pemurnian yang terdiri atas distilasi dan Lignin mempunyai struktur molekul
cukup melimpah dan tidak digunakan dehidrasi. yang sangat berbeda dengan polisakarida
sebagai bahan pangan sehingga penggu- Dengan mengamati potensi biomassa karena terdiri atas sistem aromatik yang
naannya sebagai sumber energi tidak lignoselulosa, khususnya ampas tebu tersusun atas unit-unit fenil propana.
mengganggu pasokan bahan pangan. Di sebagai bahan dasar bioetanol, perlu Kandungan lignin dalam kayu daun jarum
samping itu, etanol juga merupakan dilakukan pengkajian terhadap berbagai lebih tinggi daripada dalam kayu daun
bahan kimia yang banyak fungsinya upaya yang telah dilakukan para peneliti lebar. Di samping itu, terdapat beberapa
dalam kehidupan sehari-hari. untuk memanfaatkan bahan tersebut. perbedaan struktur lignin dalam kayu
Penggunaan etanol sebagai bahan Tulisan ini mengkaji pemanfaatan bio- daun jarum dan dalam kayu daun lebar
bakar terus berkembang. Menurut Licht massa lignoselulosa dari ampas tebu (Fengel dan Wegener 1984).
(2009), pada tahun 1999 produksi bahan untuk bioetanol. Pokok bahasan difokus- Fujita dan Harada (1991) menjelaskan
bakar etanol mencapai 4.972 juta galon kan pada karakteristik dan potensi bio- selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang
(setara 18.819 juta liter), dan pada tahun massa lignoselulosa, teknologi konversi berada dalam kayu yang merupakan salah
2008 meningkat menjadi 17.524 juta galon biomassa menjadi etanol, dan potensi satu bahan lignoselulosa. Selulosa adalah
(setara 66.328 juta liter). Namun, biaya pengembangannya. senyawa kerangka yang menyusun 40−
produksi etanol sebagai sumber energi 50% bagian kayu dalam bentuk selulosa
masih relatif tinggi dibandingkan dengan mikrofibril, di mana hemiselulosa adalah
biaya produksi bahan bakar minyak. Saat KARAKTERISTIK DAN senyawa matriks yang berada di antara
ini, biaya produksi etanol dari selulosa POTENSI BIOMASSA mikrofibril-mikrofibril selulosa. Lignin, di
diperkirakan antara USD1,15 dan USD1,43 LIGNOSELULOSA lain pihak, adalah senyawa yang keras
per galon atau per 3,785 liter (DiPardo yang menyelimuti dan mengeraskan din-
2000). Namun, dengan meningkatnya Komponen utama dalam bahan ligno- ding sel. Peran ketiga komponen kimia ini
harga minyak bumi yang cukup tinggi selulosa adalah selulosa, hemiselulosa, dalam dinding sel dapat dianalogkan se-
akhir-akhir ini diharapkan etanol dapat dan lignin. Ketiganya membentuk suatu perti bahan konstruksi yang terbuat dari
semakin bersaing dengan bahan bakar ikatan kimia yang kompleks yang menjadi reinforced concrete, di mana selulosa,
minyak. bahan dasar dinding sel tumbuhan. lignin, dan hemiselulosa berperan sebagai

122 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


rangka besi, semen, dan bahan penguat
yang memperbaiki ikatan di antara Tabel 1. Kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin pada beberapa
mereka. limbah pertanian dan hasil hutan.
Kandungan ketiga senyawa utama
dalam bahan lignoselulosa berbeda- Jenis limbah Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
beda, bergantung pada sumbernya. Tabel Batang kayu daun lebar1
40−55 24−40 18−25
1 menunjukkan kandungan selulosa, Batang kayu daun jarum1 45−50 25−35 25−35
hemiselulosa, dan lignin pada beberapa Daun1 15−20 80−85 0
Tongkol jagung1 45 35 15
biomassa limbah pertanian dan hasil Kulit kacang1 25−30 25−30 30−40
hutan, sedangkan Tabel 2 menyajikan Jerami gandum1 30 50 15
kandungan karbohidrat pada beberapa Ampas tebu2 50 25 25
limbah biomassa. Dengan mengetahui Tandan kosong kelapa sawit3 41,30–46,50 25,30–33,80 27,60–32,50
kandungan karbohidrat yang terdapat Sumber: 1Reshamwala et al. (1995), Cheung dan Anderson (1997), Boopathy (1998), Dewes
dalam bahan lignoselulosa, dapat diper- dan Hunsche (1998) dalam Sun dan Cheng (2002); 2Pandey et al. (2000); 3Syafwina et al.
kirakan berapa banyak etanol yang dapat (2002a).
dihasilkan dari bahan tersebut dengan
asumsi semua komponen karbohidrat
tersebut dapat dikonversi secara sem- Tabel 2. Kandungan karbohidrat pada beberapa limbah biomassa (per-
purna menjadi etanol. Dari data jumlah sentase berdasarkan berat kering oven bahan).
karbohidrat yang ada juga dapat dihitung
Glukan Xilan Mannan Arabinan
atau dinilai seberapa besar efektivitas Jenis limbah
(%) (%) (%) (%)
proses konversi yang dilakukan.
Kayu (Pinus radiata) 47,1 3,2 9,7 0,1
Indonesia memiliki banyak pabrik gula Tongkol jagung 35,8 20,8 1,7 14,4
tebu, baik yang dikelola oleh negara (PT Kulit kedelai 34,2 7,5 2,0 3,2
Perkebunan Nusantara/PTPN) maupun Jerami gandum 36,5 18,4 0,0 2,2
swasta. Data statistik dari Direktorat Jen- Ampas tebu 42,7 21,0 - 0,6
deral Perkebunan, Kementerian Pertanian Tandan kosong kelapa sawit 31,0 17,3 - 0,5
menunjukkan bahwa produksi gula Sumber: Hayn et al. (1993).
meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 3).
Direktorat Jenderal Perkebunan (2009b)
juga melaporkan bahwa produksi tebu Tabel 3. Produksi gula di Indonesia tahun 2001–2009 menurut pengusahaan.
nasional adalah 33 juta ton/tahun dan
Produksi gula hablur (t)
saat ini terdapat 58 pabrik gula dengan Tahun
kapasitas giling total 195.622 ton tebu PR PBN PBS Total
per hari (TTH). Sementara itu, data P3GI 2001 813.538 310.949 600.980 1.725.467
(2010) menunjukkan terdapat 15 peru- 2002 967.160 297.685 490.509 1.755.354
sahaan dengan 62 pabrik gula dengan 2003 839.028 370.476 422.414 1.631.918
2004 1.028.681 383.892 639.071 2.051.644
jumlah tebu yang digiling 29,911 juta 2005 1.193.653 423.421 624.668 2.241.742
ton. 2006 1 1.208.365 431.485 626.962 2.266.812
Tabel 4 menyajikan potensi etanol 2007 2 1.232.542 431.952 632.521 2.297.015
2008 2 1.253.455 432.012 641.752 2.327.219
yang dapat dihasilkan pabrik gula di 2009 2 1.271.670 432.168 653.584 2.357.422
Indonesia berdasarkan data produksi gi-
ling tahun 2009 yang diperoleh dari P3GI PR = Perkebunan Rakyat, PBN = Perkebunan Besar Nasional,
PBS = Perkebunan Besar Swasta.
(2010) dan dihitung mengikuti Badger 1
Angka sementara.
(2002) dengan asumsi ampas tebu kering 2
Angka estimasi untuk gula hablur dengan model double exponential smoothing.
10% dari tebu digiling, kadar selulosa Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2009a).
(glukan) dan hemiselulosa (xilan) ampas
tebu masing-masing 40% dan 20%, efi-
siensi sakarifikasi glukan dan xilan ma-
sing-masing 76% dan 90%, serta efisiensi
fermentasi glukosa dan xilosa masing- pabrik gula baru di Merauke, Sulawesi TEKNOLOGI KONVERSI
masing 75% dan 50%. Hasil perhitungan Tenggara, Sumatera Selatan, Garut, dan BIOMASSA LIGNOSELULOSA
menunjukkan bahwa potensi etanol yang Jawa Timur dengan kapasitas masing-
dapat dihasilkan berkisar 467–112.552 kL/ MENJADI ETANOL
masing 8.000 TTH dan diproyeksikan
tahun, dan potensi total untuk seluruh mulai berproduksi pada tahun 2014 Proses konversi bahan lignoselulosa men-
Indonesia 614.827 kL/tahun. (Direktorat Jenderal Perkebunan 2009b). jadi etanol terdiri atas tiga tahap, yaitu
Untuk mencapai target swasembada Dengan demikian, potensi etanol yang perlakuan pendahuluan, sakarifikasi atau
gula, Direktorat Jenderal Perkebunan dapat dihasilkan dari ampas tebu juga hidrolisis selulosa menjadi gula-gula
menargetkan pembangunan delapan akan meningkat. sederhana, dan fermentasi gula-gula

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 123


Tabel 4. Potensi perolehan etanol dari pabrik gula di Indonesia1.

Selulosa Hemiselulosa Potensi perolehan etanol (kL)


Nama perusahaan dan Tebu digiling Ampas tebu Glukosa Xilosa
(glukan) (xilan) Dari Dari
jumlah pabrik gula (PG) (t) (t) (t) (t) Total
(t) (t) glukan xilan

PTPN II (2 PG) 514.067,08 51.407 20.563 10.281 15.628 9.253 7.576 2.991 10.567
PTPN VII (2 PG) 1.681.454,00 168.145 67.258 33.629 51.116 30.266 24.781 9.782 34.563
PTPN IX (8 PG) 2.007.350,40 200.735 80.294 40.147 61.023 36.132 29.584 11.678 41.261
PTPN X (11 PG) 5.475.602,20 547.560 219.024 109.512 166.458 98.561 80.697 31.854 112.552
PTPN XI (17 PG) 5.246.756,00 524.676 209.870 104.935 159.501 94.442 77.325 30.523 107.848
PTPN XIV (3 PG) 367.960,30 36.796 14.718 7.359 11.186 6.623 5.423 2.141 7.563
PT PG Rajawali I (4 PG) 3.233.137,30 323.314 129.325 64.663 98.287 58.196 47.649 18.809 66.458
PT PG Rajawali II (5 PG) 1.354.320,50 135.432 54.173 27.086 41.171 24.378 19.959 7.879 27.838
PT Sugar Groups (3 PG) 4.952.572,94 495.257 198.103 99.051 150.558 89.146 72.989 28.812 101.801
PT Kebon Agung (2 PG) 1.970.477,90 197.048 78.819 39.410 59.903 35.469 29.040 11.463 40.503
PT Gn. Madu Plantations
(1 PG) 2.329.264,67 232.926 93.171 46.585 70.810 41.927 34.328 13.550 47.878
PT PG PSMI (1 PG) 62.750,00 6.275 2.510 1.255 1.908 1.130 925 365 1.290
PT PG Gorontalo (1 PG) 571.292,00 57.129 22.852 11.426 17.367 10.283 8.419 3.323 11.743
PT IGN (1 PG) 22.696,00 2.270 908 454 690 409 334 132 467
PT Pakis Baru (1 PG) 121.447,60 12.145 4.858 2.429 3.692 2.186 1.790 707 2.496
Indonesia 29.911.148,89 2.991.114 1.196.445 598.222 909.298 538.402 440.819 174.007 614.827
1
Berdasarkan data produksi giling tahun 2009 (P3GI 2010) dan perhitungan perolehan etanol menurut Badger (2002).

sederhana menjadi etanol. Selanjutnya, porositas bahan. Perlakuan pendahuluan parkan pada suhu dan tekanan tinggi,
dilakukan pemurnian etanol melalui dinilai sebagai salah satu tahap yang kemudian tekanannya diturunkan
distilasi dan dehidrasi untuk memperoleh paling mahal dalam proses konversi bio- secara cepat sehingga bahan menga-
fuel-grade ethanol. massa selulosa menjadi gula, yaitu men- lami dekompresi eksplosif.
Dalam proses konversi bahan ligno- capai USD0,30/galon (Rp660/l) etanol 3) Perlakuan pendahuluan secara kimia,
selulosa menjadi etanol, dapat dilakukan yang dihasilkan (Mosier et al. 2005). di antaranya adalah ozonolisis, hidro-
beberapa integrasi reaksi seperti yang Proses ini juga sangat berpengaruh ter- lisis asam, hidrolisis alkali, delignifi-
disajikan pada Gambar 1. Reaksi yang hadap biaya yang harus dikeluarkan kasi oksidatif, dan proses organosolv.
diintegrasikan antara lain adalah reaksi pada proses selanjutnya, misalnya peng- 4) Perlakuan secara biologis. Pada me-
sakarifikasi atau hidrolisis selulosa menjadi gunaan enzim pada proses sakarifikasi. tode ini, digunakan mikroorganisme
gula dan reaksi fermentasi gula heksosa Proses perlakuan pendahuluan yang baik jamur pelapuk coklat, jamur pelapuk
menjadi etanol atau yang biasa dikenal adalah yang dapat mengurangi penggu- putih, dan jamur pelunak untuk men-
dengan proses sakarifikasi dan fermentasi naan enzim yang harganya mahal (Wyman degradasi lignin dan hemiselulosa
serentak (simultaneous saccharification et al. 2005). Oleh karena itu, Cardona dan yang ada dalam bahan lignoselulosa.
and fermentation/SSF). Reaksi-reaksi lain Sanchez (2007) menyatakan tahap tersebut Di antara ketiga jamur tersebut, yang
yang dapat diintegrasikan adalah fermen- merupakan tantangan utama pada kon- paling efektif untuk perlakuan penda-
tasi heksosa dan pentosa yang disebut versi biomassa lignoselulosa menjadi huluan pada bahan lignoselulosa ada-
co-fermentation (CF), reaksi sakarifikasi, etanol. lah jamur pelapuk putih (white-rot
fermentasi heksosa dan pentosa yang Perlakuan pendahuluan dapat di- fungi).
disebut simultaneous saccharification lakukan secara fisika, fisiko-kimia, kimia, Dibandingkan dengan bahan ligno-
and co-fermentation (SSCF) serta reaksi biologis maupun kombinasi dari cara- selulosa lain yang banyak tersedia sebagai
SSCF ditambah dengan produksi selulase cara tersebut (Sun dan Cheng 2002). hasil samping industri pertanian dan per-
yang disebut consolidated bioprocessing 1) Perlakuan pendahuluan secara fisika kebunan, misalnya jerami padi dan tandan
(CBP). Di antara keempat proses integrasi antara lain berupa pencacahan secara kosong kelapa sawit, ampas tebu memiliki
reaksi tersebut, proses SSF adalah yang mekanik, penggilingan, dan pene- kelebihan, terutama dalam hal bentuk dan
paling banyak dilakukan. pungan untuk memperkecil ukuran ukuran bahan. Ampas tebu dari pabrik
bahan dan mengurangi kristalinitas gula sudah merupakan partikel kecil yang
selulosa. tidak lagi memerlukan proses perlakuan
Perlakuan Pendahuluan 2) Perlakuan pendahuluan secara fisiko- pendahuluan secara fisika berupa pen-
kimia antara lain adalah steam explo- cacahan atau penggilingan untuk mem-
Perlakuan pendahuluan bertujuan untuk sion, ammonia fiber explosion perkecil ukuran bahan. Ampas tebu dapat
menghilangkan lignin, mengurangi kris- (AFEX), dan CO2 explosion. Pada langsung diberi perlakuan pendahuluan
talinitas selulosa, dan meningkatkan metode ini, partikel biomassa dipa- lanjutan untuk mendegradasi lignin

124 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


Keterangan:
S : Selulosa Perlakuan
Biomassa
H : Hemiselulosa pendahuluan
(S+H+L)
L : Lignin
P : Pentosa
I : Inhibitor
CF : Co-fermentation Fraksi padatan Fraksi cairan
SSF : Simultaneous saccharification (S+L) (P+I)
and fermentation
SSCF : Simultaneous saccharification and
co-fermentation
CBP : Consolidated bioprocessing Detoksifikasi

Produksi CBP
selulase

Selulase SSCF
SSF
Hidrolisis selulosa

CF
Glukosa & lignin Pentosa

Khamir Khamir

Fermentasi Fermentasi
heksosa pentosa

Etanol &
lignin CO2 CO2 l
Etanol

Distilasi

Penanganan
Lignin Etanol (94%) Dehidrasi
limbah cair

Limbah cair Etanol (99,50%)

Gambar 1. Diagram alir proses konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol (Cardona dan Sanchez 2007).

dalam bahan. Penelitian perlakuan pen- termal, serta Samsuri et al. (2004, 2005) perlakuan pendahuluan lainnya seperti
dahuluan terhadap ampas tebu antara lain dan Anita et al. (2009) dengan menggu- steam explosion dan LHW masih dalam
dilakukan oleh Kaar et al. (1998) meng- nakan jamur pelapuk putih. taraf pilot atau laboratorium (Hamelinck
gunakan steam explosion, Laser et al. Perlakuan pendahuluan biomassa et al. 2005). Penelitian penggunaan proses
(2002) menggunakan proses liquid hot lignoselulosa yang sudah mapan untuk fisik seperti uap bertekanan tinggi, steam
water (LHW), dan uap panas, Sasaki et mendegradasi lignin adalah penggunaan explosion, dan hidrotermal pada perlakuan
al. (2003) menggunakan proses hidro- larutan asam encer, sedangkan metode pendahuluan biomassa lignoselulosa

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 125


telah dilaporkan oleh beberapa peneliti utama Ceriporiopsis subvermispora yang secara acak dan membentuk ujung rantai
(Kaar et al. 1998; Laser et al. 2002; Sasaki dikombinasikan dengan perlakuan uap yang bebas, 2) eksoglukanase atau selo-
et al. 2003; Palmarola-Adrados et al. 2005; dengan suhu tinggi (180°C) atau dengan biohidrolase yang mendegradasi lebih
Suryawati et al. 2009) dengan hasil yang perlakuan etanolisis, yaitu penggunaan lanjut molekul tersebut dengan memin-
baik atau cukup menjanjikan. Kajian tekno- etanol pada suhu tinggi (140–200°C). dahkan unit-unit selobiosa dari ujung-
ekonomi yang dilakukan oleh Hamelinck Penelitian lain menggunakan jamur pe- ujung rantai yang bebas, dan 3) β-gluko-
et al. (2005) menyimpulkan bahwa per- lapuk putih Trametes versicolor, Pleu- sidase yang menghidrolisis selobiosa
lakuan pendahuluan dengan metode rotus ostreatus, Schyzophyllum com- menjadi glukosa. Jumlah enzim yang
steam explosion menjanjikan, namun mune, Pycnoporus sanguineus, Ceriporia diperlukan untuk hidrolisis selulosa
memerlukan pengembangan lebih lanjut lacerata, Stereum hirsutum, Polyporus berbeda-beda, bergantung pada kadar
sebelum dapat menjamin diperolehnya brumalis, dan Lentinus edodes (Ermawar padatan tidak larut air (water insoluble
hasil konversi yang cukup. Menurut et al. 2006; Lee 2007; Samsuri et al. 2007; solids) pada bahan yang akan dihidrolisis.
Hahn-Hagerdal et al. (2006), proses per- Anita et al. 2009). Penelitian produksi dan Sampai tahap tertentu, semakin banyak
lakuan pendahuluan menggunakan steam aktivitas enzim pendegradasi lignin yang selulase yang digunakan, semakin tinggi
explosion dan penambahan katalis seperti berasal dari jamur pelapuk putih pada rendemen dan kecepatan hidrolisis, namun
SO2 adalah yang paling mendekati tahap berbagai substrat lignoselulosa antara lain juga meningkatkan biaya proses. Hidro-
komersialisasi. Proses ini telah banyak dilakukan oleh Lobos et al. (2001), Wuyep lisis selulosa juga dapat dilakukan dengan
diuji pada skala pilot, misalnya pada pilot et al. (2003), dan Elisashvili et al. (2008). menggunakan mikrob yang menghasilkan
plant Iogen di Kanada, Souston di Pe- Beberapa paten yang berkaitan dengan enzim selulase, seperti Trichoderma
rancis, dan Ornskoldsvik di Swedia, dan perlakuan pendahuluan biomassa ligno- reesei, Trichoderma viride, dan Asper-
akan digunakan pada pilot plant Sala- selulosa antara lain menggunakan larutan gillus niger.
manca di Spanyol. alkali (Holtzapple et al. 2004), ekstruder Proses hidrolisis selulosa menggu-
Walaupun sudah dalam tahap komer- (Litzen et al. 2006), atau enzim (Thompson nakan asam encer dilakukan pada suhu
sialisasi, perlakuan pendahuluan menggu- et al. 2007). dan tekanan tinggi dalam waktu yang
nakan larutan asam kuat encer memiliki Karena beragamnya bahan lignoselu- singkat, beberapa detik sampai beberapa
kelemahan karena berpotensi menghasil- losa, penelitian proses perlakuan penda- menit, sehingga memungkinkan untuk di-
kan produk samping seperti furfural dan huluan yang optimal terhadap bahan ini lakukan secara kontinu. Proses hidrolisis
hidroksi metil furfural (HMF) yang dapat masih terbuka lebar. Bahan baku yang selulosa menggunakan asam pekat dila-
menghambat proses fermentasi, mence- berbeda akan memerlukan perlakuan pen- kukan pada suhu yang relatif rendah dan
mari lingkungan, misalnya menghasilkan dahuluan yang berbeda pula. Oleh karena tekanan yang diperlukan hanyalah untuk
residu berupa gipsum, selain memerlukan itu, tidak ada satu metode umum yang memompa bahan dari satu alat ke alat lain
alat-alat proses yang terbuat dari bahan berlaku untuk perlakuan pendahuluan (Demirbas 2005). Waktu reaksi hidrolisis
yang tahan terhadap kondisi asam dan semua bahan lignoselulosa. biasanya lebih lama dibanding waktu
suhu tinggi. Produk samping yang meng- reaksi menggunakan asam encer. Selan-
hambat proses fermentasi dapat dikurangi jutnya dijelaskan bahwa metode ini pada
dengan penggunaan suhu yang moderat Sakarifikasi umumnya menggunakan asam sulfat pekat
(121°C) atau diatasi dengan pemberian yang diikuti pengenceran menggunakan
kalsium hidroksida atau detoksifikasi, Pada tahap sakarifikasi, selulosa diubah air untuk melarutkan dan menghidrolisis
tetapi cara ini memerlukan biaya tambahan menjadi selobiosa dan selanjutnya menjadi substrat menjadi gula.
(Saha et al. 2005). gula-gula sederhana seperti glukosa. Hi- Berbeda dengan sakarifikasi menggu-
Teknologi iradiasi gelombang mikro drolisis selulosa dapat dilakukan menggu- nakan enzim yang bersifat spesifik, proses
juga telah dicoba digunakan dalam per- nakan larutan asam atau secara enzimatis, sakarifikasi menggunakan asam bersifat
lakuan pendahuluan bahan lignoselulosa masing-masing dengan kelebihan dan tidak spesifik. Selain glukosa, sakarifikasi
(Ooshima et al. 1984; Magara et al. 1989; kekurangannya. dengan asam dapat menghasilkan produk
Kitchaiya et al. 2003; Hu dan Wen 2008; Proses hidrolisis secara enzimatis bia- samping seperti senyawa furan, fenolik,
Keshwani 2009). Semua penelitian yang sanya berlangsung pada kondisi yang dan asam asetat (Chandel et al. 2007).
dilakukan menunjukkan bahwa tekno- ringan (pH sekitar 4,80 dan suhu 45–50°C) Produk samping tersebut apabila tidak
logi iradiasi gelombang mikro mempunyai dan tidak menimbulkan masalah korosi. dihilangkan dapat menghambat proses
prospek yang cukup baik untuk dikem- Kelemahannya adalah harga enzim cukup selanjutnya, yakni fermentasi. Sakarifikasi
bangkan. Walaupun suhu yang digunakan mahal. Komponen biaya enzim dapat men- menggunakan asam juga dapat memicu
cukup tinggi, waktu yang digunakan dapat capai 53–65% dari biaya bahan kimia, dan degradasi glukosa sehingga rendemen
sangat singkat. biaya bahan kimia sekitar 30% dari biaya glukosa dan etanol menurun (Howard et
Penelitian perlakuan pendahuluan total. al. 2003). Oleh karena itu, proses meng-
secara biologis antara lain dilaporkan Enzim selulase biasanya merupakan gunakan enzim biasanya lebih disukai
Syafwina et al. (2002a, 2002b), Itoh et al. campuran dari beberapa enzim, Sedikitnya daripada proses menggunakan asam
(2003), Syafwina et al. (2004), Samsuri et ada tiga kelompok enzim yang terlibat karena enzim bekerja lebih spesifik se-
al. (2004), Tanabe et al. (2004), Hatake- dalam proses hidrolisis selulosa, yaitu 1) hingga tidak menghasilkan produk yang
yama dan Kuwahara (2004), serta Samsuri endoglukanase yang bekerja pada wilayah tidak diharapkan, dapat digunakan pada
et al. (2005). Hampir semua penelitian serat selulosa yang mempunyai kristali- kondisi proses yang lebih ringan, dan lebih
menggunakan jamur pelapuk putih, ter- nitas rendah untuk memecah selulosa ramah lingkungan.

126 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


Komponen hemiselulosa pada bahan hasilkan dua molekul etanol dan dua Sun dan Cheng 2002). Konsentrasi sub-
lignoselulosa dapat pula dihidrolisis dan molekul karbon dioksida (CO2). Fermentasi strat biasanya sekitar 10% (padatan tidak
selanjutnya difermentasi untuk meng- hasil hidrolisis komponen hemiselulosa larut air), dosis enzim 10–20 FPU/g
hasilkan etanol. Hidrolisis hemiselulosa seperti xilosa menjadi etanol dapat meng- selulosa, dan konsentrasi khamir 1,50–3
dapat menggunakan enzim yang menye- gunakan khamir Pichia stipitis atau g/L. Proses tersebut dilakukan selama 72
rang hemiselulosa, seperti glukuronidase, Candida shehatae (Hahn-Hagerdal et al. jam.
asetil esterase, xilanase, β-xilosidase, 1993). Pada fermentasi xilosa, tiga molekul Proses SSF memiliki keunggulan di-
galaktomannanase, dan glukomannanase xilosa menghasilkan lima molekul etanol, bandingkan dengan proses hidrolisis dan
(Duff dan Murray 1996). Beberapa mikrob lima molekul CO2, dan lima molekul air (Mc. fermentasi bertahap. Beberapa keung-
dapat menghasilkan enzim tersebut, Millan 1993). Fermentasi pentosa yang gulan tersebut adalah: 1) meningkatkan
misalnya jamur Trichoderma spp. dan berasal dari hemiselulosa dilakukan pada kecepatan hidrolisis dengan mengonversi
Aspergillus niger, bakteri Bacillus spp. reaktor terpisah karena mikrob yang gula yang terbentuk dari hasil hidrolisis
dan Streptomyces spp. penghasil xilanase, menggunakan pentosa bekerja lebih selulosa yang menghambat aktivitas enzim
jamur Thielavia terrestris dan Polyporus lambat dalam mengubah heksosa dan selulase, 2) mengurangi kebutuhan enzim,
versicolor, bakteri Bacillus, Aeromonas pentosa menjadi etanol dibanding mikrob 3) meningkatkan rendemen produk, 4)
hydrophila, Streptomyces sp., dan Pse- yang hanya mengubah heksosa menjadi mengurangi kebutuhan kondisi steril
udomonas sp. penghasil mannanase etanol, serta bersifat lebih sensitif terhadap karena glukosa langsung dikonversi men-
(Viikari et al. 1993). senyawa inhibitor dan produk etanol jadi etanol, 5) waktu proses lebih pendek,
Beberapa peneliti melaporkan peng- (Cardona dan Sanchez 2007). dan 6) volume reaktor lebih kecil karena
gunaan beberapa enzim sekaligus untuk Etanol dan CO2 yang terbentuk dapat hanya digunakan satu reaktor (Sun dan
proses sakarifikasi, antara lain selulase menghambat proses fermentasi, atau biasa Cheng 2002).
dan selobiase (β-glukosidase) (Krishna dikenal dengan end-product inhibition. Ohgren et al. (2007a) melaporkan
dan Chowdary 2000; Sun dan Cheng Selain itu, sel hidup khamir hanya toleran bahwa proses SSF lebih toleran terhadap
2005; Ohgren et al. 2007a), selulase, β- terhadap etanol pada konsentrasi tertentu. senyawa inhibitor yang terbentuk atau
glukosidase, dan xilanase (Ohgren et al. Pada media di mana khamir bekerja me- yang berasal dari proses perlakuan penda-
2007b), serta selulase, pektinase, laccase, ngubah gula menjadi etanol, jika konsen- huluan, yang biasanya terdapat dalam
dan lipase (Saha et al. 2005). Enzim β- trasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan fraksi cairan. Inhibitor yang terbentuk,
glukosidase ditambahkan karena aktivitas mati dan proses fermentasi berhenti. misalnya asam asetat, berpengaruh negatif
pemecahan selobiosa oleh selulase tidak Beberapa cara dapat dilakukan untuk terhadap hidrolisis enzimatis. Pengaruh
memadai. Penambahan β-glukosidase mengatasi masalah tersebut, antara lain negatif ini menurun jika digunakan SSF.
akan mempercepat kerja selulase karena dengan mendaur ulang khamir yang ter- Oleh karena itu, pada proses SSF, bahan
selobiosa yang terbentuk langsung dikon- dapat dalam aliran produk untuk mening- hasil perlakuan pendahuluan dapat lang-
versi menjadi glukosa oleh β-glukosidase. katkan densitas sel dalam reaktor, atau sung diproses tanpa harus memisahkan
Penambahan xilanase ke dalam substrat dengan menggunakan teknologi fermen- dulu fraksi cairan dari fraksi padatan.
tongkol jagung menghasilkan rendemen tasi kontinu (Gregg dan Saddler 1995). Beberapa kendala yang perlu diatasi pada
glukosa mendekati 100% dari rendemen Dengan cara ini, produk yang terbentuk proses SSF adalah: 1) suhu hidrolisis dan
yang dapat dihasilkan secara teoritis. Hal segera dipindahkan dari reaktor dan fermentasi yang tidak sama, 2) toleransi
ini diduga karena xilanase menghidrolisis dalam waktu yang bersamaan memasok mikrob terhadap etanol, 3) penghambatan
hemiselulosa yang masih berada bersama substrat. Karbon dioksida yang dihasilkan kerja enzim oleh etanol (Sun dan Cheng
selulosa setelah perlakuan pendahuluan dikeluarkan dan ditangkap dengan gas 2002), dan 4) kesulitan memisahkan sel
sehingga meningkatkan aksesibilitas scrubber. Karbon dioksida dapat diolah khamir dari sisa lignin dan serat yang
selulosa terhadap selulase (Ohgren et al. dan dijual, misalnya dimurnikan untuk dapat mengakibatkan kebutuhan khamir
2007b). digunakan sebagai bahan baku minuman meningkat sehingga menurunkan pro-
berkarbonat. duksi etanol (Nguyen 1993).

Fermentasi
Sakarifikasi dan Fermentasi POTENSI PENGEMBANGAN
Teknologi dan peralatan yang diperlukan Serentak
untuk proses fermentasi gula dari selulosa Proses atau teknologi konversi biomassa
pada prinsipnya sama dengan yang digu- Pada proses SSF, hidrolisis selulosa dan menjadi etanol atau bioetanol sudah
nakan pada fermentasi gula dari pati atau fermentasi gula tidak dilakukan secara cukup mapan untuk biomassa penghasil
nira yang tersedia secara komersial. Pada terpisah atau bertahap, tetapi secara karbohidrat jenis pati atau sukrosa, seperti
proses ini, gula-gula sederhana yang simultan. Mikrob yang digunakan pada ubi kayu, jagung, molasse, dan gula tebu.
terbentuk difermentasi menjadi etanol proses SSF biasanya adalah jamur peng- Untuk biomassa lignoselulosa, masalah-
dengan bantuan khamir seperti Saccharo- hasil enzim selulase, seperti T. reesei, T. nya agak berbeda karena dalam bahan
myces cerevisiae dan bakteri Zymmo- viride, dan khamir S. cerevisiae. Suhu lignoselulosa terdapat lignin yang terlebih
monas mobilis. Fermentasi biasanya optimal proses SSF adalah 38°C, yang dulu harus dipisahkan dari selulosa dan
dilakukan pada suhu 30°C, pH 5, dan merupakan perpaduan suhu optimal hemiselulosa. Selain itu, selulosa meru-
sedikit aerobik. Pada proses fermentasi hidrolisis (45–50°C) dan suhu optimal pakan senyawa yang mempunyai bagian
glukosa, satu molekul glukosa meng- fermentasi (30°C) (Philippidis 1996 dalam yang berstruktur kristal yang agak sulit

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 127


didegradasi oleh mikrob atau enzim mahal untuk keperluan komersial (DiPardo buthyl ether (MTBE), serta adanya kecen-
selulase. 2000). Oleh karena itu, berbagai penelitian derungan beralihnya konsumsi pada
Pada dasarnya, penelitian yang sudah ditujukan untuk menurunkan biaya enzim. sumber energi ramah lingkungan dan
dan perlu dikembangkan berkaitan de- Howard et al. (2003) menawarkan pen- terbarukan. Potensi perolehan etanol dari
ngan konversi bahan lignoselulosa men- dekatan pemilihan organisme yang meng- ampas tebu yang dihasilkan oleh pabrik
jadi etanol melalui proses SSF dapat hasilkan enzim yang baru, perbaikan gula di Indonesia mencapai 614.827 kL/
dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1) strain organisme yang selama ini digu- tahun. Potensi tersebut dapat memban-tu
seleksi bahan lignoselulosa dan perlakuan nakan pada skala industri, serta rekayasa upaya pemenuhan kebutuhan etanol
pendahuluannya, 2) seleksi dan pengem- enzim, perbaikan produksi dan kondisi untuk bahan bakar yang diperkirakan
bangan mikrob atau enzim untuk proses faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sekitar 1,10 juta kL.
hidrolisis, 3) seleksi dan pengembangan proses hidrolisis, seperti pemilihan sub- Produksi dan aplikasi bioetanol dari
mikroorganisme untuk proses fermentasi, strat, kondisi kultur, daur ulang enzim, dan biomassa lignoselulosa, termasuk ampas
dan 4) adaptasi atau pengembangan mendesain kembali proses yang ada. tebu, masih menghadapi berbagai ham-
teknik analisis untuk memantau manfaat Pada proses fermentasi, yang perlu batan dan kendala. Selain masalah tekno-
SSF (Grohmann 1993). dikembangkan adalah khamir yang ber- logi yang belum sepenuhnya dikuasai,
Salah satu faktor penting dalam seleksi sifat toleran terhadap panas dan etanol harga bioetanol dari biomassa lignoselu-
bahan lignoselulosa untuk dikonversi (thermo-tolerant and ethanol-tolerant losa masih tinggi sehingga sulit bersaing
menjadi etanol adalah rasio selulosa ter- yeast). Diperlukan pula khamir yang dapat dengan harga bahan bakar minyak yang
hadap lignin. Untuk memperoleh rendemen memfermentasi selobiosa serta mikrob masih disubsidi pemerintah. Oleh karena
yang tinggi, kandungan selulosa dan yang dapat memfermentasi gula yang itu, pemerintah perlu menerapkan bebe-
hemiselulosa harus tinggi, sebaliknya berasal dari hemiselulosa, seperti xilosa, rapa kebijakan yang dapat mendorong
kandungan lignin harus rendah (Mc. arabinosa, galaktosa, dan mannosa. pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan
Kendry 2002). Cardona dan Sanchez (2007) menya- baku bioetanol. Pertama, mengintensifkan
Pada proses perlakuan pendahuluan, rankan beberapa hal agar produksi etanol penelitian dan pengembangan untuk lebih
peluang pengembangan proses yang ada dari biomassa lebih efisien, antara lain 1) menguasai teknologi konversi biomassa
masih terbuka lebar karena beragam- memanfaatkan atau mencoba meman- lignoselulosa menjadi etanol, misalnya
nya sumber dan karakteristik bahan faatkan hasil samping, misalnya xilitol, dengan meningkatkan alokasi dana
lignoselulosa. Pengkajian teknoekonomi furfural, dan protein sel tunggal dari xilosa penelitian melalui Kementerian Negara
terhadap proses perlakuan pendahuluan atau lignin dari proses delignifikasi, 2) Riset dan Teknologi atau Direktorat
umumnya mengevaluasi proses asam kuat melakukan integrasi beberapa reaksi, Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
encer, proses alkali, proses air panas, misalnya melalui proses co-fermentation, Pendidikan Nasional. Kedua, memberikan
steam explosion, ammonia fiber explo- sakarifikasi dan fermentasi serentak, saka- insentif khusus kepada industri gula,
sion (AFEX), dan ammonia recycle rifikasi dan fermentasi serentak ditambah terutama industri gula di luar Jawa yang
percolation (ARP) (Eggeman dan Elander co-fermentation, dan consolidated bio- berskala besar, yang berperan dan mela-
2005, Hamelinck et al. 2005). Namun processing, 3) melakukan integrasi reaksi kukan integrasi produksi bioetanol dari
demikian, tidak berarti proses perlakuan dan separasi, misalnya integrasi hidrolisis ampas tebu dengan pabrik gula penghasil
pendahuluan lainnya tidak berpotensi. dan separasi dan pemisahan etanol dari ampas tebu. Hal ini akan mengurangi biaya
Dengan semakin gencarnya tuntutan culture broth, dan 4) melakukan integrasi produksi bioetanol karena tidak lagi di-
proses yang ramah lingkungan, perlakuan proses separasi dan integrasi energi. perlukan biaya transportasi ampas tebu.
penguapan yang dikombinasikan dengan Pabrik gula juga dapat membangun sarana
cara biologis menggunakan jamur pelapuk dan prasarana yang memfasilitasi peman-
putih mungkin merupakan salah satu KESIMPULAN DAN faatan hasil samping pabrik gula berupa
alternatif solusi. Pencarian mikrob, khu- IMPLIKASI KEBIJAKAN ampas tebu dan molasse untuk produksi
susnya jamur, yang dapat mendegradasi bioetanol. Ketiga, agar harga bioetanol
lignin secara selektif perlu ditingkatkan. Penggunaan etanol di Indonesia dan di dapat bersaing dengan harga bahan bakar
Pada proses hidrolisis, yang menjadi dunia sebagai bahan bakar akan mening- minyak, diperlukan peran pemerintah,
tantangan adalah tersedianya enzim kat karena cadangan minyak bumi yang misalnya dengan memberikan subsidi
selulase yang lebih murah dan lebih aktif makin menipis, harga minyak bumi yang terhadap harga etanol dari bahan ligno-
daripada yang dihasilkan Trichoderma. cenderung meningkat, berlakunya pera- selulosa pada tahap awal sampai jangka
Harga enzim selulase yang mencapai turan reduksi emisi gas rumah kaca, waktu tertentu dan selanjutnya subsidi
USD0,45 per galon etanol masih terlalu kebijakan penghapusan methyl tertiary dapat dihapus.

DAFTAR PUSTAKA
Anita, S.H., T. Fajriutami, Fitria, R.A. Ermawa, hlm. 137−144. Prosiding Seminar Nasional Badger, P.C. 2002. Ethanol from cellulose: A
D.H.Y. Yanto, dan E. Hermiati. 2009. Pre- Biomass Utilization for Alternative Energy general review. p. 17−21. In J. Janick and A.
treatment bagase menggunakan kultur tung- and Chemicals, Bandung, 23 April 2009. Whipkey (Ed.). Trends in New Crops and
gal dan kultur campuran jamur pelapuk putih Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi New Uses. ASHS Press, Alexandria, VA.
Trametes versicolor dan Pleurotus ostreatus. Industri, Universitas Parahyangan, Bandung.

128 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


Cardona, C.A. and O.J. Sanchez. 2007. Fuel Grohmann, K. 1993. Simultaneous saccharifi- nolysis and white rot fungi. J. Biotechnol.
ethanol production: Process design trends cation and fermentation of cellulosic sub- 103: 273–280.
and integration opportunities. Bioresour. strates to ethanol. p. 183–209. In J.N.
Kaar, W.E., C.V. Gutierrez, and C.M. Kinoshita.
Technol. 98: 2415–2457. Saddler (Ed.). Bioconversion of Forest and
1998. Steam explosion of sugarcane bagasse
Agricultural Plant Residues. CAB Inter-
Chandel, A.K., R.K. Kapoor, A. Singh, and R.C. for conversion to ethanol. Biomass and Bio-
national, Wallingford.
Kuhad. 2007. Detoxification of sugarcane energy 14(3): 277–287.
bagasse hydrolysate improves ethanol pro- Hahn-Hagerdal, B., J. Hallborn, H. Jeppsson, L.
Keshwani, D.R. 2009. Microwave Pretreatment
duction by Candida shehatae NCIM 3501. Olsson, K. Skoog, and M. Walfridsson. 1993.
of Switchgrass for Bioethanol Production.
Bioresour. Technol. 98: 1947−1950. Pentose fermentation to alcohol. p. 231–
Dissertation. Graduate Faculty of North
290. In J.N. Saddler (Ed.). Bioconversion of
Costello, R. and H. Chum. 1998. Biomass, bio- Carolina State University, Raleigh, North
Forest and Agricultural Plant Residues. CAB
energy and carbon management. p. 11−17. Carolina. 219 pp.
International, Wallingford.
In D. Wichert (Ed.). Bioenergy ’98: Expan-
Kitchaiya, P., P. Intanakul, and M. Krairiksh.
ding Bioenergy Partnerships. Omni Press, Hahn-Hagerdal, B., M. Galbe, M.F. Gorwa-
2003. Enhancement of enzymatic hydrolysis
Madison. Grauslund, G. Liden, and G. Zacchi. 2006.
of lignocellulosic wastes by microwave
Bioethanol – the fuel of tomorrow from the
Demirbas, A. 2005. Bioethanol from cellulosic pretreatment under atmospheric pressure.
residues of today. Trends in Biotechnol.
materials: A renewable motor fuel from J. Wood Chem. Technol. 23(2): 217−225.
24(12): 549–556.
biomass. Energy Sour. 27: 327–337.
Kompas. 2005. Emisi karbon gasohol lebih
Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan,
DiPardo, J. 2000. Outlook for biomass ethanol rendah dibanding pertamax. Kompas 15
A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007.
production and demand. http://www.eia.doe.- Februari 2005. hlm. 10.
Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka,
gov/oiaf/analysispaper/biomass.html. [20 Krishna, S.H. and G.V. Chowdary. 2000. Optimi-
Jakarta.
February 2005]. zation of simultaneous saccharification and
Hamelinck, C.N., G. van Hooijdonk, and A.P.C. fermentation for the production of ethanol
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009a. Luas
Faaij. 2005. Ethanol from lignocellulosic from lignocellulosic biomass. J. Agric. Food
areal dan produksi perkebunan seluruh Indo-
biomass: Techno-economic performance in Chem. 48: 1971−1976.
nesia menurut pengusahaan. http://ditjenbun.
short-, midle- and long-term. Biomass and
deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/ Laser, M., D. Schulman, S.G. Allen, J. Lichwa,
Bioenergy 28: 384−410.
komoditiutama/9-tebu. [28 Februari 2010]. M.J. Antal, and L.R. Lynd. 2002. A com-
Hatakeyama, S. and M. Kuwahara. 2004. Degra- parison of liquid hot water and steam
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009b. Road
dation of discharged stump and root of pretreatments of sugarcane bagasse for bio-
Map Swasembada Gula Nasional. http://
Japanese cedar by wood rotting Basidio- conversion to ethanol. Bioresour. Technol.
ditjenbpbun. deptan.go. id/index.php?option
mycetes. p. 373. In T. Umezawa, K. Baba, 81: 33–44.
=com_content&view=article&id
T. Hata, T. Hattori, Y. Honda, Y. Imamura,
=72:akselerasi-tebu&catid =43:akselerasi- Lee, J.W. 2007. Biological pretreatment of
T. Mori, H. Sorimachi, J. Sugiyama, K.
tebu&Itemid=44. [28 Februari 2010]. softwood Pinus densiflora by three white
Umemura, H. Yano, T. Yoshimura, and M.
Duff, S.J.B. and W.D. Murray. 1996. Biocon- Yuki (Ed.). Sustainable Production and rot fungi. J. Microbiol. 45(6): 485−491.
version of forest products industry waste Effective Utilization of Tropical Forest Licht, F.O. 2009. World ethanol production
cellulosics to fuel ethanol: A review. Bio- Resources. Proceedings of the 5 th Inter- growth to hit five-year low. World Ethanol
resour. Technol. 55: 1–33. national Wood Science Symposium, Kyoto, and Biofuels Rep. 7(18): 365.
17–19 September 2004. Research Institute
Eggeman, T. and R.T. Elander. 2005. Process and for Sustainable Humanosphere, Lembaga Litzen, D., D. Dixon, P. Gilcrease, and R. Winter,
economic analysis of pretreatment techno- Ilmu Pengetahuan Indonesia, Japan Society 2006. Pretreatment of Biomass for Ethanol
logies. Bioresour. Technol. 96: 2019−2025. for the Promotion of Science, Kyoto. Production. (US Pat. No. 2006/0141584
A1).
Elisashvili, V., M. Penninckx, E. Kachlishvili, Hayn, M., W. Steiner, R. Klinger, H. Steinmuller,
N. Tsiklauri, E. Metreveli, T. Kharziani, and M. Sinner, and H. Esterbauer. 1993. Basic Lobos, S., M. Tello, R. Polanco, L.F. Larrondo,
G. Kvesitadze. 2008. Lentinus edodes and research and pilot studies on the enzymatic A. Manubens, L. Salas, and R. Vicuna. 2001.
Pleurotus species lignocellulolytic enzymes conversion of lignocellulosics. p. 33–72. In Enzymology and molecular genetics of the
activity in submerged and solid-state fermen- J.N. Saddler (Ed.). Bioconversion of Forest ligninolytic system of the basidiomycete
tation of lignocellulosic wastes of different and Agricultural Plant Residues. CAB Inter- Ceriporiopsis subvermispora. Curr. Sci.
composition. Bioresour. Technol. 99: 457− national, Wallingford. 81(8): 992−997.
462.
Holtzapple, M.T., R.R. Davison, L.L. Lowery Magara, K., J. Azuma, and T. Koshijima. 1989.
Ermawar, R.A., D.H.Y. Yanto, Fitria, and E. Jr, and C.B. Granda. 2004. Methods and Microwave-irradiation of lignocellulosic
Hermiati. 2006. Biodegradation of lignin in Systems for Pretreatment and Processing materials X: Conversion of microwave-
rice straw pretreated by white-rot fungi. of Biomass (US Pat. No. 2004/0168960 A1). irradiated agricultural wastes into ethanol.
Widya Riset 9(3): 197−202. Wood Res. 76: 1–9.
Howard, R.L., E. Abotsi, J.E.L. van Rensburg,
Fengel, D. and G. Wegener. 1984. Wood: Che- and S. Howard. 2003. Lignocellulose biotech- Mc. Kendry, P. 2002. Energy production from
mistry, ultrastructure, reactions. Walter de nology: Issues of bioconversion and enzyme biomass (part 1): Overview of biomass.
Gruyter & Co., Berlin. production. Afr. J. Biotechnol 2(12): 602− Bioresour. Technol. 83: 37–46.
Fujita, M. and H. Harada. 1991. Ultrastructure 619. Mc. Millan, J.D. 1993. Xylose Fermentation to
and formation of wood cell wall. p. 3–57. In Hu, Z. and Z. Wen. 2008. Enhancing enzymatic Ethanol: A Review. National Renewable
D.N.S. Hon and N. Shiraishi (Ed.). Wood digestibility of switchgrass by microwave- Energy Laboratory, Golden, Colorado. p. 3.
and Cellulosic Chemistry. Marcel Dekker, assisted alkali pretreatment. Biochem. Mosier, N., C. Wyman, B. Dale, R. Elander, Y.
Inc., New York. Engin. J. 38(3): 369−378. Lee, M. Holtzapple, and M. Ladish. 2005.
Gregg, D. and J.N. Saddler. 1995. Bioconversion Features of promising technologies for pre-
Itoh, H., M. Wada, Y. Honda, M. Kuwahara, and
of lignocellulosic residue to ethanol: Process treatment of lignocellulosic biomass. Bio-
T. Watanabe. 2003. Bioorganosolve pre-
flowsheet development. Biomass and Bio- resour. Technol. 96: 673−686.
treatments for simultaneous saccharification
energy 9(1−5): 287–302. and fermentation of beech wood by etha-

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 129


Nguyen, Q.A. 1993. Economic analyses of Samsuri, M., B. Prasetya, E. Hermiati, T. Idiyanti, fruit bunch by white-rot fungi for enzymatic
integrating a biomass-to-ethanol plant into K. Okano, Syafwina, Y. Honda, and T. saccharification. Wood Res. 89: 19–20.
a pulp/saw mill. p. 321–340. In J.N. Saddler Watanabe. 2005. Pretreatments for ethanol
Syafwina, T. Watanabe, Y. Honda, M. Kuwahara,
(Ed.). Bioconversion of Forest and Agri- production from bagasse by simultaneous
and T. Watanabe. 2004. Simultaneous sa-
cultural Plant Residues. CAB International, saccharification and fermentation. p. 288–
ccharification and fermentation of oil palm
Wallingford. 294. In W. Dwianto (Ed.). Towards Ecology
empty fruit bunch pretreated by white rot
and Economy Harmonization of Tropical
Ohgren, K., R. Bura, G. Lesnicki, J. Saddler, and fungi for ethanol production. p. 313–316.
Forest Resources. Proceedings of the 6 th
G. Zacchi. 2007a. A comparison between In T. Umezawa, K. Baba, T. Hata, T. Hattori,
International Wood Science Symposium,
simultaneous saccharification and fermen- Y. Honda, Y. Imamura, T. Mori, H. Sori-
Bali, 29–31 August 2005. Research Institute
tation and separate hydrolysis and fermen- machi, J. Sugiyama, K. Umemura, H. Yano,
for Sustainable Humanosphere, Lembaga
tation using steam-pretreated corn stover. T. Yoshimura, and M. Yuki (Ed.). Sustainable
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Japan Society
Proc. Biochem. 42: 834–839. Production and Effective Utilization of Tro-
for the Promotion of Science, Kyoto.
pical Forest Resources. Proceedings of the
Ohgren, K., R. Bura, J. Saddler, and G. Zacchi.
Samsuri, M., M. Gozan, R. Mardias, M. Baiquni, 5th International Wood Science Symposium,
2007b. Effect of hemicellulose and lignin
H. Hermansyah, A. Wijanarko, B. Prasetya, Kyoto, 17–19 September 2004. Research
removal on enzymatic hydrolysis of steam
dan M. Nasikin. 2007. Pemanfaatan selulosa Institute for Sustainable Humanosphere,
pretreated corn stover. Biores. Technol. 98:
bagas untuk produksi etanol melalui saka- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Japan
2503−2510.
rifikasi dan fermentasi serentak dengan en- Society for the Promotion of Science,
Ooshima, H., K. Aso, Y. Harano, and T. Yama- zim xylanase. Makara Teknologi 11(1): 17− Kyoto.
moto. 1984. Microwave treatment of cellu- 24.
Tanabe, T., Y. Baba, N. Shinohara, T. Mitani, Y.
losic materials for their enzymatic hydro-
Sasaki, M., T. Adschiri, and K. Arai. 2003. Honda, and T. Watanabe. 2004. Pretreat-
lysis. Biotechnol. Lett. 6(5): 289−294.
Fractionation of sugarcane bagasse by hydro- ments of softwood by microwave irradiation
Palmarola-Adrados, B., M. Galbe, and G. Zacchi. thermal treatment. Bioresour. Technol. 86: and white rot fungi for ethanol production.
2005. Pretreatment of barley husk for bio- 301–304. p. 379. In T. Umezawa, K. Baba, T. Hata, T.
ethanol production. J. Chem. Technol. Bio- Hattori, Y. Honda, Y. Imamura, T. Mori, H.
Sun, Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of
technol. 80: 85–91. Sorimachi, J. Sugiyama, K. Umemura, H.
lignocellulosic materials for ethanol pro-
Yano, T. Yoshimura, and M. Yuki. (Ed.).
Pandey, A., C.R. Soccol, P. Nigam, and V.T. duction: A review. Bioresour. Technol. 83:
Sustainable Production and Effective Utili-
Soccol. 2000. Biotechnological potential of 1–11.
zation of Tropical Forest Resources. Pro-
agro-industrial residues. I: Sugarcane bagasse. ceedings of the 5th International Wood Sci-
Sun, Y. and J. Cheng. 2005. Dilute acid pre-
Bioresour. Technol. 74: 69–80. ence Symposium, Kyoto, 17–19 September
treatment of rye straw and bermuda grass
P3GI. 2010. Laporan Produksi Giling Tahun for ethanol production. Bioresour. Technol. 2004. Research Institute for Sustainable
2009 PTPN/PT Gula di Indonesia. Pusat 96: 1599−1606. Humanosphere, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia Indonesia, Japan Society for the Promotion
Suryawati, L., M.R. Wilkins, D.D. Bellmer, R.L. of Science, Kyoto.
(P3GI), Pasuruan.
Huhnke, N.O. Maness, and I.M. Banat.
Saha, B.C., L.B. Iten, M.A. Cotta, and Y.V. Wu. 2009. Effect of hydrothermolysis process Thompson, V.S., D.N. Thompson, K.D. Schaller,
2005. Dilute acid pretreatment, enzymatic conditions on pretreated switchgrass com- and W.A. Apel. 2007. Enzyme and Method-
saccharification, and fermentation of rice position and ethanol yield by SSF with ology for the Treatment of a Biomass. (US
hulls to ethanol. Biotechnol. Progr. 21: 816− Kluyveromyces marxianus IMB4. Proc. Pat. No. 2007/0099282 A1).
822. Biochem. 44: 540−545.
Viikari, L., M. Tenkanen, J. Buchert, M. Ratto,
Samsuri, M., B. Prasetya, E. Hermiati, T. Syafwina, E.D. Wong, Y. Honda, T. Watanabe, M. Bailey, M. Siikaaho, and M. Linko. 1993.
Idiyanti, K. Okano, Syafwina, Y. Honda, and and M. Kuwahara. 2002a. Pretreatment of Hemicellulases for industrial applications. p.
T. Watanabe. 2004. Effects of fungal tre- empty fruit bunch of oil palm by white-rot 131–182. In J.N. Saddler (Ed.). Bioconver-
atments on ethanol production from bagasse fungi for the utilization of its component. sion of Forest and Agricultural Plant Residues.
by simultaneous saccharification and fer- p. 351–356. In W. Dwianto, S. Yusuf, E. CAB International, Wallingford.
mentation. p. 317–323. In T. Umezawa, K. Hermiati, and L. Suryanegara. (Ed.). Sus-
Wuyep, P.A., A.U. Khan, and A.J. Nok. 2003.
Baba, T. Hata, T. Hattori, Y. Honda, Y. tainable Utilization of Tropical Forest Re-
Production and regulation of lignin degrading
Imamura, T. Mori, H. Sorimachi, J. Sugiyama, sources. Proceedings of the 4 th International
enzymes from Lentinus squarrosolus (Mont.)
K. Umemura, H. Yano, T. Yoshimura, and Wood Science Symposium, Serpong, 2–5
Singer and Psathyrella atroumbonata Pegler.
M. Yuki. (Ed.). Sustainable Production and September 2002. Research Institute for
Afr. J. Biotechnol. 2(11): 444–447.
Effective Utilization of Tropical Forest Sustainable Humanosphere, Lembaga Ilmu
Resources. Proceedings of the 5th Internati- Pengetahuan Indonesia, Japan Society for Wyman, C.E., B.E. Dale, R.T. Elander, M.
onal Wood Science Symposium; Kyoto, 17– the Promotion of Science, Serpong. Holtzapple, M.R. Ladisch, and Y.Y. Lee.
19 September 2004. Research Institute for 2005. Coordinated development of leading
Syafwina, Y. Honda, T. Watanabe, and M. Kuwa-
Sustainable Humanosphere, Lembaga Ilmu biomass pretreatment technologies.
hara. 2002b. Pretreatment of oil palm empty
Pengetahuan Indonesia, Japan Society for Bioresour. Technol. 96(18): 1959−1966.
the Promotion of Science, Kyoto.

130 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010

Anda mungkin juga menyukai