Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemilikan manusia berarti kepemilikan terhadap harta yang


didasarkan pada agama, yaitu kepemilikan yang pada dasarnya hanya
bersifat sementara, dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-
sumber produksi, tetapi ia hanya memiliki kemanfaatannya. Semua yang
ada di alam semesta ini termasuk sumber daya alam bahkan harta
kekayaan yang dikuasai manusia adalah milik Allah Swt.

Oleh karena itu manusia sebagai khalifah di muka bumi maka ia


berkewajiban mengelola alam untuk kepentingan umat manusia, dan kelak
ia berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya alam
yang dilakukan. Dalam menjalankan tugasnya, manusia mendapatkan
kekayaan yang menjadi miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri beserta
keluarganya dan sebagian lagi untuk kepentingan masyarakat. Meskipun ia
memiliki tetapi tidak boleh merusak ataupun menelantarkannya,
mengingat kepemilikan ini adalah relatif dan amanah dari Allah Swt.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana redaksi hadits beserta terjemahannya tentang kepemilikan?
2. Bagaimana makna mufradat dalam hadits tentang kepemilikan
tersebut?
3. Bagaimana konsep kepemilikan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui redaksi hadits beserta terjemahannya tentang
kepemilikan.
2. Untuk mengetahui makna mufradat dalam hadits tentang kepemilikan.
3. Untuk mengetahui konsep kepemilikan.

BAB II

PEMBAHASAN

1
A. Hadits Pertama
1. Redaksi Hadis dan Terjemahannya

‫َ ععبن يعبحعي ببدن ععببدد الللعده‬،‫ق‬ ‫ك ببنن عمبخلعدد ععبن عزعكدريِياَ ببدن إدبسعحاَ ع‬
‫ضيِحاَ ن‬ ِ‫صدم ال ي‬‫عحيِد ثععناَ أعنبوُععاَ د‬
َّ‫صميِلى‬
‫ي ع‬ ِ‫ أعيِن النيِدبم ي‬: َ‫ام ععبنهنعمما‬‫ضمعي ل ن‬ ‫س عر د‬ ‫َ ع د‬،‫َ ععبن أعدبيِي عمبعبعدد‬،‫صبيِفددي‬
‫عن اببدن ععيِبماَ د‬ ‫ببدن ع‬
ِ‫ ))ابدنعهنبم إدعلىَّ عشعهاَعدةَد أعبن لع إدلعهع إديِل ي‬: ‫ث نمععاَذذا إدعلىَّ ابليِععمدن فععقاَعل‬
َ،‫انمم‬ ‫الللعهن ععلعبيِده عوعسليِعم بععع ع‬
‫س‬‫ض ععلعبيِدهممبم عخبممم ع‬‫اعمم قعممبد ابفتعممعر ع‬ ‫َ فعأ عبعلدبمهنبم أعيِن ل‬،‫ك‬ ‫اد فعإ دبن هنبم أع ع‬
‫طاَنعوُالدعذلد ع‬ ‫عوأعنني عرنسبوُنل ل‬
‫ض ععلعبيِدهممبم‬ ِ‫َ فعأ عبعلدبمهنبم أعيِن ي‬،‫ك‬
‫اعمم بفتعممعر ع‬ ‫َ فعإ دبن هنبم أع ع‬،‫ت دفي نكنل يعبوُدم عولعبيِلعدة‬
‫طاَنعوُا لدعذلد ع‬ ‫صلععوُا د‬
‫ع‬
(‫)رواه البخاَري‬.((‫َ تنبؤعخند دمبن أعبغندعيِاَ ئددهبم عوتنعرددعععلىَّ فنقععرا ئددهبم‬،‫صعدعقةذ فدبي أعبمعوُا لددهبم‬ ‫ع‬

Abu Ashim adh-Dhahhak bin Makhlad menyampaikan dari Zakaria


bin Ishaq, dari Yahya bin Abdullah bin Shaifi, dari Abu Ma’bad, dari
Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW. mengirim Mu’adz ke Yaman lalu
beliau bersabda, “Serulah mereka agar bersaksi bahwa tidak ada ilah
selain Allah dan (bersaksi bahwa) aku adalah Rasulullah. Jika mereka
menaatinya, sampaikanlah bahwa Allah mewajibkan mereka shalat
lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaatinya, sampaikanlah
bahwa Allah mewajibkan mereka menunaikan zakat dari harta
mereka, diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan
kepada orang-orang miskin di antara mereka.”1

2. Makna Mufradat (Kosakata)

‫ض‬‫ادبفتععر ع‬ : Mewajibkan
‫صعدقعةذ‬
‫ع‬ : Shadaqah (zakat)
‫ب‬ ‫ع‬
‫ تنبؤعخند دمبن أغندعيِاَ ئددهبم‬: Diambil dari orang-orang kaya diantara mereka

‫ عوتنعرددعععلىَّ فنقععرا ئددهبم‬: Diberikan kepada orang-orang miskin diantara


mereka.2

B. Hadits Kedua
1. Redaksi Hadis dan Terjemahannya

1
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ed. Masyhar, et. Al. (Jakarta
: almahira, 2011), hlm. 310.
2
Muhammad bin Isma'il A-Amir Ash-Shan'ni, Subulu Al Salam, (Jakarta: Darus Sunnah Press,
2010), hlm. 13.

2
‫ عحيِد ثععناَ عحدربينزببنن نعبثعماَعن ععبن دحيِباَ نعببدن عزبيدد اليِشبر‬: ‫ي‬
‫عحيِد ثععناَ ععلددي ببنن ابلعجبعدد اللدبؤلندؤ د‬
‫ عحيِد ثععناَ عحدر‬:‫س‬
‫س ببنن نيوُنن ع‬
‫ عحيِد ثععناَدعبيِ ع‬:‫ عوعحيِد ثععناَ نمعسيِددد‬:‫َ ح‬،‫َععبن عرنجدل دمبن قعبردن‬،‫ععبدني‬
‫ ععبن عرنجدل دمعن ابلنمعهاَدجدربيعن دمبن‬:‫ش عوهععذا لعبفظن ععلديي‬ ‫ عحيِد ثععناَ أعنبوُ دخعدا د‬:‫بينزببنن نعبثعماَعن‬
‫ان ععلعبيِده عوعسليِعم ثعلع‬
ِ‫صيِلىَّ ي‬ ‫ عغعزبو ن‬:‫ان ععلعبيِده عوعسليِعم عقاَعل‬
‫ت عمعع النيِبدني ع‬ ِ‫صيِلىَّ ي‬
‫ب النيِبدني ع‬ ‫أع ب‬
‫صعحاَ د‬
‫ فددي ابلعماَدء عوابلعك ع د‬: ‫ث‬
‫ل عواليِناَ د‬
(‫ر)رواه أبوُ داود‬ ‫ذثاَ أعبسعمنعهن يعنقوُ نل ابلنمبسلدنموُعن نشعرعكاَ نء دفي ثعلع د‬
Ali bin al-Ja’ad al-Lu’lu’i menyampaikan kepada kami dari Hariz bin
Utsman, dari Hibban bin Zaid asy-Syar’abi, dari seorang laki-laki dari
Qarn; dalam sanad lain, Musaddad menyampaikan kepada kami dari Isa
bin Yunus, dari Hariz bin Utsman, dari Abu Khidasy-lafaz hadits milik Ali-
bahwa seorang laki-laki kalangan Muhajirin yang merupakan sahabat Nabi
SAW. berkata, “Aku pernah ikut berperang bersama Nabi SAW. Dan
mendengar beliau bersabda sampai tiga kali, ‘Umat Islam secara bersama
memiliki hak (pakai) dalam tiga hal: air (hujan, sungai, dsb), rumput (yang
tumbuh didaerah tak bertuan), dan api.” 3

2. Makna Mufrodat (Kosakata)


‫ابلنمبسلدنموُعن‬ : Umat Islam
‫ع‬
‫شعركاَ نء‬‫ن‬ : Memiliki hak pakai
‫ث‬ ‫ع‬ ‫ع‬
‫دفي ثل د‬ : Dalam tiga hal

‫ فددي ابلعماَدء عوابلعك ع د‬: Air, rumput, dan api


‫ل عواليِناَدر‬

C. Konsep Kepemilikan
1. Dasar Kepemilikan
Semua apa yang ada di bumi dan langit dimiliki oleh Allah. Allah Swt.
berfirman,“Kepunyaan Allah-lah yang ada di langit dan di bumi; dan
kepada Allahlah di kembalikan segala urusan”, “Sesungguhnya kami
mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya
kepada Kamilah mereka di kembalikan”, dan “Kepunyaan-Nya-lah semua
yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara
keduanya dan semua yang ada di bawah tanah”.

3
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi as-Sijistani, Ensiklopedia Hadits 5; Sunan Abu
Dawud, ed. Muhammad Ghazali, et. Al. (Jakarta: almahira, 2013), hlm. 737.

3
Konsep kepemilikan dalam al-Quran ditegakkan di atas dua aksioma
utama, yakni bahwa Allah adalah pemilik akhir dari alam semesta dan
manusia adalah wakilnya dimuka bumi. Dasar kepemilikan manusia, oleh
karena itu adalah “kepemilikan amanah”. Kepemilikan manusia sebagai
“amanah” kepada tuhan yang telah mendelegasikan kepemilikan ini
kepadanya, yang menyiratkan bahwa kepemilikan harus dilaksanakan
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemilik pertama yakni Allah.
Dalam batas-batas “amanah” tersebut, manusia bebas menggunakan hak
kepemilikan itu. Tiga prinsip utama yang mengatur kerangka kepemilikan
yang dilimpahkan ini: kehendak bebas (otoritas), tanggung jawab, dan
sistem reward dan punishment. Prinsip-prinsip ini merupakan filsafat dasar
ekonomi Islam (Naqvi, 1981).4 Ekonomi Islam adalah kumpulan dari
dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari al-Quran dan sunnah
Rasulullah serta dari tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasar-dasar
tersebut, sesuai dengan berbagai macam bi’ah (lingkungan) dan setiap
zaman.5
2. Jenis Kepemilikan
Berdasarkan prinsip “kepemilikan amanah”, kepemilikan itu dapat
dibagi menjadi dua jenis utama, yakni kepemilikan pribadi dan
kepemilikan publik.
a. Kepemilikan Pribadi
Kepemilikan pribadi itu diakui, baik dalam al-Quran maupun
dalam al-sunnah. Pengakuan ini mengambil berbagai bentuk. Pertama,
al-Quran menganggap kepemilikan pribadi itu sebagai naluri manusia
dan sejalan dengan sifat kemanusiaannya, “dan sesungguhnya dia
sangat bakhil karena cintanya kepada harta”, dan “harta dan anak-
anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan”.
Bahkan, setiap kali kekayaan disebutkan bersama dengan hal lain
yang bernilai tinggi bagi manusia, seperti diri sendiri, anak-anak, orang

4
Yadi Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Rasulullah Hingga Masa Kontemporer,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2016), hlm. 21-22.
5
Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syari’ah: Ayat-Ayat Al-Qur’an yang
Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 32.

4
tua dan kerabat, maka kekayaan selalu disebutkan lebih dahulu. Satu-
satunya pengeculian yang datang dalam satu ayats aja dimana Tuhan
berfirman “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka”. Urutan redaksi ini sebenarnya mencerminkan tingkat
prioritas yang memberikan nilai kekayaan oleh manusia atas nilai-nilai
lain. Dengan kata lain, al-Quran menekankan bahwa prioritas
kepentingan bagi kehidupan manusia itu diletakkan pada posisi awal
dan diikuti dengan posisi berikutnya.
Kedua, al-Quran melekatkan kesucian yang tinggi kepada hak
milik pribadi sehingga tindakan pencurian yang dilakukan seseorang
dikenakan hukuman potong tangan. Allah Swt. Berfirman, “Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. Bahkan bagi seseorang yang mati karena mempertahankan
hartanya, hukum matinya adalah mati syahid. Nabi Muhammad Saw.
pernah bersabda, “Barangsiapa yang terbunuh ketika
mempertahankan hartanya, maka matinya dianggap sebagai mati
syahid”.
Ketiga, al-Quran dan al-sunnah memberikan bimbingan khusus
tentang harta warisan milik pribadi. Semua orang diberikan bagian hak
warisan, meskipun jumlah bagiannya bergantung pada kedekatan
hubungan mereka dengan muwarits. Namun, yang pasti hal ini
merupakan pengakuan Islam terhadap kepemilikan pribadi.
b. Kepemilikan Umum
Sebagaimana terhadap kepemilikan pribadi, al-Quran dan al-
sunnah juga mengakui keberadaan kepemilikan publik. Nabi
Muhammad Saw. pernah bersabda “Orang-orang memiliki
kepemilikan kolektif dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api”.
Ketiga sumber daya alam ini merupakan sumber daya ekonomi penting
bagi kehidupan manusia dan merupakan hajat bagi hidup orang
banyak. Oleh karena itu, ketiga sumber daya manusia ini harus dimiliki
oleh publik dan tidak boleh dikuasi oleh perseorangan. Masyarakat

5
secara keseluruhan memiliki hak untuk menggunakan secara bersama-
sama atas ketiga jenis sumber daya ekonomi.
Persoalannya, bagaimana jika ketiga sumber daya alam itu berada
di tanah milik pribadi: apakah tetap menjadi hak milik pribadi atau
harus diserahkan menjadi hak milik umum? dalam merespon persoalan
ini telah terjadi perdebatan di kalangan ulama atau fuqaha.
Imam Malik misalnya berpendapat bahwa sumber daya yang
ditemukan ditanah pribadi itu secara otomatis harus menjadi hak
Negara (umum) dan dikeluarkan dari hak pribadinya (Al-Zarqani,
1990). Namun, ulama lain berpendapat bahwa sumber daya alam itu
tetap menjadi hak milik dari pemilik tanah dengan diberikan kewajiban
untuk membayar zakat.6 Zakat merupakan kewajiban yang telah diakui
oleh umat Islam secara ijma’. Zakat juga merupakan suatu amal ibadah
sangat populer, hingga menjadi suatu keharusan dalam agama 7, seperti
yang tercantum dalam hadits pertama di atas yang menerangkan bahwa
hukum zakat wajib bagi orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin.
Pada masa awal Islam, yakni pada masa diturunkannya al-Quran
dan dikeluarkannya al-sunnah dapat ditemukan beberapa prinsip aturan
yang terkait dengan masalah kepemilikan pribadi dan kepemilikan
umum sebagai berikut : (1) pendekatan Islam terhadap kepemilikan
sumber daya ekonomi ini adalah untuk memungkinkan individu dan
Negara manfaatkan kepemilikan dengan tidak ada keunggulan pada
pihak lain; (2) nasionalisasi sumber daya ekonomi yang tidak
memberikan individu kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pengembangan sumber daya ekonomi dan penciptaan surplus dan
kekayaan dari sumber daya tersebut merupakan kebijakan asing bagi
ideology Islam; (3) kepemilikan sumber daya ekonomi oleh individu
tidak memberikan mereka hak untuk penyalahgunaan sumber daya; (4)
sebuah penyalahgunaan sumber daya ekonomi yang disengaja dapat
memberikan Negara alasan yang sah untuk masuk dan memperbaiki
situasi melalui penyediaan bantuan yang diperlukan untuk individu dan

6
Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 22-24.
7
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbat dan Istidlal, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), hlm. 247.

6
apakah ini berarti habis melalui pengalihan alokasi sumber daya
ekonomi; (5) sebuah penyalahgunaan sumber daya ekonomi yang
disengaja dapat membuat individu melakukan kesalahan dan dapat
menarik perhatian Negara untuk memperbaiki situasi melalui realokasi
sumber daya ekonomi; (6) realokasi sumber daya ekonomi di atas tidak
menyebabkan mencabut pemilik asli dari kepemilikan, melainkan
direalokasi hak untuk pemanfaatan sumber daya ekonomi tanpa
merusak hak kepemilikan; (7) dalam kasus realokasi pemanfaatan,
pemilik asli harus diberikan bagian yang adil dari pendapatan yang
dihasilkan dari sumber daya ekonomi yang direalokasi itu; (8) Negara
memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan kepada mereka yang
membutuhkan bantuan untuk memanfaatkan sumber daya ekonomi
yang mereka kuasai; dan (9) persaingan bebas adalah sah asalkan
pihak yang bersangkutan memperhatikan aturan pasar tanpa efek
samping yang berbahaya bagi orang lain.8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Semua apa yang ada di bumi dan langit dimiliki oleh Allah. Allah
Swt. berfirman,“Kepunyaan Allah-lah yang ada di langit dan di bumi;
dan kepada Allahlah di kembalikan segala urusan”, “Sesungguhnya kami
mewarisi bumi dan semua orang-orang yang ada di atasnya, dan hanya
kepada Kamilah mereka di kembalikan”, dan “Kepunyaan-Nya-lah semua
yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara
keduanya dan semua yang ada di bawah tanah”.
Konsep kepemilikan dalam al-Quran ditegakkan di atas dua
aksioma utama, yakni bahwa Allah adalah pemilik akhir dari alam semesta
dan manusia adalah wakilnya dimuka bumi. Dasar kepemilikan manusia,
oleh karena itu adalah “kepemilikan amanah”. Berdasarkan prinsip

8
Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 24-25.

7
“kepemilikan amanah”, kepemilikan itu dapat dibagi menjadi dua jenis
utama, yakni kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik.
Kepemilikan pribadi itu diakui, baik dalam al-Quran maupun
dalam al-sunnah. Sebagaimana terhadap kepemilikan pribadi, al-Quran
dan al-sunnah juga mengakui keberadaan kepemilikan publik. Nabi
Muhammad Saw. pernah bersabda “Orang-orang memiliki kepemilikan
kolektif dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api”. Ketiga sumber daya
alam ini merupakan sumber daya ekonomi penting bagi kehidupan
manusia dan merupakan hajat bagi hidup orang banyak. Ada ulama yang
berpendapat apabila ketiga sumber daya alam itu berada di tanah milik
pribadi, maka sumber daya alam itu tetap menjadi hak milik dari pemilik
tanah dengan diberikan kewajiban untuk membayar zakat.
B. Saran
Sebagai mahasiswa, hendaknya kita mempelajari lebih lanjut
mengenai hadits-hadits tentang kepemilikan agar dapat mendalami materi
dengan baik dan benar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
pembelajaran kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Shahih al-Bukhari. ed.


Masyhar, et. Al. Jakarta : almahira, 2011.

Ash-Shan'ni, Muhammad bin Isma'il A-Amir. Subulu Al Salam. Jakarta: Darus


Sunnah Press, 2010.

as-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Azdi. Ensiklopedia Hadits 5;


Sunan Abu Dawud. ed. Muhammad Ghazali, et. Al. Jakarta: almahira, 2013.

Janwari, Yadi. Pemikiran Ekonomi Islam: Dari Masa Rasulullah Hingga Masa
Kontemporer. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2016.

Izzan, Ahmad dan Syahri Tanjung. Referensi Ekonomi Syari’ah: Ayat-Ayat Al-
Qur’an yang Berdimensi Ekonomi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Hasbiyallah. Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbat dan Istidlal. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013.

Anda mungkin juga menyukai