Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

OTONOMI DAERAH

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. Ismail : 4002140100
2. Muhamad Nahrul H : 4002140027
3. Rina Dayanti : 4002140006
4. Wulandari Alfiani : 4002140136

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

DHARMA HUSADA BANDUNG

2016

KATA PENGANTAR

1
Assalamu’alaikm Wr. Wb.

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt yang maha pengasih dan
penyayang yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayahnya kepada kami, sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “OTONOMI DAERAH”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami dalam rangka
pemahaman tentang otonomi daerah. Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga
untuk menambah wawasan tentang pentingnya memahami kewarganegaraan. Sehingga besar
harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang
wawasan pembaca.

Akhirnya kami menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah
selanjutnya menjadi lebih.Semoga laporan ini memberi manfaat bagi banyak pihak.Amiin.

Wassalamu’alikum Wr. Wb.

Bandung, 10 Mei 2015

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar ................................................................................................................i

Daftar Isi ...........................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang...................................................................................................4
B. Rumusan masalah.............................................................................................5
C. Tujuan pembahasan...........................................................................................5
D. Sistematika Penulisan.......................................................................................6

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah..............................................................................7


B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.....................................7
C. Dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah..........................................11
D. Peran penting di dalam Otonomi Daerah..........................................................13

E. Studi kasus tentang otonomi daerah di Indonesia……………………………14

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................16
B. Saran.................................................................................................................16

Daftar Pustaka..................................................................................................................17

BAB 1

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fathers telah
menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan Negara
sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai
pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi senantiasa
dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu periode ke periode
lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-langkah penting
sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk
mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan
bahwa cita tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai
harapan ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita
nampaknya baru menuju kea rah Otonomi Daerah yang sebenarnya.
Beberapa faktor-faktor yang menetukan prospek otonomi daerah, diantaranya, yaitu :
Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis) dalam
peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian
moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri
dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang
merupakan lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut.
Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah
terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena
itu, kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm
perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu
memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.
Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari

4
segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya.
Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan organisasi
dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilakukan
dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh
terhadap masalah ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah.
Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut di
atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih menunjukkan
sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita berkeinginan untuk
merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian yang sungguh-
sungguh perlu diberikan kepada empat faktor di atas

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Otonomi Daerah?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
3. Apa dasar hukum dan Landasan teori Otonomi Daerah?
4. Apa salah satu yang paling berperan di dalam Otonomi Daerah?
5. Studi kasus tentang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini di bagi menjadi 2 yaitu, tujuan umum dan khusus:

1. Tujuan umum

Dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah tingkat I maupun Tingkat II


mampu mengelola daerah nya sendiri. Untuk kepentingan rakyat dan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial ekonomi yang merata.

2. Tujuan khusus

Menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan tentang Otonomi


Daerah

5
D. Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama,
dan bagian akhir. Pada bagian awal yaitu cover , kata pengantar dan daftar isi.
Kemudian pada bagian utama penulis membagi menjadi tiga bab yaitu :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari :
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
4. Sistematika Penulisan
Bab kedua berisi uraian, yang terdiri dari : Pengertian ,
Bab ketiga merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh makalah ini dan
penutup dari penulis.

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari 2 kata yaitu , auto berarti sendiri,nomos berarti rumah tangga atau
urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga
sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah
“mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat
dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh
Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi
daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-
luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD
1945.
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti
Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil
rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan
masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas
wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan
prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI.
Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik
Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia


a) Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi
peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian

7
staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun
1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat
pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende
landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi
pemerintahan.
b) Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara
ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan
pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di
Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun
berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak
penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang
mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di
daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
c) Masa Kemerdekaan
1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi,
mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota
berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah
terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.
Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
2. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

8
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor
22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU
itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a) Propinsi
b) Kabupaten/kota besar
c) Desa/kota kecil
d) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga
sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan
pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen
baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan
daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa
kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
5. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan
kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan
pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain
yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah,
kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif

9
pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD,
dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya
berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah
tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
7. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah
daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah
daerah kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan
masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
8. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru
ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi,
antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan
10
wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap
pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping
itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas
dan di perjelas.
C. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1. Dasar Hukum
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan.Ada beberapa peraturan dasar tentang
pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.
2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah.Asas-asas tersebut sebagai berikut:
· Asas tertib penyelenggara negara
· Asas Kepentingan umum
· Asas Kepastian Hukum
· Asas keterbukaan
· Asas Profesionalitas
· Asas efisiensi
· Asas proporsionalitas
· Asas efektifitas
· Asas akuntabilitas
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan
adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
11
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll)
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan
mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan
umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan
yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan
ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan
sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah
pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah
pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap
tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri
sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah
dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan.
Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal
yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar
ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi
masyarakat.
D. Pemeran Penting Dalam Otonomi Daerah
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
12
Di dalam Otonomi daerah selalu identik dengan yang namanya Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah atau yang sering disebut APBd.Di sini saya akan membahas sedikit
mengenai APBD.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang
merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan
faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena
pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien
tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah
yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom
diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya
dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih
kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang terbesar
dalammemobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu,sudah
sewajarnya apabila PAD dijadikan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah demi
mewujudkan tingkat kemandirian dalam menghadapi otonomi daerah.
Mardiasmo mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja
yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial,sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran.Mardiasmo mendefinisikan nya sebagai berikut ,anggaran publik merupakan
suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang
meliputi informasi mengenai pendapatan belanja dan aktifitasSecara singkat dapat
dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :
1) Berapa biaya atas rencana yang di buat(pengeluaran/belanja),dan
2) Berapa banyak dan bagaimana cara uang untuk mendanai rencana
tersebut(pendapatan)
Sedangkan menurut UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara disebutkan
bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Lebih lanjut dijelaskan dalam PP No.58 Tahun 2005
tentang Pengelolahan Keuangan Daerah disebutkan bahwa APBD adlah rencana
keuangan tahunan Pemerintah daerah yang di bahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD,dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

13
ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan
sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
E. Studi kasus tentang pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
YOGYAKARTA, (PR).- Kota Cimahi bersama tiga daerah lainnya di Jawa Barat yaitu
Kota Banjar, Kota Depok, dan Kota Bogor menorehkan prestasi pada Peringatan Hari
Otonomi Daerah 2016, di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Senin 25 April 2016 malam. Penghargaan tersebut diharapkan menjadi motivasi
peningkatan kinerja pemerintah daerah ke depan.

Penghargaan dan plakat diberikan sebagai apresiasi atas prestasi kinerja dengan predikat
sangat tinggi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Penghargaan diberikan kepada 3
provinsi, 5 kabupaten, dan 5 kota. Penghargaan diberikan kepada daerah yang masuk
nominator penghargaan hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
terhadap laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Sebagai salah satu daerah penerima, Wali Kota Cimahi Atty Suharti mengaku bersyukur
mendapat apresiasi dari pemerintah pusat. Kota Cimahi pernah meraih penghargaan
Parasamya Purnakarya Nugraha yaitu penghargaan tertinggi dalam bidang pemerintahan
kepada pemerintah daerah yang selama tiga tahun berturut-turut bersatus kinerja terbaik
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

"Cimahi dianggap masih bisa mempertahankan kinerja pemerinyahan daerah. Tentunya


tidak gampang dan berupaya dalam melaksanakan sesuai aturan dan terus ditingkatkan
kinerja dan pembangunan yang diharapkan masyarakat," katanya.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono menyatakan, peringatan


HUT ke-20 Otda harus disikapi dengan bijaksana. "Kalau dulu antardaerah bersaing
dalam satu provinsi, dengan era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN, daerah bukan
lagi memikirkan persaingan regional tapi bersaing dengan daerah di negara lain secara
terbuka. Persaingan sudah semakin mengglobal, maka kinerja pemerintahan daerah harus
terus ditingkatkan," tuturnya.***

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah,
maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan
mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan
bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki
kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis
mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan
15
berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut
kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.
B. Saran
Analisis Langkah-Langkah Yang Harus Diambil Pemerintah Dalam Mengontrol
Otonomi Daerah:
1. Merumuskan kerangka hukum yang memenuhi aspirasi untuk otonomi di tingkat
propinsi dan sejalan dengan strategi desentralisasi secara bertahap.
2. Menyusun sebuah rencana implementasi desentralisasi dengan memperhatikan faktor-
faktor yang menyangkut penjaminan kesinambungan pelayanan pada
masyarakat,perlakuan perimbangan antara daerah-daerah,dan menjamin kebijakan
fiskal yang berkelanjutan.
3. Untuk mempertahankan momentum desentralisasi,pemerintah pusat perlu menjalankan
segera langkah desentralisasi,akan tetapi terbatas pada sektor-sektor yang jelas
merupakan kewenangan Kabupaten dan Kota dan dapat segera diserahkan.
4. Proses otonomi tidak dapat dilihat sebagai semata-mata tugas dan tanggung jawab dari
menteri negara otonomi atau menteri dalam negeri,akan tetapi menuntut koordinasi
dan kerjasama dari seluruh bidang dalam kabinet (Ekuin,Kesra & Taskin, dan Polkam).
5. Pejabat daerah harus bisa bertanggung jawab dan jujur.
6. Adanya kerjasama antara pejabat dan masyarakat.
7. Dan yang paling penting pejabat harus tahu prinsip-prinsip otonomi.

Daftar Pustaka
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.
DR. Kaloh J, 2007, Mencari Bentuk otonomi Daerah, Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal Dan Tantangan Global, Jakarta, Rhineka Cipta.

16
17

Anda mungkin juga menyukai