Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

MANAGING ENVIRONMENTAL ISSUES

Oleh :

NI MADE PADMA DEWI


NIM : 1833121502
NO. TELP : 081338582823

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2019
DAFTAR ISI

Halaman

A. Biaya dan Keuntungan dari Manajemen Lingkungan ............................ 1


B. Peraturan/Regulasi tentang Lingkungan .................................................. 5
C. Manajemen Penghijauan Lingkungan....................................................... 8
D. Manajemen Lingkungan sebagai Keunggulan Kompetitif ...................... 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

i
A. Biaya dan Keuntungan dari Manajemen Lingkungan

Definisi lingkungan menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain. Akuntansi lingkungan dapat mendukung akuntansi pendapatan,
akuntansi keuangan maupun bisnis internal akuntansi manajerial. Fokus utamanya didasarkan
pada penerapan akuntansi lingkungan sebagai suatu alat komunikasi manajerial untuk
pengambilan keputusan. United States Environmental Protection Agency atau US EPA
menjelaskan bahwa istilah akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua dimensi utama. Pertama,
akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada perusahaan
secara menyeluruh. Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya individu,
masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Sementara U.S EPA dalam Ikhsan (2009) mendefinisikan akuntansi lingkungan sebagai :

“Fungsi yang menggambarkan biaya-biaya lingkungan yang harus diperhatikan oleh


pemangku kepentingan perusahaan di dalam pengidentifikasian cara-cara yang dapat
mengurangi atau menghindari biaya-biaya pada waktu yang bersamaan dengan usaha
memperbaiki kualitas lingkungan”.

Pandangan bahwa akuntansi manajemen lingkungan secara dominan berhubungan


terhadap penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan internal yang konsisten dengan
definisi US EPA (1995), dimana US EPA (dalam Ikhsan, 2009) menjelaskan akuntansi
manajemen lingkungan sebagai : “Suatu proses pengidentifikasian, pengumpulan dan
penganalisisan informasi tentang biaya-biaya dan kinerja untuk membantu pengambilan
keputusan organisasi”. Menurut Arfan Ikhsan (2009), beberapa manfaat yang dapat diperoleh
jika perusahaan menerapkan akuntansi manajemen lingkungan :

1. Akuntansi manajemen lingkungan dapat menghemat pengeluaran usaha. Dampak dari


isu-isu lingkungan dalam biaya produksi seringkali tidak diperkirakan sebelumnya.

1
Hal ini digambarkan sebagai gunung es (iceberg) yang bisa menenggelamkan laju
kapal. Akuntansi manajemen lingkungan dapat membantu untuk mengidentifikasi dan
menganalisa biaya-biaya tersembunyi (hidden cost), misalnya biaya minimisasi
limbah yang hanya memasukkan biaya material, operasional, buruh dan administrasi.

2. Akuntansi manajemen lingkungan dapat membantu pengambilan keputusan.


Keputusan yang menguntungkan harus didasarkan pada berbagai informasi penting.
Akuntansi manajemen lingkungan membantu pengambil keputusan dengan informasi
penting tentang biaya tambahan yang disebabkan oleh isu-isu lingkungan. Akuntansi
manajemen lingkungan membuka kembali biaya produk dan proses spesifik yang
seringkali tersembunyi dalam bagian overhead cost usaha atau kegiatan.

3. Akuntansi manajemen lingkungan meningkatkan performa ekonomi dan lingkungan


usaha. Ada banyak cara positif untuk meningkatkan performa usaha atau kegiatan atau
organisasi, seperti investasi teknologi pembersih, kampanye minimalisasi limbah,
pengenalan system pengendalian pencemaran udara dan lain-lain. Akuntansi
manajemen lingkungan memberikan solusi saling menguntungkan (win-win solution).
Kegiatan diharapkan akan mempunyai performa lebih baik pada sisi ekonomi maupun
sisi lingkungan.

4. Akuntansi manajemen lingkungan akan mampu memuaskan semua pihak terkait.


Akuntansi manajemen lingkungan pada usaha secara simultan dapat meningkatkan
performa ekonomi maupun sisi lingkungan. Oleh karena itu akan berimplikasi pada
kepuasan pelanggan dan invetor, hubungan baik antara pemerintah daerah dan
masyarakat sekitar, serta memenuhi ketentuan regulasi. Kegiatan berpeluang untuk
memenuhi keuntungan usaha, mengurangi risiko dari berbagai pelanggaran hokum
dan meningkatkan hubungan baik secara menyeluruh dengan stakeholders lainnya.

2
5. Akuntansi manajemen lingkungan memberikan keunggulan kegiatan. Akuntansi
manajemen lingkungan meningkatkan keseluruhan metode dan perangkat yang
membantu usaha dalam meningkatkatkan laba usaha dan pengambilan keputusan.
Sangat mudah dalam penerapannya baik pada usaha menengah ke atas maupun usaha
kecil. Akuntansi manajemen lingkungan membantu salah satu pengambilan keputusan
penting seperti investasi baru dalam fungsi pengelolaan usaha seperti akuntansi biaya.
Hal ini sangat memungkinkan diaplikasikan pada semua jenis sector industri dan
kegiatan.

Model biaya lingkungan menurut International Federattion of Accountants (IFAC),


biaya lingkungan dapat diklasifikan menjadi enam kategori (2005:38) sebagai berikut.

1. Biaya Material dari Output Produk (Materials Costs of Product Outputs)


Termasuk biaya penyediaan sumber daya seperti air dan biaya pembelian bahan
lainnya yang akan diproduksi menjadi suatu output produk.

2. Biaya Material dari Output Non-Produk (Materials Costs of Non-Product Outputs)


Termasuk biaya pembelian dan pengolahan sumber daya dan bahan lainnya yang
menjadi output non-produk (limbah dan emisi).

3. Biaya Kontrol Limbah dan Emisi (Waste and Emission Control Costs)
Termasuk biaya untuk penanganan, pengolahan dan pembuangan limbah dan emisi;
biaya perbaikan dan kompensasi yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan, dan
setiap biaya yang timbul karena kepatuhan terhadap peraturan pemerintah yang
berlaku.

4. Biaya Pencegahan dan Pengelolaan Lingkungan (Prevention and other Environmental


Management Costs)
Termasuk biaya yang timbul karena adanya kegiatan pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif. Termasuk juga biaya pengelolaan lingkungan lainnya seperti

3
perencanaan perbaikan lingkungan, pengukuran kualitas lingkungan, komunikasi
dengan masyarakat dan kegiatan-kegiatan lain yang relevan.

5. Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Costs)


Termasuk biaya yang timbul karena adanya proyek-proyek penelitian dan
pengembangan yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan.

6. Biaya Tak Berwujud (Less Tangible Costs)


Termasuk biaya internal dan eksternal yang tak berwujud. Contohnya adalah biaya
yang timbul karena adanya kewajiban untuk mematuhi peraturan pemerintah agar di
masa depan tidak muncul masalah lingkungan, biaya yang timbul untuk menjaga citra
perusahaan, biaya yang timbul karena menjaga hubungan dengan stakeholder dan
eksternalitas.

United States Environmental Protection Agency (EPA) mengklasifikasikan biaya


lingkungan dalam biaya konvensional, biaya tersembunyi, biaya kontingen, biaya image dan
biaya sosial:

1. Biaya konvensional: biaya penggunaan material, utilitas, barang modal, dan bahan
pembantu yang dimasukkan sebagai harga barang jadi tetapi seringkali tidak
dimasukkan sebagai biaya lingkungan. Akan tetapi, penggunaan yang berkurang dari
bahan-bahan di atas dan limbah yang berkurang lebih menguntungkan secara
lingkungan.
2. Biaya tersembunyi adalah biaya tidak langsung yang berkaitan dengan desain produk
dan proses yang ramah lingkungan, dan lain-lain.
3. Biaya kontingen adalah biaya yang mungkin termasuk atau tidak termasuk pada waktu
yang akan datang, misalnya: biaya kompensasi karena ‘kecelakaan’ lingkungan, denda
dan lain-lain.
4. Biaya image adalah biaya lingkungan yang bersifat intangible karena dinilai secara
subyektif..

4
5. Biaya sosial merupakan biaya dari pengaruh bisnis pada lingkungan dan masyarakat
disekitarnya, biaya ini juga disebut biaya eksternal atau externalities.

International Federattion of Accountants (2005) menyatakan bahwa agar dapat


mengelola dan mengurangi dampak lingkungan dari produk dan proses produksi, perusahaan
harus memiliki data yang akurat mengenai jumlah dan tujuan dari semua energi, air dan bahan
yang digunakan. Harus diketahui berapa yang digunakan, berapa yang menjadi produk akhir
dan berapa yang menjadi limbah. Dengan diketahui data-data tersebut maka perusahaan
diharapkan dapat membantu manajamen perusahaan untuk melakukan perencanaan,
pengendalian dan evaluasi terkait dengan pengelolaan lingkungan. Strategi yang bisa
digunakan untuk mengatur biaya lingkungan (Hilton, 2011:561) antara lain sebagai berikut.

1. End-of-Pipe Strategy
Menurut pendekatan ini perusahaan yang menghasilkan limbah atau polutan,
kemudian akan membersihkannya sebelum tersebar ke lingkungan. Contoh strategi ini
adalah scrubber pada cerobong asap, pengelolaan limbah, dan penyaringan udara.
2. Process Improvement Strategy
Menurut pendekatan ini, perusahaan memodifikasi produk dan proses produksi agar
menghasilkan sedikit atau tidak menghasilkan polutan, selain itu juga menemukan
cara untuk melakukan daur ulang limbah sendiri.
3. Prevention Strategy
Dengan strategi ini perusahaan menghindari semua masalah dengan peraturan yang
ada dan pada banyak kasus dapat menghasilkan peningkatan laba secara signifikan.

B. Peraturan/Regulasi tentang Lingkungan


1. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009.
2. Pengelolaan Sampah
Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2018.

5
3. Perlindungan dan Pengelolaan Air
a. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air.
b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun
2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman
Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air.
c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang
Tatalaksana Pengendalian Pencemaran Air.

4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


a. Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm
Convention On Persistens Organic Pollutant (Konvensi Stokholm tentang Bahan
Pencemar Organik Yang Persistent);
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun;
c. Keputusan Presiden RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengesahan Vienna
Convention for The Ozon Layer dan Montreal Protocol on substances That Deplete
The Ozone Layer As Adjusted and Amanded by The Second Meeting of Parties
London, 27-29 June 1990;
d. Peraturan Presiden RI Nomor 33 Tahun 2005 tentang Pengesahan Beijing
Amendment to the Montreal Protocol on Substances That Deplete The Ozone Layer
(Amandemen Beijing Atas Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Merusak
Lapisan Ozon);
e. Peraturan Presiden RI Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan Montreal
Amendment to the Montreal Protocol on Substances That Deplete The Ozone Layer
(Amandemen Montreal atas Protokol Montreal Tentang Bahan-Bahan Yang Merusak
Lapisan Ozon);

6
f. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pemberian Simbol dan Label pada Bahan Berbahaya dan Beracun;
g. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Sistem Elektronik Registrasi Bahan Berbahaya dan Beracun dalam
Kerangka Indonesia Nation Single Window di Kementerian Lingkungan Hidup.
5. Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
1) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan/atau Waduk.
b. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
c. Tata Ruang
1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penataan Ruang;
2) Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya
Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang.
d. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
2) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Nomor 56
Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting;
3) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Nomor
Kep-299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam
Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

7
4) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Nomor
Kep-124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam
Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2000 tentang
Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kegiatan
Pembangunan Permukiman Terpadu;
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2000 tentang
Panduan Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Kegiatan
Pembangunan di Daerah Lahan Basah;
7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 08 Tahun
2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan

C. Manajemen Penghijauan Lingkungan


Penghijauan dapat mengembalikan fungsi daerah resapan air di dalam kota. Daerah
resapan air bisa berupa lapangan bola, taman kota dan hutan kota. Memelihara kawasan
resapan air tersebut merupakan aksi nyata gerakan penghijauan. Manfaat penghijauan di
kawasan ini adalah mengurangi debit atau limpasan air saat musim hujan karena meresap ke
dalam tanah dengan mudah. Upaya ini adalah cara untuk mencegah terjadinya banjir
perkotaan akibat pengurangan jumlah daerah resapan air. Semakin banyak zona hijau dalam
satu kota maka kualitas air tanah semakin baik. Penghijauan sangat penting untuk
mempertahankan zona hijau di dalam kota. Ketidakseimbangan proporsi luas lahan hijau dan
zona terbangun akan merusak kualitas air tanah. Limbah yang meresap ke dalam tanah akan
merusak kualitas air tanah sehingga berdampak pada kesehatan apabila air ini kembali di
konsumsi masyarakat. Lingkungan hijau seperti hutan kota menjadi habitat bagi satwa seperti
burung langka di kota. Penghijauan untuk hutan kota akan menyelamatkan populasi satwa
langka yang berperan dalam sistem ekologi lingkungan. Penghijauan pada koridor jalan juga
berfungsi mengurangi polutan yang terbuang di udara. Tajuk pohon berfungsi membersihkan
partikel padat seperti timbal dan akan menempel pada ranting dan batang pohon.

8
Polusi kendaraan dan pabrik berdampak buruk terhadap kualitas udara. Untuk
mereduksi limbah polusi yang dilepas ke udara, dibutuhkan pepohonan untuk menyerap gas
CO2 yang telah bercampur sulfur tersebut. Pepohonan akan mengurangi dampak pembuangan
polutan agar udara yang dihirup lebih bersih. Tanaman dapat menciptakan kehidupan yang
lebih baik bagi manusia, khususnya pada daerah yang beriklim tropis maupun subtropis. Pada
daerah subtropis, dedaunan akan berguguran agar cahaya matahari dapat menyinari bangunan.
Pada daerah yang beriklim tropis, pepohonan berdaun lebat berfungsi mengurangi efek
langsung sinar matahari. Pepohonan juga berfungsi menurunkan kadar partikel debu. Menurut
pengamatan Bianpoem (1997) pohon dengan luas 300×400 m2 dapat menurunkan kadar
partikel debu dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter. Penghijauan alami dengan
menanam banyak pohon di sekitar gedung perkantoran akan biaya pemakaian AC dalam satu
bangunan. Biaya operasional perawatan AC akan memakan banyak biaya, dibandingkan
pemeliharaan pohon peneduh. Penghijauan kini bisa dilakukan di mana saja dengan
menggunakan medium apa saja, terutama dinding. Green Wall, juga berfungsi untuk kedap
suara dan pemulihan pasien baik di rumah sakit maupun yang dirawat di rumah. Pemandangan
hijau di dinding memberikan kesan teduh bagi siapa saja, hal ini baik untuk kesehatan.

D. Manajemen Lingkungan sebagai Keunggulan Kompetitif


Skinner dan Ivancevich (1992) menyatakan bahwa tujuan kegiatan bisnis secara umum
dikategorisasikan menjadi empat, yaitu keuntungan, kelangsungan hidup perusahaan,
pertumbuhan, dan tanggungjawab sosial. Tiga tujuan pertama tersebut secara sadar
diperjuangkan oleh perusahaan agar tercapai, karena dari ketiga tujuan tersebut pengelola
perusahaan dapat mempertanggungjawabkan aktivitasnya secara “konvensional” kepada
pemegang saham. Namun, mereka menambahkan bahwa pada saat ini tanggung jawab sosial
telah diakui sebagai tujuan yang penting. Tanggung jawab sosial dituntut karena kenyataannya
akibat yang ditimbulkan oleh operasi perusahaan bukan hanya ditanggung oleh pemegang
saham yang telah menanamkan modalnya, namun juga oleh stakeholders seperti pemerintah,
masyarakat umum, pelanggan dan lingkungan natural.

9
Perhatian dan kepedulian perusahaan terhadap kelestarian lingkungan natural pada
saat ini tidak cukup hanya sekadar mematuhi peraturan pemerintah atau memberikan respons
setelah masyarakat menuntut perusahaan yang dinilai merusak lingkungan natural, namun
lebih dari itu, harus ada suatu program yang terpadu, yang disebut manajemen lingkungan
(environmental management). Klassen dan McLaughlin (1996) memberikan definisi
manajemen lingkungan sebagai semua usaha untuk meminimalkan pengaruh negatif produk-
produk perusahaan pada seluruh daur hidupnya. Untuk mempertegas pemahaman bahwa yang
obyek pengertian tersebut adalah alam sebagaimana dikemukakan oleh Aragon-Correa
(1998), maka istilah tersebut dipertegas menjadi manajemen lingkungan natural.

Peraturan Pemerintah mengenai bagaimana perusahaan memperlakukan lingkungan


natural adalah aturan dasar yang disebut “end-of-the-pipe” solutions (Anderson 1999).
Peraturan ini biasanya mengatur mengenai emisi atau pengendalian limbah berbahaya, untuk
mencapai standar minimal yang ditetapkan pemerintah. Menyikapi aturan tersebut, bagi
perusahaan yang belum menyadari pentingnya faktor lingkungan hanya berusaha untuk
sedikit mengubah proses dasar agar terhindar dari klaim mencemari lingkungan. Peraturan
lingkungan tersebut sering dianggap tidak diperlukan dan berlebihan oleh bisnis. Peraturan
seperti ini dipandang sebagai sesuatu yang negatif, menambah biaya dan tidak
menguntungkan (Anderson 1999). Hart (1995) menggabungkan konsep manajemen
lingkungan ke dalam resource-based view manajemen strategik yang kemudian diberi istilah
natural-resource-based view. Dalam kerangka kerja tersebut, Hart (1995) menunjukkan ada
tiga strategi lingkungan yang dipakai perusahaan, yaitu pollution prevention, product
stewardship, dan sustainable development; kekuatan pendorong lingkungan, sumberdaya inti
serta keunggulan bersaing. Secara lengkap, kerangka kerja tersebut terlihat pada tabel 1 di
bawah ini.

10
Tabel 1
Kerangka Kerja Konseptual Natural-Resource-Based View
Kapabilitas Kekuatan Sumberdaya Keunggulan
Strategik pendorong Inti Kompetitif
Pencegahan Meminimalkan Peningkatan Biaya yang lebih
polusi emisi, effluents, kualitas terus- rendah
& sampah menerus
Mengelola Meminimalkan Integrasi Mendahului
produk daur hidup biaya Stakeholders pesaing
produk
Pengembangan Meminimalkan Terbentuknya Posisi masa
berkelanjutan kerusakan visi inti depan
lingkungan
akibat
pertumbuhan
dan
perkembangan
perusahaan

11
Klassen dan McLaughlin (1996) merumuskan model keterkaitan antara strategi,
manajemen lingkungan, serta kinerja perusahaan sebagaimana terlihat dalam gambar 1 di
bawah ini.

Pada model tersebut, strategi perusahaan menentukan orientasi lingkungan


perusahaan. Manajemen lingkungan pada gilirannya adalah salah satu komponen strategi
fungsional, utamanya manajemen operasi. Sebagai salah satu elemen terpadu dari strategi
perusahaan, manajemen lingkungan mempengaruhi kinerja lingkungan, yang beberapa
diantaranya menjadi pengetahuan publik, diobservasi dan dievaluasi secara langsung oleh
pasar. Pada giliran berikutnya, kesemua itu mempengaruhi kinerja finansial perusahaan.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/34272015/ANALISIS_BIAYA_LINGKUNGAN diakses pada


Minggu, 5 Mei 2019.

http://dislh.sumutprov.go.id/regulasi-lingkungan-hidup/ diakses pada Minggu, 5 Mei 2019.

http://lestarikuhutan.blogspot.com/2017/12/penghijauan-lingkungan.html diakses pada


Minggu, 5 Mei 2019.

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/490/MTMwMw==/Manajemen-lingkungan-
natural-dalam-perspektif-resource-based-view-tuntutan-stakeholders-ataukah-kebutuhan-
abstrak.pdf diakses pada Minggu, 5 Mei 2019.

13

Anda mungkin juga menyukai