Anda di halaman 1dari 11

TEORI AKUNTANSI

PENALARAN (REASONING)

Oleh :

Kelompok 10

1. Ni Putu Heradiva Pramesti Putri ( 1633121222 )


2. Fransiskus Ronaldo Lero ( 1633121378 )
3. Ahmad Azmi ( 1633121386 )
4. Ni Putu Nadya Febrianjani ( 1633121404 )
5. Veronika Kapu Nguru ( 1733121394 )
6. Ni Made Padma Dewi ( 1833121502 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2018

i
A. Pengertian
Praktik yang sehat harus harus dilandasi teori yang sehat pula. Teori yang sehat
harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan
penalaran yang memadai. Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk
membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atas
asersi (assertion). Penalaran perlu diajuakn dan dijabarkan untuk membentuk,
mempertahankan, atau mengubah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan
atau penjelasan) adalah benar. Penalaran melibatkan suatu inferensi (inference) yaitu
proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan simpulan
(conclusion) dari serangkaian pernyataan atau asersi. Proses penurunan simpulan
sebagai konsekuensi logis dapat bersifat deduktif maupun induktif. Penalaran
mempunyai peran penting dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan
pengujian suatu teori atau hipotesis.

B. Unsur dan Struktur Penalaran


Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi anatar
ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan
teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar atau penegasan tentang
suatu realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu
pernyataan. Argumen adalah proses penurunan simpulan atau konklusi atas dasar
beberapa asersi yang berkaitan secara logis. Gambar 2.1 menunjukkan secara
diagramatik proses penalaran secara umum.

Sumber: www.google.co.id

1
Gambar di atas menunjukkan bahwa argumen dalam proses penalaran merupakan
salah satu bukti yang oleh Mautz dan Sharaf (1964) disebut sebagai argumentasi
rasional. Asersi sebagai komponen argumen (sebagai masukan penalaran) dan
merupakan cara untuk mepresentasikan atau mengungkapkan keyakinan (sebagai
keluaran penalaran). Keyakinan menjadi objek atau sasaran penalaran serta
menentukan posisi (paham) dan sikap seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi
topik bahasan. Argumen digunakan untuk membentuk, memelihara dan mengubah
suatu keyakinan.

C. Asersi
Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Gambar 2.2 berikut
mempresentasikan asersi berstruktur “semua A adalah B” yang berisi “Semua BUMN
adalah perusahaan pencari laba” dalam bentuk diagram.

Gambar 2.2 Penyajian Asersi dengan Diagram

BUMN Perusahaan
Pencari Perusahaan Pencari
Laba
Laba
Himpunan semua
perusahaan milik
Himpunan semua perusahaan
pencari laba

Asersi:
Semua BUMN adalah PPL

Sumber: Suwardjono. 2017. Teori Akuntansi Perekayasaan Laporan Keuangan Edisi Ketiga .
Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA

Asumsi, hipotesis dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Asumsi
adalah asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau
menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan. Hipotesis adalah asersi
yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut
dapat diyakini kebenarannya. Untuk disebut sebagai hipotesis, suatu asersi juga harus
mengandung keungkinan salah. Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang

2
kebenarannya diyakini sangat kuat bahkan tidak dapat dibantah. Contoh asersi sebagai
pernyataan fakta adalah: semua orang akan meninggal dan satu hari sama dengan 24
jam. Jenis tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah.

D. Keyakinan
Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengandung
beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, mengandung
bias, memuat nilai, berkekuatan, veridikal dan tertempa. Keadabenaran atau
plausibilitas (plausibility) suatu asersi bergantung apa yang diketahui tentang isi asersi
atau pengetahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber asersi
(the source). Konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari atau
menentukan plausibilitas asersi. Kalau sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli
di bidangnya (knowledgeable) tentang topik asersi, orang akan lebih bersedia meyakini
asersi. Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan. Artinya, apa yang
benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain.
Tingkat keyakinan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung
asersi. Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh prefensi,
keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan.
Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan sangat dianggap meyakinkan oleh
orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap agak atau
kurang meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula sebaliknya. Nilai keyakinan
adalah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan
seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan
mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, pendapatan
potensial, dan perilaku orang tersebut. Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan
yang dilekatkan seseorang pada kebenaran suatu asersi. Veridikalitas (veridicality)
adalah mudah tidaknya fakta ditemukan atau ditunjukkan untuk mendukung keyakinan.
Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah-
tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan.

E. Argumen
Argumen bertujuan untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan
tersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri atas beberapa asersi yang berfungsi
sebagai premis dan konklusi. Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara

3
eksplisit kata-kata indikator sehingga tidak dapat segera diidentifikasi ana premis dan
mana konklusi. Cederblom dan Paulsen (1986) memberi contoh sebagai berikut.

Anda harus datang ke seminar itu. Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke
seminar itu. Jika Anda berjanji untuk berbuat sesuatu, Anda harus mengerjakannya.

Serangkaian asersi di atas tidak mengandung indikator premisatau konklusi sehingga


argumen yang terbentuk dapat diinterpretasi sebagai berikut.

Inteprestasi: Premis (1) Jika Anda berjanji untuk berbuat sesuatu, Anda harus mengerjakannya.
Premis (2) Anda berjanji kepada panitia bahwa Anda akan datang ke seminar itu.
Konklusi: Anda harus datang ke seminar itu.

Dalam hal ini, premis (1) menyatakan bahwa bila Anda memenuhi kondisi
tertentu (berjanji) maka Anda akan mempunyai kewajiban (menepati janji). Premis (2)
menegaskan bahwa Anda memenuhi kondisi berjanji (akan datang ke seminar). Kalau
kedua premis benar, maka konklusi (Anda seharusnya datang ke seminar) harus benar.
Dengan demikian dapat dikatakan konklusi dapat diturunkan atau mengikuti secara
logis dari (follow form) premis. Argumen dapat bersifat deduktif dan non deduktif
(induktif dan analogi).

F. Argumen Deduktif
Argumen deduktif berawal dari pernyataan umum dan berakhir dengan suatu
pernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini terdiri atas tiga tahap yaitu:
penerntuan premis, proses deduksi, dan penarikan konklusi. Kelengkapan, kejelasan,
kesahihan (validitas), dan keterpercayaan merupakan kriteria validitas konklusi yang
diturunkan atas dasar penalaran deduktif. Berikut contoh penalaran deduktif dalam
akuntansi. Kelengkapan merupakan kriteria yang penting karena validitas konklusi
menjadi kurang meyakinkan bila premis-premis yang diajukan tidak lengkap. Kejelasan
diperlukan karena keyakinan merupakan fungsi kejelasan makna. Validitas adalah sifat
yang melekat pada argumen sedangkan kebenaran adalah sifat yang melekat pada
asesrsi. Keterpercayaan melengkapi ketiga kriteria sebelumnya (kelengkapan,
kejelasan dan kesasihan/validitas) agar konklusi meyakinkan sehingga orang bersedia
menerima. Berikut contoh penalaran deduktif dalam akuntansi.

4
Gambar 2.2 Penalaran Deduktif dalam Akuntansi

Premis 1
Investor dan kreditor merupakan pengambil keputusan dominan dalam perekonomian
yang didasarkan pada mekanisme pasar.

Premis 2
Agar investor dan kreditor bersedia menanamkan modal dalam suatu perusahaan,
harus disediakan informasi tentang perusahaan kepada investor dan kreditor.

Premis 3
Keputusan investasi dan kredit memerlukan informasi tentang kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dan membayar utang.

Konklusi
Laporan keuangan harus memuat elemen: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, biaya,
rugi, untung, investasi pemilik, distribusi ke pemilik dan laba.
Sumber: Suwardjono. 2017. Teori Akuntansi Perekayasaan Laporan Keuangan Edisi
Ketiga. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA

G. Argumen Induktif
Argumen induktif berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhir dengan
pernyataan umum berupa konklusi sebagai hasil generalisasi. Berbeda dengan
penalaran deduktif yang kebenaran konklusinya merupakan konsekuensi logis (pasti
benar atau takbenar), penalaran induktif menghasilkan konklusi yang boleh jadi benar
atau takbenar. Bila premis benar, konklusi penalaran deduktif harus (necessarily) benar
sedangkan konklusi penalaran induktif tidak harus (not necessarily) benar atau boleh
jadi benar. Perbedaan struktural antara argumen deduktif dan induktif dapat
ditunjukkan dalam contoh berikut.

Argumen Deduktif Argumen Induktif


Premis (1) : Semua burung mempunyai bulu. Premis (1) : Kebanyakan burung dapat terbang.
Premis (2) : Bebek adalah burung. Premis (2) : Bebek adalah burung.
Konklusi : Bebek mempunyai bulu Konklusi : Bebek dapat terbang
(pasti) (boleh jadi)

Disamping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula argumen dengan analogi
dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk menurunkan simpulan
dengan analogi. Analogi bukan merupakan pembuktian tetapi lebih merupakan alat

5
untuk menjelaskan atau klarifikasi. Argumen penyebaban bertujuan untuk meyakinkan
bahwa suatu gejala timbul karen gejala lain atau perubahan suatu variabel diakibatkan
oleh perubahan variabel tertentu. Keyakinan tentang adanya penyebaban dapat dicapai
kalau tiga kriteria penyebaban dipenuhi yaitu: adanya kovariasi, adanya urutan
kejadian, dan tiadanya faktor lain selain faktor sebab yang diamati.
Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk
menghasilkan pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala
akuntansi tertentu. Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari
hipotesis yang diajukan dan diuji alam suatu penelitian empiris.

Gambar 2.3 Contoh Penalaran Induktif dalam Akuntansi

Tatanan abstrak

Rerangka/landasan
teoritis

Hubungan teoritis

Konsep: Konsep:
Ukuran Proporsi Tingkap
perusahaan pengungkapan
sukarela

Tatanan empiris Definisi operasional

Generalisasi
Variable X: Variable Y: sebagai
Aset Hipotesis Banyaknya penalaran
pengungkapan yang induktif
diwajibkan oleh
Pengukuran
sampel Pengukuran
sampel

Sampel X Y
Pengujian hubungan secara statistis
(dengan regresi, korelasi, atau lainnya)

Sumber: Suwardjono. 2017. Teori Akuntansi Perekayasaan Laporan Keuangan Edisi


Ketiga. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA

Dari Gambar 2.3 dapat disimpulkan, untuk sampai pada proposisi diperlukan
argumen dalam bentuk rerangka atau landasan teoritis. Dalam proporsi ini. “ukuran
6
perusahaan” dan “tingkat pengungkapan sukarela” merupakan konsep sedangkan
“berasosiasi positif” merupakan hubungan yang diteorikan. Agar proporsi dapat diuji,
konsep dalam proporsi harus didefinisikan secara operasional menjadi suatu variabel
yang dapat diamati dalam dunia nyata sedangkan konsep abstrak dapat diukur. Setelah
definisi operasional diukur untuk sampel amatan, konsep-konsep yang diteorikan
direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberi notasi (misalnya X dan Y) agar analisis
data dapat dilakukan.

H. Kecohan (Fallacy)
Tujuan argumen adalah untuk mengevaluasi dan mengubah keyakinan, ada
kalanya argumen yang jelek dapat meyakinkan banyak orang. Orang sering terkecoh
oleh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan atau salah nalar argumen adalah
argumen yang dapat membujuk meskipun penalarannya mengandung cacat. Kecohan
dapat terjadi akibat strategem atau akibat salah logika.
1. Strategem
Strategem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu pernyataan,
konklusi atau posisi selain dengan mengajukan argumen yang valid. Cara-cara ini
dapat berupa persuasi tak langsung, membidik orangnya, menyampingkan
masalah, misrepresentasi, imbuhan cacah, imbauan autoritas, imbauan terhadap
tradisi, dan dilema semu (false dilemma).
a. Persuasi taklangsung merupakan strategem untuk meyakinkan seseorang
akan kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau
penalaran melainkan cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan
validitas argumen.
b. Strategem dengan cara membidik orangnya digunakan untuk melemahkan
atau menjatuhkan suatu posisi atau pernyataan dengan cara
menghubungkan pernyataan atau argumen yang diajukan seseorang
dengan pribadi orang tersebut.
c. Menyampingkan masalah dilakukan dengan cara mengajukan argumen
yang tidak bertumpu pada masalah pokok atau dengan cara mengalihkan
masalah ke masalah yang lain yang tidak bertautan.
d. Misrepresentasi biasanya digunkan untuk menyanggah atau menjatuhkan
posisi lawan dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta
baik secara halus maupun terang-terangan.

7
e. Imbauan cacah digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan
menunjukkan bahwa banyak orang yang melakukan apa yang dikandung
posisi tersebut.
f. Dalam imbauan autoritas, penalar berusaha untuk meningkatkan
kredibilitas dan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa
posisi tersebut juga dipegang oleh yang diakui sebagai ahli di bidang yang
tidak berpautan dengan masalah yang dibahas.
g. Prinsip the purpose defeats the law menjelaskan hubungan imbauan
terhadap tradisi berkaitan dengan argumenbahwa maksud baik tradisi
tidak merupakan alasan yang kuat untuk mempertahankannya atau untuk
menolak pertimbangan bukti baru kalau memang terdapat bukti kuat baru
bahwa maksud tersebut tidak valid lagi.
h. Dilema semu adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen
dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian
mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan atau mengerikan
sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang disulkan
penggagas.
2. Salah Nalar (Reasoning Fallacy)
Pada umumnya strategem digunakan dengan niat semata-mata untuk
memenangkan posisi dan bukan untuk mecari solusi yang terbaik. Argumen yang
valid selalu tidak dapat membujuk sehingga digunakan tanpa melibatkan salah
nalar. Salah nalar adalah kesalahan konklusi akibat tidak diterapkannya kaidah-
kaidah penalaran yang valid. Beberapa bentuk salah nalar adalah sebagai berikut.
a. Menegaskan Konsekuen
Berikut struktur dan contoh argumen yang valid dan salah nalar.
Valid: Takvalid:
Menegaskan antesden (modus ponens) Menegaskan konsekuen

Premis (1) : Jika A, maka B Premis (1) : Jika A, maka B


Premis (2) : A Premis (2) : B
Konklusi : B Konklusi : A

8
b. Menyangkal Antesden
Berikut struktur dan contoh argumen yang valid dan salah nalar.
Valid: Takvalid:
Menyangkal konsekuen (modus tollens) Menyangkal antesden
Premis (1) : Jika A, maka B Premis (1) : Jika A, maka B
Premis (2) : Tidak B Premis (2) : Tidak A
Konklusi : Tidak A Konklusi : Tidak B

c. Pentaksaan (Equivocation)
Berikut struktur dan contoh argumen yang valid dan salah nalar.
Kaidah: Contoh:
Premis (1) : B > C Premis (1) : Baroto lebih rajin daripada Candra
Premis (2) : A > B Premis (2) : Anton lebih rajin daripada Baroto
Konklusi : A > C Konklusi : Anton lebih rajin daripada Candra

d. Perampatan-lebih (Overgeneralization)
Salah nalar ini terjadi apabila penalar menkategorikan seseorang sebagai
anggota suatu kelompok kemudian melekatkan semua sifat atau kualitas
kelompok kepada orang tersebut.
e. Parsialitas (Partiality)
Penalar kadang-kadang terkecoh karen adia menarik konklusi hanya atas
dasar sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung
konklusi.
f. Pembuktian dengan Analogi
Analogi merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi
mempunyai kebolehjadian (likelihood) untuk benar. Dengan kata lain, bila
premis benar, konklusi atas dasar analogi belum benar. Jadi, analogi dapat
menghasilkan salah nalar.
g. Merancukan Urutan Kejadian dengan Penyebaban
Dalam diskusi sehari-hari,kesalahan yang sering dilakukan orang adalah
merancukan urutan kejadian (temporal succession) dengan penyebaban
(causation). Contoh: bila kejadian B selalu mengikuti kejadian A, orang
cenderung menyimpulkan bahwa B disebabkan oleh A. Salah nalar terjadi
bila urutan kejadian bila urutan kejadian disimpulkan sebagai

9
penyebaban. Kesalahan ini sering disebut dalam bahasa latin post hoc
ergo propter hoc (setelah ini, maka karena ini).
h. Menarik Simpulan Pasangan
Hal penting yang perlu diingat bahwa kemampuan seseorang untuk
menyajikan argumen yang mendukung atau menyangkal suatu posisi tidak
menentukan kebenaran (truth) dan ketakbenaran (falsity) konklusi
(posisi). Salah nalar terjadi kalau orang menyimpulkan bahwa suatu
konklusi salah lantaran argumen tidak disajikan dengan meyakinkan
(tidak konklusif) sehingga dia lalu menyimpulkan bahwa konklusi atau
posisi pasanganlah yang benar . kecohan ini mirip dengan bentuk salah
nalar menyangkal anteseden.

I. Aspek Manusia dalam Penalaran


Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya apabila suatu
kepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu perdebatan. Orang cenderung
bersedia menerima penjelasan sederhana atau penjelasan yang pertama kali didengar.
Sebagai manuasia, orang selalu tidak dapat mengakui kesalahan Sindroma tes klinis
dan mentalitas Djoko Tingkir dapat menghalangi terjadinya argumen yang sehat. Bila
keputusan terlanjur diambil padahal keputusan tersebut mengandung kesalahan, orang
cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagi argumrn untuk mendukung keputusan.
Karena tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap keyakinan
yang terbukti salah. Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang
dapat dipertanggungjelaskan.
Namun, apabila sikap persstensi menghalangi atau menutup diri untuk
mempertimbangkan argumen-argumen baru yang kuat dan lebih mengarah untuk
meninggalkan keyakinan atau paradigma yang tidak valid lagi, sikap persistensi
menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih bila sikap tersebut dilandasi oleh motif untuk
melindungi kepentingan tertentu (vested interest) persistensi semacam ini akan
menjadi resistensi terhadap perubahan yang pada gilirannya akan menghambat
pengembangan pengetahuan.

Referensi:
Suwardjono. 2017. Teori Akuntansi Perekayasaan Laporan Keuangan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA

10

Anda mungkin juga menyukai