Anda di halaman 1dari 11

Nama Kelompok :

1. Risna Prisilia : 08020220086


2. Shelya D Ariska : 08020220088

Resume Chapter 2

Pengertian

Dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk
dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion).
Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan
melibatkan pula proses penarikan simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian pernyataan
atau asersi.

Unsur dan Struktur Penalaran

Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu asersi (assertion),
keyakinan (belief), dan argumen (argument).

• Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa sesuatu
(misalnya teori) adalah benar. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu
sebagai elemen pembentuk (ingredient) argument dan sebagai keyakinan yang dihasilkan
oleh penalaran (berupa simpulan).
• Keyakinan adalah tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa suatu
pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau gejala (alam atau
social) adalah benar. Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karena keyakinan
menjadi objek atau sasaran penalaran dan karena keyakinan menentukan posisi (paham)
dan sikap seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi topic bahasan.
• Argument adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Argument menjadi
unsur penting dalam penalaran karena digunakan untuk membentuk, memelihara, atau
mengubah suatu keyakinan.

Asersi

Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas. Berikut beberapa contoh
dari asersi :

• Statement aliran kas bermanfaat bagi investor dan kreditor


• Informasi sumber daya manusia harus dicantumkan di neraca
• Dalam sector public, anggaran merupakan alat pengendalian dan pengawasan yang paling
andal

Beberapa asersi mengandung penguantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan beberapa
(some). Asersi yang memuat penguantifikasi semua dan tidak ada merupakan asersi universal
sedangkan yang memuat penguantifikasi beberapa merupakan asersi universal sedangkan yang
memuat penguantifikasi beberapa merupakan asersi spesifik. Penguantifikasi diperlukan untuk
menentukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalan asersi.

Interpretasi Asersi

Sangat penting memahami arti asersi untuk menentukan keyakinan terhadap kebenaran asersi
tersebut. Untuk memahami maksud asersi, orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang
subjek atau topic yang akan dibahas. Kesalahan interpretasi dapat terjadi karena dua bentuk
asersi yang berbeda dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sangat berbeda.

Jenis Asersi (Pernyataan)

Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi, asersi harus didukung oleh
bukti atau fakta. Bila dikaitkan dengan fakta pendukung, asersi dapat diklasifikasi menjadi
asumsi (assumption), hipotesis (hypothesis), dan pernyataan fakta (statement of fact).

• Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau
menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan atau asersi yang orang
bersedia untuk menerima sebagai benar untuk keperluan diskusi atau debat.
• Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini
bahwa tersebut dapat diuji kebenarannya. Untuk disebut sebagai hipotesis, suatu asersi
juga harus mengandung kemungkinan salah. Bila tidak ada kemungkinan salah, suatu
asersi akan menjadi pernyataan fakta. Teori yang kuat atau yang meyakinkan adalah teori
yang tidak hanya dapat dibuktikan salah tetapi juga yang tegar atau bertahan terhadap
segala upaya untuk membuktikan salah (to disprove).
• Pernyataan Fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat
atau bahkan tidak dapat dibantah.

Fungsi Asersi

Dalam argument, asersi dapat berfungsi sebagai premis (premise) dan konklusi (conclusion).
Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adalah asersi
yang diturunkan dari serangkaian asersi. Suatu argumen paling tidak berisi satu premis dan satu
konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya merupakan asersi, konklusi (berbentuk asersi)
dalam suatu argumen dapat menjadi premis dalam argumen yang lain.

Keyakinan
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut
benar. Keyakinan dipeoleh karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang dilekatkan
pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk
menerimanya sebagai hal yang benar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan
merupakan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat
keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menentukan mudah tidaknya
keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.

Properitas keyakinan

Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi
konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat) keyakinan sangat penting
dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen dianggap berhasil kalau argumen tersebut
dapat mengubah keyakinan. Berikut properitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen.

• Keadabenaran

Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi harus ada
benarnya (plausible). Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility) suatu asersi bergantung
pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari (the underlying
knowledge) dan pada sumber asersi (the source).

• Bukan Pendapat

Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena
berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera.

• Bertingkat

Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi milai dari
sangat meragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkat keyakinan ditentukan
oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi.

• Berbias

Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan,
dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan. Pada umumnya, bila
orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersifat objektif. Dengan bukti
objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat meyakinkan oleh orang yang
mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap agak atau kurang
meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula sebaliknya.

• Bermuatan nilai
Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah tingkat
penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang.

• Berkekuatan

Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada kebenaran
suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung dalam asersi
menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah.

• Veridical

Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas


yang dimaksud disini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini.
Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan
untuk mendukung keyakinan.

• Berketertempaan

Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah-tidaknya


keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Ketertempaan tidak
memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih
memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti.

Argumen

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argument sering digunakan secara keliru untuk menunjuk
ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute), atau bahkan pertengkaran mulut. Dalam
pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif.

Anatomi Asersi

Asersi berkaitan dengan yang lain dalam bentuk inferensi atau penyimpulan. Asersi dapat
berfungsi sebagai premis atau konklusi (atau asersi kunci) yang merupakan komponen argument.
Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara eksplisit kata-kata indikator sehingga
tidak dapat segera diidentifikasi mana premis dan mana konklusi. Akibatnya, sulit untuk
menentukan mana asersi yang mendukung dan mana asersi yang didukung sehingga dapat timbul
berbagai interpretasi terhadap argumen.

Jenis argumen

Berbagai karakteristik dapat digunakan sebagai basis untuk mengklasifikasikan argumen.


Misalnya argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan argumen tak langsung, formal dan
informal, serta meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjau dari bagaimana penalaran
(reasoning) diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan klasifikasi yang sangat penting.
Salah satu jenis argumen yang lain adalah argumen dengan analogi.
Argumen Deduktif

Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan
umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen
deduktif disebut juga argumen logis (logical argument) sebagai pasangan argumen ada benarnya
(plausible argument). Argumen logis adalah argumen yang asersi konklusi nya tersirat (implied)
atau dapat diturunkan/dideduksi dari (deduced from) asersi-asersi lain (premis-premis) yang
diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premis-premisnya benar konklusinya harus benar
(valid). Kebenaran konklusi tidak selalu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas (truth). Hal
inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa
fakta.

Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma
terdiri atas tiga komponen yaitu premis major (major premise), premis minor (minor premise),
dan konklusi (conclusion). Dalam akuntansi, premis deduktif digunakan untuk memberi
keyakinan tentang simpulan-simpulan yang diturunkan dari premis yang dianut. Dalam teori
akuntansi, premis major sering disebut sebagai postulat (postulate). Sebagai penalaran logis,
argument-argumen yang dihasilkan dengan pendekatan deduktif dalam akuntansi akan
membentuk teori akuntansi.

Evaluasi Penalaran Deduktif

Tujuan utama mengevaluasi argumen adalah untuk menentukan apakah konklusi argumen benar
dan meyakinkan. Untuk menilai suatu argumen deduktif (logis), ada 4 pertanyaan yang harus
dijawab yaitu :

1. Apakah tia lengkap ?


2. Apakah artinya jelas ?
3. Apakah tia valid ? (Apakah konklusi mengikuti premis ?)
4. Apakah premis dapat dipercaya (diterima) ?

Keempat pertanyaan di atas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri atas kelengkapan, kejelasan,
kesahihan, dan kepercayaan. Apabila jawaban untuk keempat pertanyaan di atas adalah positif
(ya), maka konklusi memberi keyakinan tentang kebenarannya.

Argumen Induktif

Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir dengan
pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus tersebut. Argumen induktif
lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible argument). Dalam argumen ada benarnya
(plausible), konklusi merupakan generalisasi dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk
meyakinkan bahwa probabilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi.cukup tinggi
atau sebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikelihood). Dalam
penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi.
Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan (probabilitas) tertentu. Artinya, jika
premis benar, konklusi tidak selalu benar (not necessarily true).

Argumen dengan Analogi

Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang menurunkan konklusi atas dasar kesamaan atau
kemiripan (likeness) karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur (sistem) suatu objek yang
disebutkan dalam suatu asersi. Analogi bukan merupakan suatu bentuk pembuktian tetapi
merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai kebolehjadian
untuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atau dasar analogi belum tentu benar.

Walaupun analogi banyak digunakan dalam argumen, argumen semacam ini banyak
mengandung kelemahan. Perbedan-perbedaan penting yang mempengaruhi (melemahkan)
konklusi sering tersembunyi atau disembunyikan. Perbedaan sering lebih dominan daripada
kemiripan. Dalam analogi nahkoda misalnya, warga dalam kapal jumlahnya lebih kecil dan tidak
terdapat lembaga perwakilan seperti dalam Negara. Karena bukan merupakan pembuktian,
analogi sering disalahgunakan untuk pembuktian sebagai cara untuk mengecoh orang.

Argumen Sebab-Akibat

Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu merupakan salah satu bentuk argumen
yang disebut argumen dengan penyebaban (argument by causation) atau generalisasi kausal
(causal generalization). Untuk dapat menyatakan adanya hubungan kausal perlu diadakan
pengujian tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kaidah untuk menguji adanya hubungan kausal
adalah apa yang disebut kaidah kecocokan (method of agreement), kaidah kecocokan negatif
(negative canon of agreement), dan kaidah perbedaan (method of difference).

• Kaidah keccocokan menyatakan bahwa jika dua kasus (atau lebih) dalam suatu fenomena
mempunyai satu dan hanya satu kondisi atau faktor yang sama (C), maka kondisi tersebut
dapat menjadi penyebab timbulnya gejala (Z).
• Kaidah kecocokan negatif menyatakan bahwa jika tiadanya suatu faktor (C) berkaitan
dengan tiadanya gejala (Z), maka ada bukti bahwa hubungan faktor dan gejala tersebut
bersifat kausal.
• Kaidah perbedaan menyatakan bahwa jika terdapat dua kasus atau lebih dalam suatu
fenomena, dan dalam salah satu kasus suatu gejala (Z) muncul sementara dalam kasus
lainnya gejala tersebut (Z) tidak muncul; dan jika faktor tertentu (C) terjadi ketika gejala
tersebut (Z) muncul, dan faktor tersebut (C) tidak terjadi ketika gejala tersebut (Z) tidak
muncul; maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan kasual antara faktor (C) dan
gejala (Z) tersebut.

Kriteria Penyebaban
Kaidah perbedaan sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk menguji secara eksperimental
apakah memang terdapat hubungan kasual. Akan tetapi, kaidah tersebut belum sepenuhnya
meyakinkan karena mungkin ada faktor lain selain (C) yang menyebabkan gejala Z terjadi. Oleh
karena itu, untuk menguji dan menyatakan bahwa suatu faktor atau variabel (C) menyebabkan
suatu gejala atau variabel lain (Z) terjadi, tiga kriteria berikut harus dipenuhi.

1. C dan Z bervariasi bersama. Bila C berubah, Z juga berubah


2. Perubahan C terjadi sebelum atau mendahului perubahan Z terjadi
3. Tidak ada faktor lain selain C yang mempengaruhi perubahan Z

Penalaran Induktif dalam Akuntansi

Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan pernyataan
umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu. Pernyataan-pernyataan
umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji dalam suatu penelitian
empiris. Conto hasil penalaran induktif (generalisasi) antara lain:

• Perusahaan besar memilih metoda akuntansi yang menurunkan laba


• Tingkat likuiditas perusahaan perdagangan lebih tinggi daripada tingkat likuiditas
perusahaan pemanufakturan
• Tingkat solvensi berasosiasi positif dengan probabilitias kebankrutan perusahaan.

Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan karakteristik populasi atas dasar karakteristik
sampel melalui pengjuian statistiss.

Kecohan (Fallacy)

Dalam kehidupan sehari-hari (baik akademik maupun nonakademik), acapkali dijumpai bahwa
argumen yang jelek, lemah, tidak sehat, atau bahkan tidak masuk akal ternyata mampu
meyakinkan banyak orang sehingga mereka terbujuk oleh argumen tersebut padahal seharusnya
tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyak praktik, perbuatan, atau tindakan dalam masyarakat yang
dilandasi oleh teori atau lasan yang tidak sehat.

Persuasi Taklangsung

Persuasi taklangsung merupakan strategem untuk meyakinkan seseorang akan kebanaran suatu
pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran melainkan meliputi cara-cara yang
sama sekali tidak berkaitan dengan validitas argumen.
Membidik Orangnya

Strategem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau pernyataan
dengan cara menghubungkan pernyataan atau argumen yang diajukan seseorang dengan pribadi
orang tersebut.

Menyampingkan Masalah

Strategem ini dilakukan dengan cara mengjukan argumen yang tidak bertumpu pada masalah
pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lain yang tidak bertautan. Hal ini
sering dilakukan orang jika dia (karena sesuatu hal) tidak bersedia menerima argumen yang
dipegangnya.

Misrepresentasi

Strategem ini digunakan biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi lawan dengan
cara memutabalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun terang-terangan.
Hal ini dilakukan dengan cara misalnya: mengekstremkan posisi lawan, menyalahartikan maksud
baik posisi lawan, atau menonjolkan kelemahan dan menyembunyikan keunggulan argumen
lawan.

Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari partai A mengajukan argumen untuk mendukung
agar pemerintah mengurangi anggaran untuk pertahanan dan menambah anggaran untuk
pendidikan. Anggota dari partai B, sebagai penyanggah, menuduh anggota dari partai A ingin
menghancurkan militer dan menempatkan negara pada kondisi kurang aman. Ini merupakan
misrepresentasi dengan mengekstremkan posisi lawan.

Imbauan Cacah

Strategem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan menunjukkan bahwa
banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi tersebut. Sebagai contoh, suatu kelompok
memegang posisi untuk membolehkan penikan harga kontrak atau tender karena banyak rekanan
melakukan hal tersebut. Dalam promosi produk, pengiklan membuat klaim “sembilan dari
sepuluh bintang film menggunakan sabun merk X” untuk membujuk konsumer agar membeli
sabut tersebut. Imbauan cacah didasarkan pada asumsi bahwa majoritas orang melakukan suatu
hal atau popularitas suatu hal menunjukkan bahwa hal tersebut adalah benar atau tidak dapat
salah.
Imbauan Autoritas

Strategem ini mirip dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang atau popularitas
diganti dengan autoritas. Strategem ini dapat juga dianggap sebagai salah satu jenis argumen ad
hominem (membidik orangnya).

Dilema Semu

Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen dengan cara
menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian mengkarakterisasi alternatif lain sangat
jelek, merugikan, atau mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang
diusulkan penggagas.

Imbauan Emosi

Daya bujuk argumen sering dicapai dengan cara membaurkan emosi dengan nalar. Pendeknya,
daya nalar orang dimatikan dengan cara menggugah emosinya. Membidik orangnya atau
imbauan autoritas sebenarnya merupakan salah satu bentuk imbauan emosi. Dengan menggugah
emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeser dukungan nalar validitas argumennya
dengan motif. Dengan taktik ini, emosi orang yang dituju diagitasi sehingga dia merasa tidak
enak untuk tidak menerima alsan yang taklayak.

Salah Nalar

Suatu argumen boleh jadi tidak meyakinkan atau persuasif karena argumen tersebut tidak
didukung dengan penalaran yang valid. Dengan kata lain, argumen menjadi tidak efektif karena
tidak mengandung kesalahan struktur logika atau karena tidak masuk akal. Salah nalar terjadi
apabila penyimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang vaid. Jadi, salah nalar
adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan simpulan sehingga
simpulan menjadi salah atau tidak valid.

Menegaskan Konsekuen

Telah disinggung sebelumnya bahwa agar argumen valid maka tia harus mengikuti kaidah
menagaskan antesedn. Bila simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan konsekuan,
akan terjadi salah nalar.
Menyangkal anteseden

Kebalikan dari salah nalar mengaskan konsekuen adalah menyangkal anteseden. Suatu argumen
yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusi ditarik mengikuti kaidah
menyangkal konsekuen.

Pentaksaan (Equivocation)

Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunya makna yang
berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya. Dapat juga, salah nalar
terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengan konteks premis lainnya.

Perampatan-Lebih

Perampatan atau generalisasi itu sendiri bukan merupakan salah nalar. Kemampuan
merampatkan merupakan suatu kemampuan intelektual yang sangat penting dalam
pengembangan ilmu. Misalnya, adalah bila derajat perampatan begitu ekstrem sehingga
mengabaikan kemungkinan bahwa apa yang diamati merupakan peluar atau pengecualian.

Aspek Manusia Dalam Penalaran

Strategem dan salah nalar yang dibahas belum mencakup semua strategem dankecohan yang
mungkin terjadi. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementara itu tidak
semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas.

Mentalitas Djoko Tingkir

Bila kepentingan mengalahkan nalar sebagaimana digambarkan dalam kasus Galileo diatas,
maka pengambangan imu pengetahuan dapat terhambat danpada gilirannya praktik kehidupan
yang lebih baik juga iku terhambat. Budaya Djoko Tingkir digunakan untuk menggambarkan
lingkungan akademik atau profesi seperti ini karenan konon perbuatan Djoko Tingkir yang tidak
terpuji harus dibuat menjadi terpuji dengan cara mengubah skenario yang sebenarnya terjadi
semata-mata untuk menghormatinya karena dia bakal menjadi raja.

Persistensi
Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama melekat dalam rerangka
pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu keyakinan dan menggantikannya dengan
yang baru. Dengan kata lain, orang sering berteguh atau persisten terhadap keyakinannya
meskipun terdapat argumen yang kuat bahwa keyakinan tersebut sebenarnya salah sehingga dia
seharusnya melepaskan keyakinan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai