PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian teori akuntansi dalam buku Suwardjono difokuskan pada
pengertian teori sebagai suatu penalaran logis untuk menjelaskan bagaimana suatu
standar akuntansi diturunkan, dikembangkan, atau dipilih. Penalaran sangat penting
perannya dalam belajar teori akuntansi karena teori akuntansi menuntut kemampuan
penalaran yang memadai. Teori akuntansi banyak melibatkan proses penilaian
kelayakan dan validitas suatu pernyataan dan argumen. Penalaran memberi keyakinan
bahwa suatu pernyataan atau argumen layak untuk diterima atau ditolak. Penalaran
logis merupakan salah satu sarana untuk memverifikasi validitas suatu teori.
Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berfikir logis yang
menjadi basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap
(attitude) ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalam
menemukan kebenaran ilmiah. Sikap ilmiah membentengi sikap untuk memecahkan
masalah secara serampangan, subjektif, pragmatik, dan emosional. Karena pentingnya
masalah penalaran ini, bab ini membahas secara khusus pengertian penalaran dan
berbagai aspeknya serta aplikasinya dalam akuntansi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan definisi dari penalaran (Reasoning)
2. Menjelaskan unsur dan struktur penalaran
3. Menjelaskan asersi (assertion), keyakinan (belief), dan argumen (argument)
4. Menjelaskan tentang kecohan (Fallacy)
5. Menjelaskan tentang salah nalar (Reasoning Fallacy)
6. Menjelaskan aspek manusia dalam penalaran
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui dan menambah wawasan
pembaca dalam memahami penalaran didalam teori akuntansi berdasarkan:
1. Pengertian penalaran (reasoning).
2. Unsur dan struktur penalaran.
3. Asersi, keyakinan, argumen, kecohan.
4. Salah nalar serta aspek manusia dalam penalaran.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Menurut Nickerson : "Reasoning encompasses many of the processes we use to form and
evaluate beliefs – beliefs about the world, about people, about the truth or falsity of
claims we encounter or make. It involves the production and evaluation of arguments, the
making of inferences and the drawing of conclusions, the generation and testing of
hypotheses. It requires both deduction and induction , both analysis and synthesis, and
both criticality and creativity.
Menurut Suwarjono: "Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk
membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (beliefs) terhadap suatu pernyataan atau
asersi.
C. ASERSI
Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas, biasanya dalam
bentuk kalimat. Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak
ada (no) dan beberapa (some). Berdasar kuantifikasinya asersi dibagi dua, yaitu :
1. Asersi universal (semua dan tidak ada)
2. Asersi spesifik (beberapa, sedikit, banyak, sebagian besar atau bilangan tertentu)
Interpretasi Asersi
Untuk menerima kebenaran asersi harus dipastikan dulu apa arti atau maksud asersi.
Untuk memahami maksud asersi orang harus mempunyai pengetahuan tentang
subjek/topi yang sedang dibahas. Kesalahan intrepretasi dapat terjadi karena dua bentuk
asersi yang berbeda dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sanagat berbeda.
Fungsi Asersi
Dalam argumen asersi dapat berfungsi sebagai premis atau konklusi. Premis adalah asersi
yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adalah asersi yang
diturunkan dari serangkaian asersi.
D. KEYAKINAN (BELIEFS)
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi
tersebut benar.
Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi
konklusi penalaran. Pemahaman terhadap properitas(sifat) keyakinan sangat penting
dalam mencapai keberhasilan argumen. Berikut beberapa properitas keyakinan yang perlu
disadari dalam berargumen.
1. Keadabenaran(plausibility) Keadabenearan suatu asersi bergantung pada apa yang
diketahui tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari (the underlying
knowledge) dan pada sum,ber asersi (the source).
2. Bukan Pendapat keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau
dibuktikan secara objektif apakah salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan
menghasilkan kesepakatan oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta
objektif.
3. Bertingkat keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tapi
bergradasi mulai dari sangat meragukan sampai sangat meyakinkan (convincing).
4. Berbias keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan atau kepentingan pribadi
yang karena suatu hal perlu dipertahankan.
5. Bermuatan Nilai adalah tingkat penting-tidaknya sesuatu keyakinan perlu dipegang
atau dipertahankan seseorang.
6. Berkekuatan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada kebenaran
suatu asersi.
7. Veridikal adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas.
8. Berketertempaan(malleability) berkaitan dengan mudah-tidaknya keyakinan tersebut
berubah dengan adanya informasi yang relevan.
Berketempaan
Ketertempaan (malleabillity) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah
tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Berbeda dengan
veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan
realitas teteapi lebih memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah
oleh bukti. Kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang
keyakinan,lamanya keyakinan telah dipegang (baik secara pribadi maupun secara
sosial/umum), dan konsenkuensi perubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu
argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk
berubah.
E. ARGUMEN
Istilah argumen sering digunakan secara keliru untuk menunjuk ketidakdepakatan,
perselisihan pendapat (dispute), atau bahkan pertengkaran mulut (Jawa:padu). Dalam
pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif. Orang yang suka bertengkar dan ingin
menangnya sendiri akan menikmati dan memburuknya tetapi orang yang ingin mencari solusi
atau alternatif pemecah masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif,
argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti
rasional tentang suatu sersi. Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu
gagasan atau pandangan, dia biasanya menawarkan suatu argumen. Argumen dalam arti
positif selalu dijumpai dalam bacaan, percakapan, dan didalam diskusi ilmiah. Argumen
merupakan bagian penting dalam pengembangan pengetahuan. Agar memberi keyakinan,
argumen harus dievaluasi kelayakan atau validitasnya.
Anatomi Argumen
Argumen terdiri atas serangkaian asersi. Asersi berkaitan dengan yang lain dalam
bentuk inferensi atau penyimpulan. Sersi dapat berfungsi sebagai premis atau konklusi (atau
asersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini adalah beberapa contoh
argumen (beberapa argumen dalam akuntansi):
Merokok adalah penyebab kanker karena kebanyakan penderita kanker adalah
perokok.
Jika suatu bianatng menyusui, maka binatang tersebut mempunyai paru-paru karena
semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.
Kreditor adalah pihak yang dituju oleh pelaoran keuangan sehingga statmen keuangan
harus memuat informasi tentang kemampuan membayar utang.
Karena akuntansi menekankan subtasni daripada bentuk, statmen kauangan beberapa
perusahaan yang secara yuridis terpisah tapi secra ekonomik merupakan satu
perusahaan terus konsolidasi.
Karena akuntansi menganut kesatuan usaha ekonomik, beberapa perusahaan yang
secara yuridis terpisah harus dianggap sebagai satu kesatuan kalau perusahaan-
perusahaan tersebut ada di bawah satukendali. Oleh karena itu, laporan konsolidasian
harus disusun oleh perusahaan pengendali.
Indikator konklusi Indikator premis
Inggris Indonesia Inggris Indonesia
So Karena itu jadi, Since Oleh karena
Lhus maka Dengan For Karena, mengingat
Therefore demikian Oleh Because Karena
Hence karena itu Assuming that Dengan asumsi bahwa
Be cocluded that Oleh karena itu For the reason that Dengan alasan bahwa
Consequently Disimpulkan bahwa
Sebagai akibatnya
Premis dan konklusi dapat diidentifikasikan oleh kaidah Caderblom dan Pauselen
(1986) disebut principle of charitable interpretation (prinsip interprestasi pendukung.
Prinsip ini menyatakan bahwa bila terdapat lebih dari satu interprestasi terhadap suatu
argumen, argumen harus diinterprestasikan sehingga premis-premis yang terbentuk
memberi dukungan paling kuat terhadapkonklusi yang dihasilkan.
Jenis Argumen
Argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan tak langsung, formal dan
informal, serta meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjau dari bagaimana
penalaran (reasoning) diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan klasifikasi
yang sangat penting dalam pembahasan buku ini. Dalam hal ini argumen dapat
dibedakan menjadi argumen deduktif dan argumen induktif.
Argumen Deduktif
Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu
pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan
(konklusi), argumen deduktif disebut juga argumen logis (logical argumen) sebagai
pasangan argumen ada benarnya (plausible argument). Argumen logis adalah argumen
yang asersi konklusinya tersirat atau dapat diturunkan/didedukasi dari asersi-asersi lain
yang diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premis-premisnya benar konklusi
mereflesi realitas. Hal inilah yang membedkan argumen sebagai bukti rasional dan bukti
fisis/langsung/empiris berupa fakta.
Evaluasi Penalaran Deduktif
Tujuan utama mengevaluasi argumen adalah untuk menentukan apakah konklusi argumen
benar dan meyakinkan. Untuk suatu argumen deduktif (logis), Nickerson (1986)
mengajukan empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:
1. Apakah tia lengkap?
2. Apakah artinya jelas?
3. Apakah tia valid? (apakah konklusi mengikuti premis?
4. Apakah premis dapat dipercaya (diterima)?
Keempat pertanyaan diatas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri atas kelengkapan,
kejelasan, keasahihan, dan kepercayaan. Apabila jawaban untuk keempat pertanyaan di
atas positif (ya), maka konklusi memberi keyakinan tentang kebenrannya.
Penalaran Deduktif Dalam Akuntansi
Investor dan kreditor merupakan pengambil
Premis 1 keputusan dominan dalam perekonomian
yang didasarkan pada mekanisme pasar
Argumen Induktif
Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan
berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus
tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis, argumen
induktif lebih bersifat sebagai arrgumen ada benarnya. Dalam argumen logis, konklusi
merupakan generalisasi dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk
meyakinkan bahwa probabilitas atau kebolehjadian kebenaran konklusi cukup tinggi
atau sebaliknya. Ketidakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya.
Argumen Dengan Analogi
Argumen induktif sebenarnya merupakan salah satu jenis penalaran
nondeduktif. Salah satu penalaran nondeduktif lainnya adalah argumen dengan
analogi. Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang ,enurunkan konklusi atas
dasar kesamaan atau kemiripan karakteristik, pola, fubgsi, atau hubungan unsur suatu
objek yang disebutkan dalam suatu asersi. Analogi bukan merupakan suatu bentuk
pembuktian tetapi merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi
mempunyai kebolehjadian untuk benar.
Argumen Sebab-Akibat
Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu merupakan salah
bentuk argumen yang disebut argumen dengan penyebaban atau generelisasi kausal.
Hubungan penyebaban biasanya dinyatakan dalam struktur “X menghasilkan Y” atau
“X memaksa Y terjadi” atau “X menyebabkan Y terjadi” atau “Y terjadi akibat X”
atau “Y berubah karena X berubah”. Tetapi pernyataan tersebut sebenarnya hanyalah
cara memverbalkan bahwa A bervariasi atau berasosiasi dengan B tetapi tidak
menunjukkan bahwa apa yang sebenarnya terjadi merupakam hubungan kausal.
Penalaran Induktif dalam Akuntansi
Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk
menghasilkan pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala
akuntansi tertentu. Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari
hipotesis yang diajukan dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis
merupakan generalisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris
konsisten dengan (mendukung) generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut
menjadi teori yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi.
Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan karakteristik populasi atas
dasar karakteristik sampel melalui pengujian statistis. Misalnya, suatu teori harus
diajukan untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan luas atau banyak-nya
pengungkapan dalam statemen keuangan antar perusahaan. Teori tersebut misalnya
dinyatakan dalam perayataan umum (proposisi) terakhir dalam daftar diatas yaitu
ukuran perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela.
Untuk sampai pada proposisi dalam contoh tersebut, tentu saja diperlukan
argumen dalam bentuk rerangka atau landasan teoretis. Dalam proposisi ini, ukuran
perusahaan" dan "tingkat pengungkapan sukarela" merupakan konsep .Agar
sedangkan "berasosiasi positif" merupakan hubungan yang diteorikan. Agarproposisi
dapat diuji, konsep dalam proposisi harus didefinisi secara operasional menjadi suatu
variabel yang dapat diamati dalam dunia nyata sehingga konsep abstrak dapat diukur
Gambar 2.11
Contoh Penalaran Induktif dalam Akuntansi
Tataran abstrak
Rerangka /landasan
teoretis
Hubungan teoritis
Proposisi
Generalisasi
Sebaga
i
Tataran Definisi penala
empiris operasional ran
induktif
Pengukuran Pengukuran
Variabel X : Aset sampel sampel
Variabel Y: Banyaknya
Hipotesis pengungkapan yang tidak
diwajibkan oleh standar
Y
sampel X
Pengujian hubungan secara statistis
(dengan regresi ,korelasi atau lainnya)
Setelah definisi operasional diukur untuk sampel amatan, konsep-konsep yang
diteorikan direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberi notasi (misalnya X dan Y)
agar analisis data mudah dilakukan. Untuk menguji hipotesis, hubungan antara
variabel diuji dengan alat statistis tertentu (misalnya regresi). Bila pengujian secera
statistis menunjukkan bahwa hubungan antara variabel secara statistis signifikan,
berarti ada keyakinan tinggi (misalnya tingkat keyakinan 959%) bahwa teori yang
diajukan didukung secara empiris sehingga dapat dilaku- kan generalisasi. Dari
contoh di atas, generalisasi secara formal dapat dinyatakan dalam penalaran induktif
sebagaimana tampak pada argumen di bawah ini.
Premis : Pengamatan (sampel) menunjukkan bahwa makin besar aset perusahaan
makln banyak butir pengungkapan yang disajikan perusahaan dalam statemen
keuangan. Hubungan inl secara statistis slgnlfkan pada a = 0,05.
Konklusi : Ukuran atau besar-keclnya (size) perusahaan berasosiasi posif dengan
tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam statemen
keuangan. Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi normatif
biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi positif biasanya
berbasis penalaran induktif. Secara umum dapat dikatakan bahwa teori akuntansi
sebagai penalaran logis bersifat normatif, sintaktik, semantik, dan deduktif sementara
teori akuntansi sebagai sains bersifat positif, pragmátik, dan induktif .
F. KECOHAN (FALLACY)
Dalam kehidupan sehari-hari (baik akademik maupun nonakademik), acapkali dijumpai
bahwa argumen yang jelek, lemah, tidak sehat, atau bahkan tidak masuk akal ternyata
mampu meyakinkan bạnyak orang sehingga mereka terbujuk oleh argumen tersebut
padahal seharusnya tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyak praktik, perbuatan, atau
tindakan dalam masyarakat yang dilandasi oleh teori atau alasan yang tidak sehat.
Akibatnya praktik itu sendiri menjadi tidak sehat. Cederblom dan Paulsen (1986)
membahas hal ini dengan mengajukan pertanyaan:Why are bad aiguments sometimes
convincing?" Pertanyaan tentang adanya kecohan penalaran dalam akuntansi misalnya
adalah "Mengapa istilah yang salah banyak dipakai orang?
Telah dibahas sebelumnya bahwa keyakinan mempunyai beberapa sifat yang menjadikan
perubahan atau pemertahanan keyakinan tidak semata-mata dilandasi oleh validitas dan
kekuatan argumen tetapi juga oleh faktor manusia. Dalam kasus tertentu (bahkan dalam
konteks ilmiah atau akademik), manusia lebih terbujuk atau terkecoh oleh emosi atau
kepentingan pribadi daripada logika. Dengan kata lain, keyakinan tidak selalu diperoleh
melalui argumen logis atau akal sehat. Apapun faktor yang menyebabkan, bila terdapat
suatu asersi yang nyatanya membujuk dan dianut banyak orang padahal seharusnya tidak
lantaran argumen yang diajukan mengandung cacat (faulty), maka pasti terjadi kesalahan
yang disebut kecohan atau salah nalar (fallacy). Cederblom dan Paulsen (1986)
mendefinisi pengertian kecohan sebagai berikut:
A fallacy is a kind of argument or appeal that tends to persuade us, even though it is
faulty. .. Fallacies are arguments thal tend o persuade but should not persuade (hlm.
102).
Stratagem (Ralat: selanjutnya kata strategem seharusnya ditulis stratagem)
Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan orang
dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal (reasonable
argument). Stratagem merupakan salah satu bentuk argumen karena merupakan upaya
untuk menyakinkan seseorang agar dia percaya atau bersedia mengerjakan sesuatu.
Berbeda dengan argumen yang valid, stratagem biasanya digunakan untuk membela
pendapat yang sebenarnya keliru atau lemah dan tidak dapat dipertahan kan secara
logis. Karenanya, stratagem dapat mengandung kebo- hongan (deceit) dan muslihat
(trick). Biasanya, stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memaksakan
kehendak, membujuk orang agar meyakini sesuatu, menjadikan hal yang tidak
baik/benar kelihatan baik/benar, atau menja tuhkan lawan bicara dalam debat atau
perselisihan. Berikut ini dibahas beberapa strategem yang sering dijumpai dalam
diskusi atau perdebatan baik politis maupun akademik.
Persuasi Tak langsung
Persuasi taklangsung merupakan strategem untuk menyakinkan seseorang akan
kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran
melainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitas
argumen. Contoh persuasi taklangsung banyak dijumpai dalam periklanan
(advertising). Untuk membujuk agar orang mau membeli produk, orang tidak
disuguhi argumen tentang mengapa produk tersebut berkualitas melainkan ditunjuki
pemandangan babwa seorang selebritis 'menggunakan produk tersebut. Harapannya
adalah orang yang tidak menggunakan produk akan merasa bahwa dia tidak termasuk
dalam golongan yang bergaya hidup selebritis.
Membidik Orangnya
Strategem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau
pernyataan dengan cara menghubungan pernyataan atau argumen yang diajukan
seseorang dengan pribadi orang tersebut. Alih-alih mengajukan kontra-argumen
(counter-argunent) yang lebih valid, pembicara mengajukan kejelekan atau sifat yang
kurang menguntungkan dari lawan berargumen. Taktik ini sering disebut argumentum
ad hominem.
Menyampingkan Masalah
Strategem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpu pada
masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lain yang
tidak bertautan. Hal ini sering dilakukan orang jika dia (karena sesuatu hal) tidak
bersedia menerima argumen yang dia tahu lebih valid dari argumen yang
dipegangnya. Penyampingan masalah ini juga merupakan salah satu contoh salah
nalar karena penyampingan dilakukan dengan memberi penjelasan yang tidak
menjawab masalah.
Strategem penyampingan masalah (avoiding the issue) sering digunakan oleh
politikus untuk menghidari pertanyaan yang dapat memalukannya dalam suatu jumpa
pers dengan cara menyalah artikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
disalahartikan tersebut. Penyampingan masalah pokok sering disebut dengan taktik
red herring dalam perdebatan politik untuk menutupi atau menghindari kekalahan
dalam argumen. Red herrirg adalah praktik dalam perburuan untuk menghalangi
anjing pelacak membaui sasaran dengan cara memasang ikan herring melintang pada
jalan setapak atau jejak (trail).
Misrepresentasi
Strategem ini digunakarı biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi lawa
dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun
terang- terangan. Hal ini dapat dilakukan denga cara misalnya:Mengekstremkan posisi
lawan ,menyalah artikan maksud posisi lawan atau menonjolkan kelemahan dan
menyembunyikan keunggulan argunmen .
Imbauan Cacah
Strategem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengah
menunjukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisl tersebut.
Sebagai contoh, suatu kelompok memegang posisi untuk membolehkan penaikan
harga (mark-up) kontrak atau tender karena banyak rekanan melakukan hal tersebut.
Dalam promosi produk, pengiklan membuat klaim "Sembilan dari sepuluh bintang
film nenggunakan sabun merek X" untuk membujuk konsumer agar membeli sabun
tersebut, Imbauan cacah (appeal to number) didasarkan pada asumsi bahwa majoritas
orang melakukan suatu hal atau popularitas suatu hal menunjukkan bahwa hal tersebut
adalah benar atau tidak dupat salah. Mengajukan asumsi ini untuk mendukung posisi
tidak sama dengan mengaJukan argumen tetapi lebih merupakan strategem.
Imbauan Autoritas
Strategem ini mirip dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang atau
popularitas diganti dengan autoritas. Strategem ini dapat juga dianggap sebagai salah
satu jenis argumen ad hominem (membidik orangnya). Argumen membidik orangnya
yang dibahas sebelumnya berusaha menjatuhkan daya bujuk argumen imbauan
autoritas, dengan menjatuhkan kredibilitas penggagasnya. Dengan imbauan autoritas
orang berusaha meningkatkan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa
posisi tersebut dipegang oleh orang yang mempunyai autoritas dalam masalah
bersangkutan tanpa menunjukkan bagaimana autoritas bernalar.
Berkaitan dengan strategem ini adalah imbauan autoritas yang tidak tepat (appeal to
inappropriate authority). Dengan taktik ini, penalar berusaha untuk meningkatkan
kredibilitas dan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa posisi tersebut
juga dipegang oleh orang yang diakui sebagai ahli di bidang yang tidak berpautan
dengan masalah yang dibahas.
Imbauan Tradisi
Dalam beberapa hal, orang sering mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu semata-
mata karena memang begitulah cara yang telah lama dikerjakan orang. Dalam dunia
ilmiah atau akademik, orang sering memegang suatu keyakinan dengan mengajukan
argumen bahwa memang demikianlah orang-orang mempunyai keyakinan. Namun,
kenyataan bahwa sesuatu telah lama dikerjakan dengan cara tertentu di masa lampau
tidak dengan sendirinya menjadi argumen untuk meneruskan cara tersebut khususnya
kalau terdapat cara lain yang terbukti valid atau baik (secara rasional dan praktis)
Imbauan terhadap tradisi juga mempunyai justifikasi seingga tradisi tidak dapat
ditinggalkan begitu saja. Akan tetapi, justifikasi tersebut dapat menjadi kecohan kalau
dipaksakan secara membabi buta. Hal yang perlu dicatat dalam kaitannya dengan
argumen ini adalah bahwa maksud baik tradisi tidak merupakan alasan yang kuat
untuk mempertahankannya atau untuk menolak mempertimbangkan bukti baru kalau
memang terdapat bukti kuat baru bahwa maksud tersebut tidak lagi valid. Prinsip ini
sering disebut the purpose defeats the law.
Dilema Semu
Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen
dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian
mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau mengerikan sehingga
tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang diusulkan penggagas. Misalnya, dalam
suatu perdebatan tentang amandemen udang-undang dasar, seorang anggota fraksi
mengatakan (untuk meyakinkan anggota dewan yang lain):
"Kita harus menyetujui amandemen Ini atau negara kita akan hancur.
Imbauan Emosi
Apa yang dibahas sebelumnya adalah stratagem yang semata-mata menggunakan
muslihat (trick) yang oleh Cederblom dan Paulsen (1986) disebut tipu daya
(kecekatan) tangan yesulap (sleight of hand) tanpa melibatkan emosi pihak yang
dituju. Daya bujuk argumen sering dicapai dengan cara membaurkan emosi dengan
nalar (disebut confusing emotion with reason atau motive in place of suppori).
Pendeknya, daya nalar orang dimatikan dengan cara menggugah emosinya. Membidik
orangnya (argumen ad hominem) atau imbauan autoritas sebenarnya merupakan salah
satu bentuk imbauan emosi.
Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeser dukungan
nalar (support) validitas argumennya dengan motif (motive). Dua stratagem yang
dapat digunakan untuk mencapai hal ini adalah imbauan belas kasih (appeal to pity)
dan imbauan tekanan/kekuasaan (appeal to force).
Menyangkal Anteseden
Kebalikan dari salah nalar menegaskan konsekuen adalah menyangkal
anteseden.Menyangkal Antesedeneden Suatu argumen yang mengandung penyangkalan
akan valid apabla konklusaltarik mengikuti kaidah menyangkal konsekuen (denying the
atau modus tollens). Bila simpulan diambil dengan struktur premis yang menyangkal
anteseden, simpulan akan meniadi tidak valid. Berikut struktur dan contoh argu-men yang
valid dan salah nalar.
Pentaksaan (Equivocation)
Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu menpunyai makna
yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam prémis lainnya. Dapat juga,
salah nalar terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengan konteks premis
lainnya. Secara struktural, argumen di atas menjadi salah nalar karena kata nothing dalam
premis major, nothing bermakna tidak ada satupun dari himpunan objek yang memenuhi
syarat sehingga kebahagiaan abadi adalah satu – satunya yang terbaik. Sementara itu
nothing dalam premis minor bermakna tidak tersedianya anggota lain dalam himpunan
yang didalamnya ham sandwhich bukan satu – satunya yang terbaik. Jadi, nothing dalam
premis major mensyiratkan kebahagiaan abadi adalah satu – satunya yang terbaik.
Sementara itu, nothing dalam premis minor mensyiratkan ham sandwich sebagai sesuatu
yang terjelek sehingga konsklusi tidak masuk akal atau tidak valid. Salah nalar seperti ini
terjadi karena penalar bermaksud menerapkan kaidah transivitas, tetapi tidak memenuhi
syarat. Transivitas dan contoh dapat dinyatakan sebagai berikut :
Kaidah Contoh :
Premis (1) : B < C Premis (1) : baroto lebih rajin daripada candra
Premis (2) : A > B Premis (2) : anton lebih rajin daripada baroto
Persistensi
Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama
melekat dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu
keyakinan dan menggantinya dengan yang baru. Dengan kata lain, orang sering
berteguh atau persisten terhadap keyakinannya meskipun terdapat argumen yang kuat
bahwa keyakinan tersebut sebenarnya salah sehingga dia seharusnya melepaskan
keyakinan tersebut.
Sampai tingkat tertentu persistensi merupakan sikap yang penting agar orang
tidak dengan mudahnya pindah dari keyakinan atau paradigma yang satu ke yang lain.
Paradigma adalah satu atau beberapa capaian ilmu pengetahuan pada masa lalu (past
scientific achievements) yang diakui oleh masyarakat ilmiah pada masa tertentu
sebagai basis atau tradisi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan praktik
selanjutnya. Capaian (achievements) dalam ilmu pengetahuan (sciences) dapat berupa
filosofi, postulat, konsep, teori, prosedur ilmiah, atau pendekatan ilmiah. Untuk
menjadi paradigma, suatu capaian harus mempunyai penganut yang cukup teguh dan
capaian tersebut bersaing dengan capaian atau kegiatan ilmiah lain yang juga
mempunyai sekelompok penganut. Paradigma harus terbuka untuk diperbaiki atau
diganti oleh capaian pesaing atau baru sehingga dimungkinkan terjadi pergeseran atau
pergantian paradigma dari masa ke masa (conversion of paradigm). Konversi dapat
terjadi pada diri ilmuwan secara individual pada masa hidupnya atau pada generasi
ilmuwan ke generasi ilmuwan berikutnya. Riwayat terjadinya konversi paradigma
antargenerasi disebut oleh Thomas Kuhn sebagai revolusi ilmiah (scientific
revolution).
Dalam dunia ilmiah, persistensi untuk tidak melepaskan suatu keyakinan dapat
dimaklumi kalau tujuannya adalah untuk memperoleh argumen atau bukti yang kuat
untuk menunjukkan bahwa keyakinan yang dianut memang salah.
Tidak selayaknyalah suatu keyakinan atau paradigma dipertahankan kalau
memang terdapat bukti yang sangat meyakinkan bahwa tia salah. Namun, manusia
tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak memihak (impartial). Karena
kepentingan tertentu yang perlu dipertahankan, ilmuwan atau pakar pun sering
bersikap demikian sehingga konversi keyakinan sulit terjadi. Thomas Kuhn (1970)
menunjukkan contoh sebagai berikut :
Priestley never accepted the oxygen theory, nor Lord Kelvin the electromagnetic
theory, and so on. The difficulties of conversion have often been noted by scientists
themselves. Darwin, in a particulary perceptive passage at the end of his Origin of
Species, wrote: “Although I am fully convinced of the truth of the views given in this
volume..., I by no means expect to convince experienced naturalists whose mind are
stocked with a multitude of facts all viewed, during a long course of years, from a
point of view directly opposite to mine [B]ut I look with confidence to the future,
—to young and rising naturalists, who will be able to view both sides of the question
with impartiality.” And Max Planck, ..., sadly remarked that “a new scientific truth
does not triumph by convincing its opponents and making them see the light, but
rather because its opponents eventuallydie, and a new generation grows up that is
familiar with it” (hlm. 151)
Memang menyedihkan apa yang dikatakan Planck bahwa gagasan baru yang
benar (a new scientific truth) mengungguli atau menang atas gagasan yang keliru
bukan lantaran pemegang gagasan lama sadar dan melihat sinar kebenaran melainkan
lantaran generasi baru telah menggantinya. Mengapa hal ini terjadi? Kuhn
menjelaskan hal ini dengan menyatakan (penebalan oleh penulis):
... scientists, being only human, cannot always admit their errors, even when
confronted with strict proof. I would argue, rather, that in these matters neither proof
nor error is at issue. The transfer of allegience from paradigm to paradigm is a
conversion experience that cannot be forced (hlm. 151).
Sebagai manusia, ilmuwan atau pakar tidak selalu dapat mengakui
kesalahannya meskipun dihadapkan pada bukti yang sangat telak (strict proof). Lagi
pula konversi paradigma (atau keyakinan) bukanlah hal yang dapat dipaksakan
sehingga resistensi adalah takterhindarkan dan sah-sah saja (legitimate).
Berkaitan dengan persistensi adalah gejala psikologis atau perilaku manusia
untuk terpaku pada makna suatu simbol atau objek dan kemudian menjadikan orang
tidak mampu melihat makna alternatif atau objek alternatif. Orang secara intuitif
melekatkan makna pada suatu objek melalui pengalamannya dan sering tidak
menyadari bahwa makna tersebut bersifat kontekstual di masa lalu dan tidak lagi
relevan dengan situasi yang baru. Perilaku semacam ini dikenal dengan istilah
keterpakuan atau fiksasi fungsional (functional fixation). Dalam akuntansi,
keterpakuan ini digunakan untuk menjelaskan mengapa investor tidak mampu untuk
mengubah keputusannya sebagai tanggapan atas perubahan proses akuntansi dalam
menyediakan data laba. Orang hanya melihat angka laba (bottom line) dalam statemen
laba-rugi tanpa memperhatikan bagaimana laba tersebut ditentukan atau terpengaruh
oleh perubahan metoda (proses) akuntansi. Keterpakuan fungsional juga merupakan
penghambat terjadinya argumen yang sehat. Orang yang sudah terpaku dengan istilah
“harga pokok penjualan” akan sangat sulit untuk dapat menerima istilah “kos barang
terjual” yang sebenarnya lebih tepat menggambarkan makna istilah aslinya yaitu cost
of goods sold.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek manusia sangat berperan
dalam argumen yang bertujuan mencari kebenaran. Rasionalitas merupakan unsur
penting dalam argumen. Walaupun demikian, faktor-faktor psikologis dan emosional,
kekuasaan, dan kepentingan pribadi atau kelompok juga berperan dan dapat
menghalangi terjadinya argumen yang sehat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dan
sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan terhadap
suatu pernyataan atau asersi. Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan)
tentang suatu fenomena atau realitas alam, ekonomik, politik, atau sosial.
Penalaran perlu diajukan dan dijabarkan untuk membentuk,
mempertahankan, atau mengubah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori,
pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi
(inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula
proses penarikan simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian
pernyataan atau asersi. Proses penurunan simpulan sebagai suatu
konsekuensi logis dapat bersifat deduktif maupun induktif. Penalaran
mempunyai peran penting dalam pengembangan, penciptaan,
pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau hipotesis.