Anda di halaman 1dari 5

BAB 2

PENALARAN
Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu
keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan yang dimaksud
dapat berupa teori tentang suatu fenomena. Penalaran diajukan dan dijabarkan untuk
membentuk, mempertahankan, atau mengubah keyakinan bahwa sesuatu (misal teori) adalah
benar.
Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan
melibatkan proses penarikan simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian asersi yang mana
proses ini dapat bersifat deduktif maupun induktif. Penalaran mempunyai peran penting dalam
pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau hipotesis.
Teori merupakan sarana untuk menyatakan suatu keyakinan dan penalaran merupakan proses
untuk mendukung keyakinan tersebut. Keyakinan terhadap teori berkisar antara lemah sampai
kuat sekali yang mana hal tersebut menunjukkan keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya
dukung yang dihasilkan.

Unsur dan Struktur Penalaran


Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu:
1. Asersi (assertion), merupakan pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa
sesuatu (misal teori) adalah benar. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu
sebagai elemen pembentuk (ingredient) argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan
oleh penalaran.
2. Keyakinan (belief), merupakan tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa
suatu pernyataan atau teori mengenai suatu fenomena atau gejala adalah benar.
Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karena keyakinan menjadi objek atau
sasaran penalaran dan karena keyakinan menetukan posisi dan sikap seseorang terhadap
suatu masalah yang dibahas.
3. Argumen (argument), merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan dan inferensi
atau penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Argumen menjadi
unsur penting dalam penalaran karena argumen digunakan untuk membentuk,
memelihara, atau mengubah suatu keyakinan.
Asersi
Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan beberapa
(some). Asersi yang memuat pengkuantifikasi semua dan tidak ada merupakan asersi universal
sedangkan yang memuat penguantifikasi beberapa merupakan asersi spesifik. Asersi spesifik
dapat disusun dengan pengkuantifikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau bilangan tertentu.
Pengkuantifikasi berguna untuk menetukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalan
asersi.

Jenis Asersi
Untuk menimbulkan keyakinan terhadapa kebenaran suatu asersi, asersi harus didukung oleh
bukti atau fakta. Bila dikaitkan dengan fakta pendukung, asersi dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis yaitu:
1. Asumsi (assumption), merupakan asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat
mengajukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan atau
asersi yang orang bersedia untuk menerima sebagai benar untuk keperluan diskusi atau
debat.
2. Hipotesis (hypothesis), merupakan asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui
tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Asersi yang dapat disebut
hipotesis juga harus mengandung kemungkinan salah. Jika tidak ada kemenugkinan
salah, asersi tersebut akan menjadi pernyataan fakta.
3. Pernyataan fakta (statement of fact), merupakan asersi yang bukti tentang kebenarannya
diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah.

Fungsi Asersi
Dalam argumen, asersi dapat berfungsi sebagai premis (premise) dan konklusi (conclusion).
Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adalah asersi
yang diturunkan dari serangkaian asersi.
Ketiga jenis asersi dapat berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen. Dalam hal ini, prinsip
yang harus dipegang adalah bhwa kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas terendah
premis-premis yang digunakan untuk menurunkan konklusi. Artinya, kalau konklusi diturunkan
dari serangkaian premis yang salah satu merupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, maka
konklusi tidak dapat dipandang sebagai pernyataan fakta. Oleh karena itu, keyakinan terhadap
konklusi dibatasi oleh keyakinan terhadap premis.
Keyakinan
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut
benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang dilekatkan
pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk
menerimanya sebagai hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap asersi bila dia
menunjukkan perbuatan, sikap, dan pandangan seolah-olah asersi itu benar karena dia percaya
bahwa asersi itu benar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyaakinan merupakan produk,
hasil, atau tujuan suatu penalaran.

Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi
konklusi penalaran. Pemahaman terhadap properitas (sifat) keyakinan sangat penting dalam
mencapai keberhasilan berargumen. Argumen dianggap berhasil jika argument tersebut dapat
mengubah keyakinan. Berikut dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam
berargumen :
 Keadabenaran
Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi harus ada
benarnya (plausible). Keadabenaran suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui
tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari dan pada sumber asersi.
Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman) biasanya menjamin kebenaran
asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari
akan menentukan plausibilitas asersi.

 Bukan Pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif
apakah dia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan kesepakatan
oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta objektif. Pendapat atau opini
adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan dengan
kesukaan atau selera. Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas pendapat tidak dapat
ditentukan.

 Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi mulai
dari sangat meragukan sampai sangat meyakinkan. Tingkat keyakinan ditentukan oleh
kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi. Orang yang objektif dan berpikir
logis tentunya akan bersedia mengubah tingkat keyakinannya manakala bukti baru
mengenal plausiilitas suatu asersi diperoleh.
 Berbias
Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan
pikiran terbuka. Pada umumnya, bila orang mempunyai kepentingan, sangat sulit
baginya untuk bersikap objektif. Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan
dianggap sangat meyakinkan oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang
besar dan hanya dianggap agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netral.
Demikian pula sebaliknya.

 Bermuatan Nilai
Orang melekatkan nilai terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah tingkat
penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang. Nilai
keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan mempunyai
implikasi serius terhadap filosofi, system nilai, martabat, pendapatan potensial, dan
perilaku orang tersebut.

 Berkekuatan
Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada
kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung
dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat
dikatakan bahwa semua properitas keyakinan merupakan factor yang menentukan
tingkat kekuatan keyakinan seseorang.

 Veridikal
Veridikalitas adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas yang
dimaksud disini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini.
Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan
untuk mendukung keyakinan. Oleh karena itu, untuk tujuan ilmiah tingkat veridikalitas
keyaakinan dievaluasi berdasarkan kaidah pengujian ilmiah.

 Berketempaan
Ketertempaan atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah tidaknya keyakinan
tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Ketertempaan tidak
memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan relitas tetapi lebih
memasalahkan apakah keyaakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti. Tujuan
suatu argument adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut
lentuk atau berubah.
Beberapa sifat keyakinan diatas perlu disadari mengingat bahwa tujuan argument adalah
dalam rangka mencari kebenaran dan bukan untuk menyembunyikan kebenaran dengan
cara pengelabuhan dan pengecohan. Jadi, tujuan argument aadalah untuk merekonsiliasi
ketidaksepakatan untuk menemukan kebenaran.
Argumen
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argument sering digunakan secara keliru untuk menunjuk
ketidaksepakatan, perselisihan pendapat, atau bahkan pertengkaran mulut. Dalam pengertian ini,
argument berkonotasi negative. Orang yang suka bertengkar dan ingin menang sendiri akan
menikmati dan memburunya tetapi orang yang ingin mencari solusi atau alternative pemecahan
masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif, argumen dapat disamakan
dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti rasional suatu asersi.

Jenis Argumen
Berbagai karaktristik dapat digunakan sebagai basis untuk mengklasifikasi argumen. Klasifikasi
yang ditinjau dari bagaimana penalaran diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan
klasifikasi yang sangat penting dalam pembahasan buku ini. Dalam hal ini argumen dapat
diklasifikasikan menjadi argumen deduktif dan induktif.

Argumen Deduktif
Argumen deduktif merupakan proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum
(premis) ke pernyataan khusus yang menjadi simpulan (konklusi). Argumen deduktif disebut
juga argumen logis. Disebut argumen logis karena kalau premis-premisnya benar maka
konsklusinya harus benar. Kebenaran konklusi tidak berarti bahwa konklusi harus merefleksikan
realitas. Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti
fisis/langsung/empiris berupa fakta.

Argumen Induktif
Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis, argument induktif lebih
bersifat sebagai argumen ada benarnya. Akibat generalisasi, hubungan antara premis dan
konklusi dalam penalaran induktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan dalam penalaran
deduktif. Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya
kebenaran konklusi. Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan tertentu.
Artinya, jika premis benar, konklusi tidak selalu benar.

Anda mungkin juga menyukai