Anda di halaman 1dari 2

1.

Koherentisme
Kaum internalis bisa saja tidak puas karena foundasionalisme memberi ruang bagi
kemungkinan keyakinan yang dibuktikan tanpa didasarkan pada keyakinan-keyakinan lain.
Sejauh ini merupakan solusi kita atas masalah kemunduran yang mengantar kita kepada
foundasionalisme, dan sejauh tak satu pun dari alternatif tampaknya meyakinkan, kita
mungkin saja melihat solusinya dalam problem itu sendiri. Hendaknya diingat bahwa
problem didasarkan pada asumsi yang tidak terkatakan, yakni bahwa justifikasi bersifat
linear dalam penampakannya. Yakni bahwa pernyataan dari problem regres mengasumsikan
bahwa pendasaran relasi menyejajarkan sebuah argumen logis, dengan satu keyakinan
didasarkan pada yang lainnya atau lebih banyak keyakinan lainnya dalam bentuknya yang
tidak simetris.
Jadi, kaum internalis yang menemukan bahwa foundasionalisme adalah pandangan yang
tidak meyakinkan bisa saja menolak asumsi ini, dan mempertahankan pendapat bahwa
justifikasi adalah hasil dari sebuah hubungan menyeluruh (holistic) di antara berbagai
keyakinan. Demikianlah, orang bisa mempertahankan posisi bahwa keyakinan menurunkan
justifikasi mereka dengan menginklusikan ke dalam serangkaian keyakinan yang
berkoherensi satu sama lain sebagai keseluruhan. Pendukung dari pandangan semacam ini
disebut kaum koherentis.
Seorang pendukung koherentisme kemudian memandang justifikasi sebagai saling
mendukung timbal-balik antar berbagai keyakinan, dan bukan serangkaian keyakinan yang
tidak simetris satu dengan lainnya. Menurut pandangan ini, sebuah keyakinan menurunkan
justifikasinya tidak melalui mendasarkan dirinya pada sati atau lebih keyakinan, tetapi karena
statusnya sebagai anggota dari serangkaian keyakinan yang semuanya cocok satu sama lain
dalam cara yang benar.
Kohenrentisme adalah pandangan yang rentan terhadap keberatan isolasi (isolation
objection). Tampaknya mungkin bagi serangkaian keyakinan untuk menjadi koheren, tetapi
untuk semua keyakinan itu harus terisolasi dari realitas. Pertimbangkan, misalnya, sebuah
karya fiksi. Semua pernyataan dalam karya fiksi dapat membentuk sebuah rangkaian yang
koheren, tetapi mempercayai semua dan hanya pernyataan-pernyataan dalam karya fiksi tidak
akan render one justified. Demikianlah, bentuk apa pun dari internalisme tampaknya rentan
terhadap keberatan ini, dan dengan demikian sebuah penjelasan yang komplet dari kaum
internalis mengenai justifikasi harus menjawab persoalan ini. Ingat bahwa justifikasi
menuntut adanya kesesuaian (match) antara pikiran seseorang dengan dunia, karena itu
sebuah penekanan yang inordinate pada relasi antara keyakinan-keyakinan dalam pikiran
seseorang tampaknya meremehkan pertanyaan apakah keyakinan-keyakinan itu cocok atau
sesuai dengan adanya benda-benda (objek) secara aktual.
1. Eksternalisme
Mengikuti uraian di atas, orang mungkin saja berkesimpulan bahwa menaruh perhatian
berlebihan pada faktor-faktor internal dari pikiran subjek yang memiliki keyakinan akan
mengarahkan secara tak terelakkan kepada kekeliruan pembuktian. Alternatif dari ini adalah
asumsi bahwa setidak-tidaknya ada faktor eksternal tertentu dari pikiran subjek pengetahuan
yang menentukan apakah keyakinannya terbukti atau tidak terbukti. Pendukung dari
pandangan seperti ini disebut eksternalis.

Menurut eksternalisme, satu-satunya jalan untuk menghindari isolasi objek dan memastikan
bahwa pengetahuan tidak menyertakan keberuntungan adalah mempertimbangkan beberapa
faktor berbeda dari keyakinan yang dimiliki subjek yang meyakini. Faktor-faktor apakah
yang harus dipertimbangkan? Versi yang paling terkenal dari eksternalisme adalah
reliabilisme, mengusulkan bahwa kita mempertimbangkan sumber (source) dari keyakinan.
Keyakinan dapat dibentuk sebagai hasil dari banyak sumber yang berbeda, seperti misalnya
pengalaman pengindraan inderawi, reason, kesaksian, ingatan, dan sebagainya. Tepatnya, kita
bisa merinci lagi indera yang manakah yang digunakan, siapa yang memberikan kesaksian,
jenis penalaan seperti apa yang digunakan, atau ingatan terbaru apa yang relevan, Untuk
setiap keyakinan, kita dapat mengindikasikan proses kognitif yang mengarahkan kepada
pembentukannya. Dalam bentuknya yang sederhana dan lebih langsung, reliabilisme
mempertahankan pandangan bahwa apakah sebuah keyakinan terbuktikan atau tidak
tergantung pada apakah proses itu adalah sebuah sumber yang andal dari keyakinankeyakinan yang benar. Sejauh kita mencari kesesuaian antara pikiran kita dengan dunia,
keyakinan yang terbuktikan adalah keyakinan-keyakinan yang dihasilkan dari proses yang
secara reguler mencapai kesesuaian (match) dimaksud. Jadi, misalnya, menggunakan visi
untuk menentukan warna dari sebuah objek yang well-lit dan relatif dekat adalah proses
pembentukan keyakinan yang reliabel bagi seseorang yang memiliki penglihatan normal, dan
bukan seseorang yang menderita buta warna. Pembentukan keyakinan berdasarkan kesaksian
dari seorang ahli tampaknya menegaskan keyakinan yang benar, tetapi pembentukan
keyakinan dengan mendasarkan pada kesaksian dari orang pembohong tentu bukanlah
keyakinan yang terbuktikan. Singkatnya, jika sebuah keyakinan adalah hasl dari sebuah
proses kognitif yang bersifat reliabel mengarahkan kepada keyakinan yang benar, maka
keyakinan seperti itu terbuktikan.
Satu kritik kepada reliabilisme dapat dikemukakan. Pembentukan keyakinan adalah sebuah
kejadian yang terjadi sekali (one-time event), tetapi kelenturan (reliability) dari proses sangat
tergantung pada performans dari proses yang lama. Dan ini menuntut agar kita menspesifikasi
proses yang mana yang sedang digunakan, sehingga kita bisa mengevaluasi ferformansnya
dalam contoh-contoh lainnya. Bagaimana pun, proses kognitif dapat dideskripsikan dakan
term yang kurang lebih umum: misalnya, proses pembentukan-keyakinan yang sama dapat
dideskripsikan secara beragam sebagai pengalaman inderawi, visi, visi oleh mereka yang
memiliki penglihatan yang normal, visi dari mereka yang memiliki penglihatan yang normal
hanya di siang hari, visi bagi mereka yang memiliki penglihatan yang normal di siang hari
ketika melihat sebuah pohon, dan seterusnya. Problem menyeluruh (generality problem)
menunjukkan bahwa beberapa dari deskripsi ini dapat menspesifikasi sebuah proses yang
lentur (reliable) tetapi yang lainnya mungkin saja menspesifikasi proses yang tidak lentur,
sehingga kita tidak dapat mengetahui apakah sebuah keyakinan terbuktikan atau tidak
terbuktikan kecuali kita mengetahui level yang sesuai (appropriate) dari generalitas yang
digunakan dalam mendeskripsikan proses.

Anda mungkin juga menyukai