Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena berkat rahmat
serta karunia-NYA lah kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Komunikasi dengan
membuat makalah mengenai Teori Nilai Harapan tepat pada waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun agar pembaca serta saya sendiri dapat memperluas pengetahuan dan
pemahaman mengenai Teori Nilai Harapan. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, maupun dapat pula digunakan sebagai bahan belajar dan sebagai
prasarana penunjang tercapainya pemahaman yang baik mengenai Teori Nilai Harapan. Kami
juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, Kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran positif yang membangun, agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
Apa itu teori? Teori merupakan sekumpulan pernyataan yang saling terkait, sistematis,
logis, faktual, dan objektif tentang suatu fenomena tertentu yang tujuannya adalah untuk
menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol fenomena tersebut.
Lebih lanjut, teori komunikasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang
proses berlangsungnya suatu tindakan atau peristiwa komunikasi (communication problem
solving). Dengan pemahaman yang lebih baik kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk
meramalkan dan mengontrol hasil-hasil dari tindakan komunikasi kita.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Teori ini merupakan tambahan penjelasan dari teori atau pendekatan “ uses and
gratifications” adalah dijelaskannya teori yang medasarkan diri pada orientasi khalayak sendiri
sesuai dengan kepercayaan dan penilaian atau evaluasinya. Intinya, sikap kita terhadap sejumlah
media akan di tentukan oleh keprcayaan tentang penilaian kita terhadap media tersebut.
(Palmgreen dkk. dalam Littlejohn, 1996) membatasi gratification sought (pencarian kepuasan)
Contohnya, bila kita percaya bahwa segmen gosip akan menghadirkan hiburan bagi kita,
dan kita senang dihibur, maka kita akan memenuhi kepentingan kita dengan
menonton/mendengar/ membaca acara gosip. Di pihak lain bila kita percaya bahwa bergosip itu
termasuk bergunjing dan melihatnya sebagai hal yang negatif, dan kita tidak menyukainya, kita
akan menghindar diri dari menonton/ mendengar/ membacanya.
3
Teori ini mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai
dan harapan ( expectancy ) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh
Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu
adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction.
Konsistensi Afektif-Kognitif (Affective-Cognitive Consistency). Teori ini menyatakan
bahwa pengaruh dan kesadaran kita mengenai suatu hal terdiri dari dua aspek. Affect
meliputi sikap kita, bagaimana suatu hal terasa menyenangkan. Cognitions kepercayaan yang
berhubungan dengan objek. Jika kita percaya konsekuensi yang baik akan didapat dari
pendapat, kita akan memakai pendapat itu.
4
Affective-Cognitive Consistency menjelaskan hukum sikap kognitif: jika kita
mengubah kepercayaan seseorang tentang pendapat, sikapnya akan berubah secara otomatis
dalam kesamaan tujuan dan tingkat sesuai dengan perubahan keyakinan. Sebagai contoh, kita
dihadapkan pada pilihan bahwa mendapat nilai yang tinggi akan lebih sulit saat ujian akhir,
kita akan mengubah kebijakan saat ujian dan lebih konsentrasi pada tugas. Sebaliknya jika
kita yakin ujian berarti nilai rendah dan banyak tekanan kita akan bersikap sebaliknya.
Penelitian lain menemukan bahwa ketika seseorang mengajukan pendapat dan pembicara
meyakinkan bahwa ada banyak konsekuensi buruk dari pendapat, individu akan mulai yakin
bahwa konsekuensi baik akan terjadi sedikit, kita tak ragu bahwa hal tersebut akan
menghasilkan hal baik dari hubungan sebelumnya. Penelitian juga menunjukkan menyetujui
konsekuensi baik tidak sama dan tidak seefektif menyetujui konsekuensi buruk. Faktanya,
pendengar menyukai pembicara yang mengatakan konsekuensi baik. Strategi dasar
dalam persuasi adalah dengan meyakinkan seseorang bahwa pemikiran mereka tidak
berhubungan dengan pendapat. Sebagai contoh orang tidak pernah berpikir bahwa ketika
mereka mengevalusi hasil ujian itu akan menambah stress. Orang jarang berpikir mereka
salah. Mereka cenderung mengubah keyakinan mereka sendiri setelah menemukan hasil
buruk dari pendapat. Pernyataan bahwa hasil lebih tinggi tak akan diperoleh
dari sistem baru akan kurang efektif dibandingkan memberikan ide bahwa ujian tengah
semester akan lebih berat.
5
Ide yang sama dapat diterapkan pada seseorang yang ingin meyakinkan penerima
pendapat. Penerima yakin konsekuensi buruk akan timbul. Di lain pihak pembicara yakin
akan timbul konsekuensi baik. Di sini terjadi dua pendapat yang berbeda. Akan menjadi lebih
baik untuk memberikan si penerima dengan fakta-fakta tentang konsekuensi baik dan
membiarkan dia menerima banyak tekanan dan kemungkinan buruk. Dibandingkan dengan
meyakinkan penerima bahwa tekanan tinggi tidak akan berhasil mengubah nilai ujian,
pembicara harus menekankan bahwa akan terjadi hasil baik. Tentu saja orang tersebut tak
perlu bertanya langsung tentang kemungkinan konsekuensi buruk. Apa yang kita katakan
belum tentu strategi baik bagi pendapat sukarelawan yang menyayangkan keyakinan
penerima. Dengan membiarkan sendiri si penerima mengubah keyakinannya, sebenarnya
pembicara telah mengajak dalam pesan. Penerima bebas untuk tidak berbicara atau
menyatakan secara tidak langsung .
6
menimbulkan ketidaksenangan khalayak tanpa disertai keperluan untuk mengulang
konsekuensi.
Kita perlu membuat keyakinan baik lebih menjulang karena dua alasan, yaitu :
o Pertama, pembicara dapat menyajikan fakta-fakta dan berbagai alasan untuk
mendemonstrasikan mengapa konsekuensi baik akan terjadi jika pendapat itu diterapkan.
7
o Kedua, pembicara dapat menunjukkan bagaimana pentingnya konsekuensi baik akan terjadi
pada penerima dan teman-temannya. Khalayak menjadi kurang sadar pada keyakinan negatif
karena pemikiran akan menjadi sadar hanya dengan banyak hal pada satu waktu.
Sesuai affective-cognitive consistency theory, pembicara dapat menghindari menyebutkan
keyakinan negatif karena mereka akan lebih menonjol jika pembicara memikirkan tentang
mereka. Sesuai dengan learning theory, keyakinan paling atas akan
menentukan sikap seseorang.
Ada beberapa model value-expectancy:
Value-expectancy model of attitudes I (Fishbein dan Ajzen, 1976)
Berdasarkan model ini seseorang memegang banyak keyakinan tentang sikap suatu objek,
suatu objek terlihat memiliki banyak sifat. Menghubungkan dengan setiap sikap adalah
respon yang evaluatif (contoh: sikap). Dengan proses pembelajaran, respon evaluatif
menghubungkan dengan sikap suatu objek.
8
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Teori ini masih memiliki kekurangan dan membutuhkan berbagai pnelitian untuk
menguji teori ini. Teori ini menggunakan ilmu psikologi sehingga tingkat subjektivitas masih
bisa ditemui. Walaupun demikian teori ini memiliki banyak kekuatan dan bisa mendukung teori
lainnya. Terbukti value-expectancy theory masih terus digunakan hingga saat ini.