Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena berkat rahmat
serta karunia-NYA lah kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Teori Komunikasi dengan
membuat makalah mengenai Teori Nilai Harapan tepat pada waktu yang ditentukan.

Makalah ini disusun agar pembaca serta saya sendiri dapat memperluas pengetahuan dan
pemahaman mengenai Teori Nilai Harapan. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, maupun dapat pula digunakan sebagai bahan belajar dan sebagai
prasarana penunjang tercapainya pemahaman yang baik mengenai Teori Nilai Harapan. Kami
juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, Kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran positif yang membangun, agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia pada dasarnya selalu berkomunikasi. Segala gerak-gerik, tingkah laku, dan
perbuatan kita dapat dimaknai oleh orang lain. Tentunya agar dapat berkomunikasi dengan baik
dan memahami lawan bicara kita, kita memerlukan teori. Dari sebuah fenomena yang ada akan
lahir sebuah konsep. Kemudian dari konsep itu berkembang sebuah proposisi (pernyataan yang
bisa dinilai benar atau salahnya. Lalu setelah diuji proposisi menjadi fakta; fakta menjad teori,
dan akhirnya lahirlah suatu ilmu.

Apa itu teori? Teori merupakan sekumpulan pernyataan yang saling terkait, sistematis,
logis, faktual, dan objektif tentang suatu fenomena tertentu yang tujuannya adalah untuk
menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol fenomena tersebut.

Lebih lanjut, teori komunikasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang
proses berlangsungnya suatu tindakan atau peristiwa komunikasi (communication problem
solving). Dengan pemahaman yang lebih baik kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk
meramalkan dan mengontrol hasil-hasil dari tindakan komunikasi kita.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan teori nilai harapan ?
2. Apa konsep utama teori nilai harapan ?
3. Bagaimana penerapan teori nilai harapan ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Memberi pengertian mengenai teori nilai harapan.
2. Menjelaskan teori nilai harapan.
3. Menjelaskan penerapan teori nilai harapan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Teori Nilai Harapan


Teori nilai harapan atau value expentancy theory adalah salah
satu teori tentang komunikasi massa yang meneliti pengaruh penggunaan media oleh pemirsanya
dilihat dari kepentingan penggunaanya. Teori ini mengemukakan bahwa sikap seseorang
terhadap segmen-segmen media ditentukan oleh nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka
tentang media tersebut.

Teori ini merupakan tambahan penjelasan dari teori atau pendekatan “ uses and
gratifications” adalah dijelaskannya teori yang medasarkan diri pada orientasi khalayak sendiri
sesuai dengan kepercayaan dan penilaian atau evaluasinya. Intinya, sikap kita terhadap sejumlah
media akan di tentukan oleh keprcayaan tentang penilaian kita terhadap media tersebut.
(Palmgreen dkk. dalam Littlejohn, 1996) membatasi gratification sought (pencarian kepuasan)

Contohnya, bila kita percaya bahwa segmen gosip akan menghadirkan hiburan bagi kita,
dan kita senang dihibur, maka kita akan memenuhi kepentingan kita dengan
menonton/mendengar/ membaca acara gosip. Di pihak lain bila kita percaya bahwa bergosip itu
termasuk bergunjing dan melihatnya sebagai hal yang negatif, dan kita tidak menyukainya, kita
akan menghindar diri dari menonton/ mendengar/ membacanya.

Klandersman dalam value-expectancy theory nya menyatakan bahwa perilaku seseorang


merupakan fungsi nilai ( value ) dari hasil yang diharapkan dari sebuah perbuatan,

“Individual’s behavior is a function of the  value of expected outcomes of


behavior” (Klandersman,1997).

Perilaku seseorang akan menghasilakn sesuatu, semakin tinggi nilai yang diharapkan,


semakin tinggi pula keinginan untuk mewujudkan perilaku tertentu

3
Teori ini mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai
dan harapan ( expectancy ) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh
Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu
adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction.

2.2 Konsep Utama Teori Nilai Harapan


Value-expectation theory memiliki tiga komponen dasar yakni:
 Individu merespon informasi baru tentang suatu hal atau tindakan dengan menghasilkan suatu
keyakinan dari hal atau tindakan tersebut. Bila keyakinan sudah terbentuk, itu dapat dan
seringkali berubah dengan informasi baru.
 Setiap individu memberikan sebuah nilai ( value ) pada setiap sifat di mana keyakinan
tersebut tergantung/berdasar
 Sebuah harapan ( expectation ) terbentuk atau termodifikasi berdasarkan hasil perhitungan
antara keyakinan ( beliefs ) dan nilai-nilai ( value )

2.3 Penerapan Teori Nilai Harapan


Salah satu kegunaan value-expectancy theory adalah dalam
pendekatan persuasi (persuasion approaches). Berdasarkan teori ini kita mengharapkan sesuatu
untuk mengontrol sikap kita Memengaruhi seseorang meliputi mengubah nilai yang mereka
harapkan untuk diterima. Sebagai contoh, jika kita mengharapkan hasil yang baik dari pendapat
namun seseorang meyakinkan kita bahwa pendapat tersebut tidak bagus, maka kita akan
mengubah isi dari pendapat tersebut.
Ada dua penjelasan utama mengapa seseorang mengubah pendiriannya.

 Konsistensi Afektif-Kognitif (Affective-Cognitive Consistency). Teori ini menyatakan
bahwa pengaruh dan kesadaran kita mengenai suatu hal terdiri dari dua aspek. Affect
meliputi sikap kita, bagaimana suatu hal terasa menyenangkan. Cognitions kepercayaan yang
berhubungan dengan objek. Jika kita percaya konsekuensi yang baik akan didapat dari
pendapat, kita akan memakai pendapat itu.

4
Affective-Cognitive  Consistency menjelaskan hukum sikap kognitif: jika kita
mengubah kepercayaan seseorang tentang pendapat, sikapnya akan berubah secara otomatis
dalam kesamaan tujuan dan tingkat sesuai dengan perubahan keyakinan. Sebagai contoh, kita
dihadapkan pada pilihan bahwa mendapat nilai yang tinggi akan lebih sulit saat ujian akhir,
kita akan mengubah kebijakan saat ujian dan lebih konsentrasi pada tugas. Sebaliknya jika
kita yakin ujian berarti nilai rendah dan banyak tekanan kita akan bersikap sebaliknya.

Konsistensi kognitif tidak hanya mengubah keyakinan untuk menghasilkan perubahan


pada sikap, tetapi juga menyebabkan perubahan sikap-sikap untuk menuntun perubahan
keyakinan. Rosenberg (1960) membuat sebuah penelitian untuk menguji ide ini. Ia
menghipnotis orang dan mengubah sikap mereka. Dia menemukan bahwa ketika sikap
berubah dari senang menjadi tidak senang, individu akan memproses untuk mengubah
keyakinan tentang suatu program dari baik ke buruk. Mereka melakukannya dengan lengkap.
Tak ada orang yang mengatakan,”Program ini akan menghasilkan efek buruk “ Penelitian ini
menunjukkan bukti meyakinkan bahwa kita mencoba untuk membuat perasaan dan keyakinan
kita tentang suatu hal tetap konsisten.

Penelitian lain menemukan bahwa ketika seseorang mengajukan pendapat dan pembicara
meyakinkan bahwa ada banyak konsekuensi buruk dari pendapat, individu akan mulai yakin
bahwa konsekuensi baik akan terjadi sedikit, kita tak ragu bahwa hal tersebut akan
menghasilkan hal baik dari hubungan sebelumnya. Penelitian juga menunjukkan menyetujui
konsekuensi baik tidak sama dan tidak seefektif menyetujui konsekuensi buruk. Faktanya,
pendengar menyukai pembicara yang mengatakan konsekuensi baik. Strategi dasar
dalam persuasi adalah dengan meyakinkan seseorang bahwa pemikiran mereka tidak
berhubungan dengan pendapat. Sebagai contoh orang tidak pernah berpikir bahwa ketika
mereka mengevalusi hasil ujian itu akan menambah stress. Orang jarang berpikir mereka
salah. Mereka cenderung mengubah keyakinan mereka sendiri setelah menemukan hasil
buruk dari pendapat. Pernyataan bahwa hasil lebih tinggi tak akan diperoleh
dari sistem baru akan kurang efektif dibandingkan memberikan ide bahwa ujian tengah
semester akan lebih berat.

5
Ide yang sama dapat diterapkan pada seseorang yang ingin meyakinkan penerima
pendapat. Penerima yakin konsekuensi buruk akan timbul. Di lain pihak pembicara yakin
akan timbul konsekuensi baik. Di sini terjadi dua pendapat yang berbeda. Akan menjadi lebih
baik untuk memberikan si penerima dengan fakta-fakta tentang konsekuensi baik dan
membiarkan dia menerima banyak tekanan dan kemungkinan buruk. Dibandingkan dengan
meyakinkan penerima bahwa tekanan tinggi tidak akan berhasil mengubah nilai ujian,
pembicara harus menekankan bahwa akan terjadi hasil baik. Tentu saja orang tersebut tak
perlu bertanya langsung tentang kemungkinan konsekuensi buruk. Apa yang kita katakan
belum tentu strategi baik bagi pendapat sukarelawan yang menyayangkan keyakinan
penerima. Dengan membiarkan sendiri si penerima mengubah keyakinannya, sebenarnya
pembicara telah mengajak dalam pesan. Penerima bebas untuk tidak berbicara atau
menyatakan secara tidak langsung .

 Teori Pembelajaran ( Learning Theory ). Ini merupakan penjelasan kedua


untuk persuasi dalam kerangka value-expectancy. Ide di sini ialah kita mempelajari untuk
menghubungkan konsekuensi dengan pendapat, karakteristik seseorang, perlengkapan dengan
objek (Cronkhite, 1969). Perasaan mendatangkan dengan sebuah konsekuensi menjadi
terhubungkan dengan pendapat tersebut. Pendapat tersebut dapat diidentifikasi dalam
berbagai emosi. Menyebutkan pendapat akan menimbulkan emosi yang luar biasa. Empat
konsekuensi – hasil yang lebih rendah, lebih banyak tekanan, lebih banyak ujian akhir, dan
sedikit kesempatan untuk meraih nilai rata- rata – dapat dikondisikan pada pendapat kita
untuk mengubah kebijakan pada ujian akhir. Sikap penerima akan mewakili total dari
perasaan negatif dari empat konsekuensi. Ide ini timbul dari kondisi klasik dalam psikologi.

Dalam iklan konsekuensi terdiri dari pendapat dalam harapan terhadap reaksi orang-


orang akan terkondisikan pada pendapat tersebut. Jika tercipta kondisi yang sukses, pendapat
tersebut akan menghasilkan reaksi khalayak yang akan sama dengan reaksi mereka untuk
menghubungkan elemen-elemen. Menyebutkan sebuah perubahan dalam kebijakan
menghadapi ujian akhir memiliki efek yang sama dengan menyebutkan kemungkinan
dalam kualitas lebih rendah, lebih banyak tekanan, lebih banyak soal ujian, dan sedikit
kemungkinan mengubah nilai rata-rata. Pengkondisian akan memungkinkan untuk

6
menimbulkan ketidaksenangan khalayak tanpa disertai keperluan untuk mengulang
konsekuensi.

Persuasi meliputi pengkondisian perasaan baru pada pendapat dan membolehkan yang


tak diinginkan sebelumnya dengan menghubungkan pada kelemahan. Tujuannya adalah untuk
memusnahkan hubungan antara pendapat dan hubungan sebelumnya. Sebagai contoh
seseorang mencoba seseorang untuk mengubah keyakinan kebijakan pada ujian akhir, bahwa
ada tiga konsekuensi yang timbul dari pendapat tersebut: lebih sedikit tekanan pada akhir
semester, lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas lain, dan lebih sedikit begadang. Ini
merupakan konsekuensi baru yang penerima belum mempertimbangkan sebelumnya. Ide ini
adalah sikap seseorang dikontrol oleh keyakinan yang terkuat atau lebih penting
(Fishbein dan Ajzen, 1975). Jika seseorang meyakini khalayak tentang tiga konsekuensi baik,
keyakinan baru akan menjadi seorang penerima akan lebih disadari, dan mereka didorong
keyakinan yang lebih awal untuk level kesadaran yang lebih rendah. Jika penerima kurang
menyadari keyakinannya, keyakinan tersebut memiliki efek yang kurang pada kesadaran
penerima.

Di samping menambahkan keyakinan baru pada pemikiran penerima tentang sebuah


pendapat, seseorang dapat menambah kepercayaan pada keyakinan lama. Seorang penerima
yang melawan kebijakan baru ujian akhir akan memiliki keyakinan tentang konsekuensi baik
seperti lebih banyak waktu luang untuk mencari pekerjaan musim panas. Tetapi keyakinan
tersebut belum tentu seyakin keyakinan tentang konsekuensi buruk seperti hasil rendah dalam
ujian. Strategi dilakukan untuk membuat khalayak lebih sadar akan keyakinannya, sekaligus
mengurangi kesadaran pada keyakinan negatif.

Kita perlu membuat keyakinan baik lebih menjulang karena dua alasan, yaitu :
o Pertama, pembicara dapat menyajikan fakta-fakta dan berbagai alasan untuk
mendemonstrasikan mengapa konsekuensi baik akan terjadi jika pendapat itu diterapkan.

7
o Kedua, pembicara dapat menunjukkan bagaimana pentingnya konsekuensi baik akan terjadi
pada penerima dan teman-temannya. Khalayak menjadi kurang sadar pada keyakinan negatif
karena pemikiran akan menjadi sadar hanya dengan banyak hal pada satu waktu.
Sesuai affective-cognitive consistency theory, pembicara dapat menghindari menyebutkan
keyakinan negatif karena mereka akan lebih menonjol jika pembicara memikirkan tentang
mereka. Sesuai dengan learning theory, keyakinan paling atas akan
menentukan sikap seseorang.

Ada beberapa model value-expectancy:
 Value-expectancy model  of attitudes I (Fishbein dan Ajzen, 1976)
Berdasarkan model ini seseorang memegang banyak keyakinan tentang sikap suatu objek,
suatu objek terlihat memiliki banyak sifat. Menghubungkan dengan setiap sikap adalah
respon yang evaluatif (contoh: sikap). Dengan proses pembelajaran, respon evaluatif
menghubungkan dengan sikap suatu objek.

Keyakinan adalah kemungkinan subjektif dari seseorang (objek) tentang sifat orang lain


(contoh: Bill Clinton pembohong). Evaluasi adalah penilaian sifat berdasarkan berapa dimensi
evaluasi (contoh: baik/buruk diukur dari skala 1 sampai 7)

 Value-expectancy theory model of attitudes III (Fishbein dan Ajzen, 1976)


Sikap (Attitude) seseorang merupakan penjumlahan dari produk setiap keyakinan (belief)
dikali nilai evaluasinya (Evaluation). Keyakinan dipegang dalam sebuah jenjang (tingkatan).
Suatu sikap ditentukan dalam setiap waktu yang diberikan dengan lima sampai sembilan
keyakinan yang paling menonjol dalam jenjang keyakinan seseorang.

8
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sejak pertama kali dikemukakan pada awal tahun 1970-an, value-expectancy theory telah


mengalami berbagai perkembangan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji
keabsahan teori ini. Teori ini dikemukakan oleh beberapa psikolog terkemuka seperti Martin
Fishbein, Icek Ajzen, dan Philip Palmgreen. Maka tak heran jika latar belakang teori ini adalah
psikologi, memprediksi sikap manusia terhadap objek dan tindakan.

Teori ini sangat penting untuk mengetahui expectancy (harapan), values (nilai-


nilai), beliefs (keyakinan), attitude (sikap), dan juga gratification sought (pencarian kepuasan).
Dalam ilmu komunikasi teori ini sangat bermanfaat khususnya dalam mengetahui sikap
seseorang dan nilai-nilai yang dianut. Teori ini telah digunakan untuk mendukung berbagai teori
lain dan masih digunakan saat ini dalam berbagai bidang pembelajaran.

3.2 Saran

Teori ini masih memiliki kekurangan dan membutuhkan berbagai pnelitian untuk
menguji teori ini. Teori ini menggunakan ilmu psikologi sehingga tingkat subjektivitas masih
bisa ditemui. Walaupun demikian teori ini memiliki banyak kekuatan dan bisa mendukung teori
lainnya. Terbukti value-expectancy theory masih terus digunakan hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai