Anda di halaman 1dari 2

Rangkuman

Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang
sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi
menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Penalaran merupakan proses
berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu
keyakinan akan asersi.
Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi
antara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran
suatu pernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah
benar atau penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan
kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan. Argumen adalah
proses penurunan sim-pulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang
berkaitan secara logis.
Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis,
dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis tingkatan
konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah.
Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan
mengan-dung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat,
bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan, veridikal, dan
tertempa.

Argumen bertujuan untuk mengubah keyakinan kalau memang


keyakinan tersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri atas beberapa
asersi yang ber-fungsi sebagai premis dan konklusi. Argumen dapat bersifat
deduktif dan non-deduktif (induktif dan analogi).
Argumen deduktif berawal dari pernyataan umum dan berakhir dengan
suatu pernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini terdiri atas tiga tahap
yaitu: penentuan premis, proses deduksi, dan penarikan konklusi.
Kelengkapan, keje-lasan, kesahihan, dan keterpercayaan merupakan kriteria
validitas konklusi yang diturunkan atas dasar penalaran deduktif.
Argumen induktif berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhir
dengan pernyataan umum berupa konklusi sebagai hasil generalisasi. Berbeda
dengan penalaran deduktif yang kebenaran konklusinya merupakan
konsekuensi logis (pasti benar atau takbenar), penalaran induktif
menghasilkan konklusi yang boleh jadi benar atau takbenar. Bila premis
benar, konklusi penalaran deduktif harus (necessarily) benar sedangkan
konklusi penalaran induktif tidak harus (not neces-sarily) benar atau boleh
jadi benar.
Di samping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula argumen dengan
analogi dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk
menurun-kan simpulan dengan analogi. Analogi bukan merupakan
pembuktian tetapi lebih merupakan alat untuk menjelaskan atau klarifikasi.
Argumen penyebaban bertu-juan untuk meyakinkan bahwa suatu gejala
timbul karena gejala yang lain atau perubahan suatu variabel diakibatkan oleh
perubahaan variabel tertentu. Keya-kinan tentang adanya penyebaban dapat
dicapai kalau tiga kriteria penyebaban dipenuhi yaitu: adanya kovariasi,
adanya urutan kejadian, dan tiadanya faktor lain selain faktor sebab yang
diamati.
Karena tujuan argumen adalah untuk mengevaluasi dan mengubah
keyakin-an, ada kalanya argumen yang jelek dapat meyakinkan banyak
orang. Orang sering terkecoh oleh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan
atau salah nalar adalah argumen yang dapat membujuk meskipun
penalarannya mengandung cacat. Kecohan dapat terjadi akibat stratagem atau
akibat salah logika.
Stratagem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu
pernyataan, konklusi, atau posisi selain dengan mengajukan argumen yang
valid. Cara-cara ini dapat berupa persuasi taklangsung, membidik orangnya,
menyampingkan masalah pokok, misrepresentasi, imbuan cacah, imbauan
autoritas, imbauan tra-disi, dilema semu, dan imbuan emosi. Pada umumnya
stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memenangkan posisi
dan bukan untuk mencari solusi yang terbaik. Argumen yang valid tidak
selalu dapat membujuk sehingga stratagem sering digunakan tanpa
melibatkan salah nalar.
Salah nalar adalah kesalahan konklusi akibat tidak diterapkannya kaidah-
kaidah penalaran yang valid. Beberapa bentuk salah nalar adalah menegaskan
konsekuen, menyangkal anteseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas,
pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, dan
peng-ambilan konklusi pasangan.
Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya apabila suatu
kepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu perdebatan. Orang
cen-derung bersedia menerima penjelasan sederhana atau penjelasan yang
pertama kali didengar. Sebagai manusia, orang tidak selalu dapat mengakui
kesalahan. Sindroma tes klinis dan mentalitas Djoko Tingkir dapat
menghalangi terjadinya argumen yang sehat. Bila keputusan telanjur diambil
padahal keputusan tersebut mengandung kesalahan, orang cenderung
melakukan rasionalisasi bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan.
Karena tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap
keyakinan yang terbukti salah.
Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang dapat
diper-tanggungjelaskan. Namun, bila sikap persisten menghalangi atau
menutup diri untuk mempertimbangkan argumen-argumen baru yang kuat
dan lebih mengarah untuk meninggalkan keyakinan atau paradigma yang
tidak valid lagi, sikap persis-ten menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih, bila
sikap tersebut dilandasi oleh motif untuk melindungi kepentingan tertentu
(vested interest). Persistensi semacam ini akan menjadi resistensi terhadap
perubahan yang pada gilirannya akan meng-hambat pengembangan
pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai