(KERTAS KERJA)
Kelompok 5
Standart dokumentasi ISA 230 memberikan prinsip prinsip dasar dokumentasi, ISA
230 menyatakan bahwa dokumentasi autit yang memenuhi persyaratan dokumentasi tertentu
dari ISA dapat memberikan bukti lagi bagi auditor sebagai dasar pengambilan
kesimpulanterkait pencapaian seluruh tujuan yang dimiliki auditordan bukti bahwa audit telah
direncanakandan dilakukan berdasarkan ISA, serta ketentuan hukum dan regulasi yang
berlaku.
Dokumentasi audit (audit documentation) adalah catatan terkait prosedut audit yang
dilakukan, bukti audit relavan yang diperoleh , dan kesimpilan kesimpulan yang didapatkan
auditor (istilah-istilah seperti “kertas kerja” atau “kertas-kertas kerja” juga sering kali
digunakan). Dokumentasi audit merupakan catatan utama sebagai dasar pengambilan
keputusan bagi auditor dan memberikan dukungan penuh dalam memberikan penyajian
dalam laporan audit. Dokumentasi audit juga memfasilitasi perencanaan ,pelaksanaan dan
supervisipenugasan dan memberikan dasar bagi reviu atas kualitas pekerjaan dalam
menyediakan dokumentasi tertulis bagi pihak reviewer, yang dimana dokumentasi ini
menjadi bukti pendukung dari kesimpulan penting yang diambil auditor. Dokumentasi audit
menyertakan sejumlah catatan terkait perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan, prosedur yang
dilakukan, bukti yang diperoleh dan kesimpulan yang diambil oleh auditor
Dokumentasi audit dapat disebut juga sebagai kertas kerja. Kertas kerja merupakan
catatan auditor atas perencanaan; sifat dasar, waktu dan cakupan prosedur pengauditan yang
dilakukan; hasil-hasil dari prosedur yang dilakukan tersebut; dan kesimpulan yang didapat
dari bukti-bukti yang diperoleh. Kertas kerja dapat berbentuk data yang disimpan dengan
kertas, film, media elektronik, atau media lainnya. Istilah kertas kerja, kertas-kertas kerja, dan
dokumentasu sering kali digunakan dalam pengauditan secara bergantian.
• Bantuan langsung dalam perencanaan, pelaksaan, dan supervisi audit. Jika auditor ingin
merencanakan audit secara memadai, informasi referensi yang diperlukan harus tersedia
di dalam kertas kerja. Kertas kerja mencakup berbagai informasi perencaan, seperti
informasi dekriptifmengenai pengendalian internal, informasi latar belakang klien, alokasi
waktu untuk masing-masing area audit, program audit, dan hasil-hasil dari audit tahun
sebelumnya.
• Catatan bukti audit yang dihasilkan dari pekerjaan audit yang dilakukan untuk
memberikan dukungan bagi opini audit, termasuk reperesentasi bahwa audit yang
dilakukan berdasarkan ISA. Kertas kerja merupakan bantuan fisik yang penting dalam
mencatat hasil-hasil pengujian audit. Sebaga contoh, saat sampel diambil, komponen-
komponen yang diambil tersebut harus dicatat dan perhitungan yang terkait dengannya
harus dibuat. Kertas kerja juga diperlukan untuk koordinasi pekerjaan yang nantinya
mengarah pada pembentukan opini. Supervisor yang melakukan beberapa penujian audit
aktual membuat keputusan akhir mengenai opini yang akan diberikan pada laporan
keuangan, jika ada. Supervisor menggukana kertas kerja sebagai dasar bagi evaluasi atas
bukti-bukti yang dikumpulkan.
• Bantuan dalam merevisi pekerjaan audit. Kertas kerja tidak hanya digunakan oleh
personil supervisi untuk mengevaluasi terkait apakah kecukupan bukti yang kompeten
telah dikumpulkan, tetapi juga untuk pekerjaan konsultasi dan pengauditan lainnya.
Kertas kerja digunakan oleh bagian konsultasi dari akuntan publik sebagai dasar
penyajian pajak penghasilan yang diperlukan berdasarkan regulasi pemerintah, dan
laporan-laporan lainnya. Kertas kerja merupakan sumber informasi bagi komunikasi yang
dilakukan di antara para auditor dan dewan direksi mengenai kelemahan pengendalian
internal. Kertas kerja sering kali digunakan untuk memberikan pelatihan bagi para
personil.
• Bukti yang memadai yang diberikan selama audit. Selanjutnya, setelah opini tersebut
diberikan, kertas kerja mnejadi bukti fisik yang utama bahwa audit yang memadai telah
dilakukan. Auditor bekerja dengan dokumen dan catatan akuntansi asli yang harus
ditinggalkan bersama klien saat audit telah diselesaikan, sehingga kertas kerja berfungsi
sebagai indeks bagi dokumen-dokumen tersebut. Jika auditor diminta untuk membuktian
kecukupan audit di pengadilan (berkaitan dengan hukum) atau di lembaga-lembaga
pengawas, maka kertas kerja menjadi dasar embuktian.
Namun, terkait definisi hal-hal penting tersebut, kita dapat menyimak dari standar
dokumentasi yang diberikan PCAOB yang menyatakan bahwa: “Auditor harus
mendokumentasikan sejumlah temuan atau permasalahan penting, tindakan-tindakan yang
diambil untuk menanganinya (termasuk bukti tambahan yang diperoleh), dan dasar bagi
kesimpulan yang diambil dalam hubungannya dengan setiap penugasan. Sejumlah temuan
atau permasalahan penting merupakan hal-hal substantif yang penting bagi prosedur yang
dilakukan, bukti yang diperoleh, atau kesimpulan yang didapatkan.”
Sejumlah temuan atau permasalahan penting merupakan hal hal substantif yang penting
bagi prosedur yang dilakukan, bukti yang diperoleh, atau kesimpulan yang didapatkan, dan
termasuk, tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut.
Isi kertas kerja seharusnya “cukup lengkap dan terperinci untuk memberikan
pemahaman secara menyeluruh mengenai audit.” Kertas kerja seharusnya memuat informasi
terkait perencanaan pekerjaan audit; sifat dasar, waktu, dan cakupan prosedur audit yang
dilakukan; hasil-hasil prosedur audit yang dilakukan; dan kesimpulan-kesimpulan yang
didapatkan yang nantinya mengarah pada pembentukan opini.
Kertas kerja harus menyatakan alasan-alasan auditor pada seluruh hal yang
memerlukan penggunaan pertimbangan dan kesimpulan auditor. Ketika auditor menghadapi
sejumlah pertanyaan yang sulit terkait prinsip atau pertimbangan, kertas kerja mencatat fakta-
fakta relevan yang diketahui oleh auditor pada waktu kesimpulan akan diperoleh.
Cakupan Isi
Cakupan terkait hal-hal yang disertakan di dalam kertas kerja merupaka permasalahan
yang berhubungan dengan kearifan profesional. Tidak perlu dan tidak praktis untuk
mendokumentasikan setiap hal yang menjadi pertimbangan auditor. Kertas kerja seharusnya
menyatakan dasar bagi keputusan utama yang diambil.
Seluruh kantor akuntan publik di dunia memiliki format kertas kerjanya sendiri, dan
format-format tersebut dimodifikasi dari waktu ke waktu. Tidak ada satupun yang merupakan
format standar. Format tersebut dipengaruhi oleh persyaratan audit terkait arahan, supervisi,
dan reviu pekerjaan yang dilakukan oleh asisten, serta perbedaan dalam metodologi dan
teknologi yang digunakan oleh kantor akuntan publik. Penggunaan kertas kerja yang
terstandarisasi (misalnya, ceklis, surat spesimen, atau standar pengelolaan kertas kerja) dapat
meningkatkan efisiensi dari kertas kerja yang disiapkan dan direviu.
Retensi Dokumen
ISA 230 menyatakan: “Auditor harus mengadopsi prosedur-prosedur yang sesuai untuk
mempertahankan kerahasiaan dan penyimpanan kertas kerja yang aman dan untuk
mengelolanya pada periode yang memadai agar dapat memenuhi kebutuhan praktik dan
sesuai dengan ketentuan hukum dan profesional atas retensi catatan tersebut.”
ISA 230 menyatakan bahwa kertas kerja umumnya dipertimbangkan menjadi milik
auditor. Walaupun bagian atau inti dari kertas kerja mungkin dibuat tersedia bagi entitas yang
diaudit atas pertimbangan auditor, kertas kerja tersebut tidak dapat menggantikan catatan
akuntansi yang dimiliki entitas. Dalam praktik internasional, umumnya hanya saat siapapun
termasuk klien yang memiliki hak hukum untuk memeriksa kertas kerja ketika kertas kerja
tersebut diminta oleh pengadilan sebagai bukti hukum
Selama audit, cukup banyak informasi yang diperoleh yang sifatnya rahasia, termasuk
gaji, biaya produk, dan rencana produk. Informasi ini dapat membahayakan klien dan
berguna bagi competitor jika informasi tersebut lepas dari tangan auditor.
ARSIP PERMANEN DAN ARSIP TERBARU
Arsip Permanen
Arsip permanen dimaksudkan untuk memuat data historis maupun data yang sifatnya
berkelanjutan terkait audit yang sedang berjalan. Arsip ini menjadi sumber informasi yang
sesuai mengenai audit yang didalamnya terdapat kepentingan yang berkelanjutan. Arsip
kertas kerja yang permanen umumnya mencakup :
Informasi mengenai struktur hukum dan stuktur organisasi entitas, seperti Salinan atau
kutipan dokumen perusahaan, misalnya piagam perusahaan (corporate charter),
anggaran dasar/anggaran rumah tangga perusahaan (articles of association/corporate
bylaws), rencana-rencana, manual pekerjaan dan bagan organisasi perusahaan.
Inti atau Salinan dokumen hukum, perjanjian, dan risalah, seperti kontrak, perjanjian
pinjaman, rencana pension, dan perjanjian diantara perusahaan induk (parent company)
dan anak perusahaan (subsidiaries), notula dewan direksi atau komite eksekutif, serta
dokumen-dokumen pembagian laba.
Analisis atas asset tetap, utang jangka Panjang, syarat penerbitan saham dan obligasi,
asset tak berwujud, penyisihan dan hasil-hasul dari prosedut analitis tahun sebelumnya.
Informasi mengenai lingkungan industry, lingkungan ekonomi, dan lingkungan legislative
di mana entitas tersebut beroperasi.
CONTOH KERTAS KERJA-ISI ARSIP PERMANEN
Kertas kerja untuk arsip terbaru mencakup seluruh dokumentasi yang digunakan pada
tahun dilaksanakannya audit. Kertas kerja tersebut umumnya termasuk ikhtisar informasi
yang dimiliki klien, seperti deskripsi mengenai klien, industri klien, pengendalian internal
klien, materi-materi auditor. Materi-materi auditor di dalam kertas kerja mencakup:
• Bukti dari proses perencanaan, termasuk memorandum perencanaan audit (audit planning
memorandum) (selanjutnya disebut dengan rencana audit) dan program audit (audit
programme), dan setiap perubahannya.
• Bukti dari pemahaman auditor atas sistem akuntansi dan sistem pengendalian internal,
misalnya, kuesioner pengendalian internal (internal control questionnaires), bagan alir
pengendalian internal (internal control flow charts), bagan organisasi (organisation
charts), serta daftar sejumlah pengendalian dan kelemahan pengendalian.
• Bukti dari penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian dan setiap perbaikannya.
• Bukti dari pertimbangan auditor atas pekerjaan pengauditan internal atau pekerjaan
auditor lainnya dan sejumlah kesimpulan yang diambil.
• Analisis atas sejumlah rasio dan trend penting.
• Catatan mengenai sifat dasar, waktu, dan cakupan prosedur-prosedur audit yang
dilakukan dan hasil-hasil dari prosedur yang dilakukan tersebut.
• Dokumen-dokumen hukum terbaru dan penting, seperti kontrak, serta perjanjian, sewa,
dan notula pertemuan tingkat tinggi lainnya.
• Bukti bahwa pekerjaan dilakukan oleh asisten yang telah di supervisi dan di review.
• Indikasi terkait siapa yang melakukan prosedur-prosedur audit dan kapan prosedur-
prosedur tersebut dilakukan.
• Rincian prosedur yang digunakan terkait dengan sejumlah komponen dari laporan
keuangan yang diaudit oleh auditor lainnya.
• Salinan atas komunikasi yang dilakukan dengan auditor lainnya tenaga ahli dan pihak
ketiga lainnya dalam bentuk surat konfirmasi (confirmation letters).
• Salinan dari surat-surat atau catatan-catatan mengenai permasalahan audit yang
dikomunikasikan atau didiskusikan dengan entitas, termasuk syarat penugasan dan
kelemahan Pengendalian internal yang bersifat material.
• Surat representasi yang diterima dari entitas, seperti surat penugasan (engagement letter),
dan surat representasi manajemen (management representation letter).
• Sejumlah kesimpulan yang didapatkan auditor mengenai aspek-aspek audit yang penting,
termasuk bagaimana pengecualian dan hal-hal yang tidak bisa terjadi, jika ada, yang
diungkapkan dengan prosedur-prosedur yang diselesaikan atau dijalankan oleh auditor.
• Salinan dari laporan keuangan dan laporan auditor.
• Analisis atas transaksi akuntansi dan saldo akun, seperti penelusuran transaksi, neraca
saldo (trial balances), skedul utama (lead schedule), dan jika diperlukan,
merekomendasikan ayat-ayat jurnal untuk mengoreksi akun-akun (misalnya, jurnal
penyesuaian dan reklasifikasi-adjusting reclassification entries) yang dibuat ketika auditor
menemukan adanya salah saji material dalam catatan-catatan akuntansi.
• Berbagai skedul pendukung.
I Laporan-Laporan
1 Laporan keuangan
3 Serangkaian konsolidasi
1 Neraca saldo
1 Skedul konsolidasian
IV Perencanaan Penugasan
1 Dokumen strategi
2 Memorandum perencanaan dan rencana audit
4 Program audit
6 Anggaran
V Penyelesaian Penugasan
1 Memorandum penyelesaian
VI Administrasi Penugasan
VIII Representasi
1 Surat representasi
3 Surat pengacara
IX Analisis Perencanaan
1 Anggaran
2 Laporan keuangan
Masing-masing line item di neraca saldo didukung dengan skedul utama yang
memuat akun terperinci dari buku besar yang menyusun line item tersebut. Sebaliknya,
masing-masing akun terperinci pada skedul utama didukung dengan pekerjaan audit yang
dilakukan dan sejumlah kesimpulan yang diambil atasnya. Sebagian besar kertas kerja
mencakup skedul terperinci yang disiapkan oleh klien atau auditor untuk mendukung jumlah-
jumlah tertentu pada laporan keuangan.
Tipe skedul pendukung yang utama adalah analisis akun, skedul daftar, rekonsiliasi
jumlah, pengujian atas kewajaran, deskripsi prosedur, dokumentasi yang bersifat informasi,
dokumentasi eksternal. Skedul analisis akun (account analysis schedule) biasanya digunakan
untuk akun aset tetap, liabilitas, dan ekuitas yang menunjukkan adanya aktivitas di akun buku
besar selama seluruh periode dilakukannya audit, sama-sama mengikat saldo awal dan saldo
akhir. Skedul daftar (list schedule) menunjukkan rincian dari masing-masing komponen
tersebut yang menghasilkan saldo akhir periode di akun buku besar. Rekonsiliasi
(reconciliation) terkait jumlah tertentu dalam catatan-catatan akuntansi dengan sumber
informasi lainnya, misalnya, rekonsiliasi saldo utang usaha dengan laporan vendor. Skedul
pengujian atas kewajaran (test of reasonableness schedule) memuat informasi yang
memungkinkan auditor untuk mengevaluasi apakah saldo akun tanpa menyertakan salah saji
yang mempertimbangkan situasi-situasi tersebut. Skedul ikhtisar dari deskripsi prosedur
(summary of procedures description schedule) mengikhtisarkan hasil dari prosedur-prosedur
audit yang dilakukan. Skedul informasi memuat informasi non audit, seperti informasi pajak,
informasi regulasi, dan alokasi waktu. Dokumentasi eksternal termasuk jawaban konfirmasi,
salinan perjanjian dengan klien, dan lain-lain.
Konsep utama dalam penyusunan kertas kerja yang sesuai adalah untuk menyusun
informasi, kerja dapat dengan mudah diinterpretasikan dan memberikan cakupan pekerjaan
dalam bentuk yang ringkas. Walaupun rintangan kertas kerja tergantung pada tujuan yang
disertakan, kertas kerja biasanya diidentifikasi dengan tepat, termasuk beberapa kesimpulan
yang akan diperoleh, akan diindeks, dan jelas menunjukkan pekerjaan audit yang akan
dilakukan.
Kertas kerja harus diidentifikasi dengan tepat terkait nama klien, periode yang
dicakup, deskripsi atas isi yang dimuat dalam kertas kerja, tanggal penyusunan dan kode
indeks, serta yang paling penting, para dari pihak yang menyusun kertas kerja tersebut.
Kesimpulan yang diperoleh mengenai bagian audit yang dilakukan tersebut juga harus
dinyatakan secara sederhana.
Tanda centang merupakan simbol yang digunakan auditor untuk menunjukkan sifat
dasar dan cakupan dari prosedur yang digunakan di situasi-situasi tertentu. Tanda centang
umumnya dilakukan dengan tangan menggunakan pena atau pensil di samping atau sebelah
komponen-komponen tertentu.
Pengindeksan
Pengindeksan Kertas kerja dindeks dan direferensikan silang untuk membantu dalam
penyusunan dan pengarsipannya. Pengindeksan kertas kerja perlu pengkodean (coding)
lembaran kertas kerja, sehingga informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah ditemukan
Auditor membuat referensi silang untuk menciptakan jejak (trail) melalui kertas kerja
Berbagai sistem pengindeksan sedang digunakan. Sistem-sistem pengindeksan tersebut
termasuk penomoran indeks secara berurutan, kombinasi indeks yang terdiri atas huruf dan
angka, serta nomor indeks yang terdiri atas beberapa digit. Kertas kerja tersebut
menggunakan penormoran indeks secara berurutan. menggunakan indeks huruf. memberikan
contoh dari sistem pengindeksan yang mana nomor indeksnya terdiri atas beberapa digit.
Jurnal ini digunakan untuk memperbaiki kesalahan dalam pencatatan transaksi. Secara
garis besar, semua kesalahan seharusnya dikoreksi. Tapi ada beberapa kondisi yang
menyebabkan tidak semua kesalahan dibuat jurnal koreksinya karena dengan sendirinya akan
betul diperiode berikutnya. Auditor tidak membuat catatan-catatan klien. Auditor membuat
entri pada kertas kerja dan mereviu pencatatannya dengan klien.
Kertas kerja dan standar auditing, berhubungan erat dengan tiga kelompok yaitu:
1. Kertas kerja audit dan standar umum, standar umum yang menyatkan tentang kopentensi,
independensi, dan kecermatan dan keseksamaan pelaksanaan tugas.
2. Keras kerja audit dan standar pekerjaan lapangan, hal ini berhubungan
dengan perencanaan dan pengawasan stuktur pengendalian internal bukti audit kompeten
yang memadai.
3. Kertas kerja dan standar pelaporan. Kertas kerja juga berhubungan erat dengan standar
pelaporan.
Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan kertas kerja adalah sebagai berikut:
Kertas Kerja Audit merupakan dokumentasi yang disusun oleh auditor dalam sebuah
proses audit yang terdiri dari:
Pembuatan kertas kerja harus mempunyai maksud dan tujuan yang jelas.
Hindarkan pekerjaan salin-menyalin yang tidak diperlukan.
Buktikan keterangan lisan yang diperoleh melalui pengajuan pertayaan (inquiry)
Jangan meninggalkan suatu pertanyaan tanpa ada jawaban yang jelas.
Tulisan segala masalah relevan yang temukan pada saat melaksanakan audit.
Tipe kertas audit ada tujuh yang biasanya dikenal, yaitu:
SKEDUL PENDUKUNG
Pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum dalam
laporan keuangan klien, ia membuat berbagai macam kertas kerja pendukung yang
menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkannya. Dalam setiap skedul
pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh auditor dalam
memverifikasi dan menganalisis unsur-unsur yang dicantumkan dalam daftar tersebut,
metode verifikasi yang digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit, serta jawaban atas
pertanyaan tersebut. Skedul pendukung harus memuat juga berbagai simpulan yang dibuat
oleh auditor.
Pemberian indeks terhadap kertas kerja akan memudahkan pencarian informasi dalam
bebagai daftar yang terdapat diberbagai tipe kertas kerja. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pemberian indeks kertas kerja adalah sebagai berikut :
1. Setiap kertas kerja harus diberi indeks, dapat disudut atas atu di sudut bawah.
2. Pencantuman indeks silang (cross index) harus dilakukan sebagai berikut :
Indeks silang dari skedul utama.
Indeks silang dari skedul akun pendapatan dan biaya.
Indeks silang antarskedul pendukung.
Indeks silang dari skedul pendukung ke ringkasan jurnal adjusment.
Indeks silang dari skedul utama ke working trial balance.
Indeks silang dapat digunakan pula untuk menghubungkan program audit dengan
kertas kerja.
3. Jawaban konfirmasi, pita mesin hitung, print-out komputer, dan sebagainya tidak diberi
indeks kecuali jika dilampirkan di belakang kertas kerja yang berindeks.
1. Indeks angka. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi indeks dengan angka,
sedangkan skedul pendukung diberi subindeks dengan mencantumkan nomor kode
skedul utama yang berkaitan.
2. Indeks kombinasi angka dan huruf. Kertas kerja utama dan skedul utama diberi kode
huruf, sedangkan skedul pendukungnya diberi kode kombinasi huruf dan angka.
3. Indeks angka berurutan. Kertas kerja diberi angka yang berurutan.
Catatan memo
kertas kerja dapat diperoleh dari klien, hasil analisis auditor, pihak ketiga yang independen.
Contoh kertas kerja yang berasal dari klien
Internal Control Questionare dan evalusi serta hasil analisis pengendalian interen
Analisis Aktiva Tetap
Analisis kecukupan allowance for bad debt (penyisihan piutang/cadangan kerugian
piutang)
Working Trial Balance atau dapat dipecah menjadi dua yaitu Working Balance Sheet
dan Working Profit and Loss
Top schedule
Supporting schedule
Konsep Laporan Audit
Kertas kerja yang dikumpulkan oleh akuntan merupakan data-data rahasia perusahaan, oleh
karenanya akuntan berkewjiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut jangan sampai data
tersebut diketahui oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan perusahaan
1. Current file
Arsip pemeriksaan tahunan yang diperoleh dari pemeriksaan tahun berjalan, informasi
dari current file pada umumnya mempunyai manfaat untuk tahun yang diperiksa.
Contoh: neraca saldo, berita acara kas opname, rekonsiliasi bank, rincian piutang,
rincian persediaan, rincian utang, rincian biaya dan lain-lain.
2. Permanent file
Merupakan arsip kertas kerja yang secara relatif tidak mengalami perubahan. Arsip ini
dapat digunakan berulang-ulang untuk beberapa periode pengauditan. Contoh: akte
pendirian, accounting manual (pedoman akuntansi), kontrak-kontrak, notulen rapat.
Tujuan permanent file
(1) Sebagai acuan yang digunakan untuk pemeriksaan tahun-tahun mendatang
(2) Memberikan ringkasan mengenai kebijakan dan organisasi klien bagi staff yang
baru pertama kali menangani pemeriksaan laporan keuangan
(3) Untuk menghindari pengulangan pembuatan kertas kerja yang sama dari tahun ke
tahun
3. Corespondence file
Merupakan arsip surat menyurat, facsimili dan lain-lain.
Kertas kerja audit akuntan yang disusun selama pelaksanaan audit, baik yang disusun oleh
auditor sendiri maupun yang disusunkan oleh klien untuk auditor, adalah milik auditor
(akuntan publik); oleh karena itu semua kertas kerja tersebut harus disimpan oleh auditor
dengan sebaik-baiknya, dalam arti disimpan secara teratur sesuai dengan urutan yang logis.
Contoh Kasus
Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau
24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1
dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan
dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya
pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang
tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian
dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi
administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001.
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia
Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap
diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan
Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor
Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan
profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan
dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan
atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta
Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga
Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi
dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk
mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik
dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku
2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena
mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran
peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar
profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam
manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun
buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih
2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan.
Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100
miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan
laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi
dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan
dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba
bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai
bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab
atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-
mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan
menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-
bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja
atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena
laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan
farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun
buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham
mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta
akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali
(restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih
Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian
kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam
rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham
Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan
publik.
PEMBAHASAN
Keterkaitan bukti audit pada kasus Kimia Farma di atas adalah bukti yang diperoleh oleh
KAP HTM auditor independen yang memeriksa Kimia Farma telah dimanipulasi oleh
manajemen. Manipulasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang pada
akhirnya akan meningkatkan laba perusahaan. Bukti yang diberikan manajemen berupa
master prices telah digelembungkan nilainya sehingga lebih besar dari yang seharusnya. Hal
tersebut menyebabkan adanya overstated pada penjualan dan laba. Bukti yang didapat auditor
tidak sesuai dengan bukti yang sebenarnya. Dapat dilihat bahwa, bukti audit yang didapat
oleh auditor tidak kompeten. Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau
keandalan data akuntansi dan informasi penguat. Bukti audit yang kompeten seharusnya
bebas dari kepalsuan dan manipulasi. Selain di sisi bukti audit, sisi professional auditor juga
menjadi issue. Auditor harus professional yaitu cermat dalam melaksanakan tugas audit yang
juga mencakup cermat dalam mengevaluasi bukti. Kemampuan untuk mengevaluasi bukti
audit secara tepat adalah keahlian penting lain yang harus dikembangkan oleh seorang
auditor. Evaluasi yang tepat atas bukti membutuhkan pemahaman auditor atas jenis yang
tersedia dan keandalan relatif atau diagnosisnya. Auditor harus mampu menentukan kapan
jumlah yang cukup dari bukti kompeten yang telah didapat dalam rangka memutuskan
apakah kewajaran asersi manajemen dapat didukung.
Di sisi lain, bukti audit juga harus cukup, yaitu cukup dilihat dari segi kuantitas serta
pengambilan sample yang tepat. Pengambilan sample terkait dengan banyaknya populasi dan
karakteristik populasi. Semakin besar populasi semakin banyak bukti yang diperlukan.
Karakteristik populasi ditentukan oleh homogenitas anggota populasi. Semakin homogen
suatu populasi maka jumlah bukti audit yang dipilih lebih kecil dibandingkan dengan
populasi yang heterogen. Dilihat dari kasus Kimia Farma, sample yang diambil belum
sepenuhnya mewakili populasi yang ada sehingga terdapat unit yang tidak disample dan unit
tersebut melakukan kecurangan.