Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AUDIT INTERNAL

THE PLANNING PHASE

OLEH :

KELOMPOK V

UMMI KALSUM 4514013002


AYU WANDINI HM 4514013009
AYU PUTRI UTAMI 4514013012
MOH. AFANDI FARIANSYAH 4514013019
NUR QOLBI 4514013026
SUCI ANUGRAH ILAHI 4514013027
AYANG ARIASA 4514013058

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2017

1
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan
makalah ini tepat pada waktunya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu referensi bagi pembaca dalam hal The Planning Phase. Harapan
kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan informasi bagi
para pembaca tentang mengenai Keseluruhan Perencanaan dan Program Audit.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki masih sangatlah kurang. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, 2 April 2017

Penyusun
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ...........................................................................................i

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISI. ......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN. ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................1


1.2 Masalah Pokok....................................................................................2
1.3 Tujuan .................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................4

2.1. Proses Perencanaan Audit Secara Keseluruhan.................................4

2.2. Internal Audit Proses (Reider, Ratliff, Sawyer).................................8

2.3. Risk Based Internal Audit (RBIA). .................................................16

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................19

3.1 Kesimpulan.......................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.... 20
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Auditor sangat dituntut akan kemampuannya memberikan jasa yang terbaik

dalam setiap pengauditan, dan sesuai dengan yang dibutuhkan serta diperintahkan

oleh pimpinan tertinggi instansi atau badan. Agar audit dapat bermanfaat bagi para

pemakainya, auditor independen memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan

pendapat yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki obyektivitas

yang tinggi. Oleh karena itu sebelum menjalankan proses audit, tentu saja proses

audit harus direncakan terlebih dahulu.

Salah satu tahap audit ialah perencanaan (audit planning). Perencanaan audit

adalah suatu tahapan yang terperinci, yang menyangkut prosedur dan rencana auditor

yang akan digunakan dalam pelaksanaan suatu audit. Tujuan audit, jadwal kerja audit,

dan staf yang akan diikutsertakan dalam proses audit, harus diterangkan secara jelas

dalam perencanaan audit. Tujuan audit planning ialah untuk menentukan pada area

mana, bagaimana, kapan serta oleh siapa (anggota tim yang mana) audit akan

dilakukan. Langkah penting dalam audit planning mengidentifikasikan faktor risiko.

Untuk itu auditor menyiapkan rencana kerja audit (audit program) mengenai

batas, jadwal, dan prosedur untuk mencapai sasaran audit. Setelah audit program

disusun dan team auditor telah dibentuk, selanjutnya para anggota team harus

melakukan pengenalan terhadap sistem yang akan diaudit.


2

Oleh karena itu, disini akan membahas mengenai langkah kedelapan yang

merupakan langkah terakhir dalam fase perencanaan audit. Langkah yang paling

penting ini karena akan menentukan keseluruhan program audit yang akan diikuti

oleh auditor, termasuk semua prosedur audit, ukuran sampel, unsur-unsur yang dipilih

serta waktunya. Pentingnya membuat keputusan yang tepat dalam membentuk

perencanaan audit secara keseluruhan dan mengembangkan suatu program audit yang

terperinci dengan mempertimbangkan efektivitas bukti maupun efisiensi audit.

Dimana keseluruhan perencanaan audit didiskusikan yang berarti memilih

gabungan dari kelima jenis pengujian yang akan menghasilkan audit yang efektif dan

efisien. ini mencakup pembahasan mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap

jenis pengujian, termasuk pertimbangan biaya dari setiap jenis pengujian tersebut.

Setelah memutuskan gabungan jenis pengujian yang paling menghemat biaya, auditor

akan merancang program audit secara terperinci.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas yaitu:

1. Bagaimanakah proses perencanaan audit secara keseluruhan?


2. Bagaimanakah internal audit proses (Reider, Ratliff, Sawyer) ?
3. Bagaimanakah RBIA dalam the planning phase ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses perencaan audit secara keseluruhan
2. Untuk mengetahui Internal audit proses (Reider, Ratliff, sawyer)
3

3. Untuk mengetahui RBIA dalam the planning phase


4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Perencanaan Audit Secara Keseluruhan

Dalam mengembangkan rencana audit secara keseluruhan, auditor

menggunakan lima langkah pertama dalam proses perencanaan yang memiliki tujuan

untuk membantu auditor dalam mengembangkan rencana dan program audit yang

efisien dan efektif. Sebagaimana dikatakan Arens & Lobbeck dalam bukunya

Auditing, terdapat lima jenis pengujian dasar yang dapat digunakan dalam

menentukan apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan secara wajar, yaitu :

1. Prosedur Pengukuran Risiko

Standar pekerjaan lapangan mengharuskan auditor untuk mendapatkan

pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya,

untuk mengukur risiko salah saji material dalam laporan keuangan klien. Secara

bersamaan, prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman atas entitas dan

lingkungannya, termasuk pengendalian internal, merupakan prosedur penilaian risiko

yang dilakukan auditor. Prosedur pengukuran risiko dilakukan untuk menilai risiko

salah saji material dalam laporan keuangan. Auditor melakukan pengujian

pengendalian, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis serta pengujian atas

perincian saldo dalam melakukan penilaian terhadap salah saji material sebagaimana

diharuskan dalam PSA 26 (SA 350). Gabungan dari keempat jenis prosedur audit

lanjutan ini akan memberikan dasar bagi opini auditor.


5

2. Pengujian Pengendalian

Untuk mendapatkan bukti yang tepat dan mencukupi untuk mendukung

pengukuran tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian. Pengujian

pengendalian, baik secara manual maupun otomatis, dapat mencakup jenis bukti

berikut:

- Melakukan tanya jawab yang memadai dengan personel klien.


- Memeriksa dokumen, catatan, dan laporan.
- Mengamati aktivitas terkait pengendalian.
- Mengerjakan ulang prosedur-prosedur klien.

Pengujian pengendalian juga digunakan untuk menentukan apakah

penggunaan pengendalian tersebut telah efektif dan biasanya digunakan untuk

menguji sebuah sampel transaksi. Prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan

pemahaman atas pengendalian internal biasanya tidak memberikan bukti tepat yang

memadai untuk mendukung bahwa pengendalian telah berjalan efektif. Jumlah bukti

tambahan yang diharuskan untuk menguji pengendalian bergantung pada keluasan

bukti yang didapatkan dalam memperoleh pemahaman atas pengendalian internal

Dan pengurangan risiko pengendalian yang direncanakan.

3. Pengujian Substantif Transaksi


6

Pengujian substantif merupakan prosedur yang dirancang untuk menguji salah

saji rupiah (salah saji moneter) yang secara langsung berpengaruh pada ketepatan

saldo laporan keuangan. Auditor mengandalkan tiga jenis pengujian substantif.


Pengujian substantif transaksi digunakan untuk menentukan apakah keenam

tujuan audit terkait transaksi telah terpenuhi untuk setiap kelompok transaksi. dua

dari enam tujuan untuk transaksi penualan adalah transaksi penjualan benar-benar

tejadi dan transaksi penjualan yang ada telah dicatat. Auditor dapat melakukan

pengujian pengendalian secara terpisah dari semua pengujian lainnya, namun sering

kali lebih efisien untuk melakukannya bersamaan dengan pengujian substantif

transaksi.

4. Prosedur Analytics

Prosedur analitis melibatkan perbandingan-perbandingan jumlah yang tercatat

dengan ekspektasi yang dikembangkan oleh auditor. Standar audit mengharuskan

prosedur analitis dilakukan selama perencanaan dan penyelesaian audit. Dua tujuan

utama dari prosedur analitis dalam mengaudit saldo akun adalah untuk :

1. Mendandai adanya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan.


2. Memberikan bukti substantif.

Standar audit menyatakan bahwa prosedur analaitis merupakan salah satu

jenis pengujian substantif (yaitu prosedur analitis substantif) ketika dilakuakn utuk

memberikan bukti mengenai suatu saldo akhir tahun.

5. Pengujian Terperinci Saldo


7

Pengujian terperinci saldo memfokuskan pada saldo akhir buku besar baik

untuk akun-akun neraca maupun laba rugi. Penekanan utama dalam sebagian besar

pengujian atas perincian saldo adalah pada neraca. Seperti halnya untuk transaksi,

pengujian auditor atas perincian saldo juga harus memenuhi semua tujuan audit

terkait saldo untuk setiap akun-akun neraca yang signifikan. Pengujian terperinci

saldo membantu menciptakan ketepatan moneter akun-akun yang terkait, sehingga

merupakan pengujian substantif.


Pengujian pengendalian membantu auditor dalam mengevaluasi apakah

pengendalian terhadap transaksi dalam siklus tersebut telah cukup efektif

untukmendukung pengurangan penilaian risiko pengendalian, sehingga

memungkinkan pengurangan pengujian substantif. Pengujian pengendalian juga

membentuk dasar laporan auditor atas pengendalian internal terhadap laporan

keuangan untuk klien-klien yang merupakan perusahaan publik.


Dengan menggabungkan jenis pengujian audit, auditor mendaapatkan

keyakianan keseluruhan yang lebih tinggi untuk transaksi dan akun dalam siklus

penjualan dan penagihan dibandingkan dengan keyakinan yang didapatkan dari setiap

pengujian lainnya.
8

2.2 Internal Audit Proses (Reider, Ratliff, Sawyer)


2.2.1 Langkah-Langkah Proses Audit Internal Menurut Reider
Adapun langkah-langkah dalam audit intern menurut Reider (2002:39)

adalah sebagai berikut:


a) Tahap Persiapan Pemeriksaan

Tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi. Penelaahan peraturan,

ketentuan dan undang-undang yang berkaitan dengan aktivitas yang diperiksa

serta menganalisis informasi yang diperoleh guna mengidentifikasi hal-hal

potensial yang mengandung titik kelemahan. Pada tahap ini pemeriksa memilih

bidang tertentu untuk diperiksa serta menganalisis informasi yang diperoleh guna

mengidentifikasi hal-hal potensial yang mengandung titik kelemahan. Pada tahap

ini pemeriksa memilih bidang tertentu untuk diperiksa dari seluruh bidang objek

kegiatan yang telah dilakukan pada tahap persiapan pemeriksaan. Pemilihan ini

diperoleh melalui pengumpulan dan penganalisisan informasi atas kegiatan yang

diperiksa.

Dari tahap ini diperoleh latar belakang dan informasi umum atas kegiatan

yang bersangkutan, yang mendasari pemilihan sasaran alternative pemeriksaan

(tentative audit objective) melalui berbagai teknik dan pengujian terbatas.


9

b) Tahap Pengujian Pengendalian Intern

Tahap ini dimaksudkan untuk lebih memantapkan sasaran tentative pemeriksaan

yang telah diidentifikasi pada persiapan pemeriksaan. Pengujian ini bertujuan untuk

menilai efektifitas pengendalian intern dan lebih mengenali adanya kelemahan

sehingga dapat dipastikan apakah dapat terus dilanjutkan ke tahap pemeriksaan

lanjutan, karena kurangnya bukti yang mendukung atau gugurnya sasaran tentative

pemeriksaan.

Melalui tahap ini diperoleh bukti-bukti yang mendukung sasaran pemeriksaan

definitive yang dikembangkan dari kegiatan spesifik yang bersifiat tentative

(sementara).

c) Tahap pemeriksaan lanjutan

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan bukti yang cukup, guna mendukung

audit objektif yang diperoleh pada tahap pengujian dan pengkajian ulang sistem

pengendalian intern. Pada tahap ini pemeriksa memilih atau menyeleksi sasaran

definitive (firm audit objective). Kemudian dilakukan pengumpulan bukti yang

relevan, material dan kompeten menuju suatu kesimpulan mengenai sasaran

pemeriksaan yang bersangkutan.

d) Tahap pelaporan

Tahap ini bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan termasuk

rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan guna meyakinkan pihak

manajemen tentang nilai, arti penting dan keabsahan hasil pemeriksaan, serta
10

mendorong pihak manajemen atau pejabat yang berwenang guna melakukan

perbaikan. Sebelum laporan final disusun, materi temuan sudah harus

dikomunikasikan dengan pihak manajemen mulai dari sejak ditetapkannya sasaran

tentative pemeriksaan.

Hal tersebut dimaksudkan agar:

1) Menyelesaikan dan mencegah konflik


2) Memperoleh kesepakatan mengenai fakta temuan
3) Mencegah adanya argumentasi lain dari pihak manejemen
4) Memberikan kesempatan kepada pihak manajemen untuk memahami arti dan kata

yang tertulis agar tidak menimbulkan salah penafsiran.

e) Tahap tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Pada tahap ini pemantapan dan evaluasi terhadap tindakan-tindakan manajemen

berdasarkan rekomendasi sangat penting dalam pemeriksaan intern. Hasil

pemeriksaan akan sangat berkurang manfaatnya apabila rekomendasi yang diberikan

tidak ditindak lanjuti oleh pihak manajemen. Masalah tindak lanjut ini tidak terlepas

dari tahap pemeriksaan sebelumnya. Temuan yang tidak tuntas dibicarakan termasuk

rekomendasi yang tidak disepakati oleh manajemen akan Sangay berpengaruh

terhadap kelancaran tindak lanjut.

2.2.2 Langkah-Langkah Proses Audit Internal Menurut Ratliff


11

Tahapan audit internal versi ratliff adalah sebagai berikut:


a) Seleksi auditee (included select ristkest area)
Pada tahap awal Pemilihan obyek audit perlu dilakukan berkenaan dengan

keterbatasan sumberdaya audit dibandingkan dengan kebutuhan audit. OLeh

karena itu, tidak setiap unit yang potensial untuk diaudit dari seluruh unit yang

ada ( audit universe) dapat dimasukkan kedalam rencana audit tahunan. Acuan

dasar untuk memilih auditable unit adalah skala prioritas audit berdasarkan

besaran ( magnitude ) dan tingkat signifikan dari resiko yang melekat pada setiap

auditable unit.
b) Persiapan penugasan
Dalam tahap ini dilakukan penunjukan tim yang akan terlibat dalam suatu

penugasan oleh Satuan Audit Internal. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tim

yang akan melaksanakan tugas di suatu unit mempunyai payung hukum yang kuat

bahwa tim tersebut melaksanakan audit atas perintah dari atasan dan bukan

karena kehendak pribadi.


c) Survey pendahuluan
Survey Pendahuluan merupakan proses audit yang bertujuan untuk

mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai resiko dari suatu auditable

unit yang telah dijadwalkan dan atau telah dibuatkan penugasan auditnya. Survey

pendahuluan dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknit audit.

Penggunaan berbagai macam tehnik audit tersebut dimaksudkan agar tercapai

kombinasi optimal dari berbagai upaya untuk memperoleh dan menganalisis

informasi yang relevan dengan penilaian resiko secara efisien dan efektif . d)

Evaluasi internal control system (included reasses risk)


12

Tahap ini dimaksudkan untuk lebih memantapkan sasaran tentative

pemeriksaan yang telah diidentifikasi pada persiapan pemeriksaan. Pengujian ini

dilakukan untuk menilai efektivitas pengendalian intern dan lebih mengenal

adanya kelemahan sehingga dapat dipastikan apakah dapat dilanjutkan ketahap

pemeriksaan lanjutan, karena kurangnya bukti yang mendukung atau gugurnya

sasaran tentative pemeriksaan, melalui tahap ini diperoleh bukti-bukti yang

mendukung sasaran pemeriksaan definitive dari kegiatan spesifik yang bersifat

tentative (sementara).

e) Pengujian lapangan (included reasses risk)

Pada tahap pelaksanaan pengujian ini auditor perlu mencari bukti yang akan

menguatkan informasi yang diperoleh pada survey pendahuluan guna mendukung

audit objektif yang diperoleh pada tahap pengujian dan pengkajian ulang system

pengendalian intern. Pada tahap ini pemeriksa memilih atau menyeleksi sasaran

definitive (firm audit objektive). Kemudian dilakukan pengumpulan bukti yang

relevan, material dan kompeten.

f) Pengembangan temuan (included recommendations based on risk)

Dalam tahap ini auditor mematangkan berbagai temuan yang telah

dirangkum selama proses pekerjaan lapangan. Di sini auditor memperoleh

keyakinan yang memadai bahwa temuan yang dirangkumnya telah dijalankan


13

sesuai prosedur, obyektif dan independen.Atribut temuan dikembangkan

berdasarkan area signifikan yang diidentifikasi selama tahap pekerjaan lapangan

sebagai berikut:

1) Kondisi: Apa saja yang ditemukan oleh internal auditor pada saat pekerjaan

lapangan?
2) Kriteria: Bagaimana kondisi yang seharusnya terjadi di lapangan?
3) Akibat: Apakah dampak dari kondisi yang ditemukan di lapangan terhadap

operasional perusahaan?
4) Sebab: Mengapa kondisi tersebut dapat terjadi?
5) Rekomendasi: Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki situasi?

g) Pelaporan hasil audit

Tahap ini bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil pemeriksaan termasuk

rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan guna meyakinkan pihak

manajemen tentang nilai, arti penting, dan keabsahan hasil pemeriksaan serta

mendorong pihak manajemen atau pejabat yang berwenang guna melakukan

perbaikan. Sebelum laporan final disusun, materi permanen sudah harus

dikomunikasikan dengan pihak manajemen mulai dari sejak ditetapkannya

sasaran tentative pemeriksaan. Hal ini dimaksud agar:

- Menyelesaikan dan mencegah konflik

- Memperoleh kesepakatan mengenai fakta temuan

- Mencegah adanya argumentasi lain dari pihak manajemen


- Memberi kesampatan bagi manajemen untuk memahami arti dan kata yang tertulis

agar tidak menimbulkan salah penafsiran.


h) Monitoring tindak lanjut
14

Tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui oleh

auditee terkait dengan pelaksanaan rekomendasi yang telah diberikan. Hasil

pemeriksaan akan sangat berkurang manfaatnya apabila rekomendasi yang diberikan

tidak ditindak lanjuti oleh pihak manajemen. Masalah tindak lanjut ini ditak lepas

dari tahap pemeriksaan sebelumnya.

i) Evaluasi

pada tahap ini pemantapan dan evaluasi terhadap tindakan-tindakan manajemen

berdasarkan rekomendasi sangat penting dalam pemeriksaan intern. Temuan yang

tidak tuntas dibicarakan termasuk rekomendasi yang tidak disepakati oleh manajemen

akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran tindak lanjut.

Persamaan& perbedaan diantara ketiga pendapat ahli dari proses diatas adalah

sebagai berikut:

a) Dari Ketiga pendapat diatas, Semua proses memiliki langkah-langkah yang

terorganisir yang akan dijadikan pedoman dalam melakukan audit internal agar

kegiatan audit bisa terarah dengan baik.

b) Dari ketiga pendapat di atas, menurut SPAI tahap yang perlu dilakukan ada 5

langkah dimana setelah pelaporan hasil audit dilakukan pemantauan tindaklanjut,

dan menurut Ratliff ada 9 langkah dimana setelah pelaporan hasil audit dan

pemantauan tindak lanjut juga perlu dilakukan evaluasi, sedangkan menurut

reider langkah audit internal berakhir pada pelaporan hasil audit saja.
2.2.3 Pendekatan Yang Dilakukan Oleh Auditor Internal Menurut Sawyer
15

Menurut Sawyer (2005:27) untuk mencapai tujuannya masing-masing,

auditor internal dapat melakukan beberapa pendekatan yang berbeda yakni:


- Audit Komprehensif, istilah ini pertama kali digunakan oleh General

Accounting Office (GAO) Amerika Serikat untuk menggambarkan audit atas

semua aktivitas yang terdapat pada entitas pemerintah. Audit komprehensif

merupakan perluasan yang dilakukan GAO atas audit terhadap aktivitas operasi.
- Audit Berorientasi Manajemen, penelaahan atas semua aktivitas sesuai dengan

perspektif manajer atau konsultan manajemen. Audit berorientasi manajemen

dibedakan dari jenis-jenis lainnya berdasarkan cara pandangnya, bukan dari segi

prosedur audit. Audit berorientasi manajemen memfokuskan diri pada membantu

organisasi mencapai tujuannya. Hasil yang signifikan adalah membantu manajer

mengelola perusahaan dengan lebih baik dan untuk membuat manajer, bukan

auditor, kelihatan baik. Audit berorientasi manajemen jangan disamakan dengan

audit manajemen, yang merupakan audit atas manajer itu sendiri. Auditor

professional menghindari implikasi seperti ini karena penilai sejati atas manajer

adalah atasan mereka sendiri.


- Audit Partisipatif, proses yang melibatkan bantuan klien dalam mengumpulkan

data, mengevaluasi operasi, dan mengoreksi masalah. Jadi audit ini merupakan

kemitraan untuk menyelesaikan masalah, sehingga terkadang disebut audit

kemitraan.
- Audit Program, penelaahan atas seluruh program, baik perusahaan publik

maupun privat, untuk menentukan apakah manfaat yang diinginkan telah tercapai.

Program dalam istilah ini berarti serangkaian rencana dan prosedur untuk
16

mencapai hasil akhir yang ditentukan. Istilah tersebut berbeda dari penelaahan

atas aktivitas secara terus-menerus dalam sebuah perusahaan.

2.3 Riks Based Internal Audit (RBIA)

Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya sesuatu yang bisa berdampak

pada pencapaian tujuan. Perkembangan risiko usaha yang terus berkembang dan

dapat mengancam sustainbilitas perusahaan memerlukan pengelolaan risiko

yang efektif dan efisien, Pengelolaan risiko yang efektif dapat diwujudkan dengan

pengendalian internal efektif yang dilakukan oleh unit satuan pengendalian intern

perusahaan. Salah satu paradigma baru dalam salah satu pekerjaan unit pengendalian

intern adalah melakukan audit internal berbasis risiko. Paradigma pengendalian intern

yang berbasis risiko dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu:

1. Standards for Professional Practice of Internal Auditing tahun 2001 dan

diperbaharui pada IPPF 2009 pada butir 2100, mengharuskan auditor

intern,untuk menggunakan suatu pendekatan yang sistematis dan terdisiplin

mengevaluasi efektivitas proses:


- manajemen risiko,
- pengendalian intern, dan
- corporate governance
2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 1/6/PBI/1999 tanggal 20 September

1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan

Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum.

Berdasarkan IPPF 2009, pendekatan auditor intern dengan berbasis risiko


17

merupakan suatu paradigma baru yang berbeda dengan paradigma auditor

intern yang lama yaitu control based audit.

Tabel 1. Paradigma Audit Internal

Manfaat penggunaan Risk Based Internal Audit (RBIA) antara sebagai suatu

sistem yang memastikan bahwa seluruh strategic respons (mitigasi risiko dan action

plan) dilakukan sesuai dengan perencanaan dan ketentuan yang berlaku sehingga

seluruh tingkat risiko inheren yang berada di atas risk appetite perusahaan dapat

diturunkan menjadi risiko ridual yang berada di bawah risk appetite. Kondisi ini akan

memberikan tingkat probability dari pencapaian tujuan perusahaan semakin besar

sehingga akan memberikan peningkatan nilai perusahaan ( corporate value).

Sebelum melaksanakan RBIA perlu disusun perencanaan RBIA dengan tujuan

adalah menghasilkan risk and audit universe yang merupakan daftar seluruh risiko
18

yang dimiliki perusahaan, serta audit yang akan dilaksanakan untuk memastikan

bahwa proses pengelolaan risiko telah dilaksanakan secara efektif serta menghasilkan

rencana audit tahunan (PKPT), yang disebut Audit Plan.

Sedangkan langkah-langkah perencaan RBIA dilakukan dengan cara:

1. Melakukan evaluasi tingkat kematangan (maturity level) atas penerapan

manajemen risiko.

2. Menentukan Auditable Unit/Unit Layak Audit (ULA)

3. Menyusun Audit Plan (PKPT)

Komponen yang dibutuhkan dalam menerapkan RBIA

Dalam melaksanakan RBIA ada beberapa komponen yang harus dimiliki perusahaan:

1. Daftar Risk Assessment (RCSA)

2. Pedoman Penerapan Manajemen Risiko

3. Pedoman Risk Assessment (RCSA)

4. Pedoman Penghitungan Risk Maturity Level

5. Pedoman Risk Based Audit

6. Pedoman Risk Based Internal Control


19

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Auditor sangat dituntut akan kemampuannya memberikan jasa yang terbaik

dalam setiap pengauditan, dan sesuai dengan yang dibutuhkan serta diperintahkan

oleh pimpinan tertinggi instansi atau badan. Oleh karena itu sebelum menjalankan

proses audit, tentu saja proses audit harus direncakan terlebih dahulu. Dalam

mengembangkan rencana audit keseluruhan, auditor menggunakan lima langkah

pertama dalam proses perencanaan dengan tujuan untuk membantu auditor dalam

mengembangkan rencana dan program audit yang efisien dan efektif. Jenis pengujian

tersebut adalah dasar yang dapat digunakan dalam menentukan apakah laporan

keuangan tersebut telah disajikan secara wajar.

DAFTAR PUSTAKA
Elder.landar J, Beasly. Mark S, Arens. Alfin A, Jusuf. Amir abadi. 2011. Jasa audit dan

assurance.Jakarta: Salemba Empat


http://anhyfreedom.blogspot.co.id/2012/10/proses-audit-internal.htm
20

http://yann-achmad.blogspot.co.id/2012/04/auditor.html

Anda mungkin juga menyukai