Oleh :
Halaman
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian Pendekatan Manajemen Stakeholder
1
Dalam hal menyeimbangkan peran dan hubungan antara stakeholder, maka
perusahaan harus memiliki tanggung jawab sosial atau yang biasa dikenal dengan
istilah CSR (Corporate Social Responsibility) kepada para stakeholder jika
menginginkan perusahaannya terus beroperasi dalam jangka panjang, terlebih lagi
dalam hal memaksimalkan keuntungan.
2
3. Influence / impact grid, berdasarkan tingkat pengaruh / keterlibatan di proyek
dan kemampuan mereka untuk memberikan besaran dampak terhadap proyek
(rencana – pelaksanaan).
4. Salience model, yang menjelaskan kelas stakeholder berdasarkan
kekuasaannya, tingkat kepentingan, dan legitimasi.
Dalam daftar stakeholder, terdapat suatu penilaian atas stakeholder. Penilaian tersebut
berupa tingkat kekuasaan, tingkat kepentingan, tingkat pengaruh, tingkat dampak, dan
lainnya sesuai kebutuhan. Umumnya dilakukan dalam bentuk matriks untuk
memudahkan dalam melakukan penilaiannya.
3
hanya berkutat bagaimana memproduksi barang sesuai dengan target yang dikehendaki
oleh manajemen perusahaan, bagian pemasaran hanya bekerja berkaitan dengan
konsumenya tanpa mengadakan koordinasi satu dengan yang lainya. Hubungan antara
pemimpin dengan karyawan dan pemasok pun berjalan satu arah, kaku dan berorientasi
jangka pendek. Hal itu menyebabkan setiap bagian perusahaan mempunyai kepentingan,
nilai dan tujuan yang berbeda-beda bergantung pada pimpinan masing-masing fungsi
tersebut yang terkadang berbeda dengan visi, misi, dan capaian yang ditargetkan oleh
perusahaan. Hubungan dengan pihak di luar perusahaan bersifat jangka pendek dan
hanya sebatas hubungan transaksional saja tanpa ada kerjasama untuk menciptakan
kebermanfaatan bersama.
4
Pendekatan new-corporate relation mengeliminasi penjenjangan status diantara
parastakeholder perusahaan seperti yang ada pada old-corporate relation.Perusahaan
tidak lagi menempatkan dirinya diposisis paling atas sehingga perusahaa
mengeksklusifkan dirinya dari para stakeholder sehingga dengan pola hubungan
semacam ini arah dan tujuan perusahaan bukan lagi pada bagaimana menghimpun
kekayaan sebesar-besarnya namun lebih kepada pencapaian pembangunan yang
berkelanjutan (sustainability development).
D. Metode Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat
memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen
kerjasama dan kompetisi. Dalam melakukan negosiasi kita tidak serta merta langsung
melakukannya tanpa ada panduan bagaimana melakukan negosiasi dengan baik dan
benar. Semua pekerjaan juga terdapat sumber-sumber etika yang harus dijalankan agar
pekerjaan yang dijalani dapat berjalan dengan baik. Etika sebenarnya juga memiliki
pola-pola yang khas dan berbeda antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang
lain. Begitu pula dengan negosiasi ia memiliki pola agar negosiasi berhasil dijalankan.
Syarat bernegosiasi antara lain sebagai berikut.
1. Kedua belah pihak mau melakukan perjanjian
2. Terdapat perjanjian dan konflik di antara beberapa pihak
3. Terdapat variabel untuk diopertukarkan melalui konsesi
4. Kedua belah pihak mempunyai wewenang untuk merubah syarat mereka
1. Lies
Subject matter berbohong (kebohongan) dalam negosiasi diantaranya konstrain,
alternative, wewenang untuk negosiasi, komitmen, penerimaan tawaran lawan
negosiasi, tekanan waktu dan sumber daya yang tersedia. Dalam kriteria golden
rule berbohong diperbolehkan jika hal tersebut meruapakan satu-satunya cara
untuk mencegah bahaya yang lebih besar.
2. Ulitarianism
Menghubungkan perilaku berbohong dengan konsekuessi yang akan timbul dari
perbuatan tersebut. Dalam universalism berbohong merupakan suatu perbuatan
yang tidak dapat dibenarkan. Distributive justice memandang bahwa berbohong
5
dapat meningkatkan kesemapatan untuk membuat keputusan yang tidak dapat
memnuhi kepentingan dengan baik dan juga berbohong dapat mengurangi
kebebasan untuk bertindak.
3. Puffery
Puffery ini berkaitan dengan melebih-lebihkan sesuatu seperti cost atau kondisi.
Negosiator melebih-lebihkan mulai dari alternative, apa yang mereka ingin
dapatkan atau disiapkan akan didapatkan, pentingnya isu. Seperti berbohong,
melebih-lebihkan juga dimaksudkan untuk menipu dan mengambil manfaat dari
biaya yang ditanggung lawan negosiasi.
4. Deception
Penipuan yang dimaksud yaitu janji palsu, ancaman, permintaan pertama yang
berlebihan, tidak peduli dengan fakta yang ada, atau meminta sesuatu yang tidak
diinginkan. Deception ini tidak sesuai dengan keempat kriteria etis tersebut.
5. Weaking the Opponent
Membuat pihak lawan lemah biasanya melibatkan kebohongan, penipuan, dan
melebih-lebihkan. Negosiator akan mengeliminasi beberapa alternative pihak
lawan, menyalahkan pihak lawan atas tindakannya, menggunakan pernyataan
abrasive secara personal.
6. Strengthening one’s own position
Teknik ini didesign untuk memperbaiki posisi sendiri tanpa melakukan sesuatu
yang merugikan atau membahayakan pihak lawan, biasanya melibatkan
resource yang dimiliki, misalnya expertise, financial, dan aliansi.
7. Nondisclosure
Prinsipnya hanya mengungkapkan fakta hanya sebagian, gagal untuk
mengungkapkan fakta yang tersembunyi, gagal untuk membenarkan salah
persepsi pihak lawan, atau menyembunyikan posisi negosiator itu sendiri.
8. Information Exploting
Informasi yang disediakan pihak lawan digunakan untuk mengeksploitasi
kelemahannya atau membuat lemah aliansinya.
9. Change of mind
Teknik ini menerima untuk merubah permintaan, menarik dari tawaran yang
dijanjikan, atau melakukan ancaman terhadap pihak lawan. Kitadiperbolehkan
untuk merubah pemikiran (change of mind) selama tidak memutuskan
komitmen atau kesepakatan.
6
10. Distraction
Distraction ini merupakan tindakan atau pernyataan yang dapat menjadi
sederhana (simple) seperti menyediakan informasi yang dilebih-lebihkan,
meminta banyak pertanyaan, menghindari pertanyaan, atau mengubur atau
menyembunyikan isu yang terjadi.
11. Maximitation
Yang termasuk perilaku ini yaitu meminta pihak lawan untuk membuat konsesi
yang hasilnya menguntungkan kita, atau sama untungnya atau pihak pihak
lawan menanggung kerugian yang lebih besar. Maksimisasi ini juga biasanya
berubah win-win negotiation menjadi win-lose negotiation.
1. Rigid Negotiation
Negosiasi yang tidak etis akan mengorbankan beberapa fleksibilitas, kreativitas,
ide dari pihak lain. Dengan demikian, negosiator akan terjebak pada pendekatan
rigid negotiation yang akan dimanfaatkan lawan negosiasinya.
2. Damaged Relationship
Ketika negosiasi dilakukan secara tidak etis maka akanada yang dijadikan
korban dari hasil negosiasi tersebut dan hubungan dari pihak yang negosiasi
tersebut dapat rusak di masa depan karena ada pihak yang merasa dirugikan.
3. Suilled reputation
Kadang opposing negotiation merupakan perilaku yang tidak etis dan
mengharapkan orang lain untuk berperilaku tidak etis dan kemudian di masa
depan dia akan menyerang kembali pihak lawannya.
4. Lost opportunities
Negosiasi yang tidak etis tidak hanya menghasikan keputusan yang tidak win-
win solution tetapi juga menginterfensi diskusi yang membawa isu-isu baru
yang akan menguntungkan kedua belah pihak.
7
E. Tanggungjawab Moral Para Manajer Fungsional
8
mengalami perubahan tanpa henti) serta bereaksi terhadap berbagai issue tersebut
sebelum issue-issue tersebut diketahui oleh masyarakat luas.’ (Regester &
Larkin, 2003:38).Semua organisasi/perusahaan, selalu mengharapkan adanya
dukungan positif dari publik. Dukungan itu, antara lain, terpancar dari
informasi/cerita yang bergulir tentang aktivitas organisasi. Namun kenyataannya
berbeda, karena karakteristik publik yang dihadapi beragam. Bisa jadi, hal itu
mempengaruhi interpretasi dan pemahaman tentang organisasi. Kerap muncul
informasi yang simpang siur, bahkan menyebar menjadi rumor/isu. Karena itu,
organisasi mau tidak mau harus melakukan manajemen isu agar mampu
mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola berbagai isu yang muncul serta
mempengaruhi aktivitas atau kelangsungan hidup suatu organisasi.
9
Model proses manajemen isu berkaitan dengan lima tahapan penting yaitu:
melakukan identifikasi terhadap isu, mencari tahu dari mana sumber isu itu bergulir dan
isu apa yang relevan dengan organisasi kita. Langkah kedua berkaitan dengan pemetaan
isu dimana dalam kegiatan ini, Humas perlu memberikan atau menentukan peringkat
atas isu yang bergulir. Pemeringkatan isu dilakukan berdasarkan kepentingan isu yang
bergulir tersebut. Tahap ketiga tentunya harus menyusun strategi pengelolaan isu. Apa
yang harus dilakukan agar isu itu tidak justru berkembang menjadi persoalan yang
merugikan organisasi. Dalam rangka ini perlu dilakukan perancangan pesan untuk
mengelola isu tersebut, terkait pula dengan media yang akan digunakan. Keempat
adalah menyangkut proses komunikasi atas isu tersebut. Bahwa isu yang negatif tentu
harus ditanggulangi secara proporsional, sementara isu yang positif, harus
dikembangkan secara baik. Terakhir, melakukan evaluasi atas kegiatan manajemen isu
yang telah dilakukan. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk mencaritahu apakah
kegiatan tersebut sudah sesuai dengan perencanaan, dan kegiatan evaluasi pun penting
untuk menentukan apa saja yang perlu direkomendasikan kepada pimpinan organisasi.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://idtesis.com/pembahasan-lengkap-teori-analisis-stakeholder-menurut-para-ahli-
dan-contoh-tesis-analisis-stakeholder/ diakses pada Sabtu, 23 Maret 2019.
https://blog.ub.ac.id/myinspiration/2013/03/16/stakeholder-dalam-organisasi-bisnis/
diakses pada Sabtu, 23 Maret 2019.
https://docplayer.info/38871065-Etika-bisnis-teknik-lobby-dan-negosiasi.html
diakses pada Sabtu, 23 Maret 2019.
11