Anda di halaman 1dari 13

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

STAKEHOLDERAND ISSUES MANAGEMENT APPROACHES

Oleh :

NI MADE PADMA DEWI


NIM : 1833121502

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2018
DAFTAR ISI

Halaman

A. Pendekatan Manajemen Stakeholder .................................................. 1


B. Pelaksanaan Analisis Stakeholder ......................................................... 2
C. Pendekatan Stakeholder dan Pentingnya Etika .................................. 3
D. Metode Negosiasi..................................................................................... 5
E. Tanggungjawab Moral Para Manajer Fungsional .............................. 8
F. Pendekatan Manajemen Isu .................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian Pendekatan Manajemen Stakeholder

Studi yang pertama kali mengemukakan mengenai stakeholderadalah Strategic


Management: A Stakeholder Approach oleh Freeman (1984). Sejak itu banyak sekali
studi yang membahas mengenai konsep stakeholder. Konsep tanggung jawab sosial
perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970, yang secara umum dikenal dengan
stakeholder theory artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan
dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat
dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan
secara berkelanjutan. Stakeholder theory dimulai dengan asumsi bahwa nilai secara
eksplisit dan tak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha (Freeman dkk.,
2004).
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder(pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat,
analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat
dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan
tersebut (Ghozali & Chariri, 2007). Deegan (2004) menyatakan bahwa stakeholder
theory adalah "Teori yang menyatakan bahwa semua stakeholder memunyai hak
memperoleh informasi mengenai aktivitas perusahaan yang dapat memengaruhi
pengambilan keputusan mereka. Para stakeholder juga dapat memilih untuk tidak
menggunakan informasi tersebut dan tidak dapat memainkan peran secara langsung
dalam suatu perusahaan."
Stakeholder adalah pihak pemangku kepentingan atau beberapa kelompok orang
yang memiliki kepentingan di dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh tindakan dari bisnis secara keseluruhan. Stakeholder dikelompokkan
menjadi dua yaitu stakeholder internal dan stakeholder eksternal.

1. Stakeholder internal meliputi organisasi/industri itu sendiri, pemegang saham,


pemilik bisnis, dan para karyawan.
2. Stakeholder eksternal meliputi konsumen, supplier, pesaing, investor,
pemerintah, sebuah komunitas lokal di suatu daerah, media, masyarakat secara
umum dan lain-lain.

1
Dalam hal menyeimbangkan peran dan hubungan antara stakeholder, maka
perusahaan harus memiliki tanggung jawab sosial atau yang biasa dikenal dengan
istilah CSR (Corporate Social Responsibility) kepada para stakeholder jika
menginginkan perusahaannya terus beroperasi dalam jangka panjang, terlebih lagi
dalam hal memaksimalkan keuntungan.

B. Pelaksanaan Analisis Stakeholder

Tujuan dari analisis stakeholder antara lain sebagai beikut.


1. Untuk mengidentifikasi minat, kepentingan, dan pengaruh para stakeholder
terhadap kegiatan program / proyek yang sedang berjalan.
2. Untuk mengidentifikasi kelembagaan-kelembagaan lokal berikut proses-proses
untuk pengembangan kapasitasnya
3. Untuk membangun pondasi dan strategi partisipasi masyarakat.

Langkah-langkah dalam melakukan analisis stakeholder adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi semua stakeholder dan informasi yang terkait seperti peran,


departemen, kepentingan, pengetahuan, harapan, dan tingkat pengaruh.
2. Analisis dampak atau dukungan potensial pada masing-masing stakeholder
yang dapat dikembangkan dan diklasifikasikan untuk pengembangan strategi.
Pada komunitas stakeholder yang besar, perlu untuk memprioritaskan
stakeholder untuk meyakinkan effort yang efisien untuk mengkomunikasikan
dan mengelola ekspektasi mereka.
3. Menilai bagaimana stakeholder utama bereaksi atau merespon pada berbagai
situasi untuk merencanakan bagaimana mempengaruhi mereka dalam
meningkatkan dukungan mereka dan mengantisipasi dampak negatif yang
mungkin muncul.

Dalam melakukan analisis ini, terdapat berbagai model klasifikasi, yaitu:


1. Power/interest grid, berdasarkan tingkat kekuasaan dan kepentingan
stakeholder berdasarkan hasil/outcome proyek.
2. Power/influence grid, berdasarkan tingkat kekuasaan dan pengaruh atau
keterlibatan mereka dalam proyek.

2
3. Influence / impact grid, berdasarkan tingkat pengaruh / keterlibatan di proyek
dan kemampuan mereka untuk memberikan besaran dampak terhadap proyek
(rencana – pelaksanaan).
4. Salience model, yang menjelaskan kelas stakeholder berdasarkan
kekuasaannya, tingkat kepentingan, dan legitimasi.

Dalam daftar stakeholder, terdapat suatu penilaian atas stakeholder. Penilaian tersebut
berupa tingkat kekuasaan, tingkat kepentingan, tingkat pengaruh, tingkat dampak, dan
lainnya sesuai kebutuhan. Umumnya dilakukan dalam bentuk matriks untuk
memudahkan dalam melakukan penilaiannya.

C. Pendekatan Stakeholder dan Pentingnya Etika

Perkembangan teori stakeholder diawali dengan berubahnya bentuk pendekatan


perusahaan dalam melakukan aktifitas usaha. Ada dua bentuk dalam
pendekatan stakeholder menurut Budimanta dkk, 2008 yaitu old-corporate
relation dan new-corporate relation.

Old corporate relation menekankan pada bentuk pelaksanaan aktifitas


perusahaan secara terpisah dimana setiap fungsi dalam sebuah perusahaan melakukan
pekerjaannya tanpa adanya kesatuan diantara fungsi-fungsi tersebut. Bagian produksi

3
hanya berkutat bagaimana memproduksi barang sesuai dengan target yang dikehendaki
oleh manajemen perusahaan, bagian pemasaran hanya bekerja berkaitan dengan
konsumenya tanpa mengadakan koordinasi satu dengan yang lainya. Hubungan antara
pemimpin dengan karyawan dan pemasok pun berjalan satu arah, kaku dan berorientasi
jangka pendek. Hal itu menyebabkan setiap bagian perusahaan mempunyai kepentingan,
nilai dan tujuan yang berbeda-beda bergantung pada pimpinan masing-masing fungsi
tersebut yang terkadang berbeda dengan visi, misi, dan capaian yang ditargetkan oleh
perusahaan. Hubungan dengan pihak di luar perusahaan bersifat jangka pendek dan
hanya sebatas hubungan transaksional saja tanpa ada kerjasama untuk menciptakan
kebermanfaatan bersama.

Pendekatan tipe ini akan banyak menimbulkan konflik karena perusahaan


memisahkan diri dengan para stakeholder baik yang berasal dari dalam perusahaan dan
dari luar perusahaan. Konflik yang mungkin terjadi di dalam perusahaan adalah tekanan
dari karyawan yang menuntut perbaikan kesejahteraan.Tekanan tersebut bisa berupa
upaya pemogokan menuntut perbaikan sistem pengupahan dan sebagainya. Jika
pemogokan tersebut terjadi dalam jangka waktu yang lama maka hal itu bisa
mengganggu aktifitas operasi perusahaan dan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan.Sedangkan konflik yang mungkin terjadi dari luar perusahaan adalah
munculnya tuntutan dari masyarakat karena dampak pembuangan limbah perusahaan
yang berpotensi menimbulkan kerugian signifikan bagi perusahaan apabila
diperkarakan secara hukum.

New-corporate relation menekankan kolaborasi antara perusahaan dengan


seluruhstakeholder-nya sehingga perusahaan bukan hanya menempatkan dirinya
sebagai bagian yang bekerja secara sendiri dalam sistem sosial masyarakat karena
profesionalitas telah menjadi hal utama dalam pola hubungan ini. Hubungan
perusahaan dengan internal stakeholders dibangun berdasarkan konsep
kebermanfaatan yang membangun kerjasama untuk bisa menciptakan kesinambungan
usaha perusahaan sedangkan hubungan dengan stakeholder di luar perusahaan bukan
hanya bersifat transaksional dan jangka pendek namun lebih kepada hubungan yang
bersifat fungsional yang bertumpu pada kemitraan selain usaha untuk menghimpun
kekayaan yang dilakukan oleh perusahaan, perusahaan juga berusaha untuk bersama-
sama membangun kualitas kehidupan external stakholders.

4
Pendekatan new-corporate relation mengeliminasi penjenjangan status diantara
parastakeholder perusahaan seperti yang ada pada old-corporate relation.Perusahaan
tidak lagi menempatkan dirinya diposisis paling atas sehingga perusahaa
mengeksklusifkan dirinya dari para stakeholder sehingga dengan pola hubungan
semacam ini arah dan tujuan perusahaan bukan lagi pada bagaimana menghimpun
kekayaan sebesar-besarnya namun lebih kepada pencapaian pembangunan yang
berkelanjutan (sustainability development).

D. Metode Negosiasi
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat
memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen
kerjasama dan kompetisi. Dalam melakukan negosiasi kita tidak serta merta langsung
melakukannya tanpa ada panduan bagaimana melakukan negosiasi dengan baik dan
benar. Semua pekerjaan juga terdapat sumber-sumber etika yang harus dijalankan agar
pekerjaan yang dijalani dapat berjalan dengan baik. Etika sebenarnya juga memiliki
pola-pola yang khas dan berbeda antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang
lain. Begitu pula dengan negosiasi ia memiliki pola agar negosiasi berhasil dijalankan.
Syarat bernegosiasi antara lain sebagai berikut.
1. Kedua belah pihak mau melakukan perjanjian
2. Terdapat perjanjian dan konflik di antara beberapa pihak
3. Terdapat variabel untuk diopertukarkan melalui konsesi
4. Kedua belah pihak mempunyai wewenang untuk merubah syarat mereka

Berikut beberapa metode dalam bernegosiasi.

1. Lies
Subject matter berbohong (kebohongan) dalam negosiasi diantaranya konstrain,
alternative, wewenang untuk negosiasi, komitmen, penerimaan tawaran lawan
negosiasi, tekanan waktu dan sumber daya yang tersedia. Dalam kriteria golden
rule berbohong diperbolehkan jika hal tersebut meruapakan satu-satunya cara
untuk mencegah bahaya yang lebih besar.
2. Ulitarianism
Menghubungkan perilaku berbohong dengan konsekuessi yang akan timbul dari
perbuatan tersebut. Dalam universalism berbohong merupakan suatu perbuatan
yang tidak dapat dibenarkan. Distributive justice memandang bahwa berbohong

5
dapat meningkatkan kesemapatan untuk membuat keputusan yang tidak dapat
memnuhi kepentingan dengan baik dan juga berbohong dapat mengurangi
kebebasan untuk bertindak.
3. Puffery
Puffery ini berkaitan dengan melebih-lebihkan sesuatu seperti cost atau kondisi.
Negosiator melebih-lebihkan mulai dari alternative, apa yang mereka ingin
dapatkan atau disiapkan akan didapatkan, pentingnya isu. Seperti berbohong,
melebih-lebihkan juga dimaksudkan untuk menipu dan mengambil manfaat dari
biaya yang ditanggung lawan negosiasi.
4. Deception
Penipuan yang dimaksud yaitu janji palsu, ancaman, permintaan pertama yang
berlebihan, tidak peduli dengan fakta yang ada, atau meminta sesuatu yang tidak
diinginkan. Deception ini tidak sesuai dengan keempat kriteria etis tersebut.
5. Weaking the Opponent
Membuat pihak lawan lemah biasanya melibatkan kebohongan, penipuan, dan
melebih-lebihkan. Negosiator akan mengeliminasi beberapa alternative pihak
lawan, menyalahkan pihak lawan atas tindakannya, menggunakan pernyataan
abrasive secara personal.
6. Strengthening one’s own position
Teknik ini didesign untuk memperbaiki posisi sendiri tanpa melakukan sesuatu
yang merugikan atau membahayakan pihak lawan, biasanya melibatkan
resource yang dimiliki, misalnya expertise, financial, dan aliansi.
7. Nondisclosure
Prinsipnya hanya mengungkapkan fakta hanya sebagian, gagal untuk
mengungkapkan fakta yang tersembunyi, gagal untuk membenarkan salah
persepsi pihak lawan, atau menyembunyikan posisi negosiator itu sendiri.
8. Information Exploting
Informasi yang disediakan pihak lawan digunakan untuk mengeksploitasi
kelemahannya atau membuat lemah aliansinya.
9. Change of mind
Teknik ini menerima untuk merubah permintaan, menarik dari tawaran yang
dijanjikan, atau melakukan ancaman terhadap pihak lawan. Kitadiperbolehkan
untuk merubah pemikiran (change of mind) selama tidak memutuskan
komitmen atau kesepakatan.

6
10. Distraction
Distraction ini merupakan tindakan atau pernyataan yang dapat menjadi
sederhana (simple) seperti menyediakan informasi yang dilebih-lebihkan,
meminta banyak pertanyaan, menghindari pertanyaan, atau mengubur atau
menyembunyikan isu yang terjadi.
11. Maximitation
Yang termasuk perilaku ini yaitu meminta pihak lawan untuk membuat konsesi
yang hasilnya menguntungkan kita, atau sama untungnya atau pihak pihak
lawan menanggung kerugian yang lebih besar. Maksimisasi ini juga biasanya
berubah win-win negotiation menjadi win-lose negotiation.

Menerapkan Etika ke dalam Negosiasi

1. Rigid Negotiation
Negosiasi yang tidak etis akan mengorbankan beberapa fleksibilitas, kreativitas,
ide dari pihak lain. Dengan demikian, negosiator akan terjebak pada pendekatan
rigid negotiation yang akan dimanfaatkan lawan negosiasinya.
2. Damaged Relationship
Ketika negosiasi dilakukan secara tidak etis maka akanada yang dijadikan
korban dari hasil negosiasi tersebut dan hubungan dari pihak yang negosiasi
tersebut dapat rusak di masa depan karena ada pihak yang merasa dirugikan.
3. Suilled reputation
Kadang opposing negotiation merupakan perilaku yang tidak etis dan
mengharapkan orang lain untuk berperilaku tidak etis dan kemudian di masa
depan dia akan menyerang kembali pihak lawannya.
4. Lost opportunities
Negosiasi yang tidak etis tidak hanya menghasikan keputusan yang tidak win-
win solution tetapi juga menginterfensi diskusi yang membawa isu-isu baru
yang akan menguntungkan kedua belah pihak.

7
E. Tanggungjawab Moral Para Manajer Fungsional

Menurut James A. F. Stoner, Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert


(1996), klasifikasi utama yang lain untuk manajer didasarkan pada cakupan
aktivitas manajemen yang mereka lakukan. Organisasi sering kali digambarkan
sebagai seperangkat fungsi. Sebuah fungsi, dalam arti ini, adalah koleksi aktivitas
yang serupa. Fungsi adalah suatu klasifikasi yang merujuk pada sekelompok
aktivitas serupa dalam suatu organisasi, seperti pemasaran atau operasi. Manajer
Fungsional adalah seorang manajer yang bertanggung jawab hanya atas satu
aktivitas organisasi, seperti manajemen keuangan atau manajemen sumber daya
manusia. Manajer Umum adalah seseorang yang bertanggung jawab atas semua
aktivitas, seperti produksi, penjualan, pemasaran, dan keuangan untuk sebuah
organisasi seperti perusahaan atau anak perusahaan.

Manajer fungsional adalah manajer yang memiliki tanggung jawab pada


satu bagian fungsional perusahaan atau organisasi saja dan tidak ikut campur
pekerjaan fungsional pada bagian lain. Contohnya adalah seperti manajer
keuangan, manajer pemasaran, manajer akuntansi, manajer operasional, manajer
hrd, dan banyak lagi contoh lainnya. Peran-peran manajemen menurut Henry
Mintzberg dalam Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) ada tiga yaitu:
1. Peran jembatan antar pribadi yang terdiri dari panutan, pimpinan dan
penghubung.
2. Peran penyambung informasi yang terdiri dari pengawas, penyebar berita
dan juru bicara.
3. Peran pengambil keputusan yang terdiri dari pengusaha/pelopor/pendobrak,
pengentas kendala, pengalokasi sumber daya dan perunding.

F. Pendekatan Manajemen Isu

Terminologi “issues management” pertama kali dipublikasikan oleh W.


Howard Chase pada tanggal 15 April 1976 dalam newsletter-nya “Corporate
Public Issues and Their Management” Volume 1 No. 1. Bersama rekannya, Barry
Jones, Chase mendefinisikan “Manajemen Issue” sebagai ‘sebuah alat yang dapat
digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola
berbagai issue yang muncul ke permukaan (dalam suatu masyarakat populis yang

8
mengalami perubahan tanpa henti) serta bereaksi terhadap berbagai issue tersebut
sebelum issue-issue tersebut diketahui oleh masyarakat luas.’ (Regester &
Larkin, 2003:38).Semua organisasi/perusahaan, selalu mengharapkan adanya
dukungan positif dari publik. Dukungan itu, antara lain, terpancar dari
informasi/cerita yang bergulir tentang aktivitas organisasi. Namun kenyataannya
berbeda, karena karakteristik publik yang dihadapi beragam. Bisa jadi, hal itu
mempengaruhi interpretasi dan pemahaman tentang organisasi. Kerap muncul
informasi yang simpang siur, bahkan menyebar menjadi rumor/isu. Karena itu,
organisasi mau tidak mau harus melakukan manajemen isu agar mampu
mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola berbagai isu yang muncul serta
mempengaruhi aktivitas atau kelangsungan hidup suatu organisasi.

Dalam kajian organisasi, manajemen isu cenderung dilakukan banyak


pendekatan, namun salah satu yang cukup populer adalah pendekatan terintegrasi
(engagement approach), yang diperkenalkan Taylor,Vasques dan Doorley (2003).
Pendekatan terintegrasi menegaskan, dialog aktif atau keterlibatan antara
organisasi dan publik merupakan cara yang paling efektif dalam mengelola isu.
Konsep terintegrasi (engagement) dalam konteks ini mengacu kepada
pemahaman bahwa stakeholder relevan dipertimbangkan dan dilibatkan, dalam
keputusan organsiasi.

Ada tiga asumsi penting yang berkaitan dengan pendekatan terintegrasi.


Pertama, semua organisasi berusaha memaksimalkan hasil atau outcome mereka.
Manajemen isu membantu organisasi tumbuh dan bertahan hidup karena
memberikan organisasi alat untuk memaksimalkan peluang. Bagaimana pun
kepentingan organisasi tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Oleh karena itu,
pendekatan integrasi mengedepankan pemahaman, bahwa kepentingan organisasi
dikontekstualisasikan oleh hubungan dengan beragam publiknya. Kedua,
pendekatan integrasi yang menjelaskan kepentingan publik merupakan
konsekuensi yang muncul dikarenakan asumsi pertama. Dalam pendekatan ini,
publik dilihat sebagai sumber daya dengan mana organisasi bergantung. Ketiga,
pendekatan integrasi menghargai nilai hubungan. Pendekatan terintegrasi
merupakan pendekatan yang mengintegrasikan kepentingan organisasi dan public
dan mencermati bagaimana proses komunikasi memainkan peran krusial dalam
menyelesaikan isu.

9
Model proses manajemen isu berkaitan dengan lima tahapan penting yaitu:
melakukan identifikasi terhadap isu, mencari tahu dari mana sumber isu itu bergulir dan
isu apa yang relevan dengan organisasi kita. Langkah kedua berkaitan dengan pemetaan
isu dimana dalam kegiatan ini, Humas perlu memberikan atau menentukan peringkat
atas isu yang bergulir. Pemeringkatan isu dilakukan berdasarkan kepentingan isu yang
bergulir tersebut. Tahap ketiga tentunya harus menyusun strategi pengelolaan isu. Apa
yang harus dilakukan agar isu itu tidak justru berkembang menjadi persoalan yang
merugikan organisasi. Dalam rangka ini perlu dilakukan perancangan pesan untuk
mengelola isu tersebut, terkait pula dengan media yang akan digunakan. Keempat
adalah menyangkut proses komunikasi atas isu tersebut. Bahwa isu yang negatif tentu
harus ditanggulangi secara proporsional, sementara isu yang positif, harus
dikembangkan secara baik. Terakhir, melakukan evaluasi atas kegiatan manajemen isu
yang telah dilakukan. Kegiatan evaluasi dimaksudkan untuk mencaritahu apakah
kegiatan tersebut sudah sesuai dengan perencanaan, dan kegiatan evaluasi pun penting
untuk menentukan apa saja yang perlu direkomendasikan kepada pimpinan organisasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://idtesis.com/pembahasan-lengkap-teori-analisis-stakeholder-menurut-para-ahli-
dan-contoh-tesis-analisis-stakeholder/ diakses pada Sabtu, 23 Maret 2019.

https://blog.ub.ac.id/myinspiration/2013/03/16/stakeholder-dalam-organisasi-bisnis/
diakses pada Sabtu, 23 Maret 2019.

https://docplayer.info/38871065-Etika-bisnis-teknik-lobby-dan-negosiasi.html
diakses pada Sabtu, 23 Maret 2019.

http://kuliahetikaprofesi.blogspot.com/2014/12/etika-negosiasi.html diakses pada


Sabtu, 23 Maret 2019.

http://www.lspr.edu/pritakemalgani/manajemen-isu/ diakses pada Sabtu, 23 Maret


2019.

11

Anda mungkin juga menyukai