Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PENALARAN (REASONING)

MATA KULIAH : TEORI AKUNTANSI

Dosen Pengampu : Chasan Abrori, SE, M.Si, BKP, Ak

Disusun Kelompok 6 :

1. Anggraini Normaria Rahayu 162010300219


2. Maya Novitasari 162010300221
3. Sri Astuti Handayani 162010300222
4. Rudy Tri Ansari 162010300224

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS BISNIS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN 2019
Penalaran sangat penting perannya dalam belajar teori akuntansi karena menuntut
kemampuan penalaran yang memadai. Teori akuntansi banyak melibatkan proses penilaian
kelayakan dan validitas suatu pernyataan dan argumen. Penalaran memberi keyakinan bahwa
suatu pernyataan layak untuk diterima atau ditolak.

Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang menjadi


basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga termasuk ciri sikap (attitude) ilmiah yang sangat
menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah.

Pengertian
Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi
suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan (asersi). Pernyataan dapat berupa teori
tentang suatu fenomena, ekonomik, politik, atau sosial. Penalaran melibatkan inferensi yaitu
proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan kesimpulan dari
serangkaian pernyataan. Penalaran mempunyai peran penting dalam pengembangan,
penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau hipotesis.
Teori merupakan sarana untuk menyatakan suatu keyakinan sedangkan penalaran
merupakan proses untuk mendukung keyakinan tersebut. Oleh karena itu, keyakinan terhadap
suatu teori berkisar antara lemah atau kuat sekali atau memaksa tergantung pada kualitas atau
keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya dukung yang dihasilkan.

Unsur dan Struktur Penalaran


Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu asersi,
keyakinan, dan argumen. Struktur penalaran menggambarkan hubungan ketiga konsep
tersebut dalam menghasilkan daya dukung atau bukti rasional terhadap keyakinan tentang
suatu pernyataan.
Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa suatu teori
adalah benar. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai elemen
pembentuk argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan oleh suatu penalaran.
Keyakinan adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa suatu pernyataan atau
teori mengenai suatu fenomena atau gejala (alam atau sosial) adalah benar. Seseorang
dikatakan mempunyai keyakinan yang kuat jika bersedia bertindak (berpikir, berperilaku,
berpendapat, atau berasumsi) seakan-akan keyakinan tersebut benar. Keyakinan merupakan
unsur penting suatu penalaran karena keyakinan menjadi objek atau sasaran penalaran dan
menentukan posisi serta sikap seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi topik bahasan.
Argumen adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan dan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Bila dihubungakan dengan
argumen, keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan pada suatu pernyataan
konklusi atas dasar pemahaman dan penilaian suatu argumen sebagai bukti yang masuk akal.
Gambar berikut menunjukkan secara diagramatik proses penalaran secara umum.

Gambar di atas menunjukkan bahwa argumen dalam proses penalaran merupakan


salah satu bentuk bukti yan goleh Maulz dan Sharaf (1964) disebut sebaai argumaentasi
rasional. Dua jenis bukti lain yaitu bukti natural dan bukti ciptaan. Bukit dalam bentuk
argumen rasional akan banyak diperlukan dalam teori akuntansi yang membahas masalah
konseptual khususnya bila akuntansi dipandang sebagai teknologi dan teori akuntnasi
diartikan sebagai penalaran logis. Bukti adalah sesuatu yang memberi dasar rasional dalam
pertimbangan untuk menetapkan kebenaran suatu pernyataan. Dalam hal teori akuntansi,
pertimbangan diperlukan untuk menetapkan relevansi atau keefektifan suatu perlakuan
akuntansi untuk mencapai tujuan akuntansi. Gambar berikut menunjukkan peran argumen
sebagai bukti.
Keyakinan yang diperoleh seseorang karena kekuatan atau kelemahan argumentasinya adalah
terpisah dengan apakah pernyataan yang diyakini itu sendiri benar atau takbenar.

Asersi
Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas. Asersi umumnya berupa
kalimat. Berikut adalah contoh asersi.
 Manusia adalah bentuk social.
 Semua binatang menyusui memiliki paru-paru.
 Beberapa obat batuk menyebabkan kantuk.
 Partisipasi mempengaruhi kinerja.
 Statemen aliran kas bermanfaat bagi investor dan kreditor.
 Perusahaan besar akan memiliki metode MPKP.
 Informasi sumber daya manusia harus dicantumkan di neraca.
 Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat pengendalian dan pengawasan yang
paling andal.
Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua, tidak ada, dan beberapa.
Asersi yang memuat pengkuantifikasi semua dan tidak ada merupakan asersi universal,
sedangkan penguantifikasi beberapa merupakan asersi spesifik. Asersi spesifik dapat disusun
dengan penguantifikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau bilangan tertentu.
Tanpa penguantifikasi ketermasukan akan sangat sulit ditentukan. Misalnya seseorang
mengajukan asersi “Pria lebih berat badannya daripada wanita.” Asersi tersebut meragukan
(ambigus) karena sulit untuk diinterpretasikan maksudnya. Asersi tersebut lebih menyatakan
makna atau arti daripada struktur atau bentuk. Menyajikan asersi berdasar arti sering
menimbulkan salah interpretasi karena keterbatasan atau kesalahan bahasa.dalam
mengevaluasi argumen harus dipisahkan antara validitas penalaran dan kesetujuan terhadap
kebenaran isi asersi. Asersi sering disajikan dalam bentuk diagram tanpa menunjukkan arti.
Penyajian struktur umum asersi adalah:
Semua A adalah B.
Tidak ada satupun A adalah B.
Beberapa A adalah B.
Cara di atas lebih memperhatikan validitas asersi daripada isi asersi karena simbol A
atau B dapat diganti dengan apapun sesuai dengan topik yang dibahas. Struktur asersi dapat
disajikan pula dalam bentuk diagram untuk memperoleh kejelasan mengenai hubungan antara
kelas objek yang satu dengan lainnya.

Dalam representasi di atas, semua kelas objek diluar lingkaran BUMN merepresentasi
himpunan non-PPL. Dalam hal ini, himpunan yang merepresentasikan PPL juga termasuk
himpunan yang merepresentasi BUMN.

Gambar tersebut menunjukkan dalam bentuk diagram cara untuk merepresentasi himpunan
non-BUMN pencari laba (gambar kiri) dan non-perusahaan pencari laba (gambar kanan).
Area non-PPL sebenarnya merepresentasi universa himpunan yang tak
terbatassehingga areanya tidak dapat dibatasi menjadi empat persegi panjang seperti gambar
di atas. Gambaran seperti itu semata-mata merupakan konvensi untuk merepresentasi suatu
universa.
Pada contoh di atas, BUMN merupakan bagian himpinan perusahaan pencari laba.
Hubungan semacam ini merupakan hubungan inklusi dengan struktur “Semua A adalah B”.
hubungan dapat pula bersifat peniadaan atau eksklusi atau bersifat tumpang tindih atau saling
isi seperti dalam struktur berikut:
Tidak ada satupun A adalah B (eksklusi).
Beberapa A adalah B (daling isi)
Hubungan di atas digunakan untuk merepresentasi kenyataan bahwa tidak satupun
BUMN adalah perusahaan pencari laba (PL). hubungan ini dapat dilukiskan dengan diagram
dalam gambar 2.5 di bawah ini. Dalam gambar tersebut diagram kiri merepresentasi asersi
saling-isi (bagian yang diarsir).

Representasi dengan diagram bertujuan untuk menjelaskan asersi verbal yang


meragukan maksudnya. Asersi verbal bebrbunyi “ Beberapa A adalah B” hanya memberitahu
beberapa A adalah B tetapi tidak menunjukkan hubungan antara himpunan A dan himpunan B
secara lengkap, tidak diketahui apakah himpunan B termasuk di dalam himpunan A atau
tidak(saling-isi). gambar 2.6 berikut menunjukkan cara merepresentasi asersi verbal
“Beberapa A adalah B” atas dasar informasi hubungan himpunan.

Dalam bahasa matematika, area yang diarsir pada diagram (1) disebut interseksi,
produk, atau konjungsi. Kombinasi dua himpunan disebut uni, tambah, atau konklusi, atau
disjungsi.kombinasi dua himpunan tidak termasuk bagian yang saling isi disebut eksklusif
atau disjungsi eksklusif.

Interpretasi Asersi
Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan terlebih dahulu maksud asersi.
Pemahaman asersi menentukan keyakinan terhadap kebenaran sersi tersebut. Untuk
memahami asersi diperlukan pengetahuan tentang subjek yang dibahas.

Asersi untuk Evaluasi Istilah


Representasi asersi dalam bentuk diagram dapat digunakan untuk mengevaluasi ketepatan
makna suatu istilah. Sebagai contoh, manakah istilah yang tepat antara bersertifikat
akuntan public (BAP) dan akuntan public bersertifikat (APB) sebagai padan kata
certified public accountant (CPA.
Bersertifikat akuntan public bermakna himpunan orang-orang yang bersertifikat dan
salah satu subhimpunannya adalah akuntan publik. Sedangkan akuntan publik bersertifikat
bermakna sebagai subhimpunan akuntan public dan akuntan public merupakan subhimpunan
akuntan. Diagram sebelah kanan menggambarkan secara tepat makna yang dimaksud oleh
istilah CPA tersebut. Tapi yang terdapat di lapangan justru istilah BAP yang mana istilah
tersebut tidak valid dan tidak bernalar.

Jenis Asersi (Pernyataan)


Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi harus didukung oleh bukti.
Bila dikaitkan dengan fakta pendukung. Asersi dapat diklasifikasi menjadi asumsi, hipotesis,
dan pernyataan fakta.
Asumsi adalah asersi yang diyakiki benar meskipun orang tidak dapat mengajukan
bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan.
Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini
bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Untuk disebut sebagai hipotesis, asersi juga
harus mengandung kemungkinan salah. Hipotesis biasanya diajukan dalam rangka pengujian
teori. Teori yang kuat atau yang meyakinkan adalah teori yang tidak hanya dapat dibuktikan
salah tetapi juga yang tegar atau bertahan terhadap segala upaya untuk membuktikan salah.
Prinsip ini didasari oleh pemikiran bahwa toeri itu tidak dapat dibuktikan benar tetapi yang
dapat dibuktikan adalah bahwa tidak salah.oleh karena itu, pengujian suatu teori baru
(hipotesis) biasanya diarahkan untuk menyanggah teori lawan. Pendekatan atau strategi ini
disebut penyanggahan ilmiah.
Pernyataan asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau bahkan
tidak dapat dibantah. Cohtoh asersi sebagai pernyataan fakta adalah semua orang akan
meninggal dunia, satu hari 24 jam, matahari sebagai pusat tata surya dll.
Fungsi Asersi
Dalam argumen, asersi dapat berfungsi sebagai premis dan konklusi. Premis adalah
asersi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Karena premis dan konklusi
keduanya merupakan asersi, konklusi dalam suatu argumen dapat menjadi premis dalam
argumen yang lain. Jika konklusi diturunkan dari serangkaian premis yang salah satu
merupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipandang sebagai
pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi dibatasi oleh keyakinan
terhadap premis.
Keyakinan
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi
tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan tentang kebenaran yang dilekatkan
pada suatu asersikeyakinan merupaakan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berikut
ini dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen.
Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk menghasilakan keyakinan terhadap asersi yang
menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas keyakinan sangat
penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argument dianggap berhasil jika dapat
mengubah keyakinan.
Keadabenaran
Konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan
plausibilitas asersi. Jika sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli di bidangnya tentang
topic asersi, orang akan lebih bersedia meyakini asersi daripada jika sumbernya tidak dapat
dipercaya atau tidak ahli. Terkadang orang menyerahkan penilaian plausibilitas asersi kepada
ahli dengan pemeo “serahkan pada ahlinya”. Dengan pikiran ini keyakinan diperoleh karena
keautoritatifan sumber. Mengacu argumen pada autoritas sumber untuk mendukung
kebenaran asersi disebut dengan imbauan autoritas.

Bukan Pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara
obyektif apakah tidak salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan
kesepakatan setiap orang yang mengevaluasinya ats dasar fakta obyektif. Pendapat adalah
asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan dengan kesukaan
(preferensi) atau selera.
Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi mulai
dari sangat meragukan sampai sangat meyakinkan. Tingkat keyakinan ditentukan oleh
kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukunga asersi. Orang yang obyektif dan berpikir logis
tentunya akan bersedia untuk mengubah tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai
plausibilitas suatu asersi diperoleh.

Berbias

Selain kekuatan bukti objektif yang ada. Keyakinan dipengaruhig oleh preferensi,
keinginan. dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan ldealnya.
dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan pikiran terbuka
(open mind). Pada umumnya. bila orang mempunya kepentingan sangat sulit baginya untuk
bersikap objektif. Dengan bukti objektif yang sama. suatu asersi akan dianggap sangat
meyakinkan oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap
agak atau kurang meyakinkan oleh orang netral. demikian pula sebaliknya.

Bermuatan nilai

Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah
tingkat penting tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang. Nilai
keyakinan“ bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan mempunyai implikasi
serius terhadap nilai, martabat, pendapahn potensi, dan perilaku orang tersebut

Wuatan
Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepunyaan yang dilekatkan seseorang pada
kebenaran suatu asers. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang dikandung dalam
asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan
bahwa properitas keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan
seseorang.

Veridikal

Veridikalitas (veridikality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan radius.


Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang
diyakini.“ Dengan kata lain, venridikalitas adalah mudah tidaknya fakta ditanam dan
ditunjukkan untuk mendukung keyakinan. Misalnya keyakinan bahwa besi yang dipanasi
akan memuai lebih mudah ditunjukkan (lebih veridikal) daripada keyakinan bahwa niatan
sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal. penilaian apakah benar suatu
asersi dengan realitas yang sangat pelik dan non subjektif.

Berketertempaan

Ketertempaan atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah tidaknya


keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. berbeda dengan
Feridikalitas keter tempaan tidak memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan
realitas Tetapi lebih memasalahkan Apakah keyakinan terhadap suatu aksi dapat diubah oleh
bukti kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan lamanya
keyakinan telah dipegang maupun secara sosial dan konsekuensi perubahan kerajinan bagi
diri pemegang. tujuan suatu argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang
kerajinan tersebut untuk untuk berubah.

Argumen

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argument sering di gunakan secara keliru untuk
menunjuk ketidak sepakatan, perselisihan pendapat, atau bahkan bertengkar mulut. Dalam
pengertian ini, mempunyai konotasi negative.

Dalam arti fositip argument dapat di samakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau
mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi.bila seseorang mengajukan alas an untuk
mendukung sutu gagasan atau pandanygan dia biasanya menawarkan argument. Argument
merupakan bagian penting dalam pengembangan pengetahuan. Agar member keyakinan ,
argument harus di evaluasi atau validitasnya.

a. Anatomi Argumen

Dari definisi di atas dapat di katakana bahwa argument terdiri atas rangkaian asersi. Asersi
berkaitan dengan yang lain dalam bentuk infrensipenyimpulan.aseri dapat berfungsi sebagi
premis dan konkluksi( asersi kunci) yang merupakan komponen argument.

b. Jenis Argumen

Keempat pertanyaan di atas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri atas kelengkapan
kejelasan kesahihan dan kepercayaan apabila jawaban untuk 4 pertanyaan diatas adalah
positif maka konklusi memberi keyakinan tentang kebenarannya.

Kelengkapan merupakan kriteria yang penting karena validitas konklusi menjadi


kurang meyakinkan bila premis-premis yang diajukan tidak lengkap dalam hal tertentu
konklusi tidak dapat ditarik karena tidak lengkapnya premis bila konklusi dipaksakan jelas
argumen menjadi tidak logis.

Penjelasan arti diperlukan karena keyakinan merupakan fungsi kejelasan makna


kejelasan tidak hanya diterapkan untuk Mengapa jenis tetapi juga untuk hubungan antar
premis keterbatasan bahasa kesalahan bahasa dan keterbatasan pengetahuan tentang topik
yang dibahas merupakan faktor yang menentukan kejelasan dan bahkan pemahaman
argumen.

Kesahihan merupakan kriteria utama untuk menilai penalaran logis validitas berkaitan
dengan struktur formal argumen perlu dibedakan di sini antara validitas dan kebenaran
validitas adalah sifat yang melekat pada argumen sedangkan kebenaran adalah sifat yang
melekat pada asersi secara struktural validitas argumen tidak bergantung pada kebenaran
asersi artinya argumen dikatakan valid kalau konklusi diturunkan secara logis dari premis
tanpa memperhatikan apakah prediksi itu sendiri Benar atau salah Oleh karena itu dapat saja
terjadi suatu argumen yang valid dengan premis yang salah tentu saja kalau premis benar dan
penawarannya valid konklusi juga akan benar secara diagramatik pengaruh benar setidaknya
premis terhadap konklusi dalam argumen yang logis dilukiskan nickerson dalam gambar 2.9

Argumen Deduktif

Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu
pernyataan umum yang di sepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan
konkluksi.
Argumen penalaran deduktif berlangsung dalam tiga tahap yaitu:

1. Penentuan pernyataan umum (premis major) yang menjadi basis penalaran.

2. Penerapan konsep umum ke dalam situasi khusus yang menjadi (proses deduksi)

3. Penarikan kesimpulan secara logis yang berlaku untuk situasi khusus tersebut.

a. Evaluasi penalaran deduktif

Tujuan utama mengevaluasi argument adalah untuk menentukan apakah konklusi


argument benar dan meyakinkan.

Dalam mengevaluasi penalaran deduktif ada empat aspek yang harus ada yaitu :

1. Kelengkapan adalah keriteria yang penting karena validitas konkluksi menjadi kurang
meyakinkan bila premis-premis yang di ajukan tidak lengap

2. Kejelasan arti di perlukan karena keyakinan merupakan fungsi kejelasan


makna.kejelasan bukan hanya di terapkan untuk makna premis tetapi juga untuk
hubungan antar premis(infrensi dan penyimpulan).

3. Kesahihan (validitas) merupakan criteria utama untuk menilai penalaran logis.

4. Kepercayaan melengkapi ketiga criteria sebelumnya agar konkluksi meyakinkan


sehingga orang berssedia menerima.

Argumen Induktif

Penalaran ini berawal dari sutu pernyataan atau keadaan yang khusus dengan pernyataan
umum yang merupakan generealisasi dari ke adaan khusus tersebut. Bedanya dengan
argumen deduktif yang merupakan argument logis sedangkan argument induktif bersifat
sebagi argumen ada benarnya.

a. Argumen dan analogi

Argumen deduktif sebenarnya merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif. Penalaran
nondeduktif lainya adalah argument dengan analogi . penalaran dengan analogi adalah
penalaran yang mrnurunkan konkluksi atas dasar kesamaan atau kemiripan krakteristik, pola,
fungsi, atau hubungan unsur suatu objek yag disebutkan dalam suatu asersi.
b. Argumen sebab akibat

Konsklksi sebagai akibat dari asersi tertentu merupakan salah satu bentuk argumen yang
disebut argumen dengan penyebaban atau generealisasi kausal

c. Kriteria penyebaban

Kaidah pembedaan sebenarnya merupakan sutu rancangan untuk menguji secara ekprimental
apakah memang terdapat hubungan kausal.akan tetapi kaidah tersebut belum sepenuhnya
meyakinkan karena mungkin ada factor lain yang menyebabkan gejala terjadi.

d. Penalaran induktif dalam akuntansi

Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya di gunakan untuk menghasilkan


pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu.
Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesisis yang di ajukan dan di
uji dalam pernyatan empiris.

Contoh pernyataan umum sebagi hasil penalaran induktif (generealisasi) antara lain adalah
sbb:

 Perusahan besar memilih metode akutansi yang menurunkan laba.

 Tingkat likuiditas perusahaan perdagangan lebih tinggi dari pada tingkat likuiditas
perusahaan.

 Partisivasi manajer devisi dalam penyusun anggaran mempunyai pengaruh positif


terhadap kinerja divisi

 Dll.

KRITERIA PENYEBABAN

Kaidah perbedaan mill sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk menguji secara
ekperimental apakah memang terdapat hubungan kasual. Akan tetapi, kaidah tersebut belum
dapat sepeuhnya menyakinkan karena mungkin ada faktor lain selain C yang menyebabkan
gejala Z terjadi. Oleh karena itu, untuk menguji dan menyatakan bahwa suatu faktor atau
variabel C menyebabkan suatu gejala atau variabel lain terjadi, tiga kriteria berikut harus
dipenuhi:

1. C dan Z bervariansi bersama. Bila C berubah, Z berubah.


2. Perubahan C terjadi sebelum atau mendahului perubahan Z terjadi.
3. Tidak ada faktor lain selain C yang mempengaruhi perubahan Z.

Kriteria (1) harus dipenuhi karena hubungan sebab-akibat hanya terjadi jika ada perubahan
baik faktor sebab maupun faktor akibat. Bila salah satu faktor berubah sementara yang lain
tetap, maka jelas bahwa kedua faktor tersebut tidak berhubungan sama sekali. Perubahan di
sini harus diartikan secara luas sebagai perbedaan keadaan atau nilai. Misalnya keadaan kena
kanker dan tidak kena kanker, mrokok dan tidak merokok, diberi obat dan tidak diberi obat,
muncul dan tidak muncul, serta sembuh dan tidak sembuh merupakan suatu perbedaan
keadaan yang menggambarkan perubahan.

Kaidah Penyebaban Mill

Kaidah Kecocokan

Kasus 1
A B C Z

Kasus 2
E C D Z

Kasus 3
C F G Z

Konklusi C Z
Kaidah Kecoco

Kasus 1
A B C Z

Kasus 2
A B C Z

Konklusi C Z

Kriteria harus dipenuhi karena penyebaban menurut adanya pengaruh satu faktor terhadap
faktor yang lain dalam selang wajtu tertentu. Jadi harus ada selang waktu antara terjadinya
perubahan faktor sebab dan faktor akibat. Oleh kerana itu , perubahan faktor sebuah harus
tejadi dahulu sebelum perubahan faktor akibat terjadi. Dengan kata lain, harus adasemacam
ketergantungan atau depemdemsi faktor akibat pada faktor sebab. Selang waktu tersebut
dapat sekejap atau lama bergantung pada masalah yang dibahas.

Untuk meyakinkan bahwa faktor sebab benar-benar menyebabkan faktor akibat, kriteria
harus dipenuhi. Tidak adanya faktor-faktor lain selain faktor sebab yang diteorikan harus
daiartikan bbahwa faktor-faktor lain tersebut memang tidak ada atau kalau ada, pengaruh
faktor-faktor lain tersebut dapat dikendalikan diukur, atau disolasi sehingga keyakinan yang
bahwa fktor sebab benar-benar menyebabkan perubahan faktor akibat misalnya, untuk
menyakinkan apakah kegaduhan menyebabkan turunya produktiv tas ayam petelur, faktor
lain yang diduga juga merupakan penyebab seperti pernyiraman, temperatur, dan jenis
makanan harus dikendalikan atau di jaga konstan.

Penalaran induktif dalam akuntansi

Penalaran induktif dalam akuntansipada umumnya digunakan untuk menghasilkan


pernyetaan umum yang menjadi penjelasan terhaap gejala akuntansi tertentu. Pernyataan-
pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji dalam
suatu penelitian empiris. Secara statitis, generalisasi berarrti menyimpulkan karakteristik
sampel melalui pengujian statistik. Misalnya suatu teori harus diajukan untuk menjelaskan
mengapa terjadi perbedaan luas atau banyaknya pengungkapan dalam statemen keuangan
antara perusahaan. Tentu saja diperlukan argumen dalam bentuk rerangka atau landasan
teoritis.

Contoh penalaran induktif dalam akuntansi

Tataran abstrak

Rerangka landasan
teoritis

Konsep ukuran Konsep tingkat


perusahaan pengungkapan
sukarela

Variabel x : Variabel y :

aset Banyaknya
prngungkapan yang
totidak diwajibkan
oleh standar

y
x
Setelah devinisi oprasional diukur untuksampel amatan, konsep yang diteorikan
direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberi notasi agar analisis data mudah dilakukan.
Untuk menguji hipotesis, hubungan perubahanantara variabel diuji alat statis tertentu. Bila
pengujian secara statismenunjukan bahwa hubungan antara variabel secara statis signifikan,
brararti ada keyakinan tinggi bahwa teori yang diajukan didukun secara empirris sehingga
dapat dilakukan generalisai.dari contoj di atas, generalisasi secara formasi dapat dinyatakan
dalam penalaran induktif .

Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lan, teori akuntansi normatif biasanya
berbasis penalaran dedukatif teori yang lain, teori akuntansi normatif biasanya berbasis
penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi normatif biasanya bebasis penalaran induktif.
Oleh karena itu , pemabahsan buku ini lebih berhaluan nurmatif sehingga banyak
menerapkan penalaran deduktif dengan fokus bahasan yang bersifat struktural dan semantik .

Kecohan

Dalam kehidupan sehari-hari , acapkali dijumpai bahwa argumen yang jelek, lemah,
tidak sehat bahkan tidak masuk akal ternyata mampu meyakinkan sehingga mereka terbujuk
oleh argumenargumen tersebut padahal seharusnya tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyak
praktik, perbuatan , atau tindakan dalam masyarakat yang dilandasi oleh teori atau alasan
yang tidak sehat.

Bahwa keyakinan mempunyai beberapa sifat yang menjadikan perubahan atau


pemertahanan keyakinan tidak semata-mata dilandasi oleh validitas dan kekuatan argumen
tetapi juga ole faktor manusia. Dalam kasus tertentu bahkan dalam konteks ilmiah atau
akademik, manusia lebih terbujuk atau terkecoh oleh emosi atau kepentingan pribadi dari
pada logika. Dengan kata laib keyakinan tidak selalu diperoleh melalui argumen logis atau
akal sehat.

Kita harus mengenal berbagai kecohan agar kita waspada bahwa hal semacam itu
memang ada sehingga kita tidak terkecoh atau mengecoh orang lain secara tak sengaja.
Orang dapat terkecoh oleh dirinya sendiri sehingga dia berpikir bahwa dia mengajukan
argumen yang valid padahal sebenarnya tidak tidak valid .

Strategem adalah pendekatan atau cara cara untuk mempengaruhi keyakinan orang
dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal.stratagem merupakan
salah satu bentuk argumen karena merupakan upaya untuk meyakinkan seseorang agar dia
percaya atau bersedia digunaka utuk membela pendapat yang seharusnya keliru atau lemah
dan tidak hongan dan muslihat. Strategem banyak dijumapai dalam arena politik walaupun
tidak tertutup kemungkinan bahwa hal tersebut dijumpai dalam diskusi ilmiah. Pakar atau
ilmuan kadang kala lebih menunjkan strategem daripada argumen valid. Strategem dalam
poitik maupun akademik :

Persuasi tak langsung

Merupakan startegem yang untuk meyakinkan seseorang kebenaran suatu pernyataan


bukan langsung melalui argumen atau penalaran melainkan melalui cara-cara yang sama
sekali tidak berkaitan dnegan validitas argumen. Orang yang rasional tentunya tidak mudah
terbujuk oleh trategem tersebut akan tetapi, teknik-teknik persuasi sudah canggih dan halus
sehingga orang yang rasional pun masih terkecoh secara emosional.

Membidik orangnya

Untuk melemahkan atau menjatuhkan sutau posisi atau pernyataan dengan cara
menghbungkan pernyataan atau argumen yang diajukan seseorang dnegan pribadi orang
tersebut. Alih-alih mengajukan konrta argumen yang lebihvalid, pembicaraan mengajukan
kejelekan atau sifat yang kurang menguntungkan dan lawan berargumen.

 Dia tidak mungkin menjadi pemimpin yang andal karena dia bekas militer atau
tahanan politik yang perneh dihukum
 Jangan menggunakanistilah tersebut karena yang mengusulkan orang yogya
 Program tersebut tidak valid didukung yang mengajukan adalah partai politik A

Berkaitan dengan stategem ini, orang sering menggunakan taktik ungkapan merendahkan
untuk menyanggah argumen dengan ungkapan-ungkapan berikut diucapkan dengan nada
meninggi, “semua orang tahu itu ”, “saya tidak percaya anda dapat mengatakan hal itu ”

Menyampingkan masalah
Strategem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpu pada
masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lain yang tidak
bertautan. Hal inisering dilakukan orang jika dia tidak bersedia menerima argumen yang dia
tahu lebih valid dari argumen yang dipegangnya.
Strategem penyampingan masalah sering digunakan oleh politikus untuk
menghindari pertanyaan yang dapat memalukaknnya dalam suatua jumpa pers dnegan cara
menyalahartikan pertantaan dan menjawab pertanyaan yang disalah artikan tersebut.

Misrepresentasi
Startegem ini digunakan biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi lawan
dengan cara memutarbalikan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun terang-
terangan . berkaitan dengan strategem ini adalah apa yang dikenal dengan istilah the
deceptive use of truth dengan taktik penalaran menunjukan fakta atau kebenaran tetapi tidak
secara utuh hanya sebagian .

Imbauan cacah
Digunakan untuk mendukung suatu posisi dnegan menunjukan bahwa banyak orang
melakukan apa yang dikandng posisi tersebut. Agar tidak terkecoh prang harus memegang
bahwa suatu hal tidak menjadi benar lantaran banyak orang yang melakukannya .mirip
dengan strategem ini adalah apa yang dikenal dengan istilah peringanan lewat generalisasi.

Imbauan autoritas
Strategem ini mirip dengan imbauan caah bahwa banyaknya orang atau popularitas
digantib dnegan autorifas . salah satu jenis argumen membidik orang. Akan tetapi autoritas
semata-mata dijadikan alat untuk membujuk maka kecohanlah yang terjadi. Akan tetapi
penalaran di balik pernyatan harus tetaap menjadi pertimbabngan atama

Berkaitan dnegan strategem ini adalah imbauan autoritas yang tidak tetap , dengan
tatik ini, penalaran berusaha untuk meningkatkan kedibilitas dan daya bujuk suatu posisi
dengan menunjukan bahwa posisi tersebut juga dipegang oleh orang yang diakui sebagai alih
di bidang yang tidak berpautamdemgan masalah yang dibahas. Untuk tujuan sensaional,
jurnalis medis maa atau televisi yang tidak dikuasainya atau yang tidak dikuasinya atau yang
kehilangan tidak berangkutan sama sekali dengan masalah yang diberatkan.

Imbauan tradisi
Dalam beberapa hal, orang sering mengerjakan suatu dnegan cara tertentu semata-
mata karena memang begitulah cara yang telah lama dikerjakan orang . dalam dunia ilmiah
atau akedik, orang sering memegang suatu keyakinan degan mengajuakan argumen bahwa
memang demikianlah orangorang mempunyai keyakinan. Namun, kenyataan bahwa telah
lama dikerjakn dengan cara tertentu di masa lampau tidak dengan seendirinya menjadi
argumen untuk meneruskan cara tersebut khususnya kalau terdapat cara lain yang terbukti
valid atau baik.
Imbauan terhadap tradisi juga mempunyai justifikasi sehingga tradisi tidak dapat
ditingglkan begitu saja. Justifikasi tersebut dapat menjadi kecohan kalau tim dipaksakan
secara membahi buta.

Dilema semu
Dilema semu adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen dengan cara
menyajiakan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian mengkarakterisasi alternatif lain
sangat jelek, meragukan atau mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa
yang diusulkan pengganggat. Misalnya dalam suatu perdebatan tetang amandemen undang-
undang dasar, seorang anggota fraksi mengatakan.
Dasar pikiran argumen di atas adalah bahwa negara kita tidak boleh hancur dan
karenanya simpulannya adalah kita harus menytujui amandemen. Kecohan terjadi karena
pengargumen mungkin bahwa hanya ada dua alternatif daan yang satu jelas tidak diinginkan
sehingga hanya alternatif yang diusulkannya yang harus diterima.
Argumen diatas memang valid jika dilandasi struktur argumen saja ,yaitu :

Premis major : baik A atau B


Premis minor : bukan B
Konklusi A

Walaupun valid strukturnya, dilema semu merupakanargumen yang tidak layak


karena premis majornya baik a atau b adalah tak benar mengingat bahwa kenyataannya ada
alternatif lain yang disebutkan.

Imbauan emosi
Apa yang dibahas sebelumya adalah strategem yang semata-mata menggunakan
muslihat yang oleh cederblom dan paulsen disebut tipudaya tangan pesulap tanpa melibatkan
emosi pihak yang dituju.dengan munggugah emosi, pengangurmensebenrnya berusaha
menggeser dukungan nalar validitas argumennya dengan motif. Orang dikatakan telah
memanfaatkan imbuan belaskasih ke anda bilamana dia memaksakan anda menyetujui
sesuatu karena kalau anda tidak setuju dia akan menderita. Kebalikan dan imbuan belas kasih
adalah bilamana seseorang memaksa anda menyetujui sesuatu karenna kalau anda tidak
setuju anda akan menderita atau menanggung akibatnya.

Salah Nalar (Reasoning Fallacy)

Suatu argumen boleh jadi tidak meyakinkan atau persuasif karena argumen terse-but
tidak didukung dengan penalaran yang valid. Dengan kata lain, argumen men-jadi tidak
efektif karena tia mengandung kesalahan struktur logika atau karena tia tidak masuk akal
(unreasonable). Salah nalar terjadi apabila penyimpulan tidak didasarkan pada kaidah-
kaidah penalaran yang valid. Jadi, salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal
penalaran dalam menurunkan sim-pulan sehingga simpulan menjadi salah atau tidak valid.

Berbeda dengan stratagem yang lebih merupakan taktik atau pendekatan yang
sengaja digunakan untuk meyakinkan kebenaran suatu asersi, salah nalar merupakan suatu
bentuk kesalahan penyimpulan lantaran penalarannya mengan-dung cacat sehingga simpulan
tidak valid atau tidak dapat diterima. Demikian juga, salah nalar biasanya bukan kesengajaan
(intentional) dan tidak dimaksud-kan untuk mengecoh atau mengelabuhi (to deceive). Kalau
toh kecohan atau pengelabuhan terjadi, hal tersebut semata-mata karena penalar tidak
menyadari bahwa proses atau struktur penalarannya keliru sehingga dia sendiri terkecoh.
Jadi, kecohan atau salah nalar terjadi lantaran penalar salah dalam mengaplikasi kaidah
penalaran.

Walaupun salah nalar dapat dipakai sebagai suatu stratagem atau penalaran yang
layak sering didukung dengan stratagem, tidak selayaknyalah kaidah pena-laran yang sangat
baik ditolak semata-mata karena tia sering disalahgunakan. Penalaran juga bersifat
kontekstual. Artinya, penalaran valid yang efektif dalam konteks yang satu belum tentu
efektif dalam konteks yang lain. Demikian juga, stratagem yang efektif dalam suatu situasi
belum tentu efektif dalam situasi yang lain. Berikut ini dibahas beberapa salah nalar yang
banyak dijumpai dalam diskusi atau karya tulis profesional, akademik, atau ilmiah.

Menegaskan Konsekuen

Telah disinggung sebelumnya bahwa agar argumen valid maka tia harus mengiku-ti kaidah
menegaskan anteseden (affirming the antecedent atau modus ponens). Bila simpulan diambil
dengan pola premis yang menegaskan konsekuen, akan ter-jadi salah nalar. Berikut struktur
dan contoh argumen yang valid dan salah nalar.
Valid: Takvalid:
Menegaskan anteseden (modus ponens) Menegaskan konsekuen

Premis (1): Jika A, maka B. Premis (1): Jika A, maka B


Premis (2): A. Premis (2): B.

Konklusi: B. Konklusi: A.

Contoh

Premis (1): Jika saya di Semarang, maka Premis (1): Jika saya di Semarang,
saya di Jawa Tengah. makasaya di Jawa Tengah.

Premis (2): Saya di Semarang. Premis (2): Saya di Jawa Tengah.

Konklusi: Saya di Jawa Tengah. Konklusi: Saya di Semarang


Dalam contoh di atas, premis (2) “Saya di Semarang” menegaskan anteseden “Jika
saya di Semarang” sehingga konklusi pasti benarnya secara umum sedang-kan premis (2)
“Saya di Jawa Tengah” di sebelah kanan menegaskan konsekuen sehingga konklusinya tidak
valid secara umum. Jadi, untuk contoh sebelah kanan, simpulan “Saya di Semarang” adalah
tidak valid karena simpulan tidak mengikuti premis (does not follow from the premises).
Kenyataan bahwa seseorang ada di Jawa Tengah tidak dengan sendirinya dia ada di
Semarang.

Dalam hal ini, penalar terkecoh karena menyamakan atau merancukan per-nyataan
atau premis (1) “Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah” dengan premis “Jika
saya di Jawa Tengah, maka saya di Semarang.” Premis tera-khir ini menjadikan konklusi di
sebelah kanan (“Saya di Semarang”) valid. 26 Salah nalar terjadi karena premis “Jika A, maka
B” disamakan dengan premis “Jika B, maka A” padahal kenyataannya tidak selalu demikian.
Kecohan ini sering terjadi karena dalam beberapa hal memang benar bahwa kalau B
mengikuti A maka benar pula bahwa A mengikuti B. Misalnya pernyataan “bila ada api,
maka ada asap” dapat dinyatakan pula “bila ada asap, maka ada api” karena memang
demikian adanya. Kedua pernyataan tersebut merupakan pernyataan fakta yang tidak dapat
disangkal.

Menyangkal Anteseden

Kebalikan dari salah nalar menegaskan konsekuen adalah menyangkal anteseden.


Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusi ditarik
mengikuti kaidah menyangkal konsekuen (denying the consequent atau modus tollens). Bila
simpulan diambil dengan struktur premis yang menyangkal anteseden, simpulan akan
menjadi tidak valid. Berikut struktur dan contoh argu-men yang valid dan salah nalar.
Valid: Takvalid:

Menyangkal konsekuen (modus tollens) Menyangkal anteseden

Premis (1): Jika A, maka B. Premis (1): Jika A, maka B

Premis (2): Tidak B. Premis (2): Tidak A.

Konklusi: Tidak A. Konklusi: Tidak B.

Contoh:

Premis (1): Jika saya di Semarang, maka Premis (1): Jika saya di Semarang, maka
saya di Jawa Tengah. saya di Jawa Tengah.

Premis (2): Saya tidak di Jawa Tengah. Premis (2):Saya tidak di Semarang.

Konklusi: Saya tidak di Semarang. Konklusi: Saya tidak di Jawa Tengah.


Konklusi di sebelah kanan tidak valid karena premis (2) menyangkal antese-den (“Jika
saya di Semarang”). Konklusi akan valid bila premis (1) diubah menjadi “Jika saya di Jawa
Tengah, maka saya di Semarang” sehingga argumen mengikuti pola modus tollens. Akan
tetapi, makna premis ini tidak lagi sama dengan makna premis semula. Jadi, salah nalar
akibat menegaskan konsekuen atau menyangkal anteseden dapat terjadi karena makna “jika
A, maka B” disamakan atau dikacau-kan dengan “jika B, maka A.”

Pentaksaan (Equivocation)

Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunyai
makna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya. Dapat juga,
salah nalar terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengan konteks premis lainnya.

Argumen dalam bahasa Inggris berikut memberi ilustrasi salah nalar ini (Nickerson,
1986, hlm. 4).

Premis major: Nothing is better than eternal happiness.

Premis minor: A ham sandwhich is better than nothing.

Konklusi: A ham sandwhich is better than eternal happines.

Secara struktural, argumen di atas menjadi salah nalar karena kata nothing dalam
premis major berbeda maknanya dengan kata nothing dalam premis minor. Dalam premis
major, nothing bermakna tidak ada satupun dari himpunan objek yang memenuhi syarat
sehingga kebahagiaan abadi adalah satu-satunya yang ter-baik. 27 Sementara itu, nothing
dalam premis minor bermakna tidak tersedianya anggota lain dalam himpunan yang di
dalamnya ham sandwhich merupakan salah satu anggota sehingga ham sandwhich bukan
satu-satunya yang terbaik.28 Jadi, nothing dalam premis major mensyiratkan kebahagiaan
abadi sebagai sesuatu yang terbaik sedangkan nothing dalam premis minor mensyiratkan
ham sand-which sebagai sesuatu yang terjelek sehingga konklusi tidak masuk akal atau tidak
valid. Salah nalar seperti ini terjadi karena penalar bermaksud menerapkan kaidah
transitivitas (transitivity) tetapi tidak memenuhi syarat. Transitivitas dan contoh dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Kaidah: Contoh:

Premis (1): B > C. Premis (1): Baroto lebih rajin daripada Candra.

Premis (2): A > B. Premis (2): Anton lebih rajin daripada Baroto.

Konklusi: A > C. Konklusi: Anton lebih rajin daripada Candra.

Argumen dalam contoh di atas valid apabila unsur B atau Baroto mengacu
pada makna atau objek yang sama sehingga tidak terjadi pentaksaan.

Perampatan-lebih (Overgeneralization)

Salah nalar yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah melekat-kan
(mengimputasi) karakteristik sebagian kecil anggota ke seluruh anggota him-punan, kelas,
atau kelompok secara berlebihan. Bila seseorang menyimpulkan bahwa warga Kampung X
adalah pencuri karena dia mendapati bahwa dua pen-curi yang baru saja ditangkap berasal
dari Kampung X maka dia telah melakukan salah nalar.

Perampatan atau generalisasi itu sendiri bukan merupakan salah nalar. Kemampuan
merampatkan merupakan suatu kemampuan intelektual yang sangat penting dalam
pengembangan ilmu. Masalahnya adalah bila derajat peram-patan begitu ekstrem (atas dasar
sampel atau pengamatan terbatas) sehingga mengabaikan kemungkinan bahwa apa yang
diamati merupakan peluar (outlier) atau pengecualian (exceptions to the rule). Dalam
penelitian empiris, ukuran sampel yang terlalu kecil dan kurangnya kerepresentatifan sampel
dapat meng-hasilkan konklusi yang keliru.

Salah nalar yang bartalian dengan perampatan lebih adalah apa yang dikenal dengan
istilah penstereotipaan (stereotyping). Salah nalar ini terjadi bila penalar mengkategori
seseorang sebagai anggota suatu kelompok kemudian melekatkan semua sifat atau kualitas
kelompok kepada orang tersebut. Misalnya, orang mengetahui bahwa para akuntan publik
umumnya adalah kaya (sifat kelompok). Salah nalar dapat terjadi kalau penalar
menyimpulkan bahwa Hariman pasti kaya karena dia adalah akuntan public.

Parsialitas (Partiality)
Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas dasar
sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi. Hal ini mirip dengan
perampatan lebih lantaran sampel kecil atau ketakrepresentatifan bukti. Kadang-kadang kita
sengaja memilih dan melekatkan bobot yang tinggi pada bukti (argumen) yang cenderung
mendukung konklusi atau keyakinan yang kita sukai dengan mengabaikan bukti yang
menentang konklusi tersebut. Kesa-lahan semacam ini tidak harus merupakan suatu
stratagem karena penalar tidak bermaksud mengecoh atau menjatuhkan lawan tetapi karena
semata-mata dia tidak objektif (bias) dalam penggunaan atau pengumpulan bukti.

Dalam penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan mem-buat
pertanyaan yang mengarahkan responden (disebut leading questions). Bila peneliti berupaya
untuk mendukung teori yang disukainya dengan mengarahkan bukti secara bias, hal tersebut
disebut membangun kasus (building the case).

Pembuktian dengan Analogi

Telah dibahas sebelumnya bahwa analogi bukan merupakan cara untuk membuk-
tikan (to prove) validitas atau kebenaran suatu asersi. Analogi lebih merupakan suatu sarana
untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai kebolehjadian (likelihood) untuk
benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas dasar analogi belum tentu benar.
Jadi, analogi dapat menghasilkan salah nalar.

Merancukan Urutan Kejadian dengan Penyebaban

Dalam percakapan sehari-hari atau diskusi, kesalahan yang sering dilakukan orang
adalah merancukan urutan kejadian (temporal succession) dengan penye-baban (causation).
Bila kejadian B selalu mengikuti kejadian A, orang cenderung menyimpulkan bahwa B
disebabkan oleh A. Karena malam selalu mengikuti siang, tidak berarti bahwa siang
menyebabkan malam. Salah nalar terjadi bila urutan kejadian disimpulkan sebagai
penyebaban. Kesalahan ini sering disebut dalam bahasa Latin post hoc ergo propter hoc
(setelah ini, maka karena ini).

Telah dibahas sebelumnya bahwa urutan kejadian hanyalah merupakan salah satu
syarat untuk menyatakan adanya penyebaban (lihat kembali subbahasan Argumen Sebab-
Akibat di halaman 60). Syarat ini merupakan syarat perlu (neces-sary condition) untuk
penyebaban tetapi bukan syarat cukup (sufficient condi-tion). Kalau A memang
menyebabkan B maka perlu dipenuhi syarat bahwa A selalu mendahului B.

Menarik Simpulan Pasangan

Kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen sering menjadikan argumen yang


valid atau benar menjadi kurang meyakinkan. Akibatnya, orang sering lalu menyimpulkan
bahwa konklusinya tidak benar atau valid. Hal penting yang perlu diingat adalah bahwa
kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen yang mendukung atau menyangkal suatu
posisi tidak menentukan kebenaran (truth) atau ketakbenaran (falsity) konklusi (posisi).
Kebenaran konklusi atau posisi memang harus didukung oleh argumen yang meyakinkan.

Salah nalar terjadi kalau orang menyimpulkan bahwa suatu konklusi salah lantaran
argumen tidak disajikan dengan meyakinkan (tidak konklusif) sehingga dia lalu
menyimpulkan bahwa konklusi atau posisi pasanganlah yang benar. Kecohan ini mirip
dengan bentuk salah nalar menyangkal anteseden yang telah dibahas sebelumnya.

Premis (1): Jika seseorang dapat menyajikan suatu argumen yang meyakinkan, maka
konklusinya benar (valid).

Premis (2): Pak Antoni menyajikan argumennya dengan tidak meyakinkan.

Konklusi: Konklusi atau posisinya takbenar. Posisi pasangannya yang benar.

Jadi, mengambil konklusi pasangan lantaran konklusi yang diajukan tidak disajikan
secara meyakinkan merupakan suatu salah nalar. Kalau suatu per-nyataan yang memang
valid disajikan dengan argumen yang kurang efektif, maka hal terbaik yang dapat
disimpulkan adalah bahwa validitas atau kebenaran per-nyataan tersebut belum terungkap
atau ditunjukkan tetapi tidak berarti bahwa pernyataan tersebut takbenar. Dengan demikian,
kurang meyakinkannya suatu konklusi tidak dengan sendirinya membenarkan konklusi yang
lain (pasangan).

Dalam pengembangan ilmu dikenal suatu pendekatan atau semangat untuk menguji
suatu teori yang disebut penyanggahan atau refutasi ilmiah (scientific refutation). Semangat
ini dilandasi oleh pikiran bahwa suatu teori ilmiah tidak harus dapat dibuktikan benar tetapi
harus dapat disanggah (dibuktikan salah) kalau tia memang salah; misalnya dengan
pengajuan teori baru yang lebih baik. Dasar pikiran ini sering disebut dengan prinsip
ketersalahan atau keterbuktisa-lahan (principle of falsifiability). Bila ilmuwan tidak dapat
menunjukkan dengan meyakinkan bahwa teori barunya lebih valid, maka ilmuwan terpaksa
“meneri-ma” teori yang disanggahnya.32 Prosedur penyimpulan semacam ini bukan meru-
pakan salah nalar tetapi lebih merupakan usaha untuk mencapai ketegaran ilmiah (scientific
rigor). Hal ini penting agar orang tidak dengan mudah menggan-ti teori dengan teori yang
belum teruji secara meyakinkan. Namun, prosedur ini mengandung risiko yaitu ilmuwan
tidak menolak teori yang disangkalnya padahal teori tersebut sebenarnya salah. Jadi,
ilmuwan “menerima” teori yang salah. Risi-ko ini disebut kesalahan penyimpulan (error of
inference) dan harus dihindari.

Dalam penelitian ilmiah (empiris), konklusi atau teori biasanya dinyatakan dalam
bentuk hipotesis. Konklusi pasangan yang dibahas di atas sering ditempat-kan sebagai
hipotesis nol (null atau default hypothesis) sedangkan hipotesis (teori baru) yang diajukan
dan akan diuji ditempatkan sebagai hipotesis alternatif (alter-native hypothesis). Kalau
peneliti tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang sangat kuat untuk mendukung teorinya
(bukti-bukti empiris yang diajukan tidak mendukung secara statistis hipotesis alternatif),
maka peneliti terpaksa menyim-pulkan (tidak menolak) hipotesis nol. Jadi, bila bukti empiris
tidak cukup meyakinkan untuk menyimpulkan hipotesis alternatif, maka dikatakan bahwa
peneliti gagal menolak hipotesis nol (to fail to reject the null or default hypothesis). Dalam
hal ini, peneliti menghadapi dua jenis risiko kesalahan penyimpulan yaitu menyimpulkan
hipotesis nol padahal sebenarnya tia salah atau menyimpulkan hipotesis alternatif padahal
sebenarnya tia salah.

Dalam bahasa statistika, kesalahan menyimpulkan hipotesis alternatif (atau menolak


hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis alternatif adalah salah disebut dengan
kesalahan Tipa I atau α. Sebaliknya, kesalahan menyimpulkan hipotesis nol (tidak menolak
hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis nol adalah salah disebut dengan kesalahan
Tipa II atau β.

Aspek Manusia Dalam Penalaran

Stratagem dan salah nalar yang dibahas di atas belum mencakup semua stratagem
dan kecohan yang mungkin terjadi. Masih banyak cara atau proses yang mengaki-batkan
kecohan. Uraian di atas juga belum menyinggung aspek manusia dalam penalaran. Namun,
pembahasan di atas memberi gambaran bahwa penalaran untuk meyakinkan kebenaran atau
validitas suatu pernyataan bukan merupakan proses yang sederhana.
Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat
merupakan proses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang
berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia
tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementa-ra itu tidak semua asersi dapat
ditentukan kebenarannya secara objektif dan tun-tas. Hal ini tidak hanya terjadi dalam
kehidupan umum sehari-hari tetapi juga dalam dunia ilmiah dan akademik yang menuntut
keobjektifan tinggi. Yang mem-prihatikan dunia akademik adalah kalau para pakar pun lebih
suka berstratagem daripada berargumen secara ilmiah. Berikut ini dibahas beberapa aspek
manusia yang dapat menjadi penghalang (impediments) penalaran dan pengembangan ilmu,
khususnya dalam dunia akademik atau ilmiah.

Penjelasan Sederhana

Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan


penjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi berkembang-nya ilmu
pengetahuan. Namun, keingingan yang kuat untuk memperoleh penje-lasan sering
menjadikan orang puas dengan penjelasan sederhana yang pertama ditawarkan sehingga dia
tidak lagi berupaya untuk mengevaluasi secara saksama kelayakan penjelasan dan
membadingkannya dengan penjelasan alternatif. Dengan kata lain, orang menjadi tidak kritis
dalam menerima penjelasan. Akibatnya, argumen dan pencarian kebenaran akan terhenti
sehingga pengembangan ilmu pengetahuan akan terhambat.

Kepentingan Mengalahkan Nalar

Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai kepentingan


tertentu (vested interest) yang harus dipertahankan. Kepentingan sering memaksa orang
untuk memihak suatu posisi (keputusan) meskipun posisi tersebut sangat lemah dari segi
argumen.

Dalam dunia akademik dan ilmiah, kepentingan untuk menjaga harga diri individual
atau kelompok (walaupun semu) dapat menyebabkan orang (akademisi atau ilmuwan)
berbuat yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi umumnya pada mereka yang sudah mendapat
julukan pakar atau ilmuwan yang kebetulan mem-punyai kekuasaan politis (baik formal atau
informal).

Kebebasan akademik merupakan suatu ciri penting lingkungan akademik yang


kondusif untuk pengembangan pengetahuan dan profesi (khususnya akun-tansi). Kebebasan
akademik harus diartikan sebagai kebebasan untuk berbeda pendapat secara akademik dalam
suatu forum yang memungkinkan akademisi berargumen secara terbuka. Sikap akademisi
yang patut dihargai adalah keberse-diaan untuk berargumen.

Sikap ilmiah menuntut akademisi (termasuk pengelola suatu institusi) untuk berani
membaca dan memahami gagasan alternatif dan, kalau gagasan tersebut valid dan menuju ke
perbaikan, bersedia membawa gagasan tersebut ke kelas atau diskusi ilmiah dan bukan
malahan mengisolasinya. Keberanian dan keberse-diaan seperti itu merupakan suatu ciri
sikap ilmiah dan akademik yang sangat ter-puji (respected). Ini tidak berarti bahwa
ilmuwan/akademisi harus selalu setuju dengan suatu gagasan. Ketidaksetujuan dengan suatu
gagasan itu sendiri (setelah berani membaca) merupakan suatu sikap ilmiah asal dilandasi
dengan argumen yang bernalar dan valid. Ketidakberanian dan ketidakbersediaan itulah
yang merupakan sikap tidak ilmiah (akademik) dan justru hal ini sering terjadi dalam dunia
akademik tidak hanya pada masa sekarang tetapi juga masa lalu.

Sindroma Tes Klinis

Sindroma ini menggambarkan seseorang yang merasa (bahkan yakin) bahwa ter-
dapat ketidakberesan dalam tubuhnya dan dia juga tahu benar apa yang terjadi karena
pengetahuannya tentang suatu penyakit. Akan tetapi, dia tidak berani untuk memeriksakan
diri dan menjalani tes klinis karena takut bahwa dugaan tentang penyakitnya tersebut benar.
Akhirnya orang ini tidak memeriksakan diri ke dokter dan mengatakan pada orang lain
bahwa dirinya sehat. Jadi, orang ini takut mengetahui kebenaran gagasan sehingga
menghindarinya secara semu.

Dalam dunia akademik, sindroma semacam ini dapat terjadi kalau seseorang
mempunyai pandangan yang menurut dirinya sebenarnya keliru atau tidak valid lagi karena
adanya pandangan atau gagasan baru. Gagasan baru dia peroleh karena dia sering
mendengar dari kolega atau mahasiswa. Orang lain memperoleh gagasan baru tersebut dari
artikel atau hasil penelitian ilmiah. Dalam kondisi seperti ini, akademisi sering tidak berani
untuk membaca sumber gagasan karena takut jangan-jangan pendapatnya yang telah telanjur
disebarkan kepada maha-siswa benar-benar keliru. Dapat juga, akademisi tersebut memang
berani mem-baca dan benar-benar dapat menerima argumen tetapi di muka umum (kelas)
dia bersikap seolah-olah tidak pernah tahu gagasan baru tersebut (bersikap tak pedu-li)
apalagi membahasnya di kelas dengan cukup dalam. Manifestasi lain dari sin-droma ini
adalah akademisi (dosen) mengisolasi gagasan baru agar mahasiswa tidak pernah tahu
semata-mata untuk menutupi kelemahan suatu gagasan lama yang dianutnya.

Bila sindroma semacam ini banyak diindap oleh akademisi, dapat dipastikan kemajuan
pengetahuan dan profesi akan terhambat dan rugilah dunia pendidikan.

Mentalitas Djoko Tingkir

Budaya Djoko Tingkir digunakan untuk menggambarkan lingkungan aka-demik atau


profesi seperti ini karena konon perbuatan Djoko Tingkir yang tidak terpuji harus dibuat
menjadi terpuji dengan cara mengubah skenario yang sebenarnya terjadi semata-mata untuk
menghormatinya karena dia bakal menjadi raja (kekuasaan). Dalam dunia akademik, status
pakar merupakan kekuasaan atau autoritas akademik. Kepakaran merupakan kekuasaan
karena orang dapat mem-peroleh kekuasaan dan kedudukan (baik politik, struktural, atau
institusional) lantaran pengetahuan atau ilmunya. Namun, tidak semestinya kalau kekuasaan
tersebut lalu menentukan ilmu. Dunia akademik harus mengembangkan ilmu atas dasar
validitas argumen dan bukan atas dasar kekuasaan politik/jabatan.

Merasionalkan Daripada Menalar

Bila karena keberpihakan, kepentingan, atau ketakkritisan, orang telanjur meng-


ambil posisi dan ternyata posisi tersebut salah atau lemah, orang ada kalanya berusaha untuk
mencari-cari justifikasi untuk membenarkan posisinya. Dalam hal ini, tujuan diskusi bukan
lagi untuk mencari kebenaran atau validitas tetapi untuk membela diri atau menutupi rasa
malu. Bila hal ini terjadi, orang tersebut sebenarnya tidak lagi menalar (to reason) tetapi
merasionalkan (to rationalize).

Sikap merasionalkan posisi dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang


bersangkutan dalam topik yang dibahas tetapi orang tersebut tidak mau mengakuinya. Agar
argumen berjalan dengan baik, para penalar paling tidak harus mempunyai pengetahuan
yang cukup dalam topik yang dibahas. Kurangnya pengetahuan (topical knowledge) dapat
menjebak orang untuk lari ke stratagem daripada argumen yang layak.

Sikap merasionalkan dalam diskusi dapat menimbulkan pertengkaran mulut,


perselisihan pendapat (dispute), atau debat kusir. Dalam situasi ini, pihak yang terlibat dalam
diskusi biasanya tidak lagi mengajukan argumen yang sehat untuk mendukung posisi tetapi
mengajukan argumen kusir (pedestrian argument) untuk menyalahkan pihak lain dan
memenangi perselisihan. Jadi, tujuan diskusi bukan lagi mencari solusi tetapi mencari
kemenangan (kadang-kadang menangnya sendi-ri). Memenangi debat (selisih pendapat) dan
meyakinkan suatu gagasan adalah dua hal yang sangat berbeda. Untuk memenangi selisih
pendapat, faktor emosio-nal lebih banyak berperan daripada faktor rasional atau penalaran.
Pakarpun kadang-kadang lebih suka berdebat daripada berargumen.

Persistensi

Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama mele-kat
dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu keya-kinan dan
menggantinya dengan yang baru. Dengan kata lain, orang sering berteguh atau persisten
terhadap keyakinannya meskipun terdapat argumen yang kuat bahwa keyakinan tersebut
sebenarnya salah sehingga dia seharusnya melepaskan keyakinan tersebut.

Sampai tingkat tertentu persistensi merupakan sikap yang penting agar orang tidak
dengan mudahnya pindah dari keyakinan atau paradigma yang satu ke yang lain. Paradigma
adalah satu atau beberapa capaian ilmu pengetahuan pada masa lalu (past scientific
achievements) yang diakui oleh masyarakat ilmiah pada masa tertentu sebagai basis atau
tradisi untuk mengembangkan ilmu penge-tahuan dan praktik selanjutnya. Capaian
(achievements) dalam ilmu pengetahuan (sciences) dapat berupa filosofi, postulat, konsep,
teori, prosedur ilmiah, atau pendekatan ilmiah. Untuk menjadi paradigma, suatu capaian
harus mempunyai penganut yang cukup teguh dan capaian tersebut bersaing dengan capaian
atau kegiatan ilmiah lain yang juga mempunyai sekelompok penganut.

Dalam dunia ilmiah, persistensi untuk tidak melepaskan suatu keyakinan dapat
dimaklumi kalau tujuannya adalah untuk memperoleh argumen atau bukti yang kuat untuk
menunjukkan bahwa keyakinan yang dianut memang salah. Tidak selayaknyalah suatu
keyakinan atau paradigma dipertahankan kalau memang terdapat bukti yang sangat
meyakinkan bahwa tia salah. Namun, manu-sia tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak
memihak (impartial). Karena kepentingan tertentu yang perlu dipertahankan, ilmuwan atau
pakar pun sering bersikap demikian sehingga konversi keyakinan sulit terjadi.

Rangkuman

Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang sehat harus
dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran
yang memadai. Penalaran merupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk
dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi.

Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi antara


ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan teori.
Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar atau penegasan tentang suatu
realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan.
Argumen adalah proses penurunan sim-pulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang
berkaitan secara logis.

Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis, dan
pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis tingkatan konklusi tidak dapat
melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah.

Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengan-dung


beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, mengandung bias,
memuat nilai, berkekuatan, veridikal, dan tertempa.

Anda mungkin juga menyukai