Anda di halaman 1dari 11

CiciLia BanGeuD

Senin, 07 Mei 2012

SINDROMA KORONER AKUT


BAB I
PENDAHULUAN

I.            Latar Belakang


Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh
darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut
dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q)
dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan
pada penderita dengan plak kurang dari 50–70% yang tidak stabil, yakni fibrous cap ‘dinding (punggung) plak’ yang
tipis dan mudah erosi atau ruptur1,2,3
Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini
berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak
stabil dan infark miokard.1 Angina tidak stabil, infark miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q
mempunyai substrat patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner. 1,2,3          
Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak
stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris
pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. 1,2,3

II.            Tujuan

1.      Menjelaskan  pengertian Sindrom koroner akut.


2.      Menjelaskan etiologi sindrom koroner akut.
3.      Menjelaskan klasifikasi sindrom koroner akut.
4.      Menjelaskan patofiosiologi sindrom koroner akut.
5.      Menjelaskan manifestasi klinis sindrom koroner akut.
6.      Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pasien sinndrom koroner akut.
7.      Menjelaskan penatalaksanaansindrom koroner akut.
8.      Membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan sindromkoroner akut.

BAB II
ISI

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)

              Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak
didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct
myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST. SKA
ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan
manifestasi utama proses aterosklerosis.
Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable
angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca
infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan
darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium.

2.2       Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan
pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:
                   Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi.

                  Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

                   Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.

                  Infeksi pada pembuluh darah.


Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh
beberapa keadaan, yakni:
                    Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
                    Stress emosi, terkejut

                     Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis
sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung
meningkat.

2.3       Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut  Braunwald (1993)
adalah:
                   Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau

aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.


                  Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
                   Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
                                    Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi,

takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.


                  Kelas B: Primer.

                   Kelas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta
adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.

2.4       Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arteri
koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang
mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis
(vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka
faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak.
Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini
disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel
T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi
tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan
antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit
sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP
merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada
15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan
homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi
endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen
reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada
beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya
lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang
poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang
menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang
esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat
lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni
endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan
prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit
ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga
menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi
ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan
obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena
beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul,
dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA,
dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress
emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan
(Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran
koroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan
terapi.

2.5       Manifestasi Sindrom Koroner Akut (SKA)


Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada,
seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa
terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang
gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati
seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
                                    Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan daerah yang

diperdarahi menjadi terancam mati .


                                  Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya

berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat
menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini
atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih
berat atau lebih sering.
                   Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya

terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak,
muntah atau keringat dingin.

2.6       Pemeriksaan Diagnostik Sindrom Koroner Akut (SKA)


Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni:
                   Sakit dada
                  Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik
Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB dan troponin-T
                  

/I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan
dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.

2.7       Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA)


Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom koroner akut (SKA)
adalah:
                                    Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard

yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil
dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
                  Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 –

0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip
intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100
mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri
koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi
pertanyaan).
                                    Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit

akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi
menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping
mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
                  Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus

gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
                                    Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan

mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan adanya
penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis
yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet,
terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau
muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned
heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.
                                    Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet,

memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin
bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi
dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami
implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat
dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari.
Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi
1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek
samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura
trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
 Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi
dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak
terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6
orang membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai
beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai
dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian
iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).

Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner Akut (SKA) meliputi:


                Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa

efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek
menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis
UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam
maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg.
        Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH): Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi.

LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high
bioavailability; dose – independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi
platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat
rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur
faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk
dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI:
86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama
6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi – Synthelabo).
                Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang

dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus
Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi
Warfarin dengan Asparin.
        Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi,

terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama
trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan
Reteplase dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT–3 membandingkan
antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab dengan Tenecteplase kombinasi UFH
pada IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada mortalitas 4. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi
platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin
17. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga
secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas
menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak
menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada
Aspirin dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah
dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat
tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi perdarahannya
dengan menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut
trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26. Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek
trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan
sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang
kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia. Penelitian TARGET
menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin
dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya
nenguntungkan pada grup APTS.
         Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang

mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan
STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 17,28.
         Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat menurunkan

mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan
NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH
adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama
90 menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri koroner dan
mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih
panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA,
namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja.
       Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini juga semakin maju.
Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang kekurangan atau bahkan tidak
memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka sumbatan pembuluh darah koroner dengan balon
dan lalu dipasang alat yang disebut stent.Dengan demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali
mengalir menjadi normal.

Web Of Causation Sindrom Koroner Akut (SKA)

 
 
MK : Resiko gangguan keseimbangan elektrolit:
hipokalemi

2.8       Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)


                  Pengkajian:

                  Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
                  Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat ,  terasa panas, di dada retro sternal
menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit)
                  Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat ,  terasa panas, di dada retro sternal
menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit)
                                  Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress), dan Riwayat

penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).

                  Pemeriksaan Penunjang:


                  Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik)

                  Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB dan troponin-T /I,
dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan
dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
  MK : Gangguan pola
                  Pemeriksaan Fisik   sekresi K
  MK : Gangguan rasa nafas
                  B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan
nyaman : nyeri
                  B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin
                  B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)

                  B4: oliguri


                  B5: penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)
                  B6: tidak ada masalah

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


                 

DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO NANDA NOC NIC

1 Penurunan curah Kriteria hasil yang 1.Perawatan jantung:akut


jantung disarankan: ·         Evaluasi nyeri dada
Batasan a.Menunjukkan curah (seperti:intensitas,lokasi,penyebaran,durasi,faktor
karakteristik: jantung yang presipitasi, dan faktor yang meringankan)
a.perubahan memuaskan,dibuktikan
·         Pantau ritme dan denyut jantung
kecepatan jantung. dengan keefektifan ·         Auskultasi bunyi jantung
·         Aritmia pompa jantung,status ·         Pantau status neurologis
·         Bradikardia sirkulasi,perfusi ·         Pantau masukan/keluaran , keluaran urin dan berat
·         Perubahan EKG jaringan(organ badan setiap hari
·         Palpitasi abdomen) dan perfusi ·         Pilih lead EKG terbaik untuk pemantauan lebih lanjut
·         Takikardi jaringan(perifer). ·         Dapatkan 12-lead EKG
·         Pantau fungsi ginjal
b.Perubahan b.Menunjukkan status ·         Pantau fungsi hati
preload sirkulasi dibuktikan ·         Pantau tekanan darah dan parameter hemodinamik
·         edema dengan indikator ·         Pantau faktor yang menentukan dala pemberian
·         penurunan kegawatan sebagai oksigen
tekanan vena berikut: ·         Pertahankan lingkungan yang kondusif untuk
central ·         Denyut jantung dalam istirahat dan penyembuhan
·         penurunan batas normal ·         Hindari mengambil suhu rektal
tekanan arteri paru·         Tekanan vena central ·         Mencegah pembentukan trombus perifer
·         kelemahan dan tekanan dalam ·         Memberikan medikasi untuk mengurangi/mencegah
·         distensi vena paru dalam batas nyeri
jugularis normal
·         murmur ·         Hipotensi ortostatis 2. . Manajemen syok : jantung
·         peningkatan BB tidak ada ·         Auskultasi bunyi paru untuk bunyi yang abnormal
·         Distensi vena leher ·         Catat tanda dan gejala dari penurunan cardiac output
c.Perubahan tidak ada ·         Monitor gejala tidak adekuatnya perfusi artei
afterload ·         Edema perifer tidak koronaria
·         kulit berkeringat ada ·         Monitor adanya koagulasi,termasuk protrombine time
·         dispnea ·         Asites tidak ada partial protrombine time,fibrinogen,penurunan
·         penurunan nadi ·         Denyut perifer kuat produk fibrin,jumlah platelet.
perifer dan simetris ·         Pertahankan keseimbangan cairan dengan mengatur
·         penurunan ·         Status kognitif dalam cairan IV atau diuretic
tahanan tekanan status normal ·         Atur pemberian inotropic positif atau pengobatan
darah sistemik ·         Pantau preload optimal untuk memperbaiki keadaan
·         perubahan warna sambil meminimalkan kegagalan atau kerusakan hati
kulit ·         Pantau reduksi afterload (dengan vasolidator atau
pompa gas intraaortic)
·         Pantau perfusi arteri koronaria(menjaga tekanan
arteri rata-rata>60 mmHg dan kontrol takikardi)
1.Manajemen nyeri
·         Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai
dari
Kriteria hasil yang lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
disarankan: dan penyebab
·         Kontrol nyeri ·         Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal
·         Tingkat kenyamanan ·         Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan
·         Nyeri pengganggu analgetik
·         Tinkatan nyeri ·         Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
·         Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-
hari
·         Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi
menyakitkan
Nyeri Akut
·         Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon
Batasan
pasien
karakteristik:
·         Anjurkan untuk istirahat yang adekuat untuk
·         Melaporan nyeri
mengurangi nyeri
secara verbal dan
·         Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman
non verbal
terhadap nyeri
·         Menunjukkan
·         Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan
kerusaan
2 ketidaknyamanan pada pasien
·         Posisi untuk
·         Pilih variasi dari ukuran pengobatan
mengurangi nyeri
·         Gerakan untuk
2.Pemberian analgesik
melindungi
·         Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas,dan hebatnya
·         Gangguan tidur
nyeri sebelum mengobati pasien
·         Perubahan dalam
·         Cek order mengenai obat,dosis dan frekuensi
nafsu makan
analgesik yang diberikan
·         Respon otonom
·         Pilih analgesik yang tepat
perubahan otonom
·         Tentukan analgesik yang disukai,rute pemberian dan
dalam tonus otot
dosis untuk mencapai analgesik yang optimal
·         Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian obat
·         Berikan analgesik adjuvan dan atau pengobatan
ketika dibutuhkan analgesia yang potensial
·         Pertimbangkan penggunaan infus yang berkelanjutan
·         Pencegahan keamanan untuk pasien yang menerima
analgesik
·         Instruksikan untuk meminta pengobatan nyeri PRN
sebelum nyeri menjadi hebat

Manajemen elektrolit:hipokalemia
·         Mengambil spesimen untuk analisis kadar potasium
dan ketidakseimbangan elektrolit
·         Pantau nilai labor yang berhubungan dengan
hipokalemia
·         Pantau fungsi ginjal yang menyebabkan penurunan
kadar postasium
·         Pantau gastrointestinal yang menyebabkan
penurunan kadar postasium
·         Berikan suplemen postasium sesuai resep yang
diberikan
·         Pantau fungsi ginjal,EKG,dan serum postasium saat
penggantian
Kriteria hasil yang ·         Cegah iritasi akibat suplemen postasium
disarankan: ·         Pantau keracunan digitalis
·         Keseimbangan
·         Hindari pemberian zat alkalin
elektrolit dan asam
·         Pantau manifestasi pada neurologis akibat kondisi
basa
hipokalemia
·         Hidrasi
·         Hindari pemberian zat alkalin
·         Pengetahuan:cara
·         Pantau manifestasi jantung akibat kondisi
Resiko perawatan
hipokalemia
    ketidakseimbangan Respon pengobatan
·         
·         Pantau manifestasi pulmonal akibat kondisi
elektrolit ·         Kontrol resiko
·         Deteksi resiko
hipokalemia
Batasan
·         Status tanda-tanda ·         Posisikan pasien untuk bantuan ventilasi
karakteristik:
vital ·         Pantau tanda-tanda kegagalan nafas
·        
·         Pantau kejadian hiperkalemia
Ketidakseimbangan
·         Pantau diuresis berlebihan
cairan
·         Pantau status cairan,termasuk intake dan output
·         muntah
·         Berikan makanan yang mengandung postasium tinggi

3
Daftar Pustaka
Elliott, doug dkk. 2007. Critical Care Nursing. Australia:.Elsevier.
Jevon Philip , Ewen Beverley.2008.Pemamntauan Pasien Kritis Edisi kedua. Jakarta:Erlangga.
TIM PPGD. 2010. Penanggulangan Penderita Gawar Darurat Basic Trauma & Cardiac Life
Support. Bukittinggi.
O’Grady, Eileen. 2007. A Nurses’s Guide to Caring for Cardiac Intervention Patients.England.
Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif. http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197. Diakses di Surabaya, tanggal 30 September 2010: Jam
19.01 WIB

Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC

Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-konsep-baru penanganan.html. Diaskes di
Surabaya, tanggal 30 September: Jam 19.10 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf

Cicilia Uzumaki di 10.01

Berbagi 0

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
Tulis Komentnya Disini yaxc!!!!
Link ke posting ini
Buat sebuah Link

‹ Beranda ›
Lihat versi web

Seuntai Kisah
Cicilia Uzumaki
Just be MySelf....!!!!!!
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai