Anda di halaman 1dari 23

Kanker

A. Definisi
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit
yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah
tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan
sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian
dapat menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain.
Menurut National Cancer Institute (2009), kanker adalah suatu istilah untuk
penyakit di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat menyerang
jaringan di sekitarnya. Proses ini disebut metastasis. Metastasis merupakan penyebab
utama kematian akibat kanker (WHO, 2009).
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas,
dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker (Price et al., 2006).
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, sesuai
definisi Wills, adalah “massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti” (Kumar et al.,
2007).
Istilah tumor kurang lebih merupakan sinonim dari istilah neoplasma. Semua istilah
tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau gumpalan, dan kadang-
kadang istilah “tumor sejati” dipakai untuk membedakan neoplasma dengan gumpalan
lainnya. Neoplasma dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada pula
yang ganas (Price et al., 2006).

B. Epidemiologi
Berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas), di Indonesia
menunjukkaan kecenderungan peningkatan kasus kanker baik dalam kematian maupun
kasus baru. Prevalensi penyakit kanker pada kelompok umur meningkat pada umur ≥ 15
tahun, dan tertinggi pada umur ≥ 75 tahun, yaitu sebesar 2,1 % (usia 35-44 tahun) dan 3,5
% (usia 45-54 tahun) dan 3,2 % (usia 55-64 tahun) dan 3,9 % (usia 65-74 tahun) dan 5%
(usia >75 tahun). Prevalensi penyakit kanker pada perempuan cenderung lebih tinggi dari
laki-laki. Di RS Dharmais jumlah kanker baru dan jumlah kematian akibat kanker pada
tahun 2010-2013 meningkat selama 4 tahun berturut-turut adalah kanker payudara, serviks,
paru, ovarium, rektum, tiroid, usus besar hepatoma, dan nasofaring. Selama tahun 2010-
2013, kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru merupakan tiga penyakit
terbanyak dan jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat kanker tersebut terus
meningkat (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

C. Klasifikasi Kanker
Menurut National Cancer Institute terdapat lebih dari 100 jenis kanker. Jenis
kanker biasanya dinamai terkait organ atau jaringan dimana kanker terbentuk. Misalnya,
kanker paru-paru dimulai di sel paru-paru. Kanker dapat di klasifikasikan berdasarkan jenis
dari sel tertentu yaitu sarkoma, karsinoma, adenokarsinoma, limfoma, dan leukimia:
a. sarkoma adalah kanker yang terbentuk pada jaringan tulang dan lunak seperti tulang
rawan, pembuluh darah, pembuluh getah bening, dan lemak.
b. karsinoma adalah jenis kanker yang paling umum, dan terbentuk pada jaringan epitel
seperti kulit, dan lapisan rongga.
c. adenokarsinoma adalah kanker yang terbentuk pada sel epitel yang menghasilkan
cairan atau lendir yang meyerupai jaringan kelenjar seperti usus besar, prostat, dan
ovarium.
d. limfoma adalah kanker yang dimulai pada limfosit (sel T atau sel B) yang terbentuk di
kelenjar getah bening dan merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh.
e. leukimia adalah kanker yang berasal dari jaringan pembentuk darah sumsum tulang.

D. Patofisiologi
Organ tubuh manusia memiliki beberapa jenis sel yang akan tumbuh dan membelah
secara terkontrol untuk menghasilkan lebih banyak sel yang dibutuhkan oleh tubuh. Ketika
sel menjadi tua dan rusak, sel-sel tersebut akan mati dan diganti dengan sel-sel baru.
Kematian sel ini disebut apoptosis. Ketika proses ini rusak, kanker akan mulai terbentuk
jadi sel tumbuh dan tidak terkendali disebut mutasi DNA (deoxyribose nucleic acid)
(National Cancer Institute, 2015).
E. Patologi
Menurut National Cancer Institute, tes pemeriksaan kanker dapat dibagi menjadi:
a. tes skrining
b. tes laboratorium. Tes laboratorium darah, urin, dan cairan tubuh lainnya dapat
membantu mendiagnosis penyakit kanker sehingga jika terjadi peningkatan atau
rendahnya suatu zat dapat menjadi pertanda kanker.
c. teknik pencitraan seperti x-ray, CT scan, MRI scan, PET scan, dan ultrasound
digunakan untuk mendeteksi lokasi tumor.
d. biopsi adalah pemeriksaan penunjang untuk membantu dokter mendiagnosa kanker
dengan cara mengambil jaringan yang dirusak oleh kanker.

F. Manifestasi Klinis
Menurut National Cancer Institute gejala klinis kanker bervariasi tergantung jenis
atau lokasi kanker:
a. nyeri dapat terjadi akibat tumor yang meluas menekan saraf dan pembuluh darah di
sekitarnya. Nyeri juga disebabkan ketakutan dan kecemasan.
b. perdarahan atau pengeluaran cairan yang tidak wajar, misalnya muntah berdarah,
mimisan terus menerus, dan cairan puting susu mengandung darah.
c. perubahan kebiasaan buang air besar
d. penurunan berat badan secara drastis
e. gangguan pencernaan
f. luka yang tidak sembuh

G. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat membantu pertumbuhan kanker:
a. Faktor Genetik Kanker disebabkan oleh perubahan pada gen tertentu yang mengubah
cara fungsi sel. Beberapa perubahan genetik bisa terjadi secara alami ketika replikasi
DNA selama proses pembelahan sel atau penyebab lain adalah akibat terpapar
lingkungan yang merusak DNA. Paparan ini termasuk zat kimia dalam asap tembakau,
atau radiasi, seperti sinar ultraviolet dari sinar matahari.
b. Faktor karsinogen, diantaranya zat kimia, radiasi, virus, dan hormon.
i. Zat kimia Banyak zat kimia yang ditambahkan dalam makanan dapat memicu
kanker, misalnya bahan pengawet, pemanis buatan, dan pewarna buatan.
ii. Radiasi Radiasi panjang gelombang tertentu, yang disebut radiasi pengion,
memiliki cukup energi untuk merusak DNA dan menyebabkan kanker.
iii. Virus Beberapa agen infeksius, termasuk virus, bakteri, dan parasit, dapat
menyebabkan kanker atau meningkatkan risiko kanker. Beberapa virus dapat
mengganggu sinyal sehingga menyebabkan pertumbuhan sel dan proliferasi.
Beberapa infeksi bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh
kurang mampu melawan infeksi penyebab kanker lainnya.
iv. Hormon Hormon estrogen yang berlebih juga dapat meningkatkan kanker
kandungan dan payudara sedangkan hormon progesteron dapat mencegah
timbulnya kanker endotrium, tetapi meningkatkan risiko kanker payudara.
c. faktor perilaku/gaya hidup, diantaranya yaitu merokok, pola makan yang tidak sehat,
mengkonsumsi alkohol, dan kurang aktivitas fisik
i. merokok memiliki risiko kanker karena rokok dan asap rokok memiliki banyak
bahan kimia yang merusak DNA.
ii. pola makan yang tidak sehat
iii. mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko kanker mulut, tenggorokan,
kerongkongan, laring, hati, dan payudara
iv. kurang aktivitas fisik (Kementerian Kesehatan RI, 2015; National Cancer
Institute, 2015).

H. Penatalaksanaan Terapi
Terapi kanker tergantung pada jenis, stadium kanker, usia, dan status kesehatan.
Terapi kanker memerlukan multimodalitas terapi dan diberi kombinasi terapi dan terapi
paliatif. Pengobatan ini diberi untuk membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan
sel kanker, menghentikan pertumbuhan agar tidak menyebar atau untuk mengurangi gejala-
gejala yang disebabkan oleh kanker. Beberapa cara pengobatan yang dilakukan yaitu:
a. Operasi
Pembedahan merupakan terapi utama dalam penanganan kanker solid tetapi
bukan pilihan untuk kanker yang sudah metastasis. Dengan pembedahan maka
keseluruhan kanker akan diangkat atau dibuang. Namun tidak semua keadaan kanker
dapat dilakukan tindakan pembedahan (National Cancer Institute, 2015).
b. Radioterapi
Terapi radiasi adalah jenis pengobatan kanker menggunakan radiasi dosis
tinggi untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan tumor (National Cancer Institute,
2015). Radiasi juga dilakukan dalam usaha menghancurkan jaringan-jaringan yang
sudah terkena kanker. Energi radiasi dihasilkan oleh alat yang disebut linear
accelerator atau yang lebih berat yaitu cyclotron dengan menggantikan sinar rontgen
(sinar X) berenergi tinggi atau dari sumber radioaktif untuk membunuh sel-sel kanker
sehingga tidak bereproduksi lagi. Tujuan radiasi adalah untuk mencegah sel-sel kanker
berkembang, tetapi masih memungkinkan bagi sel-sel normal untuk menjadi sehat
kembali melalui penyinaran dengan dosis yang tepat. Dosis radiasi diberikan secara
bertahap, yaitu biasanya secara total antara 10-4 tindakan dalam satu periode yang
berlangsung selama 2-8 minggu dimana tiap minggunya diberi tindakan lima kali.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah jenis pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk
membunuh sel kanker. Berbeda dengan pembedahaan atau radiasi yang bersifat
setempat, kemoterapi bersifat sistemik. Sehingga kemoterapi merupakan pilihan
pertama untuk menangani kanker yang sudah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh
lain (Calabresi dan Bruce, 2012).
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan menggunakan obat
sitostatika yaitu zat-zat yang menghambat proliferasi sel-sel kanker. Tujuan intervensi
kemoterapi pada pasien kanker antara lain pengobatan, mengurangi massa tumor
selain dengan terapi pembedahan atau radiasi, meningkatkan kelangsungan hidup dan
memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi komplikasi akibat metastasis dan efek
samping kemoterapi (Smeltzer, dkk., 2002).
Kemoterapi diberikan berdasarkan diagnosa, dan stadium kanker pada pasien.
Berikut beberapa jenis cara pemberian kemoterapi:
a) Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi ini diberikan pada pasien kanker sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor.
b) Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi atau bersamaan dengan radiasi,
dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastasis (Harvey dan Pamela,
2009).
 Klasifikasi Obat Kemoterapi
Obat sitotoksik mempengaruhi sintesis dan fungsi DNA-proses yang
terjadi ketika siklus sel. Siklus Sel memiliki 4 fase:
a. Fase M atau fase mitosis, terjadi ketika pembelahan sel
b. Fase first gap (posmitotik atau presinetik) (G1), terjadi ketika sel memerlukan
enzim untuk sintesis DNA.
c. Fase S atau fase sintesis, fase ini DNA direplikasi
d. Fase second gap (posmitorik/presinetik) (G2), terjadi ketika RNA dan protein
lain disintesis untuk fase M (Harvey dan Pamela, 2009).
 Efek Samping Kemoterapi
Efek samping kemoterapi terjadi akibat obat kemoterapi tidak hanya
membunuh sel kanker termasuk sel normal yang membelah dengan cepat seperti
saluran pencernaan, kulit, rambut dan sumsum tulang. Efek samping kemoterapi
yang perlu dicermati antara lain mual-muntah, mielosupresi (menekan produksi
darah), kelelahan, rambut rontok, dan sariawan (Chohan, et al., 2006).
e. Imunoterapi
Imunoterapi digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk
melawan kanker. Misal, vaksin yang terdiri dari antigen diperoleh dari sel tumor bisa
meningkatkan antibodi atau sel kekebalan (limfosit T) (National Cancer Institute,
2015).
Terapi kekebalan sel tubuh merupakan sejenis terapi bioogis bagi tumor, yaitu
dengan cara menyuntikkan sel imun anti tumor ke dalam tubuh pasien, dapat
membunuh tumor secara langsung ataupun merangsang reaksi kekebalan tubuh untuk
melawan kanker.
Skema proses terapi kekebalan sel tubuh:
(1) Pengambilan darah pasien,
(2) Pemisahan sel mononuclear,
(3) Induksi dan pengembangbiakan di laboratorium,
(4) Deteksi terhadap virus dan bakteri menunjukkan tak terkontaminasi,
(5) Sel yang berhasil dikembangbiakkan,
(6) Sekali reinfusion ke pasien jumlah selnya lebih dari 10 miliar.
f. Terapi Hormon
Terapi hormon adalah pengobatan yang memperlambat atau menghentikan
pertumbuhan kanker payudara dan prostat (National Cancer Institute, 2015).
Obat Off-label
Penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat di luar indikasi yang disetujui oleh
lembaga yang berwenang.
 Lembaga berwenang di Amerika → Food and Drug Administration (FDA)
 Lembaga yang berwenang diIndonesia → Badan POM
Perlu diketahui bahwa sebelum obat dipasarkan harus melalui uji klinik yang ketat, mulai
dari fase 1 sampai dengan 3.
 Uji klinik fase 1 adalah uji pada manusia sehat, untuk memastikan keamanan obat jika
dipakai oleh manusia.
 Uji klinik fase 2 adalah uji pada manusia dengan penyakit tertentu yang dituju oleh
penggunaan obat tersebut, dalam jumlah terbatas, untuk membuktikan efek farmakologi
obat tersebut.
 Uji klinik fase 3 adalah seperti uji klinik fase 2 dengan jumlah populasi yang luas,
biasanya dilakukan secara multi center di beberapa kota/negara. Jika hasil uji klinik
cukup meyakinkan bahwa obat aman dan efektif, maka produsen akan mendaftarkan pada
FDA untuk disetujui penggunaannya untuk indikasi tertentu.

Klasifikasi Obat Off-label


Penggunaan obat off-label diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Off-label usia Obat dikategorikan sebagai obat off-label usia jika digunakan diluar
rentang usia yang telah disetujui. Parasetamol yang 11 diberikan kepada bayi prematur
adalah salah satu contoh penggunaan obat off-label usia / berat (Kimland dan Odlind,
2012; Pratiwi, et al., 2013).
2) Off-label dosis Informasi dosis merupakan hal penting dalam pengobatan karena profil
farmakokinetik dan farmakodinamik setiap rentang usia individu berbeda-beda. Obat
yang diberikan dengan dosis lain dari yang tercantum pada izin edar atau izin penjualan
dikategorikan sebagai obat off-label dosis (Pratiwi, et al., 2013).
3) Off-label indikasi Obat dikategorikan sebagai off-label indikasi jika digunakan diluar
indikasi yang tertera pada leaflet (Kimland dan Odlind, 2012).
4) Off-label kontraindikasi Obat dikatakan termasuk kategori off-label kontraindikasi jika
menimbulkan kontraindikasi saat diberikan kepada pasien yang usianya tidak sesuai
dengan peruntukan obatnya (Pratiwi, et al., 2013).

Mengapa obat digunakan secara off-label?


 Satu macam obat bisa memiliki lebih dari satu macam indikasi atau tujuan penggunaan
obat. Jika ada lebih dari satu indikasi, maka semua indikasi tersebut harus diujikan secara
klinik dan dimintakan persetujuan pada FDA atau lembaga berwenang lain di setiap
negara. Suatu uji klinik yang umumnya berbiaya besar itu biasanya ditujukan hanya
untuk satu macam indikasi pada keadaan penyakit tertentu pula.
 Seringkali dokter meresepkan obat-obat untuk indikasi-indikasi yang belum diujikan
secara klinik. Itu disebut penggunaan obat off-label.
 Atau bisa jadi, obat mungkin sudah ada bukti-bukti klinisnya, tetapi memang tidak
dimintakan approval kepada lembaga berwenang karena berbagai alasan (misalnya
alasan finansial), maka penggunaannya juga dapat digolongkan penggunaan obat off-
label.

Mengapa dokter meresepkan obat off-label?


 Bisa jadi karena obat-obat yang tersedia dan approved tidak memberikan efek yang
diinginkan, sehingga dokter mencoba obat yang belum disetujui indikasinya.
 Adanya dugaan bahwa obat dari golongan yang sama memiliki efek yang sama
(walaupun belum disetujui indikasinya).
 Adanya perluasan ke bentuk yang lebih ringan dari indikasi yang disetujui
 Perluasan pemakaian untuk kondisi tertentu yang masih terkait (misalnya montelukast
untuk asma digunakan untuk Penyakit paru obstruksi kronis),
 Atau dokter yang bersangkutan memberikan hipotesis awal walaupun belum ada bukti
klinik yang mendukung.
Penggunaan obat off-label yang sering terjadi adalah pada pengobatan kanker. Sebuah
studi tahun 1991 menemukan bahwa sepertiga dari semua pemberian obat untuk pasien kanker
adalah off-label, dan lebih dari setengah pasien kanker menerima sedikitnya satu obat untuk
indikasi off-label. Sebuah survei pada tahun 1997 terhadap sebanyak 200 dokter kanker oleh
American Enterprise Institute dan American Cancer Society menemukan bahwa 60% dari
mereka meresepkan obat off-label. Hal ini karena umumnya uji klinik untuk obat kanker
dilakukan pada satu jenis kanker tertentu, sehingga indikasi yang disetujui adalah hanya untuk
jenis kanker tertentu. Tetapi kenyataannya, dokter sering mencoba obat kanker tersebut untuk
jenis kanker yang lain yang belum disetujui penggunaannya. Maka ini termasuk juga
penggunaan obat off-label.
Penggunaan obat tanpa label bisa menjadi penggunaan yang disetujui jika perusahaan
yang membuatnya mendapat persetujuan dari FDA. Untuk mendapatkan persetujuan tambahan,
perusahaan harus melakukan studi penelitian untuk menunjukkan bahwa perawatan itu aman dan
efektif untuk penggunaan baru. Namun, perusahaan dapat memutuskan untuk tidak
menginvestasikan waktu dan uang dalam penelitian ini.

Peran Penggunaan Obat Tanpa Label dalam Perawatan Kanker


Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan obat tanpa label sangat umum dalam
pengobatan kanker. Seringkali, perawatan biasa untuk jenis atau tahap kanker tertentu termasuk
penggunaan tanpa label dari satu atau lebih obat.
Penggunaan obat tanpa label adalah umum dalam pengobatan kanker karena:
 Banyak obat kanker efektif melawan lebih dari satu jenis kanker.
 Perawatan kanker seringkali melibatkan penggunaan kombinasi kemoterapi.
Kemoterapi kombinasi (yang merupakan pengobatan menggunakan lebih dari satu obat)
efektif dalam mengobati berbagai jenis kanker. Contoh-contoh kombinasi kemoterapi meliputi:
 R-CVP untuk mengobati limfoma non-Hodgkin
 CMF dan TAC untuk mengobati kanker payudara
 BEACOPP untuk mengobati limfoma Hodgkin
 FOLFOX untuk mengobati kanker usus besar
Kombinasi ini mungkin termasuk satu atau lebih obat yang tidak disetujui untuk jenis
kanker yang mereka gunakan untuk mengobati.
FDA biasanya tidak menyetujui kombinasi kemoterapi. Ada begitu banyak dari mereka
yang tidak praktis untuk menyetujui setiap kombinasi.
Studi penelitian menemukan kegunaan baru untuk obat yang sudah disetujui. Hasil studi
penelitian diterbitkan dalam jurnal medis dan dibagikan dalam komunitas medis. Dokter
kemudian mengadopsi penggunaan baru dan itu dapat menjadi pengobatan yang diterima dan
digunakan secara luas untuk kanker yang berbeda, bahkan jika FDA belum menyetujui obat
untuk penggunaan itu.
Kelemahan untuk Penggunaan Obat Tanpa Label
Ada kalanya penggunaan obat yang tidak diberi label dapat menyebabkan kerusakan,
seperti ketika:
 Belum terbukti efektif melawan kanker tertentu.
 Tidak ada alasan untuk percaya bahwa obat itu mungkin efektif.
 Kemungkinan risiko pemberian obat lebih besar daripada manfaat yang mungkin.
Namun, jika dokter Anda meresepkan obat untuk penggunaan di luar label untuk
mengobati kanker Anda, ia mendasarkan keputusan pada pengetahuan dan pengalaman dengan
obat tersebut, serta pada penelitian yang menunjukkan itu mungkin membantu untuk tahap Anda
dan jenis kanker.

Pertanggungan Asuransi Kesehatan Obat Tanpa Label dalam Pengobatan Kanker


Medicare dan banyak perusahaan asuransi membayar obat yang tidak diberi label untuk
perawatan kanker, asalkan penggunaan yang tidak tertulis tersebut tercantum dalam ringkasan
yang disetujui. Kompendium adalah kumpulan ringkasan obat yang dikumpulkan oleh para ahli
yang telah meninjau data tentang penggunaan obat pada pasien.
Jika dokter Anda meresepkan obat yang tidak diberi label untuk perawatan Anda, periksa
rencana Anda untuk memastikan obat tersebut sudah terjangkau. Jika pertanggungan ditolak,
mungkin bermanfaat bagi dokter untuk memberikan kepada perusahaan asuransi salinan
dokumen yang mendukung penggunaan tanpa label yang disarankan.

Apa pentingnya mengetahui ini?


Penggunaan obat off-label sah-sah saja dan seringkali bermanfaat. Bisa jadi bukti klinis
tentang efikasinya sudah ada, tetapi belum dimintakan approval kepada lembaga berwenang
karena berbagai alasan. Tetapi perlu diketahui juga bahwa karena obat ini digunakan di luar
indikasi yang tertulis dalam label obat, maka jika obat memberikan efek yang tidak diinginkan,
produsen tidak bertanggung-jawab terhadap kejadian tersebut. Kadang pasien juga tidak
mendapatkan informasi yang cukup dari dokter jika dokter meresepkan obat secara off label. Dan
jika terdapat penggunaan obat off-label yang tidak benar, maka tentu akan meningkatkan biaya
kesehatan. Faktanya banyak penggunaan obat off-label yang memang belum didukung bukti
klinis yang kuat. Lebih rugi lagi adalah bahwa obat-obat yang diresepkan secara off-label
umumnya tidak dicover oleh asuransi, sehingga pasien harus membayar sendiri obat yang belum
terjamin efikasi dan keamanannya.
Dermatitis Atopic
Dermatitis atopic adalah inflamasi kulit dengan gejala pruritus, ditandai dengan lesi kulit
eksim, dan hispatologi yang khas.
Umumnya pasien dermatitis atopic memiliki peningkatan jumlah eosinofil dan kadar
serum Immunoglobulin E (IgE). Hal ini berhubungan dengan mekanisme imunologi dan seluler
yang berperan penting dalam patogenesis dermatitis atopic. Kelainan imunopato-genesis utama
dermatitis atopic berkaitan dengan sel T helper (Th), yang berfungsi mengenali antigen dan
mengatur respon imun seperti inflamasi, pertahanan terhadap infeksi virus, serta proliferasi sel T
dan B spesifik. Sel Th berperan utama dalam patogenesisdermatitis atopic dimana jumlah Th 2
lebih banyak pada penderita atopi sedangkan jumlah Th1 menurun.
Untuk terapi dermatitis atopic digunakan rituximab dengan dosis 1000 mg untuk
pemberian 2 minggu, diberikan untuk memperbaiki masalah kulit pada area eczema, pruritus,
menurunkan 50% sel B.

Melanoma
Melanoma maligna adalah sebuah kanker dari sel yang menghasilkan melanin. Oleh
karena itu, bisa timbul pada kulit, mukosa, retina, dan leptomeninges . Melanoma maligna
merupakan sebuah keganasan dari sel yang menghasilkan pigmen (melanosit), biasanya berada
di kulit tapi juga ditemukan di telinga, saluran pencernaan, mata, mulut, mukosa genital, dan
leptomeninges.
Untuk teraoi melanoma digunakan Rituximab untuk pasian melanoma dengan stadium IV
penyakit metastatis. Kemudian Rituximab dosis 375mg/m2 satu kali seminggu selama 4 minggu
diikuti dengan terapi pemeliharaan setiap 8 minggu. Dari median RFI (recurrene - free intervals)
dari OS (overal survival) telah dilakukan observasi selama 42 bulan enam dari sembilan pasien
dan lima dengan RFI terlepas dari terapi terakhir setelah 2 tahun.

Off label drug (Vacchellia, Erika, 2016)


Imunostimulan adalah zat (obat-obatan dan nutrisi) yang merangsang sistem kekebalan
yang mendorong aktivasi atau meningkatkan aktivitas komponennya. Imunostimulasi yang
disebut juga imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan
bahan yang merangsang sistem tersebut. Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun
pada kondisi-kondisi imunosupresi. Imunostimulan adalah senyawa tertentu yang dapat
meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik yang
bekerja sama dalam pertahanan keseimbangan badan karena penyembuhan infeksi akan lebih
cepat bila fungsi sistem imun tubuh ditingkatkan.
Contohnya : faktor stimulasi koloni makrofag granulosit, IFN-α2α rekombinan
Sitokin saat ini dilisensikan oleh FDA untuk digunakan sebagai intervensi
imunostimulan pada kanker . Disebut juga interleukin atau sitokin yang diproduksi oleh limfosit
yang diaktifkan. Contohnya ialah Macrophage Activating Factor (MAF), Macrophage Growth
Factor (MGF), T-cell Growth Factor atau Interleukin-2 (IL-2), Colony Stimulating Factor (CSF)
dan interferon gama (IFN-.). Gangguan sintetis IL-2 ditemukan pada kanker, penderita AIDS,
usia lanjut dan autoimunitas.
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gama. INF-a dibentuk oleh leukosit, INF-ß
dibentuk oleh sel fibroblas yang bukan limfosit dan IFN-. dibentuk oleh sel T yang diaktifkan.
Semua interferon dapat menghambat replikasi virus DNA dan RNA, sel normal dan sel ganas
serta memodulasi sistem imun. Interferon dalam dosis tinggi menghambat penggandaan sel B
dan sel T sehingga menurunkan respons imun selular dan humoral, dan dalam dosis rendah
mengatur produksi antibodi serta merangsang sistem imun yaitu meningkatkan aktivitas
membunuh sel NK, makrofag dan sel T. Dalam klinik, IFN digunakan pada berbagai kanker
seperti melanoma, karsinoma sel ginjal, leukimia mielositik kronik, hairy cell leukimia, dan
kapossi’s sarkoma.Efek sampingnya adalah demam, malaise, mialgia, mual, muntah, mencret,
leukopenia, trombositopenia, dan aritmia.
a. Recombinant IFN-α2α (Roferon-A!) : philadelphia chromosome- positive chronic
myelogenous leukimia (CML)
b. Recombinant IFN-α2β (Intron-A!) :follicular lymphoma, multiple myeloma, melanoma,
cervical intraepithelial neoplasm.
c. Recombinsn interleukin (IL)-2 ( aldesleukin, proleukin) : metastatic forms of melanoma dan
renal cell carcinoma
Recombinant granulovyte colony stimulating factor (GCSF) yang termasuk obatnya
ialah Filgrasim, Lenograstim atau neupogen. Recombinant granulovyte colony stimulating factor
(GM-SCF, juga dikenal sebagai molgramostim, Sargramostim, Leukomax, Mielogen, atau
Leukine) kemudian uji kliniks sebagai off label drug for immunostimulants pada kanker
( lymphoma, non- muscle- invasive bladder carcinoma, reccurent epithelial ovavian carcinoma,
advanced intrahepatic cholangio-carcinoma) akan timbul efek imunostimulan yang kuat dan
akan tingkatkan respon kekebalan antikanker pasien.

Obat - obat Lain


 Lorazepam (Ativan)
Merupakan obat anti asietas dan terkadang sebagai anti mual muntah pada pasien yang
sedang melakukan pengobatan/ treatment kanker. Obat ini memiliki waktu paruh yang
pendek dan dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
Lorazepam paling sering diberikan melalui rute sublingual.
Kontraindikasi
Ativan (lorazepam) dikontraindikasikan pada pasien dengan
- hipersensitif terhadap benzodiazepin atau komponen apa pun dari formulasi.
-acute narrow-angle glaucoma
Mekanisme aksi dari Lorazepam efek kombinasi sedasi, pengurangan kecemasan dan
kemungkinan depresi dari pusat muntah.
 Cimetidine
▫ Kanker Kolorectal
Kanker usus besar adalah tumor ganas yang ditemukan pada kolon atau
rektum. Kanker usus besar disebut juga dengan kanker kolorektal atau kanker
kolon. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan di mana
fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat
yang tidak berguna
Adams dan rekan kerja menyelidiki penggunaan simetidin perioperatif pada
pasien yang menjalani reseksi bedah kanker kolorektal. Pasien dengan kanker
kolorektal harus di kontrol penurunan yang signifikan dalam proliferasi limfosit
dan imunitas yang diperantarai sel. Dan pasien yang diterapi dengan simetidin
(2x400 mg untuk minimum 5 hari sebelum operasi) kemudian intravena selama 2
hari pasca operasi. Jika tanpa penurunan yang signifikan dalam proliferasi limfosit
dan imunitas yang diperantarai sel dilakukan pengurangan imunosupresi pasca
operasi setelah reseksi.
Dilakukan uji secara acak di jepang pada kelangsungan hidup jangka panjang
dari 72 pasien kanker kolorektal dengan T2 atau T3 yang dirawat pasca operasi
dengan simetidin oral, dengan dosis 800 mg :
 Semua pasien menjalani reseksi kuratif dan kemudian menerima 200 mg per
hari 5-FU oral selama satu tahun.
 kelompok pengobatan 34 pasien juga menerima 800 mg per hari simetidin
selama periode pengobatan 1 tahun.
Pada kedua kelompok diberikan pengobatan pada 2 hari setelah operasi
kemudian tingkat kelangsungan hidup 10 tahun pada kelompok perlakuan adalah
84,6%, sedangkan pada kelompok kontrol 49,8%.
Pada uji secara acak, blinded trial (Svendsen et al) melakukan pengobatan
pada 192 pasien dengan pemberial oral simetidin (2 x 400 mg, setelah operasi) 123
pasien dengan reseksi atau eksplorasi dan 69 pasien dengan kanker rektal.
 Pengobatan simetidin dimulai dalam 3 minggu pertama setelah operasi dan
berlanjut selama 2 tahun
 titik akhir primer adalah kematian spesifik kanker. Tidak ada perbedaan
dalam titik akhir ini antara kelompok pengobatan dan kelompok kontrol.
Mekanisme aksi dari simetidin sebagai anti tumor :
a. Anti proliferative action pada sel kanker
b. Efek imunomodulator
c. Efek pada adesi sel
d. aksi anti angiogenik
Proliferasi Sel Anti Kanker
Beberapa tipe tumor mengekspresikan enzim sintesis histamin, L-histidine decarboxylase
(HDC) kemudian akan mengeluarkan histamin tingkat tinggi secara parakrin dan / atau autokrin.
Terjadi respons imun terhadap inflamasi, sekresi asam lambung dan neurotransmitter.
Pemberian simetidin dapat mempengaruhi reseptor H2 dan H4 (proliferasi sel kanker, invasi,
angiogenesis histamin eksogen meningkatkan pertumbuhan tumor dalam sel kolorektal manusia).
Simetidine membalikkan proliferasi yang distimulasi histamin (bergantung pada dosis).

Imunomodulasi
Histamin dikaitkan dengan lingkungan mikro tumor imunosupresif. Dimana hal tersebut
dapat
1. Meningkatkan aktivitas CD4, CD25 dan regulator sel T.
2. Meningkatkan aktivitas penyajian sel dendritik (DC).
3. Mengurangi aktivitas sel NK.
4. Meningkatkan aktivitas sel penekan turunan myeloid (MDSC).
Simetidin membalikkan penghambatan proliferasi limfosit yang disebabkan oleh histamin
dan meningkatkan jumlah TIL pada pasien kanker kolorektal dan kanker lambung yang terkait
dengan signifikansi prognostik.

Menghambat adhesi sel


Simetidin memiliki efek penghambatan pada adhesi sel kanker terhadap sel endotel yang
terlepas dari aktivitas H2RA-nya yang tergantung pada dosis.

Anti angiogenesis
cimetidine diketahui mengurangi histmine dalam produksi faktor pertumbuhan endotel
vaskular (VEGF) dan mengurangi penekanan faktor pertumbuhan endotel yang diturunkan dari
platelet (PDECGF).

Itraconazole
Sebuah studi acak fase-II non-komparatif menyelidiki dua jadwal dosis monoterapi
itraconazole pada pria dengan kanker prostat metastasis yang resisten terhadap pengebirian.
Probandus dalam penelitian ini diberikan 2 perlakuan yaitu kelompok dosis rendah (200 mg /
hari) ditutup lebih awal dengan 17 pasien dan kelompok dosis tinggi (600 mg / hari) selesai
dengan 29 pasien sebagai probandus. Titik akhir primer yang ingin dicapai yaitu antigen spesifik
prostat (PSA), tingkat perkembangan kelangsungan hidup (PFS) pada 24 minggu. Diperlukan
45% tingkat keberhasilan untuk mencapai signifikansi statistik. Pada 24 minggu didapatkan hasil
tingkat PFS adalah 11,8% pada dosis rendah dan 48% pada dosis tinggi. Setelalh itu dilakukan
percobaan kecil fasa II terhadap karsinoma sel basal (BCC). Pada uji coba open label, dua kohort
pasien diobati baik dengan itrakonazol 200 mg/bb selama satu bulan (4 pasien). Titik akhir
primer yang diharapkan adanya perubahan biomarker yang berproliferasi dan terkait landak. Dan
pada titik akhir sekunder diharapkan adanya perubahan ukuran tumor. Dari studi tersebut
didapatkan hasil pengurangan proliferasi sel tumor sebesar 45% (P = 0,04). aktivitas jalur landak
65% (P=0.03) dan area tumor berkurang 24% (95% Cl, 18.2-30.0%).
Laporan kasus kanker pankreas yang menunjukkan adanya respons terhadap pengobatan
itrakonazol. Pasien adalah laki-laki 64 tahun dengan adenokarsinoma pankreas stadium III yang
tidak dapat direseksi yang mengembangkan histoplasmosis diseminata diikuti dengan siklus
ketiga gemcitabine. Kemudian pasien diobati dengan itrakonazol selama sembilan bulan, tanpa
bersamaan dengan kemoterapi atau pengobatan lain. Hasil pengobatan tersebut kanker pankreas
ditemukan dapat direseksi.
Mekanisme aksi
1. Anti angiogenik
2. Menghambat jalur landak
3. Menginduksi autophagy
4. Mengembalikan resistensi multidrug

1. Anti angiogentik
Itrakonazol adalah penghambat potensial proliferasi sel endotel pada tingkat
plasma yang mudah dicapai, memberikan sedikit atau tidak ada efek pada sel non
endotel. Mekanisme tampaknya terkait dengan penangkapan siklus sel pada fase G1.
Investigasi mekanisme aksi anti-angiogenik dari itraconazole dilakukan pada pensinyalan
VEGF. Hasilnya itrakonazol mengganggu pengikatan VEGF dengan VEGFR2.
2. Menghambat jalur landak (?)
Jalur landak diaktifkan dalam sejumlah jenis kanker dan dirasakan memainkan
peran utama dalam pemeliharaan sel induk kanker pada subset sel kanker yang relatif
tahan kemo dan radio. Itrakonazole dapat menghambat jalur ini.
3. Menginduksi autophagy
Itrakonazol ditemukan untuk menginduksi penghenti pertumbuhan sel autophagic
pada sel glioblastoma U87 dan C6. Efeknya terkait dengan penghambatan pensinyalan
mTOR, yang disebabkan oleh blokade kolsterol oleh itrakonazol. Itrakonazole juga
menghambat AKT1, regulator hulu mTOR yang menyebabkan reaktivasi AKT1
membalikkan induksi autophagy dan penangkapan pertumbuhan.
4. Pembalikan resistensi obat
Itrakonazol telah terbukti sebagai inhibitor poten P-glikoprotein pada dosis yang
relevan secara klinis. Itrakonazol mampu mengurangi fungsi P-glikoprotein hingga 50%
dengan dosis sekitar 2 µM. Itrakonazol dengan dosis 0,1 dan 1 µM dapat menghambat
protein resistensi kanker payudara manusia (BCRP), sehingga resistensi berkurang.

Uji klinis
Uji klinis penggunaan itraconazole beberapa di antaranya sedang berlangsung yaitu:
1. NSCLC
2. BCC (karsinoma sel basal)
3. Kanker prostat
4. Glioblastoma
5. Karsinoma ovarium
6. Kanker payudara metastatic
7. Kanker pancreas
dr. Sehat Husada, SpB, SpB-K(Onk)
SIP: 023/2015 Dx: Ca Colon

Alamat praktek: Jl. Mawar 35 Surabaya

Surabaya, 26 Juli 2016

R/ 5-Fluorouracyl 450 mg No I
S.i.m.m

R/ Levamisol 50 mg No XX
S3dd1

Pro : Tn.AB
Usia : 60 thn

 Mebendazole (Pantziark, Pan et.al., 2014)


 Pada kasus kanker usus besar metastasis yang diobati dengan mebendazole
(Nygren, Peter, Larsson, Rolf, 2013)
Seorang pasien berusia 74 tahun dengan kanker kolon metastasis progresif telah
dirawat dengan treatment :
1. Capecitabine, oxaliplatin, bevacizumab
2. Capecitabine dan irinotecan
3. Mebendazole oral dengan dosis 2 x 100 mg

Kemudian setelah 6 minggu, dievaluasi monoterapiradiologis. Diamati lesi


lengkap di paru-paru dan kelenjar getah bening. Diperoleh nilai AST dan ALT
meningkat, sehingga penggunaan mebendazole dihentikan (3 bulan). Selain itu
metastasis otak yang dikembangngkan (+).
 Uji klinik
Terdapat uji klinik penggunaan mebendazole, baik untuk tumor otak.
1. Fase I Studi terbuka di Rumah Sakit John Hopkins, mebendazole pada pasien
glioma tingkat tinggi yang baru di diagnosis, menerima temozolomide pada
bulan November 2014. Pasien dirawat dengan siklus 28 hari dengan pemberian
tablet mebendazole 500 mg 3 x sehari.
Titik akhir primer, yaitu dosis maksimum yang dapat ditoleransi dari
mebendazole dan temozolomide. Sedangkan titik akhir sekunder, yaitu
mebendazole dapat memperlambat perkembangan tumor.
2. Fase II dan fase pendahuluan, mebendazole dikombinasi dengan vincristiner,
carboplatine, dan temozolomide. Digunakan metode label non-acak dan
terbuka dengan perbandingan antara control dan penambahan mebendazole.
Dosis mebendazole yaitu 2 x 100 mg selama 70 minggu dengan tujuan
mebendazole 2 x 100 mg dapat ditoleransi dengan baik bila digunakan dalam
kombinasi dengan 3 rejimen obat.

 Mekanisme aksi Mebendazole


Mekanisme kerja mebendazole yaitu menghambat pembentukan
mikrotubulus yang bertindak mecegah polimulasi tubulin di usus cacing, dengan
selektif dan irreversible menghalangi penyerapan glukosa dan nutrisi lainnya
dalam cacing yang rentan, yang mengakibatkan penipisan endogen dari
penyimpanan glikogen di cacing.
Tubulin sangat penting untuk pembelahan sel target kanker untuk
beberapa kemoterapi obat (paclitaxel, colchicine, vincristine). Mebendazole
berikatan dengan domain pengikat colchicine tubulin. Respon apoptosis terhadap
gangguan mikrotubulus dimediasi oleh BCl-2 fosforilasi.
Mebendazole memiliki efek antiangiogenik dengan menghambat aksi
VEGFR-2. Mebendazole memiliki efek imunomodulator yang dapat membantu
membalikkan efek imunosupresif kanker.
 Metformin (Ahmed El-Arabey, Amr, 2017)
 Efek anti karsinogenik metformin
Dosis metformin yang digunakan yaitu 500 mg. studi melaporkan
metformin secara signifikan mengurangi resiko kanker (payudara, prostat,
pancreas).
Sebuah metaanalisis meninjau pasien diabetes yang menggunakan
metformin memiliki sepertiga pengurangan kejadian kenker secara keseluruhan.
Studi oleh Tseng melaporkan bahwa penggunaan metformin dikaitkan dengan
penurunan resiko kanker kandung kemih pada pasien DM tipe 2 di Taiwan.
Sebuah studi Kohort (Januari 1997- Juni 2013), metformin meningkatkan
kelangsungan hidup bebas kambuh dan kelangsungan hidup khusus kanker
kandung kemih pada pasien diabetes yang menjalani kistektomi radikal.
Mekanismenya, yaitu : menginduksi hambatan pertumbuhan, mengatur
kadar insulin dan glukosa, menginduksi kematian sel, dan mempotensi
sitotoksisitas dari obat kemoterapi.
1. Metformin menginduksi hambatan pertumbuhan
Dengan menghambat kompleks mitokondria I (NADH :
ubiquinone oksidoreduktase). Kemudian mengurangi sisntesis ATP, lalu
AMP : rasio ATP dalam sel meningkat, mengarah ke stress energi dan
mengaktivasi AMP. Sehingga menghambat gluconeogenesis dan
mengaktivasi glikolisis. Kemudian konsumsi glukosa dalam otot
meningkat dan mengurangi output glukosa hepatic, lalu mengganggu
pertumbuhan tumor secara tidak langsung, dan menghambat poliferasi sel
kanker kandung kemih.
2. Metformin mengatur kadar insulin dna glukosa
Metformin mengurangi ikatan ligan dengan reseptor insulin,
kemudian mengatur jalur sinyal insulin dengan tumor. Selain itu
metformin menghambat pertumbuhan ganas yang di induksi insulin serta
pertumbuhan sel jinak dengan cara tergantung pada AMPK/mTOR.
3. Metformin menginduksi kematian sel
Metformin menginduksi kematian sel di berbagai lini sel melalui
mekanisme caspase-dependent dan caspase-independent.
Selain itu metformin menurunkan ekspresi protein anti-apoptosis
limfoma sel B (BCl-2), limfoma sel B ekstra (BCl-XI), dan leukemia sel
Myeloid-1 (Mcl-1) dengan menginduksi protein apoptosis.
4. Metformin mempotensi sitotoksisitas dari obat kemoterapi
Metformin mempotensiasi platin sitotoksik menggunakan garis sel
kanker ovarium dan kultur primer dari pasien OC dalam stadium lanjut (II-
IV).
Beberapa penelitian menunjukkan keuntungan dari kombinasi
metformin dengan obat sitotoksik standar (cisplatin, taxol, doxorubicin) atau
dengan agen bermuatan molekul besar (gefitinib).
Metformin menunjukkan efek sinergis ketika digunakan dengan
kombinasi dengan 5-FU, khususnya yang mempengaruhi viabilitas sel
kanker kolorektal CD133+ pada pasien diabetes.

Anda mungkin juga menyukai