TINJAUAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
No. MR : 12 33 83
Umur : 14 tahun 3 bulan
Tanggal lahir : 26/08/2004
Alamat : Bangkinang
Agama : Islam
TB : 150 cm
BB : 45 kg
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah
APPENDICITIS 1
Pasien memiliki riwayat asma bronkial dan alergi seafood. Pasien tidak memiliki
riwayat sakit gastritis sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 29 Desember 2018
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang,
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 82x/menit
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu tubuh : 37,70C
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Pemeriksaan Hasil
Kepala Normocephali, rambut hitam,
Mata Konjungtiva anemis -/-, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+, sclera ikterik -/-
Telinga Normotia, liang telinga lapang +/+, membran timpani intak
+/+
Hidung Deformitas -, sekret -, mukosa hiperemis -
Mulut& Bibir tidak kering, oral hygiene cukup, tonsil tenang T1/T1,
tenggorokan hiperemis -
Pemeriksaan Hasil
Leher KGB tidak teraba membesar
Toraks Normochest
Jantung S1S2 reguler, murmur -, gallop -
Paru Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen Bentuk simetris, bising usus + normal,
shifting dullnes (-), undulasi (-), nyeri tekan (+), hepar
APPENDICITIS 2
tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar
Ekstremitas Akral hangat +, CRT <2”, oedem -
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Bentuk simetris, tampak lemas lembut,
massa (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan
Palpasi Nyeri tekan (+) terutama regio kanan bawah
(Mc Burney sign +). Nyeri lepas regio kanan
bawah (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+),
defans muscular (-)
Psoas sign Positif
Obturator sign Positif
Dunphy sign Positif
Rectal toucher Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium pada tanggal 10 Desember 2018
APPENDICITIS 3
Segmen 83.8 50.0 – 70.0 %
Limfosit 8.9 18.0 – 42.0 %
Monosit 5.8 2.0 – 11.0 %
KIMIA DARAH
GDS 91 76 – 180 mg/dl
RESUME
Telah diperiksa pasien umur 14 tahun datang datang ke IGD RSUD
Bangkinang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Hal ini dialami pasien
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasakan nyeri perut di
sekitar ulu hati dan sekitar pusar. Nyeri bersifat tajam seperti ditusuk-tusuk,
terkadang terasa mulas, kram-kram dan hilang timbul. Keluhan disertai mual, dan
muntah sebelumnya dengan frekuensi ± 10 kali isi sisa makanan. Demam (+) 2
hari ini. Buang air kecil, buang besar, buang angin tidak ada keluhan. Makan dan
minum seperti biasa. Pasien rujukan dari RS NORFA HUSADA kiriman dr.Am
Dasmar, Sp.B untuk dirawat ke ruangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit
sedang, dengan kesadaran kompos mentis.
Tanda vital:
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 82 x/menit
Frekuensi napas : 18 x/menit
Suhu tubuh : 37,70C
Pada pemeriksaan sistematis pada Cor dan Pulmo dalam batas normal.
Pemeriksaan abdomen dijumpai nyeri tekan (+) terutama regio kanan bawah
(Mc Burney sign +). Nyeri lepas regio kanan bawah (+), Rovsing sign (+),
Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), Dunphy sign (+).
DIAGNOSIS KERJA
APPENDICITIS 4
Apendisitis Akut
PENATALAKSANAAN
- IVFD Ringer Laktat 28 tetes / menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/ i.v
- Inj. Ondancentron 4 mg/24 jam/ i.v
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv (k/p)
- PCT tab 3x500 mg (k/p)
RENCANA
- Rawat
- Rencana Appendektomi
- Konsul Anestesi
PROGNOSA
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanationam : bonam
APPENDICITIS 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDICITIS 6
Gambar 2.1 posisi appendiks (Helmut Leonhardt 1988)
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya appendiks terletak
retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang colon ascenden atau ditepi
lateral colon ascenden. Gejala apendisitis tergantung dari letak appendiksnya.
APPENDICITIS 7
Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini
normalnya dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan
aliran lendir di muara appendiks tampakya berperan dalam terjadinya apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah IgA,
yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi.
2.3 Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan rontgen, diet rendah serat, dan
cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy
dapat mencetuskan inflamasi pada appendiks.
APPENDICITIS 8
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis gangrenous tanpa ruptur dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous
dengan ruptur.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanyaakan
mempermudah terjadinya apendisitis akut.
2.4 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan.
APPENDICITIS 9
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding appendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate appendicularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.
APPENDICITIS 10
Dalam patogenesis apendisitis akut urutan kejadiannya adalah:
1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.
2. Ketika tekanan intraluminal meningkat, tekanan dalam mukosa venula
dan limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat karena
tekanan meningkat pada dinding appendiks
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa inflamasi
dan ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat didalam lumen dan
bakteri menyerang mukosa dan submukosa sehingga terjadi inflamasi
transmural, edema, vascular stasis, dan nekrosis dari muscular.
Perforasi mungkin dapat terjadi.
Pada perjalanan penyakitnya, penyakit apendisitis akut dapat berubah
menjadi:
1. Phlegmon 2 − 3 hari perforasi, 3 − 5 hari peritonitis difusa sepsis.
Phlegmon ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar. Pada
orang dewasa, terjadi karena keterlambatan dalam menegakkan
diagnosa, sedangkan pada anak kecil disebabkan appendiks kecil dan
kurang komunikatif.
2. Mikroperforasi massa/infiltrate periappendiks.
Mikroperforasi adalah suatu peradangan oleh omentum dan jaringan
sekitarnya. Tubuh melokalisir perforasi oleh karena daya tahan tubuh
meningkat (dengan pemberian antibiotik). Jika peradangan tidak
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus dari ruangan omentum.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
APPENDICITIS 11
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam kavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
Terdapat juga keluhan malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Suhu tubuh biasanya naik hingga 38oC, tetapi pada keadaan perforasi suhu
tubuh meningkat hingga >39oC. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian besar pasien
mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa
nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak.
Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu
atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya
APPENDICITIS 12
urutan munculnya gejala apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan
muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis apendisitis
diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri perut mengarah pada diagnosis
gastroenteritis.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak appendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak appendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
APPENDICITIS 13
letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Pada bayi, 80 − 90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama
sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dengan
appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
b. Tanda Klinis
Appendiks umumnya terletak di sekitar Mc Burney, namun perlu diingat
bahwa letak anatomis appendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o
mengelilingi pangkal caecum. Apendisitis letak retrocaecal dapat diketahui
dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior.
Apendisitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rektal.
Secara teori, peradangan akut appendiks dapat dicurigai dengan adanya
nyeri pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun pemeriksaan ini tidak
spesifik untuk apendisitis jika tanda-tanda apendisitis lain telah positif.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
Rovsing Sign
Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan nyeri di
abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dari
peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral. Sering positif pada
apendisitis namun tidak spesifik.
APPENDICITIS 14
Blumberg Sign
Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di kuadran
kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran kiri bawah lalu
melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.
Psoas Sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menunjukkan
appendiks mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang
meregang saat dilakukan manuver.
Obturator Test
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian
pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan
articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini
positif bila pasien merasakan nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses lokal,
iritasi m.obturatorius oleh appendiks dengan letak retrocaecal, atau adanya
hernia obturatoria.
APPENDICITIS 15
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/mm2, biasanya
didapatkan pada keadaan akut. Appendicitis tanpa komplikasi dan sering
disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah
putih normal tidak ditemukan shift to the left, diagnosis appendicitis akut
harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari
18.000/mm2 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di
atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
appendiks dengan atau tanpa abses. Pada apendisitis infiltrat, LED akan
ditemukan meningkat.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis
oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP > 8 mcg/mL, hitung
leukosit > 11.000, dan persentase neutrofil > 75% memiliki sensitivitas 86%
dan spesifitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi
dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau
eritrosit dari iritasi urethra atau vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh
inflamasi appendiks. Namun pada apendisitis akut dalam sample urine
catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu penegakan diagnosis apendisitis
akut, namun bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Adanya
fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung
diagnosis.
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
apendisitis. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan
bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya
peradangan pada appendiks menyebabkan ukuran appendiks lebih dari
normalnya (diameter 6 mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan
APPENDICITIS 16
bawah seperti inflammatory bowel disease, diverticulitis cecal,divertikulum
Meckel’s, endometriosis dan pelvic inflammatory disease (PID) dapat
menyebabkan positif palsu pada hasil USG.
Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada
USG, namun jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT
scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya abses appendiks untuk
melakukan percutaneous drainage secara tepat.
APPENDICITIS 17
Rebound tenderness phenomenon 1
Abdominal migrate pain 1
Degree of celcius (> 37.5 oC) 1
shift to the left (> 75%) 1+
Total point 10
Dinyatakan appendicitis akut apabila nilai > 7 poin.
2. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis
sangat mirip dengan apendisitis akut.
4. Peradangan Pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau
adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian
APPENDICITIS 18
bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada
colok vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.
5. Kehamilan Ektopik
Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan
darah.
6. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
8. Endometriasis Eksterna
Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena
tidak ada jalan keluar.
APPENDICITIS 19
2.9 Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
appendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.
Pada apendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.
1. Appendektomi (Laparoskopi appendektomi dan open appendektomi)
2. Cito akut, abses & perforasi
3. Elektif kronik
4. Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat) biasanya setelah 3
bulan konservatif baru dilakukan operasi
5. Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)
6. Diet rendah serat
7. Antibiotika spektrum luas
8. Metronidazol
9. Monitor Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED,
bila baik mobilisasi pulang.
APPENDICITIS 20
Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan
dan kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output
sebanyak 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen
suppositoria (60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 38 0C pada saat masuk rumah
sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam. 6
Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan
apendisitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi
apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan.
Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman.
Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus
perforasi apendisitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau
melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan
bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah
pembedahan. Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan
klindamisin (40mg/kg) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk
mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi appendicitis perforasi.
Metronidazol aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik
ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti
klindamisin.
Open appendektomi ini merupakan prosedur yang sudah lama menjadi
standar untuk operasi apendisitis. Pada metode ini, ahli bedah melakukan tindakan
operasi dengan melakukan insisi pada perut kanan bawah, dengan panjang luka
kurang lebih 5 cm. Belakangan ini metode open appendiktomi yang menggunakan
insisi Mc Burney ini sudah banyak ditinggalkan karena luasnya insisi sehingga
akan menimbulkan jaringan parut yang cukup luas penyembuhan luka yang lama
sehingga tidak baik untuk kosmetik. Pada teknik laparoskopi appendektomi
beberapa insisi kecil dibuat di abdomen (biasanya 3 irisan).
APPENDICITIS 21
Pada salah satu insisi, laparoskopi dimasukkan. Laparoskopi mempunyai
lensa kecil (sebagai kamera) yang berhubungan dengan monitor TV.
Appendektomi dilakukan oleh ahli bedah sambil melihat ke monitor TV.
Instrumen kecil dimasukkan ke dalam incisi lainnya dan digunakan untuk
mengambil appendiks.
In
APPENDICITIS 22
2.12 Komplikasi
1. Luka infeksi
2. Obstruksi saluran cerna
3. Abses abdominal/pelvis
4. Stump apendisitis walaupun jarang terjadi, namun ada sekitar 36 kasus
apendisitis yang dilaporkan berasal dari jaringan apendiks sisa operasi
appendektomi sebelumnya.
5. Peritonitis
6. Kematian (namun jarang).
2.13 Prognosis
Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan
orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang.
BAB III
PEMBAHASAN
APPENDICITIS 23
Pada anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut daerah ulu hati,
sekitar pusar, dan perut kanan bawah. Nyeri tersebut merupakan nyeri visceral
yang sifatnya difus, terletak pada mid-line, sekitar umbilikal, tidak dapat
ditunjukkan, bersifat tumpul dan tidak jelas, tidak menetap. Referred pain sesuai
persarafan yang terjadi akibat regangan organ. Nyeri visceral pada appendicitis ini
bermula di sekitar umbilicus sesuai dengan persarafan dari N.Thorakalis X. Nyeri
disebabkan oleh karena obstruksi lumen appendiks yang akan menyebabkan
peningkatan sekresi normal mukus dari mukosa appendiks yang distensi. Makin
lama mucus makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan
appendiks bertambah (edema). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul,
nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis.
Nyeri ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan
yang berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan
diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Nyeri tekan daerah Mc Burney terjadi karena translokasi bakteri yang
menyebabkan nyeri somatis.
APPENDICITIS 24
pinggang juga menghasilkan nyeri pada pasien dengan appendiks yang juga
terletak berdekatan dengan otot obturator eksternus.
Leukositosis yang didapatkan dari pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan respon tubuh terhadap infeksi.
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan tindakan pembedahan sesuai
Alvarado score dengan total skor 10, yaitu perlu dilakukan operasi dini bila skor
7-10.
Skor yang
Penilaian Skor Ajuan
Didapat
Gejala -Nyeri beralih 1 1
-Anoreksia 1 1
-Mual / muntah 1 1
Tanda -Nyeri perut kanan bawah 2 2
(Mc Burney point)
-Nyeri lepas 1 1
-Kenaikkan temperature 1 1
(> 37.5 oC)
Laboratoriu -Leukositosis (> 10.000/ul) 2 2
m -Neutrofil bergeser ke 1 1
kiri(> 72%)
Total Skor 10 10
BAB IV
KESIMPULAN
APPENDICITIS 25
Apendisitis adalah peradangan pada appendix vermicularis. Apendisitis
merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering dijumpai. Faktor
predisposisi dan etiologinya bisa bermacam-macam, namun obstruksi lumen
adalah penyebab utamanya.
Gejala klinis meliputi nyeri perut kanan bawah tepatnya di titik Mc Burney
disertai nyeri epigastrium, dapat pula nyeri di seluruh perut pada fase tertentu.
Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan demam. Dapat dilakukan manuver
Rovsing sign, Blumberg sign, Psoas sign, dan Obturator test dalam membantu
penegakan diagnosis.
Pada pasien ini, berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka diagnosisnya adalah apendisitis
akut. Dari hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah
cukup terpenuhi. Penatalaksanan pada pasien ini sesuai dengan teori. Kondisi
pasien saat pulang telah dalam keadaan stabil. Prognosis pada pasien ini adalah ad
bonam.
DAFTAR PUSTAKA
APPENDICITIS 26
1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC
2. Heller, Jacob L. 2008. Appendectomy - series: Normal anatomy. Retrieved
May 22, 2010, from Medline Plus:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100001_1.htm
3. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May 22, 2010, from
eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
4. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu
Bedah UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html
APPENDICITIS 27