Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang


mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda
utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria.Umumnya wanita hamil tersebut
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.1

Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan


pasti.1,2Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi
jawaban yang memuaskan.Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai
“the disease of theory”.3

Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada
negara maju.Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10 kasus per
10.000 kelahiran hidup.Rerata insidensi preeklampsia pada umumnya 5%,
kejadian ini dipengaruhi oleh paritas, predisposisi ras, genetik dan
lingkungan.4,5Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi antara 0-
4%.Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah
perdarahan intraserebral dan edema paru.Efek preeklampsia pada kematian
perinatal berkisar antara 10-28%.Penyebab terbanyak kematian perinatal
disebabkan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta.2
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih
banyak dijumpai padaprimigravida terutama primigravida pada usia muda
daripada multigravida.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia

2.1.1 Definisi

Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang


mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda
utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi
kriteria preeclampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit
neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya
wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya.1

Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan


resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ.Kelainan yang
berupa lesi vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk
plasenta.Selain itu, sering pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan
aktivasi sistem koagulasi.1-7

2.1.2. Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan


pasti.Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai “the
disease of theory”. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal
berikut:3

1. peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan


ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa
2. peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia
kehamilan
3. perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus
4. penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya
5. mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma

Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat


ini, yaitu: 4
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri
spiralis sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang
dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL).
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis
oleh sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai
oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
4. Genetik.

Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun,
banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-faktor yang
ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor penyebab atau
merupakan akibat.

2.1.3. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB).1-6
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila:
a) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b) diastolik 90-110 mmHg
c) Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d) Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila:
a) Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg pada usiakehamiln > 20 minggu
b) Proteinuria atau ≥ 2+ atau pada pemeriksaan kuantitatif menunjukkan
hasil > 5 g/L/24 jam
c) Bisa disertai dengan :
 Oliguria (urine <500 mL/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
 Keluhan serebral, gangguan penglihatan
 Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
 Peningkatan SGOT/SGPT
 Edema paru
 Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
 trombosiTopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.

Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:


a. PEB tanpa impending eclampsia
b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di
antarany anyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan
nyeri abdomen kuadran kanan atas.

2.1.4. Insidens dan Faktor Resiko


Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada
negara maju. Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10 kasus per
10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi
antara 0-4%.
Angka kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai
berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat
preeklampsia adalah perdarahan intraserebral dan edema paru. Efek preeklampsia
pada kematian perinatal berkisar antara 10-28%.Penyebab terbanyak kematian
perinatal disebabkan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio
plasenta. Sekitar 75% eklampsia terjadi antepartum dan sisanya terjadi pada
postpartum. Hampir semua kasus (95%) eklampsia antepartum terjadi pada
trimester ketiga.4-5
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih
banyak dijumpai pada primigravida terutama primigravida pada usia muda
daripada multigravida.3
Penelitian mengenai prevalensi preeklampsia dan PEB di Indonesia
dilakukan di Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida frekuensi
preeklampsia/eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,
terutama primigravida muda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan insidensi
preeklampsia pada primigravida 11,03%. Angka kematian maternal akibat
penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada
periode Juli 1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) PEB dengan 55
kasus di antaranya dirawat konservatif.

Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan,


maka dapat dikelompokkan sebagai berikut.4,6

1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3) Umur yang ekstrim.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas
2.1.5. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya
spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan
darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer
agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan
edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang
interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin
yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.1-6
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil. 1-6

Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,


yaitu:
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi
dalam kehamilan.
Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin,
faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel
endotel.
Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai
sebagai berikut:
a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal
dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.
b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.
c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.
d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan
pembuluh darah.

2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas


Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak,
Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan
protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi anti oksidan.
3. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E
pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

4. Disfungsi sel endotel


a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
yang merupakan vasodilator kuat.

b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan


untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan
suatu vasokonstriktor kuat.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.
d) Peningkatan permeabilitas kapilar
e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor
f) Peningkatan faktor koagulasi
5. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami sebelumnya.

c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin


lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

6. Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh
minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan.

7. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsia.

8. Teori Defisiensi Gizi


Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan
beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
9. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta
berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada
sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses
inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.
Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada
PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-
activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel,
ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar
berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas
sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda
klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih
dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh
peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia
menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang
meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin,
hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6
menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet
derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas
oksigen merangsang pembentukan IL-6.
Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel
yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin,
VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan
sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-
leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia.
2.1.6. Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan
proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan,
dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi
biasanya sudah berat. 1-6
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme
arteriol sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan
tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan
kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia.
Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila
lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan
terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak
serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependent yang terlihat jelas, seperti
edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya
suatu penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus
yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan
biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan.
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi
semakin sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa
pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian
analgesik biasa.Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri
kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas
merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat
menjadi presiktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin
disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.
Gangguan penglihatan.Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di
antaranya pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau
total.Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie
pada korteks oksipital.5-7

2.1.7. Penatalaksanaan

Menurut Institute of Obstetricians and Gynaecologist Royal College of physicians


of Ireland, penatalaksanaan preeklampsia berupa:
1) Preeklampsia ringan
Terjadi pada 15-25% wanita dengan hipertensi kronis yang berujung pada
preeklampsia. Rata-rata terjadi pada minggu ke 32 kehamilan. Maka daripada itu
penatalaksanaan hipertensi kehamilan seharusnya terfokus pada monitoring ibu
dan janin apakah sudah berkembang menjadi preeklampsia, hipertensi berat
ataupun ancaman pada janin. Minimal analisa urin dan pemeriksaan tekanan darah
dilakukan setiap minggu.

a) Tempat Perawatan
Komponen dalam perawatan meliputi unit rumah sakit dan dokter umum
dapat digunakan dalam penanganan preeklampsia ringan dan hipertensi kehamilan
tanpa proteinuria. Kelayakannya tergantung pada jarak rumah sakit, pemenuhan
kebutuhan pasien dan progres preeklampsia yang lambat
b) Evaluasi Awal
Konfirmasi peningkatan tekanan darah yang dilakukan berulang-ulang dan
pemeriksaan ekskresi protein urin merupakan bagian dari evaluasi awal.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan jika ada peningkatan tekanan darah
yang berkelanjutan antara 90-99 mmHg dan seharusnya dilakukan monitor: tes
fungsi renal termasuk asam urat, elektrolit serum, tes fungsi hati dan hitung darah
lengkap.
Pemeriksaan fetus dengan USG untuk mengevaluasi berat janin, progres
dari pertumbuhan janin, indeks cairan amnion dan umbilical artery Doppler
velocimetry harus dilakukan pada saaat diagnosis setiap 4 minggu.

c) Penatalaksanaan hipertensi kehamilan tanpa proteinuria dan


preeklampsia ringan.
Terapi medis hipertensi ringan belum menunjukkan peningkatan hasil
pada neonatus dan mungkin bisa menutupi diagnosis dalam perubahan yang
mengarah pada hipertensi berat. Penatalaksanaan seharusnya dapat mencegah
terjadinya hipertensi sedang maupun berat. Dengan target menurunkan atau
memperkecil komplikasi seperti gangguan pada serebrovaskular.
Untuk wanita tanpa masalah kesehatan yang mendasar, obat anti hipertensi
perlu digunakan untuk menjaga tekanan sistolik pada 130-155 mmHg dan tekanan
diastolik 80-105 mmHg. Untuk wanita yang sudah memiliki masalah kesehatan
yang mendasar, seperti penyakit ginjal dan diabetes, perlu menjaga tekanan
darahnya pada tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastol 80-89
mmhg.
Labetalol adalah campuran antara alfa dan beta adrenergik antagonis yang
dapat menurunkan tekanan darah ibu tanpa adanya efek pada janin. Dosis inisial
diberikan dengan 100 mg, dua sampai tiga kali perhari. Dosis ini dapat diberikan
sampai dosis maksimum yaitu 600 mg, 4 kali sehari. Perlu diperhatikan bahwa
labetalol ini kontra indikasi pada wanita dengan riwayat asma.
Metildopa adalah obat antihipertensi yang bekerja secara sentral sehingga
tidak memeiliki efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Metildopa diberikan
dengan dosis mulai dari 250 mg, tiga kali sehari sampai dengan 1g , tiga kali
sehari. Metildopa tidak sesuai untuk kondisi yang membutuhkan kontrol
hipertensi secara tepat, karena untuk mencapai efek terapinya metildopa
membutuhkan waktu 24 jam. Semakin tinggi dosis metildopa yang digunakan,
maka akan meningkatkan efek samping seperti depresi dan sedasi.
Nifedipin adalah calcium channel antagonist . obat ini merupakan
antihpertensi yang potensial dan sebaiknya tidak diberikan secara sublingual
karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara cepat dan kemudian
dapat membahayakan janin. Berbeda dengan Nifedipine yang bekerja secara long
acting (Adalat LA) tidak menyebabkan terjadinya efek samping pada sirkulasi
uteroplasenta. Untuk kontrol hipertensi, nifedipin diberikan mulai dari dosis 30
mg/hari sampai dengan 120 mg/hari.
Jika dosis inisial dari obat-obat tersebut gagal untuk mengkontrol tekanan
darah secara adekuat, dosis tersebut perlu ditingkatkan secara bertahap sampai
pada dosis maksimum. Jika kontrol tekanan darah yang adekuat belum tercapai,
mungkin diperlukan obat antihipertensi lainnya.
Tabel 2 Monitor Hipertensi Gestasional dan Preeklampsia (NHBPEP, 2000)

TABLE 2. FETAL MONITORING IN GESTATIONAL AND PREEKLAMPSIA


Gestational Hypertension
(hypertension only without proteinuria, with normal laboratory test results, and without
symptomps)
 Estimation of fetal growth and amniotic fluid status should be performed
at diagnosis. If results are normal, repeat testing only if there is significant change
in maternal condition.
 Nonstress test (NST) should be perfomed at diagnosis. If NST is
nonreactive, perform biophysical profile (BPP). If BPP value is eight or if NST is
reactive, repeat testing only if there is significant change in maternal condition.
Mild Preeclampsia
(mild hypertension, normal platelet count, normal liver enzyme values, and no maternal
symptoms)
 Estimation of fetal growth and amniotiv fluid status should be perfomed
at diagnosis. If results are normal, repeat testing every 3 weeks.
 NST, BPP or both should be perfomed at diagnosis. If NSt is reactive or
it BPP value is eight, repeat weekly. Testing should be repeated immediately if
there is abrupt change in maternal condition.
 If estimated fetal weight by ultrasound is <10th percentile for gestasional
age or if there is olygohydramnios (amniotic fluid ≤ 5 cm). Then testing should
be perfomed at least twice weekly.

d) Partus
Penatalaksanaan yang terahir dari preeklampsia adalah melahirkan
bayinya. Setelah 37 minggu kehamilan berjalan pertimbangan persalinan perlu
diberikan. Penilaian secara klinis termasuk gejala-gejala pada ibu hamil tersebut,
derajat keparahan preeklampsia, keadaan janin dan kondisi serviks yang
mendukung. Jika terjadi kondisi ketika sudah pada usia kehamilan 37 minggu,
preeklampsia ringan, tetapi kondisi serviks tidak mendukung, maka induksi untuk
persalinan ditunda, khususnya pada wanita yang sebelumnya pernah seksio
cesareae. Penyebab tertentu juga terjadi pada ibu hamil yang obesitas. Pada
beberapa kegawat daruratan klinis perlu dilakukan persiapan seksio cesareae.
Evidence yang berasal dari HYPITAT Trial (koopmans et al. 2009)
menunjukkan bahwa pada wanita dengan hipertensi kehamilan dan preeklampsia
ringan, induksi partus setelah kehamilan 37 minggu dihubungkan dengan
penurunan kegawat daruratan maternal dan tanpa perubahan kondisi janin ataupun
tanpa indikasi seksio cesarea, maka induksi persalinan bisa dilakukan dalam
situasi ini.

Tabel 3 Indikasi Terminasi pada Preeklampsia


(NHBPEP, 2000)

MATERNAL FETAL
 Gestasional age ≥38  Severe fetal growth
weeks restriction
 Platelet count <100.000  Nonreassuring fetal testing
cells /mm3 results
 Progressive deterioration  Oligohydramnions
in hepatic function
 Progressive deeroration in
renal function
 Suspected abruptio
placentae
 Persistent severe
headaches or visual changes
 Persistent severe
epigastric pain, nausea or
vomiting
PREECLAMPSI
2) Penatalaksanaan preeklampsia berat
a) Pilihan pertama: Labetalol
Jika pasien dapat metoleransi terapi, dapat diberikan dosis inisial sebesar
200 mg secara oral. Biasanya dengan pemberian tersebut dapat memberikan hasil
penurunan tekanan darah dalam waktu setengah jam. Dosis berikutnya dapat
diberikan 30 menit setelahnya jika diperlukan.
Jika tidak ada respon dengan pemberian secara oral, maka kontrol dapat
dilakukan dengan bolus labetalol 50 mg secara berulang dan selanjutnya dengan
infus labetalol.
Infus bolus 50 mg diberikan minimal dalam 5 menit, maka efeknya akan
muncul pada 10 menit berikutnya. Dapat diulang lagi jika tekanan darah tidak
turun dari 160/105. Dosis dapat diberikan mulai dari 50 mg sampai dosis
maksimum 200 mg dengan interval 10 menit.
Jika setelah pemberian labetalol secara intravena tidak menurunkan
tekanan darah dibawah 160/105 mmHg dalam satu sampai satu setengah jam,
maka perlu diberikan obat antihipertensi pilihan ke dua.

b) Pilihan kedua
Hydralazine
Hydralazine dapat diberikan dengan bolus 2,5 mg. Dapat diulang setiap 20
menit sampai dosis maksimum 20 mg. Dapat diikuti dengan infus hydralazin 40
mg dalam 40 ml normal saline dengan 1-5 ml/jam.
Nifedipine
Nifedipine sebaiknya tidak diberikan secara sublingual untuk wanita
hipertensi. Bisa terjadi hipotensi bersamaan dengan pemberian nifedipine dan
magnesium sulfat, maka daripada itu nifedipine diresepkan pada wanita dengan
hipertensi berat.
Nifedipine oral dapat diberikan dengan 3 preparat: kapsul, modifikasi
dengan 2 kali dosis regular dalam 12 jam dan modifikasi dengan tablet dosis
regular dalam 24 jam.
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat diberikan untuk penanganan kasus preeklampsia berat
sebagai pencegahan eklampsia.
Magnesium Sulfat diberikan dengan dosis awal lalu diikuti dengan
pemberian secara infus selama 24 jam atau sampai 24 jam setelah partus. Dosis
awal magnesium sulfat yaitu 4 gram secara intravena selama 5-10 menit. Dosis
kontrol yaitu 1 gram magnesium sulfat intravena per jam.
Untuk menghindari kesalahan dalam peresepan, maka magnesium sulfat
sebaiknya diberikan dalam pre-mixed solution. Pre-mixed magnesium sulfat
tersedia dengan 2 preparat:
Magnesium Sulfat 4g dalam 50 ml. Sebaiknya diberikan secara intravena
dalam 10 menit sebagai dosis bolus.
Magnesium Sulfat 1 gram/jam dalam 500ml. Sebaiknya diberikan melalui
volumetric pump dengan 25 ml/jam 1 gram/jam
Efek samping pemberian magnesium sulfat dapat berupa paralisis motorik,
hilangnya refleks tendon, depresi pernapasan, aritmia pada jantung. Untuk
menghindari efek samping tersebut, maka perlu dilakukan monitoring dalam 4
jam berupa EKG, urin output, refleks tendon diperiksa setiap 4 jam. Pemberian
magnesium sulfat harus dikurangi jika sudah tidak ada refleks tendon dan
frekuensi pernapasan dibawah 12 kali per menit. Jika terjadi oliguria dan
gangguan pada konduksi jantung, maka hentikan pemberian magnesium sulfat dan
berikan kembali setelah urine output membaik (IOG Ireland, 2011).
Setelah pemberian terapi medikamentosa, maka dapat ditentukan rencana
sikap terhadap kehamilannya, yang tergantung pada umur kehamilan yaitu:
Ekspektatif: Bila umur kehamilan <37 minggu, kehamilan dipertahankan selama
mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.
Aktif: Bila umur kehamilan ≥37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Tabel 3 Penatalaksanaan Preeklampsia (WHO, 2006)


2.1.8. Pencegahan

A. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan
tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat.17 Pencegahan primer
merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti
terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.
Tenaga kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko
preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan
primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 16 faktor yang terbukti meningkatkan
risiko preeklampsia.18

1. Umur > 40 tahun


2. Nulipara
3. Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
4. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
5. Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
6. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
7. Kehamilan multiple
8. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
9. Hipertensi kronik
10. Penyakit Ginjal
11. Sindrom antifosfolipid (APS)
12. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
13. Obesitas sebelum hamil
14. Indeks masa tubuh > 35
15. Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
16. Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau
secara kuantitatif 300 mg/24 jam)

B. Pencegahan Sekunder
1. Istirahat
2. Restriksi Garam
3. Aspirin dosis rendah
4. Suplementasi Kalsium dan antioksidan

2.1.9 Prognosis

Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria


Eden antara lain:21
1. koma yang lama (prolonged coma)
2. nadi diatas 120
3. suhu 39,4° C atau lebih
4. tekanan darah di atas 200 mmHg
5. konvulsi lebih dari 10 kali
6. proteinuria 10 g atau lebih
7. tidak ada edema, atau edema menghilang

Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih
buruk.20 Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan
edema paru, gagal ginjal. Pada janin dapat terjadi dapat terjadi kelahiran prematur
bahkan kematian akibat hipoksia intrauterin.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen8 halaman
    Bab I
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen20 halaman
    Bab 3
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Lapkas 1
    Lapkas 1
    Dokumen37 halaman
    Lapkas 1
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen3 halaman
    Bab Ii
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Appendisitis
    Appendisitis
    Dokumen36 halaman
    Appendisitis
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Intoksikasi
    Intoksikasi
    Dokumen32 halaman
    Intoksikasi
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Lapkas 1
    Lapkas 1
    Dokumen37 halaman
    Lapkas 1
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Lapkas App
    Lapkas App
    Dokumen27 halaman
    Lapkas App
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • BAB I Angina Ludwig
    BAB I Angina Ludwig
    Dokumen27 halaman
    BAB I Angina Ludwig
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • APENDISITIS
    APENDISITIS
    Dokumen30 halaman
    APENDISITIS
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • Tinea Pedis
    Tinea Pedis
    Dokumen12 halaman
    Tinea Pedis
    onny
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dan Fisiologi
    Anatomi Dan Fisiologi
    Dokumen11 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi
    marlina rahma
    Belum ada peringkat
  • KOLESTEATOMA
    KOLESTEATOMA
    Dokumen15 halaman
    KOLESTEATOMA
    marlina rahma
    Belum ada peringkat