PENDAHULUAN
Insidens preeklampsia sebesar 4–5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada
negara maju.Di negara berkembang insidensnya bervariasi antara 6–10 kasus per
10.000 kelahiran hidup.Rerata insidensi preeklampsia pada umumnya 5%,
kejadian ini dipengaruhi oleh paritas, predisposisi ras, genetik dan
lingkungan.4,5Angka kematian ibu akibat kasus preeklampsia bervariasi antara 0-
4%.Penyebab kematian terbanyak wanita hamil akibat preeklampsia adalah
perdarahan intraserebral dan edema paru.Efek preeklampsia pada kematian
perinatal berkisar antara 10-28%.Penyebab terbanyak kematian perinatal
disebabkan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan solutio plasenta.2
Angka kejadian preeklampsia rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan12% pada kehamilan primigravida. Kejadian penyakit ini lebih
banyak dijumpai padaprimigravida terutama primigravida pada usia muda
daripada multigravida.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Preeklampsia
2.1.1 Definisi
2.1.2. Etiologi
Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun,
banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-faktor yang
ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor penyebab atau
merupakan akibat.
2.1.3. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB).1-6
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila:
a) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b) diastolik 90-110 mmHg
c) Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d) Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila:
a) Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg pada usiakehamiln > 20 minggu
b) Proteinuria atau ≥ 2+ atau pada pemeriksaan kuantitatif menunjukkan
hasil > 5 g/L/24 jam
c) Bisa disertai dengan :
Oliguria (urine <500 mL/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Keluhan serebral, gangguan penglihatan
Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
Peningkatan SGOT/SGPT
Edema paru
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
trombosiTopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3) Umur yang ekstrim.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia
5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas
2.1.5. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya
spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan
darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer
agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan
edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang
interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin
yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.1-6
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan
akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan
meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada
trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal seperti
tekanan darah sebelum hamil. 1-6
7. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsia.
2.1.7. Penatalaksanaan
a) Tempat Perawatan
Komponen dalam perawatan meliputi unit rumah sakit dan dokter umum
dapat digunakan dalam penanganan preeklampsia ringan dan hipertensi kehamilan
tanpa proteinuria. Kelayakannya tergantung pada jarak rumah sakit, pemenuhan
kebutuhan pasien dan progres preeklampsia yang lambat
b) Evaluasi Awal
Konfirmasi peningkatan tekanan darah yang dilakukan berulang-ulang dan
pemeriksaan ekskresi protein urin merupakan bagian dari evaluasi awal.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan jika ada peningkatan tekanan darah
yang berkelanjutan antara 90-99 mmHg dan seharusnya dilakukan monitor: tes
fungsi renal termasuk asam urat, elektrolit serum, tes fungsi hati dan hitung darah
lengkap.
Pemeriksaan fetus dengan USG untuk mengevaluasi berat janin, progres
dari pertumbuhan janin, indeks cairan amnion dan umbilical artery Doppler
velocimetry harus dilakukan pada saaat diagnosis setiap 4 minggu.
d) Partus
Penatalaksanaan yang terahir dari preeklampsia adalah melahirkan
bayinya. Setelah 37 minggu kehamilan berjalan pertimbangan persalinan perlu
diberikan. Penilaian secara klinis termasuk gejala-gejala pada ibu hamil tersebut,
derajat keparahan preeklampsia, keadaan janin dan kondisi serviks yang
mendukung. Jika terjadi kondisi ketika sudah pada usia kehamilan 37 minggu,
preeklampsia ringan, tetapi kondisi serviks tidak mendukung, maka induksi untuk
persalinan ditunda, khususnya pada wanita yang sebelumnya pernah seksio
cesareae. Penyebab tertentu juga terjadi pada ibu hamil yang obesitas. Pada
beberapa kegawat daruratan klinis perlu dilakukan persiapan seksio cesareae.
Evidence yang berasal dari HYPITAT Trial (koopmans et al. 2009)
menunjukkan bahwa pada wanita dengan hipertensi kehamilan dan preeklampsia
ringan, induksi partus setelah kehamilan 37 minggu dihubungkan dengan
penurunan kegawat daruratan maternal dan tanpa perubahan kondisi janin ataupun
tanpa indikasi seksio cesarea, maka induksi persalinan bisa dilakukan dalam
situasi ini.
MATERNAL FETAL
Gestasional age ≥38 Severe fetal growth
weeks restriction
Platelet count <100.000 Nonreassuring fetal testing
cells /mm3 results
Progressive deterioration Oligohydramnions
in hepatic function
Progressive deeroration in
renal function
Suspected abruptio
placentae
Persistent severe
headaches or visual changes
Persistent severe
epigastric pain, nausea or
vomiting
PREECLAMPSI
2) Penatalaksanaan preeklampsia berat
a) Pilihan pertama: Labetalol
Jika pasien dapat metoleransi terapi, dapat diberikan dosis inisial sebesar
200 mg secara oral. Biasanya dengan pemberian tersebut dapat memberikan hasil
penurunan tekanan darah dalam waktu setengah jam. Dosis berikutnya dapat
diberikan 30 menit setelahnya jika diperlukan.
Jika tidak ada respon dengan pemberian secara oral, maka kontrol dapat
dilakukan dengan bolus labetalol 50 mg secara berulang dan selanjutnya dengan
infus labetalol.
Infus bolus 50 mg diberikan minimal dalam 5 menit, maka efeknya akan
muncul pada 10 menit berikutnya. Dapat diulang lagi jika tekanan darah tidak
turun dari 160/105. Dosis dapat diberikan mulai dari 50 mg sampai dosis
maksimum 200 mg dengan interval 10 menit.
Jika setelah pemberian labetalol secara intravena tidak menurunkan
tekanan darah dibawah 160/105 mmHg dalam satu sampai satu setengah jam,
maka perlu diberikan obat antihipertensi pilihan ke dua.
b) Pilihan kedua
Hydralazine
Hydralazine dapat diberikan dengan bolus 2,5 mg. Dapat diulang setiap 20
menit sampai dosis maksimum 20 mg. Dapat diikuti dengan infus hydralazin 40
mg dalam 40 ml normal saline dengan 1-5 ml/jam.
Nifedipine
Nifedipine sebaiknya tidak diberikan secara sublingual untuk wanita
hipertensi. Bisa terjadi hipotensi bersamaan dengan pemberian nifedipine dan
magnesium sulfat, maka daripada itu nifedipine diresepkan pada wanita dengan
hipertensi berat.
Nifedipine oral dapat diberikan dengan 3 preparat: kapsul, modifikasi
dengan 2 kali dosis regular dalam 12 jam dan modifikasi dengan tablet dosis
regular dalam 24 jam.
Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat diberikan untuk penanganan kasus preeklampsia berat
sebagai pencegahan eklampsia.
Magnesium Sulfat diberikan dengan dosis awal lalu diikuti dengan
pemberian secara infus selama 24 jam atau sampai 24 jam setelah partus. Dosis
awal magnesium sulfat yaitu 4 gram secara intravena selama 5-10 menit. Dosis
kontrol yaitu 1 gram magnesium sulfat intravena per jam.
Untuk menghindari kesalahan dalam peresepan, maka magnesium sulfat
sebaiknya diberikan dalam pre-mixed solution. Pre-mixed magnesium sulfat
tersedia dengan 2 preparat:
Magnesium Sulfat 4g dalam 50 ml. Sebaiknya diberikan secara intravena
dalam 10 menit sebagai dosis bolus.
Magnesium Sulfat 1 gram/jam dalam 500ml. Sebaiknya diberikan melalui
volumetric pump dengan 25 ml/jam 1 gram/jam
Efek samping pemberian magnesium sulfat dapat berupa paralisis motorik,
hilangnya refleks tendon, depresi pernapasan, aritmia pada jantung. Untuk
menghindari efek samping tersebut, maka perlu dilakukan monitoring dalam 4
jam berupa EKG, urin output, refleks tendon diperiksa setiap 4 jam. Pemberian
magnesium sulfat harus dikurangi jika sudah tidak ada refleks tendon dan
frekuensi pernapasan dibawah 12 kali per menit. Jika terjadi oliguria dan
gangguan pada konduksi jantung, maka hentikan pemberian magnesium sulfat dan
berikan kembali setelah urine output membaik (IOG Ireland, 2011).
Setelah pemberian terapi medikamentosa, maka dapat ditentukan rencana
sikap terhadap kehamilannya, yang tergantung pada umur kehamilan yaitu:
Ekspektatif: Bila umur kehamilan <37 minggu, kehamilan dipertahankan selama
mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.
Aktif: Bila umur kehamilan ≥37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
A. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan
tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat.17 Pencegahan primer
merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti
terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.
Tenaga kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko
preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan
primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 16 faktor yang terbukti meningkatkan
risiko preeklampsia.18
B. Pencegahan Sekunder
1. Istirahat
2. Restriksi Garam
3. Aspirin dosis rendah
4. Suplementasi Kalsium dan antioksidan
2.1.9 Prognosis
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas
ringan; bila dijumpai 2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih
buruk.20 Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan
edema paru, gagal ginjal. Pada janin dapat terjadi dapat terjadi kelahiran prematur
bahkan kematian akibat hipoksia intrauterin.