KABUPATEN SEMARANG
Disusun Oleh :
RIZQI RACHMILIA
P1337420916025
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Epidemologi
Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa dan lansia
di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke lebih dari
200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun.
Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.
Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab kematian
tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai
penyebab kecacatan (Price, 2006).
Stroke iskemik merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian
yang tinggi. Angka kematian tersebut berbeda antara populasi kulit hitam dan
kulit putih. Angka kematian pada pria kulit hitam adalah 50,9 per 100.000
populasi dan 39,2 per 100.000 wanita kulit hitam. Sedangkan angka kematian
pada pria kulit putih adalah 26,3 per 100.000 dan 22,9 per 100.000 pada wanita
kulit putih. Alasan yang tepat mengenai perbedaan ini tidak diketahui dengan
pasti, tetapi diperkirakan bahwa faktor genetik, geografi dan budaya ikut
berpengaruh (Wikipedia, 2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke
tahun. Sekitar 28,5% penderita penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia.
Berdasarkan hasil laporan bagian Rekam Medis RS Sanglah Denpasar,
didapatkan data pasien yang menderita stroke tahun 2002 sebagai berikut :
pasien yang rawat inap 659 orang, dimana 310 orang (47%) diantaranya
dengan SH, 349 orang (53%) dengan SNH dengan jumlah pasien meninggal
dunia 149 orang, rawat jalan sebanyak 1482 orang. Tahun 2003, pasien rawat
inap dengan stroke 738 orang, dirawat dengan SH sebanyak 340 orang (47%),
SNH 398 orang (54%) dan yang meninggal dunia 129 orang, dirawat jalan
sebanyak 1409 orang. Tahun 2004 rawat inap sebanyak 662 orang, dirawat
dengan SH 255 orang (44,6%), dengan SNH 367 orang (55,4%), meninggal
dunia 107 orang, pasien rawat jalan 1528 orang. Data di atas menunjukkan
tingginya angka kejadian SNH dibanding SH.
3. Etiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab Stroke non hemoragik
diakibatkan oleh:
1. Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkanoedema dan kongesti disekitarnya.Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak: Ateroskelosis,
hiperkoagulasi pada polisetimia, arthritis dan emboli.
2. Embolisme Serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara.
Faktor – faktor resiko stroke non hemoragik adalah: Hipertensi, Diabetes
Mellitus, merokok, minum alkohol, strees dan gaya hidup yang salah,
Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi), Kolesterol tinggi, Penyalahgunaan obat (kokain), makanan
lemak dan faktor usia (Arif Muttaqin, 2008).
Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada
beberapa etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non
hemorhagik, antara lain :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang
terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga
mengganggu aliran darah.
2. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah.
Biasanya benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari
perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri atau vena.
3. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
4. Obat-obatan’
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah
otak.
5. Hipotensi atau hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Sedangkan Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak
akan mengalami kematian.
4. Patofisiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak yang secara
perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus
(Sudoyo, 2006).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu
menyebabkan pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel
otak akan mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang
mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu
asidosis akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel
otak dan kalium meninggalkan selotak sehingga terjadi edema setempat.
Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas
sehingga terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh
mengalami defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-
tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi
c. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bulat, warna rambut hitam, pertumbuhan
rambut merata
Palpasi : Tidak ada benjolan, atau masa
d. Mata
Inspeksi : warna konjungtiva merah mudah, sklera putih, pupil
isokor
e. Hidung
Inspeksi : Nafas cepat, sesak nafas
Palpasi : Nyeri tekan sinisitis (-)
f. Telinga
Inspeksi : Daun telinga simetris, tidak ada serumen.
g. Mulut
Inspeksi : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal, kesulitan menelan dan kesulitan
membuka mulut.
h. Wajah
Inspeksi : Wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus.
i. leher
Inspeksi : Keadaan leher
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelelenjar limfe, kelenjar tyroid, dan
vena jugularis
j. Dada
Inspeksi : Klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan
Palpasi : Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ada suara nafas tambahan
k. Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sama seperti sekitarnya, tidak ada benjolan
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Terdengar suara timpani
Auskultasi : Peristaltik menurun
l. Genetalia
Inspeksi : Bersih
Palpasi : -
m. Intergumen
Inspeksi : Tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan jelek, decubitus
Palpasi : Turgor kulit kembali dalam >2 detik
n. Ektermitas
Inspeksi : Bentuk normal jari lengkap, hemiplegia, hemiparesis,
fasikulasi.
Palpasi : Turgor kilit jelek,
Perkusi : Bisep (-), trisep (-)
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
g. Pemeriksaan Laboraturium
1) Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
9. Diagnostik
Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI atau
CT scan tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik dan
hemoragik serta mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa
(kecurigaan stroke luas). Stroke iskemik adalah diagnosis yang paling
mungkin bila CT scan tidak menunjukkan perdarahan, tumor, atau infeksi
fokal, dan bila temuan klinis tidak menunjukkan migren, hipoglikemia,
ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid (Goldszmidt et al., 2009).
Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnosa
yang sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana
stroke yang diderita oleh seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih
dahulu sebelum dilakukan terapi dengan obat antikoagulan atau antiagregasi
platelet. CT scan dibedakan menjadi dua yaitu, CT scan non kontras yang
digunakan untuk membedakan antara stroke hemoragik dengan stroke
iskemik yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan penyebab
lain yang memberikan gambaran klinis menyerupai gejala infark atau
perdarahan di otak, misalnya adanya tumor. Sedangkan yang kedua adalah
CT scan kontras yang digunakan untuk mendeteksi malformasi vaskular
dan aneurisme.
10. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk
menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk
diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60
menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini
mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan
menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.
a. Penatalaksanaan Umum
1) Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan eficitnial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan
untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target Pco 2 arteri
adalah 32-36 mmHg.
Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse
oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada
stroke non hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial,
hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
2) Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi
intravena dan pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko
tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan biomarker jantung.
Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan terjadinya stroke.
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi (Arif Muttaqin, 2008).
1) Terapi antikoagulan
Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan
riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar.
2) Penytonin (dilantin) dapat di gunakan untuk mencegah kejang .
3) Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk menghancurkan
trombotik dan embolik
4) Epsilon-aminocaproic acid (amicar) dapat digunakan untuk stabilkan
bekuan di atas anurisma yang ruptur.
5) Calcium channel blocker (nimodipine) dapat di berikan untuk
mengatasi vasospasme pembuluh darah
6) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai
kateter.
e) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
c. Penatalaksanaan Farmakologi (Arif Muttaqin, 2008).
1) Karotid endarterektomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis.
2) Superior temporal arteri – middle serebral arteri anastomisis dengan
melalui daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah
pada daerah yang di pengaruhi.
11. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2006) meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cidera, embolisme.
a. Hipoksia serebral
b. Penurunan aliran darah serebral
c. Luasnya area cidera
d. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus lokal.
12. Prognosis
Dari penelitian ditemukan bahwa, rasio mortilitas pada 30 hari setelah
stroke adalah sebesar 28%, rasio mortalitas pada stroke iskemik adalah 19%
dan ketahanan hidup pasien 1 tahun paska stroke iskemik adalah 77%. Stroke
berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah defisit, yang paling penting adalah sifat
dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis.
Secara keseluruhan, didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10
tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia
lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode
akut, sekitar satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen,
sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional (George et al,
2009).
2. Pathway
Terlampir
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
3) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system
saraf pusat.
4) Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebri.
4. Intervensi
Evaluasi
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler.
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipertensi
Tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial (tidak lebih
dari 15 mmhg)
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :
Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
Menunjukkanperhatian, konsentrasi dan orientasi
Memproses informasi
Membuat keputusan dengan benar
Maryam, R.Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta;
Salemba Medika.
Stanley, Mickey dan Patricia.(2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:
EGC
Stockslager, Jaime dan Liz Schaeffer.(2008). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2.
Jakarta: EGC