Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Steroid, merupakan senyawa lipid larut-lemak yang disintesis dari


kolesterol. Zat ini diproduksi oleh ovarium, testis, plasenta, dan bagian luar
kelenjar adrenal, serta testosterone, estrogen, progesterone, aldosteron, dan
kortisol. Zat ini akan bersirkulasi dalam plasma yang mentranspor protein dalam
tubuh. (1)
Hormon-reseptor steroid, dapat ditemukan di membrane plasma. Yaitu di
daerah sitosol, maupun di bagian inti sel atau nucleus dari sel target. Secara
umum, hormone-reseptor steroid merupakan reseptor intraselular yang tentunya,
daerah atau wilayah kerjanya adalah di dalam sel. Hormon steroid merupakan
salah satu jenis hormone polipeptida. Hormone steroid, mempunyai keterlibatan
dalam proses aktivasi gen. Dimana dari proses aktivasi gen ini lah akan
melibatkan system reseptor intraselular. (1)
Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal
tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri
digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa,
sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia,
glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan
mineralokortikoid utama adalah aldosteron. (1)
Glukokortikoid merupakan terapi utama dibidang dermatologi karena
sifatnya sebagai imunosupresif dan anti inflamasi. Kortikosteroid sering disebut
live saving drug. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek
samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya
dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi. Kortikosteroid merupakan
pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien. Sebagian besar khasiat
yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi,
antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak
digunakan dalam bidang dermatologi. (1)

1
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI STEROID


Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia
tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana.
Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh
dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan
menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, glukokortikoid dan mineralokortikoid. (1,2)

2.2 MEKANISME KERJA


Mekanisme kerja hormone steroid, diawali dari hormone steroid yang
melewati membrane sel. Kemudian, hormone steroid masuk ke dalam area
sitoplasma sel. Hormone steroid menuju ke daerah sitoplasma karena hormone
akan menuju ke sel targetnya..Kemudian, hormone steroid akan berikatan dengan
reseptornya .Reseptor hormone terdapat pada sitoplasma sel. Setelah hormone dan
reseptor berikatan, maka terjadilah kompleks hormone-reseptor steroid. Dengan
adanya kompleks hormone-reseptor steroid ini, dengan atau tanpa modifikasi akan
di transportasikan ke area kerja hormone atau disebut sebagai side of action. (1)
Side of action terdapat di dalam inti sel, yaitu tepatnya pada kromatin inti.
Kemudian, side of action akan berikatan dengan suatu bagian spesifik dari
kromatin inti sel. Ikatan antara side of action dengan bagian tersebut, akan
menstimulasi atau merangsang proses transkripsi RNA ( messenger ribonucleic
acid) yang baru. Proses stimulasi ini melalui sebuah mekanisme baru yang belum
bias diketahui. Proses stimulasi transkripsi RNA akan menghasilkan proses
sintesis protein baru. Selain itu, akan terjadi beberapa hal yang berhubungan
dengan penghambatan sistesis protein. Hal itu terjadi sesuai dengan fungsi tiap-
tiap sel target. Contoh hormone steroid adalah adrenokortikosteroid. (1)

2
Gambar 1. Mekanisme kerja hormone steroid

Hormon steroid dapat menimbulkan efeknya melalui mekanisme dasar


yang menyatukan induksi sintesis protein yang baru pada sel targetnya. Protein
yang diinduksi ini merupakan hormone itu sendiri atau molekul lain yang penting
untuk fungsi sel. Misalnya seperti enzim. Protein yang baru disintesis itulah yang
bertanggung jawab sepenuhnya pada aktivitas hormon steroid. Dari proses
sebelumnya yang menghasilkan kompleks hormone reseptor, akan menghasilkan
suatu perubahan. Kompleks hormon-reseptor akan secara berurutan dipindahkan
ke nucleus dan akan berikatan dengan DNA.
Terdapat tiga domain structural penting pada setiap reseptor hormon
steroid. Hal itu juga berhubungan dengan fungsi molekul. Diantaranya adalah
pengikatan hormon steroid, pengikatan DNA, dan promosi transkripsi gen. Oleh
karena itu, tidak mengejutkan apa bila semua reseptor hormon steroid memiliki
kesamaan struktur yang nyata pada level cetakan DNA (copy DNA). (1)
Ekspresi gen yang diatur oleh hormon steroid dikontrol oleh empat elemen
spesifik. Yaitu promotor, enhancer responsif steroid, silencer, dan enhancer yang
tidak tergantung pada hormon. Enhancer responsif steroid merupakan tempat
pengikatan DNA untuk komplek sreseptor steroid yang teraktivasi dan diketahui
sebagai elemen respon steroid. Dimana elemen respon steroid sangat penting dan

3
digunakan untuk menentukan spesifitas steroid. Hormon steroid diangkut dalam
aliran darah secara terikat dengan protein spesifik. Pengikatan tersebut spesifik,
layaknya enzim dengan substrat. Steroid dapat diekskresikan melalui urin dan
empedu. Sebelum dieliminasi, steroid yang aktif akan dikonjugasikan sebagai
sulfat.
Hormon steroid merupakan salah satu hormone-hormon yang diisolasi dari
daerah korteks suprarenal..lebih dari empat puluh jenis steroid telah diisolasi dari
korteks suprarenal ini. Namun, dari empat puluh jenis steroid, hanya beberapa dari
steroid ini yang dapat dideteksi dalam darah. Yaitu tepatnya di pembuluh darah
vena yang jalurnya meninggalkan kelenjar suprarenal. Seharusnya, karena
meninggalkan kelenjar suprarenal, tentunya dalam darah yang diangkut oleh
pembuluh darah vena terdapat macam-macam hormone steroid yang memang
diisolasi di daerah korteks suprarenal. Namun hal itu tidak terjadi, karena
hormone-hormon lainnya sedang melakukan tahap sistesis hormone. Sehingga
tidak terbawa pada pembuluh darah vena yang meninggalkan daerah korteks
suprarenal. 1

Gambar 2 . Perbedaan mekanisme kerja hormone steroid dan hormone non


steroid

4
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini
berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap
stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme
karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan
bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona
fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa.
Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.(2)
1. Glukokortikoid
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,
sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak
berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.(2,4)
Kortisol adalah glukokortikoid yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal yang
membantu memelihara homeostasis dengan mengatur banyak enzim di seluruh
tubuh. Selama periode stres, kortisol memainkan peran penting dalam
meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatkan tekanan darah. Secara klinis
kortisol dan derivatnya sering digunakan untuk sifat imunosupresannya. Obat ini
juga penting untuk pasien dengan defisiensi adrenal.(2)
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan sering dipakai.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
a. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang
cukup memadai.
b. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
c. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
d. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel,
losio, salep berlemak (fatty ointment).

5
2. Mineralokortikoid
Golongan mineralokortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air
dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar
sangat kecil. Prototip pada golongan ini ialah desoksikortikosteron. Umumnya
golongan mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat antiinflamasi yang berarti
kecuali 9 alfa-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah
digunakan sebagai obat antiinflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan
elektrolit terlalu besar. Aldosteron adalah mineralokortikoid yang utama, zat ini
menahan natrium (dan kemudian air) dalam darah. Zat ini dirangsang dalam jalur
renin-angiotensin.(2)

2.3 FARMAKOKINETIK
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus
disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk
beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya
disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan
kecepatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia. (2)

Kecepatan sekresi Kadar plasma


dalam keadaaan (μg/100ml) Jam
optimal (mg/hari) Jam 08.00 16.00
Kortisol 20 16 4
Aldosteron 0,125 0,01 -

Tabel 1 . Kecepatan Sekresi dan kadar plasma kortikosteroid utama pada


manusia

Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu
hari yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari
sebelum tidur. Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan
waktu lainnya yang membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani

6
aktivitasnya. Orang yang ssehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana
dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu
pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan
cukup.

2.4 Pembagian Kortiokosteroid


Dalam klinik kortikosterid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah
penyimpanan glikogen hepar dan efek anti inflamasi, sedangkan pengaruhnya
pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini adalah
kortisol. Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruh pada penyimpanan glikogen
hepar sangat kecil. Prototip golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya
golongan mineralokortikoid tidak memiliki efek anti inflamasi yang berarti,
kecuali 9 α-fluorokortisol. Meskipun demikian obat ini tidak pernah digunakan
sebagai anti inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elekrolit terlalu
besar.
Sediaan kortikostroid dibedakan menjadi tiga golongan besar berdasarkan
masa kerjanya. Sediaan masa kerja singkat mempunyai waktu paruh biologis 8-12
jam (< 12 jam), sediaan kerja sedang mempunyai waktu paruh antara 12-36 jam,
sedangkan yang kerja lama mempunyai waktu paruh 36-72 jam (> 36 jam).

7
Tabel 2. Pembagian kortikosteroid berdasarkan masa kerjanya.(2)
Waktu Paruh Potensi Dosis
Massa Kerja (T 1/2) Kortikosteroid Retensi Anti Ekivalen
natrium inflamasi (mg)
Singkat 8-12 jam Kortisol 1 1 20
(< 12 jam) (hidrokortison)
0,8 0,8 25
Kortison
Kortikosteron
15 0,35 -
Sedang 12-36 jam 6-alfa- 0,5 5 4
(Intermediate) metilprednisolon
125 10 -
Fludrokortison
(mineralokortikoid)
0,8 4 5
Prednison
0,8 4 5
Prednisolon
0 5 4
Triamsinolon
Lama 36-72 jam Parametason 0 10 2
(>36 jam)
Betametason 0 25 0,75

Deksametason 0 25 0,75

Berdasarkan potensinya, United State Pharmacopecial Drug Information


For The Health Care Professional membagi kortikosteroid menjadi empat
golongan yaitu :
Tabel 3. Pembagian kortikosteroid berdasarkan potensinya.(4)
Deksametason 0,04-0,1%
Potensi lemah Hidrokortison asetat 0,1-1%
Metil prednisolon 0,25-1%
Klobetason butirat 0,05%
Diflukortolon valerat 0,1%
Potensi sedang Hidrokortison butirat 0,1%

8
Mometason furoat 0,1%
Desoksimetason 0,05%
Triamsinolon asetonid 0,1%
Betametason dipropionat 0,05%
Potensi kuat Triamsinolon asetonid 0,5%
Mometason furoat 0,1%
Desoksimetason 0,05%
Potensi sangat kuat Diflukortikolon valerat 0,03%
Klobetasol propionate 0,05%

Pembagian lain kortikosteroid topikal menurut Cornell dan Stoughton


menjadi tujuh golongan, berdasarkan potensi antiinflamasi dimana efektifitas ini
dinilai berdasarkan kemampuan vasokonstriksi untuk menimbulkan blanching
pada kulit.

Tabel 4 . Pembagian kortikosteroid menurut Cornell dan Stoughton.(4)


I Betamethasone dipropionate 0,05%
Super poten Diflurasone diacetate 0,05%
Clobetasol propionate 0,05%
Halobetasol propionate 0,05%
II Amcionide 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Potensi tinggi Mometasone fuorate 0,01%
Diflurasone diacetate 0,05%
Halcinonide 0,01%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05% dan 0,25%
III Triamcinolone acetonide 0,1%
Fluticasone propionate 0,005%
Amcinonide 0,1%
Potensi tinggi Betamethasone dipropionate 0,05%
Diflurasone diacetate 0,05%

9
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05%
Betamethasone valerate 0,01%
IV Triamcinolone acetonide 0,1%
Flurandrenolide 0,05%
Potensi medium Mometasone furoate 0,1%
Fluacinolone acetonide 0,025%
Hydrocortisone valerate 0,2%
V Flurandrenolide 0,05%
Fluticasone propionate 0,05%
Prednicarbate 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Potensi medium Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,025%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
Hydrocortisone valerate 0,2%
VI Aclometasone 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Potensi medium Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,01%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
VII Potensi lemah Obat topikal dengan hidrokortison,
deksametason, glumetalon,
prednisolon, dan metilprednisolon

10
2.5 INDIKASI
Indikasi penggunaan kortikosteroid ada dua yaitu :
1. Terapi substitusi
Pemberian kortikosteroid disini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan
akibat insufisiensi sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi/struktur
adrenal (insufisiensi primer) atau hipofisis (insufisiensi sekunder).
2. Terapi non-endokrin
Dasar pemberian kortikosteroid disini adalah efek antiinflamasinya dan
kemampuan menekan reaksi imun pada beberapa penyakit yang bukan
merupakan kelainan adrenal atau hipofisis misalnya penyakit alergi,
penyakkit kulit yang penyebabnya autoimun atau penyakit lain yang
dasarnya adalah reaksi imun.

Adapun penyakit-penyakit non-endokrin yang diobati dengan kortikosteroid,


antara lain :
a. Pematangan fungsi paru pada fetus
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi pada ibu hamil akan membantu
pematangan fungsi paru fetus yang akan dilahirkan premature sehingga
resiko terjadinya respiratory distress syndrome, perdarahan
intraventrikular dan kematian berkurang. Hal ini dipengaruhi sekresi
kortisol pada fetus. Betametason atau deksametason selama 2 hari
diberikan pada minggu ke 27-34 kehamilan. Dosis yang terlalu banyak
akan mengganggu berat badan dan perkembangna kelenjar adrenal
fetus.(1)
b. Arthritis
Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid yang
sifatnya progresif dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat
yang gejala tidak berkurang setelah diberikan obat golongan anti-
inflamsai non-steroid , terapi fisik dan istirahat. Diberikan prednisone
7,5 mg sehari dalam dosis terbagi, pasien tetap istirahat dan diberikan
fisioterapi serta salisilat.(1)

11
c. Karditis reumatik
Kortikosteroid hanya digunakan untuk keadaan akut pada pasien yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan salisilat saja atau sebagai terapi
permulaan pada pasien dalam keadaan sakit keras dengan demam,
payah jantung akut, aritmia dan perikarditis. Diberikan prednisone 40
mg sehari dalam dosis terbagi. Sesudah kortikosteroid dihentikan
salisilat tetap diteruskan larena sering terjadireaktivasi penyakit.(1)
d. Penyakit ginjal
Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik, prednisone 60
mg seharidalam dosis terbagi diberikan selama 3-4 minggu.(2)
e. Penyakit kolagen
Glukokortikoid dapat menurunkan morbiditas dan memperpanjang
masa hidup pasien poliartritis nodusa dan granulomatosis Wegener
serta sangat effektif untuk penyakit kolagen lainnya seperti lupus
eritematosus sistemik, polimiosistis dan dermatomiositis.(2)
f. Asma bronkhiale dan penyakit saluran nafas lainnya
Kortikosteroid diberikan pada serangan akut asma untuk mengatasi
reaksi radang yang selalu terjadi pada saat serangan asma.
Glukokortikoid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator.
Tetapi sebagai antiinflamasi obat ini bekerja sekaligus menghambat
produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosanoid,
menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di
jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular. Glukokortikoid
inflamasi sangat efektif karena obat langsung sampai ke target organ
dan resiko efek samping sangat rendah dibandingkan pemberian secara
sistemik. Ada lima preparat yang berbentuk inhalasi yaitu
beklometason dipropionat, triamsinolon asetonid, flunisolid,
budesonid, flutikason propionate.(2)
Pada status asmatikus atau asma kronis yang berat, glukokortikoid
dosis besar harus segera diberikan (metal prednisolon-Na-suksinat 60-
100 mg setiap 6 jam dapat diberikans secara IV). Bila gejala mereda,
diikuti pemberian prednisolon oral 40-60mg/hari. Dosis diturunkan

12
bertahap samapai hari ke-10 terapai dapat dihentikan. Terapi non-
steroid dapat diberikan setelah keadaan mereda.(2)
g. Penyakit alergi
Penyakit alergi misalnyahy-feer, penyakit serum, urtikaria, dermatitis
kontak, reaksi obat, edema angioneurotik dapat diatasi dengan
glukokortikoid sebagai obat tambahan disamping obat primernya. Pada
reaksi yang gawat misalny anafilaksis dan edema angioneurotik glottis,
diperlukan pemberian adrenalin segera. Pada keadaan yang
mengancam jiwadapat diberikan kkortikosteroid IV (deksametason
natrium fosfat 8-12 mg). penyakit yang tidak begitu berat, anti
histamine masih menjadi obat pilian utama.(2)
h. Penyakit mata
Kortikosteroid dapat mengatasi gejala inflamasi mata bagian luar dan
pada segmen anterior. Umunya dipakai larutan deksametason fosfat
0,1% pagi dan siang. Dan salep mata deksametason fosfat 0,05%
padaa malam hari. Obat ini akan mencapai kadar terapi dalam cairan
mata. Sedangkan gangguan mata bagian posterior lebih baik diberikan
sistemik dengan 30 mg prednisone oral per hari dalam dosis terbagi.(2)
Kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan intraocular bila digunakan
lebih dari dua minggu, tidak boleh digunakan pada konjungtivitis
akibat bakteri, virus ataupun jamur karena menimbulkan masking
effect. infeksi dapat menjalar terus kebelakang dan dapat menimbulkan
kebutaan, tidak boleh digunakan pada herpes simplkes mata karena
dapat menimbulkna kekeruhan kornea yang menetap, dan pada laserasi
atau abrasio mata akibat trauma, kortikosteroid topikal dapat
memperlambat penyembuhan dan menyebarkan infeksi dan merupakan
kontraindikasi relative pada pasien glaucoma sudut sempit.(2)
i. Penyakit kulit
Kortison dan prednisone baru aktif sesudah diubah dalam hati menjadi
derivate hidronya yakni hidrokortison dan prednisolon. Dikulit dan
sendi pengubahan tersebut tidak terjadi maka untuk salep/krem dan

13
injeksi intra-artikulerselalu harus digunaan hidrokortison dan
prednisolon.(2)
Bermacam-macam kelainan kulit dapat diobati dengan sediaan steroid
topical. Misalnya erupsi eksematosa dapat diatasi dengan salep
hidrokortison 1%. Pada penyakit akut dan berat serta pada
eksakserbasi penyakit kulit kronik, krotikosteroid diberikan secara
sistemik (prednisone 40 mg/hari). Pada pemfigus, pemberian
prednisone dapat mencapai 120 mg, dan pada kasus ini kortikosteroid
bersifat live saving. Pemberian topical harus disadari kemungkinan
timbulnya efek merugikan, misalnya kulit yang menipis.(2)
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan
obat pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa
kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit
kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan
akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada
anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan
kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,
dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis
dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.(5,6,7,8)
j. Penyakit hepar
Berdasarkan uji klinis glukokortikoid dapat memperpanjang
hiduppasien nekrosis hepar subakut dan hepatitis kronik aktif, hepatitis
alkoholik dan sirosis non-alkoholik.(2)
k. Keganasan
Leukemia limfositik akut dan limfoma dapat diatasi dengan
gukokortikoid Karen efek antilimfositiknya. Pendapat lain
mengatakan, glukokrtikoid mensupresi korteks adrenal sehingga
menurunkan produksi androgen yang merupakan precursor estrogen
yang menstimulasi tumor.(2)

14
l. Gangguan hematologic
Steroid dapat mengurangi hemolisis pada anemia hemolitik auto-imun
dan dapat mencegah perdarahan pada Idiopatic Trombositopenic
Purpura.(2)
m. Syok
Pada syok anafilaktik manfaat yaitu membuat adrenalin bekerja lebih
baik mengatasi syok, adrenalin tetap merupakan obat utama yang harus
diberikan. untuk syok septic dapat diberikan hidrokortison 300 mg IV,
ada pula yang menggunakan deksametason 3-5 mg/kgBB dalam
bentuk bolus. Untuk syok kardiogenikdiberikan deksametason20-50mg
IVdiulang sesudah 1-2 jam.(2)
n. Edema cerebral
Berdasarkan uji klinik glukokoprtikoid sangat efektif uktuk mencegah
atau mengobati edema cerebralkarena parasit atau tumor otak.(2)
o. Gangguan sumsum tulang belakang (spinal cord injury)
Berdasarkan uji klinik, metal prednisolon dosis besar (30 mg/kgBB
dilnjutkan infuse 5,4 mg/kgBB per jam selama 23 jam) akan
mengurangi gejala neurologis.(2)

Sebelum obat ini digunakan ada 6 prinsip terapi yang harus diperhatikan :
1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan
dengan tiral and error dan harus dievaluasi sesuai dengan perubahan
penyakit.
2. Suatu dosis tunggal dan besar dari kortikosteroid umumnya tidak
berbahaya.
3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis
yang sangat besar.
4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga
dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal
akan bertambah (dosis ekivalen hidrokortisol 100 mg/hari lebih dari 2
minggu hampir selalu menimbulkan iatrogenikc cushing syndrom),

15
bila terpaksa pasien harus diberi juga, maka harus diberi diet tinggi
protein dan kalium serta awasi pengaruhnya terhadap metabolisme
terutama bila terdapat penyakit penyerta misalnya diabetes,
osteoporosis atau lambatnya penyembuhan luka.
5. Penggunaan kortikoteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun
kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti inflamasinya.
6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan
dapat mengancam jiwa pasien.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan


untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif.
Pada keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, misalnya untuk mengurangi
nyeri pada arthritis rheumatoid, dosis awal harus kecil kemudian secara bertahap
ditingkatkan sampai keadaan tersebut mereda dan dapat diroleransi pasien.
Kemudian dosis harus diturunkan bertahap sampai tercapai dosis minimal dimana
gejala semula timbul kembali. Bila terapi bertujuan mengatasi keadaan yang dapat
mengancam pasien, misalnya pemfigus maka dosis awal haruslah cukup besar,
bila dalam beberapa hari belum terlihat efeknya, dosis dapat dilipatgandakan.
Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar
dapat diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik.(2)

2.6 EFEK SAMPING


Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis
yang sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek
samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya
dibatasi.(4)
Tabel 5. Efek Samping Kortikosterois Sistemik(7)
Tempat Macam Efek Samping
1. 1. Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi
gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis
regional, kolitis ulseratif.

16
2. 2. Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

3. 3. Susunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,


mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,
kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.

4. 4. Tulang Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis,


fraktur tulang panjang.

5. 5. Kulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis


6. akneiformis, purpura, telangiektasis.
7.
8. 6. Mata Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
9.
7. Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8. Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah

9. Kelenjar adrenal Atrofi, tidak bisa melawan stres


bagian kortek
10. Metabolisme protein, Kehilangan protein (efek katabolik),
KH dan lemak hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffalo
hump, perlemakan hati.
11. Elektrolit
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis,
tetani, aritmia kor)
12. Sistem immunitas
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan
herpes simplek, keganasan dapat timbul.

17
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat
menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka
bulan, buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae
atrofise, purpura, dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga
gangguan menstruasi, nyeri kepala, psedudotumor serebri, impotensi,
hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan aterosklerosis
dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.(7)

Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroid Sistemik(8)


Jika sistemik steroid telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek
samping yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:
 Gangguan tidur
 Meningkatkan nafsu makan
 Meningkatkan berat badan
 Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi
Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat
dari kortikosteroids termasuk : mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes
dan nekrosis aseptik yang pinggul.

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama(8)


 Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan
steroid, maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang
dihasilkan dari kelenjar di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA)
penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan,
kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau
trauma dapat mengakibatkan sakit parah.
 Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua,
orang-orang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan
diabetes atau masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah
tulang belakang, ribs atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini
terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan
lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari
pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.

18
 Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar
ketinggalan jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).
 Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
 Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha.
 Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
 Kenaikan lemak darah (trigliserida).
 Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
 Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan
berat badan dan gagal jantung.
 Kegoyahan dan tremor.
 Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan
katarak subcapsular posterior.
 Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,
kegembiraan, delirium atau depresi.
 Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
 Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi
diresepkan (misalnya tuberkulosis).
 Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-
inflamasi.
 Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit
kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi.

Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping,


hendaknya diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama
pada usia diatas 40 tahun dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit,
hitung jenis, L.E.D, urin lengkap kadar Na dan K dalam darah, gula darah
(seminggu sekali), foto toraks, apakah ada tuberkulosis paru (3bulan sekali).6

Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi


apabila.(5,7)
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat
atau penggunaan sangat oklusif.

19
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah
dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal
sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan
bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang
cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang
lebih paten. Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk
atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis
setempat, hipopigmentasi, dermatitis peroral.(5,7)
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa
tingkat yaitu(5,7)

Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik
dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan
pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan
penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.
Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
intrakutan.

Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.
Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah
akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu
blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata,
yang terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular
Efek ini termasuk :

20
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan
pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa
mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam


kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek
samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa
bulan/tahun) harus diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu
(6)

 Diet tinggi protein dan rendah garam


 Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K
 Obat anabolik
 ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH
sintetik yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada pemberian
kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan seminggu sekali
 Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari
 Antasida

2.7 KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan
relatif. Pada kontraindikasi mutlak, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada
keadaan infeksi jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas
biasanya kortikotropin dan preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif
kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai life saving drugs.
Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan
hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa,
positive purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic,
katarak, osteoporosis, kehamilan.(2,9)

21
2.8 PENGHAMBAT
Telah ditemukan beberapa zat yang dapat menghambat sekresi
kortikosteroid, antara lain yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
- Metirapon
Metirapon mempengaruhi sintesis kortikosteroid dengn jalan menghambat
langkah akhir (11-hidroksilasi) sintesis glukokortikoid yang menyebabkan
peningkatan 11-deoksikortisol sama seperti androgen adrenal dan
mineralokortikoid kuat, 11-deoksikortikosteron.
- Aminoglutetimid
Aminoglutetimid bekerja dengan jalan menghambat konversi kolesterol
menjadi pregnenolon. Akibatnya, sintesis semua steroid aktif berkurang.
Aminoglutetimid diberikan bersama dengan deksametason pada pengobatan
kanker payudara untuk mengurangi androgen dan produksi estrogen.
Aminoglutetimid juga berguna pada pengobatan keganasan korteks adrenal
untuk mengurangi sekresi steroid.
- Ketokonazol
Ketokonazol menghambat dengn kuat sintesis hormon gonad dan hormon
steroid.

22
BAB III
KESIMPULAN

Steroid, merupakan senyawa lipid larut-lemak yang disintesis dari


kolesterol. Zat ini diproduksi oleh ovarium, testis, plasenta, dan bagian luar
kelenjar adrenal, serta testosterone, estrogen, progesterone, aldosteron, dan
kortisol. Zat ini akan bersirkulasi dalam plasma yang mentranspor protein dalam
tubuh. 1
Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal
tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri
digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.
kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal.. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid.(2,4) Indikasi penggunaan kortikosteroid ada
dua yaitu terapi substitusi dan terapi non endokrin
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan
yaitu super poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang
mana terjadi induksi sintesis protein yang merupakan perantara efek fisiologis
steroid. Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal
yaitu : vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-
inflamasi.(9)
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang
lama dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan
sangat oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan
vaskular. Efek samping lokal yang terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae
atrofise, purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dan dermatitis perioral.(5,7)

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Roy Befi. Hormon steroid. 2014. Diunduh dari


https://id.scribd.com/doc/180054703/Mekanisme-Kerja-Hormon-Steroid
2. Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai
penerbit FKUI, 2007 ; 496-516
3. Tan Hoan Tjay. Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo-Gramedia, 2007 ; 723-736
4. Abidin Taufik. Oral Corticosteroid. 2009. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
5. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork;
Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327
6. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal
7. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008; 339-341
8. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Soetomo. Surabaya; 2001. Diunduh dari
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191
9. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya. 2009.
http://doctorology.net/?p=61

24

Anda mungkin juga menyukai