PENDAHULUAN
1
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
2
Gambar 1. Mekanisme kerja hormone steroid
3
digunakan untuk menentukan spesifitas steroid. Hormon steroid diangkut dalam
aliran darah secara terikat dengan protein spesifik. Pengikatan tersebut spesifik,
layaknya enzim dengan substrat. Steroid dapat diekskresikan melalui urin dan
empedu. Sebelum dieliminasi, steroid yang aktif akan dikonjugasikan sebagai
sulfat.
Hormon steroid merupakan salah satu hormone-hormon yang diisolasi dari
daerah korteks suprarenal..lebih dari empat puluh jenis steroid telah diisolasi dari
korteks suprarenal ini. Namun, dari empat puluh jenis steroid, hanya beberapa dari
steroid ini yang dapat dideteksi dalam darah. Yaitu tepatnya di pembuluh darah
vena yang jalurnya meninggalkan kelenjar suprarenal. Seharusnya, karena
meninggalkan kelenjar suprarenal, tentunya dalam darah yang diangkut oleh
pembuluh darah vena terdapat macam-macam hormone steroid yang memang
diisolasi di daerah korteks suprarenal. Namun hal itu tidak terjadi, karena
hormone-hormon lainnya sedang melakukan tahap sistesis hormone. Sehingga
tidak terbawa pada pembuluh darah vena yang meninggalkan daerah korteks
suprarenal. 1
4
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di
bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon
adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini
berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap
stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme
karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.8
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan
bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona
fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa.
Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.(2)
1. Glukokortikoid
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya
terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata,
sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak
berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan
glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.(2,4)
Kortisol adalah glukokortikoid yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal yang
membantu memelihara homeostasis dengan mengatur banyak enzim di seluruh
tubuh. Selama periode stres, kortisol memainkan peran penting dalam
meningkatkan kadar glukosa darah dan meningkatkan tekanan darah. Secara klinis
kortisol dan derivatnya sering digunakan untuk sifat imunosupresannya. Obat ini
juga penting untuk pasien dengan defisiensi adrenal.(2)
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan sering dipakai.
Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
a. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang
cukup memadai.
b. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
c. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
d. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel,
losio, salep berlemak (fatty ointment).
5
2. Mineralokortikoid
Golongan mineralokortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air
dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar
sangat kecil. Prototip pada golongan ini ialah desoksikortikosteron. Umumnya
golongan mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat antiinflamasi yang berarti
kecuali 9 alfa-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah
digunakan sebagai obat antiinflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan
elektrolit terlalu besar. Aldosteron adalah mineralokortikoid yang utama, zat ini
menahan natrium (dan kemudian air) dalam darah. Zat ini dirangsang dalam jalur
renin-angiotensin.(2)
2.3 FARMAKOKINETIK
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus
disintesis terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk
beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya
disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan
kecepatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia. (2)
Pada pemeriksaan sampel dengan tes saliva sebanyak 4 kali dalam satu
hari yaitu sebelum sarapan pagi hari, siang, sore hari dan pada malam hari
sebelum tidur. Pada pagi hari kadar kortisol yang paling tinggi dibandingkan
waktu lainnya yang membuat orang menjadi lebih semangat dalam menjalani
6
aktivitasnya. Orang yang ssehat pengeluaran kortisol mengikuti kurva dimana
dapat dibuat grafik mulai menurunnya kadar kortisol hingga kadar terendah yaitu
pada pukul 11 malam dibuktikan dengan seseorang yang dapat beristirahat dengan
cukup.
7
Tabel 2. Pembagian kortikosteroid berdasarkan masa kerjanya.(2)
Waktu Paruh Potensi Dosis
Massa Kerja (T 1/2) Kortikosteroid Retensi Anti Ekivalen
natrium inflamasi (mg)
Singkat 8-12 jam Kortisol 1 1 20
(< 12 jam) (hidrokortison)
0,8 0,8 25
Kortison
Kortikosteron
15 0,35 -
Sedang 12-36 jam 6-alfa- 0,5 5 4
(Intermediate) metilprednisolon
125 10 -
Fludrokortison
(mineralokortikoid)
0,8 4 5
Prednison
0,8 4 5
Prednisolon
0 5 4
Triamsinolon
Lama 36-72 jam Parametason 0 10 2
(>36 jam)
Betametason 0 25 0,75
Deksametason 0 25 0,75
8
Mometason furoat 0,1%
Desoksimetason 0,05%
Triamsinolon asetonid 0,1%
Betametason dipropionat 0,05%
Potensi kuat Triamsinolon asetonid 0,5%
Mometason furoat 0,1%
Desoksimetason 0,05%
Potensi sangat kuat Diflukortikolon valerat 0,03%
Klobetasol propionate 0,05%
9
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05%
Betamethasone valerate 0,01%
IV Triamcinolone acetonide 0,1%
Flurandrenolide 0,05%
Potensi medium Mometasone furoate 0,1%
Fluacinolone acetonide 0,025%
Hydrocortisone valerate 0,2%
V Flurandrenolide 0,05%
Fluticasone propionate 0,05%
Prednicarbate 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Potensi medium Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,025%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
Hydrocortisone valerate 0,2%
VI Aclometasone 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Potensi medium Hydrocortisone butyrate 0,1%
Fluocinolone acetonide 0,01%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
VII Potensi lemah Obat topikal dengan hidrokortison,
deksametason, glumetalon,
prednisolon, dan metilprednisolon
10
2.5 INDIKASI
Indikasi penggunaan kortikosteroid ada dua yaitu :
1. Terapi substitusi
Pemberian kortikosteroid disini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan
akibat insufisiensi sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi/struktur
adrenal (insufisiensi primer) atau hipofisis (insufisiensi sekunder).
2. Terapi non-endokrin
Dasar pemberian kortikosteroid disini adalah efek antiinflamasinya dan
kemampuan menekan reaksi imun pada beberapa penyakit yang bukan
merupakan kelainan adrenal atau hipofisis misalnya penyakit alergi,
penyakkit kulit yang penyebabnya autoimun atau penyakit lain yang
dasarnya adalah reaksi imun.
11
c. Karditis reumatik
Kortikosteroid hanya digunakan untuk keadaan akut pada pasien yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan salisilat saja atau sebagai terapi
permulaan pada pasien dalam keadaan sakit keras dengan demam,
payah jantung akut, aritmia dan perikarditis. Diberikan prednisone 40
mg sehari dalam dosis terbagi. Sesudah kortikosteroid dihentikan
salisilat tetap diteruskan larena sering terjadireaktivasi penyakit.(1)
d. Penyakit ginjal
Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik, prednisone 60
mg seharidalam dosis terbagi diberikan selama 3-4 minggu.(2)
e. Penyakit kolagen
Glukokortikoid dapat menurunkan morbiditas dan memperpanjang
masa hidup pasien poliartritis nodusa dan granulomatosis Wegener
serta sangat effektif untuk penyakit kolagen lainnya seperti lupus
eritematosus sistemik, polimiosistis dan dermatomiositis.(2)
f. Asma bronkhiale dan penyakit saluran nafas lainnya
Kortikosteroid diberikan pada serangan akut asma untuk mengatasi
reaksi radang yang selalu terjadi pada saat serangan asma.
Glukokortikoid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator.
Tetapi sebagai antiinflamasi obat ini bekerja sekaligus menghambat
produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosanoid,
menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di
jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular. Glukokortikoid
inflamasi sangat efektif karena obat langsung sampai ke target organ
dan resiko efek samping sangat rendah dibandingkan pemberian secara
sistemik. Ada lima preparat yang berbentuk inhalasi yaitu
beklometason dipropionat, triamsinolon asetonid, flunisolid,
budesonid, flutikason propionate.(2)
Pada status asmatikus atau asma kronis yang berat, glukokortikoid
dosis besar harus segera diberikan (metal prednisolon-Na-suksinat 60-
100 mg setiap 6 jam dapat diberikans secara IV). Bila gejala mereda,
diikuti pemberian prednisolon oral 40-60mg/hari. Dosis diturunkan
12
bertahap samapai hari ke-10 terapai dapat dihentikan. Terapi non-
steroid dapat diberikan setelah keadaan mereda.(2)
g. Penyakit alergi
Penyakit alergi misalnyahy-feer, penyakit serum, urtikaria, dermatitis
kontak, reaksi obat, edema angioneurotik dapat diatasi dengan
glukokortikoid sebagai obat tambahan disamping obat primernya. Pada
reaksi yang gawat misalny anafilaksis dan edema angioneurotik glottis,
diperlukan pemberian adrenalin segera. Pada keadaan yang
mengancam jiwadapat diberikan kkortikosteroid IV (deksametason
natrium fosfat 8-12 mg). penyakit yang tidak begitu berat, anti
histamine masih menjadi obat pilian utama.(2)
h. Penyakit mata
Kortikosteroid dapat mengatasi gejala inflamasi mata bagian luar dan
pada segmen anterior. Umunya dipakai larutan deksametason fosfat
0,1% pagi dan siang. Dan salep mata deksametason fosfat 0,05%
padaa malam hari. Obat ini akan mencapai kadar terapi dalam cairan
mata. Sedangkan gangguan mata bagian posterior lebih baik diberikan
sistemik dengan 30 mg prednisone oral per hari dalam dosis terbagi.(2)
Kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan intraocular bila digunakan
lebih dari dua minggu, tidak boleh digunakan pada konjungtivitis
akibat bakteri, virus ataupun jamur karena menimbulkan masking
effect. infeksi dapat menjalar terus kebelakang dan dapat menimbulkan
kebutaan, tidak boleh digunakan pada herpes simplkes mata karena
dapat menimbulkna kekeruhan kornea yang menetap, dan pada laserasi
atau abrasio mata akibat trauma, kortikosteroid topikal dapat
memperlambat penyembuhan dan menyebarkan infeksi dan merupakan
kontraindikasi relative pada pasien glaucoma sudut sempit.(2)
i. Penyakit kulit
Kortison dan prednisone baru aktif sesudah diubah dalam hati menjadi
derivate hidronya yakni hidrokortison dan prednisolon. Dikulit dan
sendi pengubahan tersebut tidak terjadi maka untuk salep/krem dan
13
injeksi intra-artikulerselalu harus digunaan hidrokortison dan
prednisolon.(2)
Bermacam-macam kelainan kulit dapat diobati dengan sediaan steroid
topical. Misalnya erupsi eksematosa dapat diatasi dengan salep
hidrokortison 1%. Pada penyakit akut dan berat serta pada
eksakserbasi penyakit kulit kronik, krotikosteroid diberikan secara
sistemik (prednisone 40 mg/hari). Pada pemfigus, pemberian
prednisone dapat mencapai 120 mg, dan pada kasus ini kortikosteroid
bersifat live saving. Pemberian topical harus disadari kemungkinan
timbulnya efek merugikan, misalnya kulit yang menipis.(2)
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan
obat pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa
kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit
kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan
akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada
anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan
kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,
dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis
dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.(5,6,7,8)
j. Penyakit hepar
Berdasarkan uji klinis glukokortikoid dapat memperpanjang
hiduppasien nekrosis hepar subakut dan hepatitis kronik aktif, hepatitis
alkoholik dan sirosis non-alkoholik.(2)
k. Keganasan
Leukemia limfositik akut dan limfoma dapat diatasi dengan
gukokortikoid Karen efek antilimfositiknya. Pendapat lain
mengatakan, glukokrtikoid mensupresi korteks adrenal sehingga
menurunkan produksi androgen yang merupakan precursor estrogen
yang menstimulasi tumor.(2)
14
l. Gangguan hematologic
Steroid dapat mengurangi hemolisis pada anemia hemolitik auto-imun
dan dapat mencegah perdarahan pada Idiopatic Trombositopenic
Purpura.(2)
m. Syok
Pada syok anafilaktik manfaat yaitu membuat adrenalin bekerja lebih
baik mengatasi syok, adrenalin tetap merupakan obat utama yang harus
diberikan. untuk syok septic dapat diberikan hidrokortison 300 mg IV,
ada pula yang menggunakan deksametason 3-5 mg/kgBB dalam
bentuk bolus. Untuk syok kardiogenikdiberikan deksametason20-50mg
IVdiulang sesudah 1-2 jam.(2)
n. Edema cerebral
Berdasarkan uji klinik glukokoprtikoid sangat efektif uktuk mencegah
atau mengobati edema cerebralkarena parasit atau tumor otak.(2)
o. Gangguan sumsum tulang belakang (spinal cord injury)
Berdasarkan uji klinik, metal prednisolon dosis besar (30 mg/kgBB
dilnjutkan infuse 5,4 mg/kgBB per jam selama 23 jam) akan
mengurangi gejala neurologis.(2)
Sebelum obat ini digunakan ada 6 prinsip terapi yang harus diperhatikan :
1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan
dengan tiral and error dan harus dievaluasi sesuai dengan perubahan
penyakit.
2. Suatu dosis tunggal dan besar dari kortikosteroid umumnya tidak
berbahaya.
3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis
yang sangat besar.
4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga
dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal
akan bertambah (dosis ekivalen hidrokortisol 100 mg/hari lebih dari 2
minggu hampir selalu menimbulkan iatrogenikc cushing syndrom),
15
bila terpaksa pasien harus diberi juga, maka harus diberi diet tinggi
protein dan kalium serta awasi pengaruhnya terhadap metabolisme
terutama bila terdapat penyakit penyerta misalnya diabetes,
osteoporosis atau lambatnya penyembuhan luka.
5. Penggunaan kortikoteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun
kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti inflamasinya.
6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan
dapat mengancam jiwa pasien.
16
2. 2. Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.
17
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat
menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka
bulan, buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae
atrofise, purpura, dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga
gangguan menstruasi, nyeri kepala, psedudotumor serebri, impotensi,
hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan aterosklerosis
dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.(7)
18
Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar
ketinggalan jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).
Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha.
Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
Kenaikan lemak darah (trigliserida).
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan
berat badan dan gagal jantung.
Kegoyahan dan tremor.
Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan
katarak subcapsular posterior.
Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,
kegembiraan, delirium atau depresi.
Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi
diresepkan (misalnya tuberkulosis).
Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-
inflamasi.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit
kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi.
19
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah
dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal
sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan
bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang
cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang
lebih paten. Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk
atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis
setempat, hipopigmentasi, dermatitis peroral.(5,7)
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa
tingkat yaitu(5,7)
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik
dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan
pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan
penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.
Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.
Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah
akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu
blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata,
yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
20
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan
pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa
mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
2.7 KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan
relatif. Pada kontraindikasi mutlak, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada
keadaan infeksi jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas
biasanya kortikotropin dan preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif
kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai life saving drugs.
Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan
hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa,
positive purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic,
katarak, osteoporosis, kehamilan.(2,9)
21
2.8 PENGHAMBAT
Telah ditemukan beberapa zat yang dapat menghambat sekresi
kortikosteroid, antara lain yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
- Metirapon
Metirapon mempengaruhi sintesis kortikosteroid dengn jalan menghambat
langkah akhir (11-hidroksilasi) sintesis glukokortikoid yang menyebabkan
peningkatan 11-deoksikortisol sama seperti androgen adrenal dan
mineralokortikoid kuat, 11-deoksikortikosteron.
- Aminoglutetimid
Aminoglutetimid bekerja dengan jalan menghambat konversi kolesterol
menjadi pregnenolon. Akibatnya, sintesis semua steroid aktif berkurang.
Aminoglutetimid diberikan bersama dengan deksametason pada pengobatan
kanker payudara untuk mengurangi androgen dan produksi estrogen.
Aminoglutetimid juga berguna pada pengobatan keganasan korteks adrenal
untuk mengurangi sekresi steroid.
- Ketokonazol
Ketokonazol menghambat dengn kuat sintesis hormon gonad dan hormon
steroid.
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24