Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Anatomi Fisiologi
a. Testis
Terletak di dalam skrotum.Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan
sperma dan membuat testosteron (hormon seks pria yang utama)
b. Saluran
1) Epididimis fungsinya mengumpulkan sperma dari testis dan
menyediakan ruang serta lingkungan untuk proses pematangan
sperma.
2) Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari
epididimis.
3) Uretra punya 2 fungsi: Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan
air kemih dari kandung kemih. Bagian dari sistem reproduksi
yang mengalirkan semen.
4) Vesicula Seminalis adalah sepasang kantong yang memproduksi
60% cairan air mani dimana air sperma diangkut, cairan ini digunakan
untuk menyediakan nutrisi bagi sperma.
c. Kelenjar
1) Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang merupakan sumber
makanan bagi sperma.
2) Kelenjar Cowper menghasilkan cairan berwarna bening menuju
saluran kencing saat rangsangan seksual sebelum ejakulasi
dan orgasme.
d. Organ Genitalia Eksterna
Organ Genitalia eksterna terdiri atas :
1) Penis terdiri dari:
a) Akar (menempel pada didinding perut)
b) Badan (merupakan bagian tengah dari penis
c) Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).
d) Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air
kemih) terdapat di ujung glans penis.
2) Dua rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus,
terletak bersebelahan.

1
3) Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi
uretra.Jika terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan
tegak (mengalami ereksi).
4) Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan
melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol
suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis
harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
suhu tubuh.

2. Definisi
Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan
yang dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan
pembengkakan tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014).

Hidrokel adalah penyebab umum dari pembengkakan skrotum dan


disebabkan oleh ruang paten di tunika vaginalis. Hidrokel terjadi ketika ada

2
akumulasi abnormal cairan serosa antara lapisan parietal dan visceral dari
tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Parks & Leung, 2013).

Hidrokel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan


limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau
dua kantung buah zakar (Kemenkes RI, 2013).

3. Epidemiologi
Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup
dan lebih sering terjadi pada bayi prematur. Lokasi tersering adalah di
sebelah kanan, dan hanya 10% yang terjadi secara bilateral. Insidensi
menurun seiring dengan bertambahnya umur. Risiko hidrokel lebih tinggi
pada bayi prematur dengan berat badan lahir kurangdari 1500 gram
dibandingkan dengan bayi aterm.

4. Klasifikasi
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya
yaitu:
a. Hidrokel primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum
embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika
vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan
sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorpsi.

b. Hidrokel sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat
dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar
limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini
dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan
mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan
berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup
oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Berdasarkan kejadian:
a. Hidrokel akut

3
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri.
Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel
polimorf.
b. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan
dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan
beberapa macam hidrokel, yaitu
a. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
b. Hidrokel funikulus.
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial
dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar
kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap
sepanjang hari.
c. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel
terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen

5. Etiologi
a. Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan
karena:
1) belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi
aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis.
2) Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
b. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer)
dan sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan
kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya
sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada

4
testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada
testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan
yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di
dalam funikulus spermatikus.

6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang
tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan-
akan sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak
terlihat skrotum membesar dan agak tegang. Pasien mengeluh adanya
benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.

7. Patofisiologi
Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun
ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak
menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga
terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan
menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik
disekitar. Hidrokel cord terjadi ketika processus vaginalis terobliterasi di
atas testis sehingga tetap terdapat hubungan dengan peritoneum, dan
processus vaginalis mungkin tetap terbuka sejauh batas atas scrotum. Area
seperti kantung di dalam canalis inguinalis terisi dengan cairan. Cairan
tersebut tidak masuk ke dalam scrotum.
Cairan yang seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah
terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah
penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-
menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam
funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari
tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.

5
Selama perkembangan janin,
Belum testis terletak
sempurnanya di sebelah bawah ginjal, di dalam rongga peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis
penutup
Belum sempurnanya sistem
prosesustestis
inguinalis ke dalam scrotum, vaginalis
diikuti dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung,limpatik
yang dikenal sebagai
daerah skrotum
processus vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord tanpa lumen. Ujung distal dari
procesus vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi testis, yang dikenal sebagai tunika vaginalis. Normalnya, region inguinal
dan scrotum tidak saling berhubungan dengan abdomen. Organ viscera intraabdominal maupun cairan peritonel seharusnya tidak
dapat masuk ke dalam scrotum ataupun canalis inguinalis. Bila procesus vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent
processus vaginalis peritonei (PPPVPPathway

6
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang
Aliran cairan dapat dilakukan pada pasien dengan hidrokel
peritoneum
Gangguan keseimbangan produksi &
adalah sebagai berikut: reabsorsi cairan limpatik
a. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting untuk menemukan
Akumulasi cairan di dalam skrotum
massa skrotum. Pemeriksaan ini dilakukan didalam suatu ruangan yang
gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum.Hidrokel
StrukturUsia ≥ 1,5Tindakan
tahun
Luka insisi
vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi
tidak ada perbaikan
operasi
sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
Adanya benjolan pada
Adanya
skrotum
post de entry
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel. mikroorganisme
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum
MK. Resiko infeksi
Benjolan
dan membantu melihat adanya membesar
hernia, Ketidaknyamanan
kumpulan cairan Rengangan
(hidrokel), pada bayi
vena kulit skrotum

abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.


Gesekan dengan
Mendesak saluran urin Respon & prilaku buruk terhada lingkung
9. Pencegahan popo /saat aktivitas
Hidrokel pada bayi baru lahir tidak dapat dicegah karena kondisi telah
MK. Disintregasi
MK. Gangguan
berkembang sebelum kelahiran. perawatan sebelum bayi lahir Kerusakan
NamunEliminasi dapat lapisan kulit
Urin perilaku bayi
dilakukan untuk membantu mencegah hidrokel pada bayi laki-laki. Pada
Masa yangMK. Resiko kerusakan intregitas kulit
berat
laki-laki dewasa, untuk mencegah hidrokel sebaiknya menghindari daerah
kelamin dari cedera misalnya mengikuti aturan keselamatan ketika sedang
berolahraga. Pilihan gaya hidup sehat,Tertariknya kulitmakan-makanan
berolahraga, skrotum
MK.saat
Gangguan
perubahan
kenyamanan/nyeri
yang
posisi
bergizi seimbang, dan menghindari penyakit menular seksual juga
dianjurkan untuk membantu mencegah hidrokel (Belville & Swierzewski,
2011).

10. Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel menurut Mursalim (2012) adalah:
a. Aspirasi
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka
kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa
infeksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah
sebagai berikut:
1) Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
2) Indikasi kosmetik

7
3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu
pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
b. Hidrokelektomi
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena
seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada
saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel
testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan
marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau aplikasi
kantong hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan
ekstirpasi hidrokel secara in toto. Pada hidrokel tidak ada terapi khusus
yang diperlukan karena cairan lambat laun akan diserap, biasanya
menghilang sebelum umur 2 tahun. Tindakan pembedahan untuk
mengangkat hidrokel ini bisa dlakukan anestesi umum ataupun regional
(spinal). Indikasi operasi perbaikan hidrokel menurut Noviana (2011)
adalah sebagai berikut:
1. Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
2. Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
3. Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan
pembuluh darah
4. Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)
Penatalaksanaan Post Operasi
Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat. Terapi yang dapat
diberikan menurut Noviana (2011) antara lain sebagai berikut:
a. Analgetik
1) Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam
2) Paracetamol 15 mg/kg setiap 6-8 jam;
3) Hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko
apneu
4) Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap 6-8 jam
b. Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang harus
dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari
scrotum, dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan
cryptorchidism sekunder.
c. Aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.

11. Komplikasi

8
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis
sehingga menimbulkan atrofi testis (Purnomo, 2010). Komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien dengan hidrokel yaitu:
a. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi;
b. Mengganggu kesuburan dan fungsi seksual pasien;
c. Infeksi testi;
d. Kompresi pada peredaran darah testis.

12. Prognosis
Prognosis pasien dengan hidrokel yang telah dilakukan terapi operasi,
angka rekurensinya kurang dari 1%.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identittas
Identitas meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no
RM, diagnosa medis, ditambah lagi dengan identitas penanggung jawab.
b. Status Kesehatan
1) Status kesehatan saat ini
Nyeri pada bagian genetalianya khususnya skrotum, biasanya terasa
kaku dan besar, serta sering kali klien mengeluh tidak bisa ereksi dan
setelah dilakukan operasi terasa nyeri pada skrotum karena bekas
operasi.
2) Status kesehatan masa lalu
Bagaimana status kesehatan masa lalu berupa kelainan pada saat bayi,
riwayat kecelakaan pada bagian skrotum, riwayat mengonsumsi obat-
obatan, perkembangan saat anak-anak dan riwayat, riwayat imunisasi
c. Pola Kebutuhan Dasar

9
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status
kesehatan dan praktek pencegahan penyakit, riwayat tumbuh kembang
dan keamanan atau proteksi. Bagaimana manajemen pasien dalam
memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol, dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Yang dikaji dalam nutrisi yaitu bagaimana nutrisi pada saat sebelum
masuk rumah sakit maupun sesudah masuk rumah sakit. Dalam hal ini
yang perlu dikaji adalah kuantitas dan jenis makanan atau formula
yang dikinsumsi setiap hari (gunakan pencatatan makanan per 24
jam), masalah dengan pemberian makanan, konsumsi suplemen
vitamin, perilaku diet termasuk citra tubuh, jenis diet, frekuensi
pertambahan berat badan, atau tindakan muntah yang disengaja.
3) Pola eliminasi
Yang dikaji adalah kebiasaan BAK dan BAB (frekuensi, jumlah,
warna, bau, nyeri, kemampuan mengontrol air kecil, adanya
perubahan-perubahan lain), kemampuan perawatan diri, penggunaan
bantuan untuk ekskresi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang pola latihan, keseimbangan,
tipe dan keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan di rumah dan
aktivitas saat RMS. Pengkajian untuk aktivitas disini adalah
kemampuan perawatan diri, makan/minum, mandi, toileting,
berpakian, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi ROM.
Dimana disini ada skor untuk tiap aktivitas yang dilakukan yaitu :
0 : Mandiri
1 : Alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung total.
5) Kognitif dan persepsi
Menggambarkan penginderaan khusus (penglihatan, pendengaran,
rasa, sentuh, bau), penggunaan alat bantu (seperti: kacamata, alat
bantu dengar), perubahan dalam penginderaan, persepsi akan

10
kenyamanan, alat bantu untuk menurunkan rasa tidak nyaman, tingkat
pendidikan, kemampuan membuat keputusan.
6) Persepsi - konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti
harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan
gambaran akan dirinya. Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi :
(Harga diri, Ideal diri, Identitas diri, Gambaran diri).

7) Pola tidur dan istirahat


Pengkajian pola tidur dan istirahat harus mencakup waktu mulai tidur
dan bangun, kualitas tidur, riwayat tidur siang, keyakinan budaya,
penggunaan alat mempermudah tidur, jadwal istirahat dan relaksasi,
gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi,
misalnya: nyeri.
8) Pola peran dan hubungan
Mengkaji hubungan pasien dengan keluarga dan orang sekitar baik-
baik saja atau tidak dan dapat berkomunikasi menggunakan bahasa
verbal maupun non verbal.
9) Pola seksual – reproduksi
Masalah atau problem seksual, gambaran perilaku seksual seperti
(perilaku seksual yang aman), pengetahuan tentang seksualitas dan
reproduksi, dampak pada status kesehatan, riwayat menstruasi dan
reproduksi.
10) Pola toleransi stress – koping
Penyebab stress belakangan ini, penetapan tingkat stress, gambaran
umum dan spesifik respon stress, strategi mengatasi stress yang biasa
digunakan dan efektifitasnya, perubahan kehidupan dan kehilangan,
strategi koping yang biasa digunakan, penilaian kemampuan
pengendalian akan kejadian-kejadian yang dialami, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress, hubungan antara manajemen
stress terhadap dinamika keluarga.
11) Pola nilai kepercayaan
Latar belakang budaya atau etnik status ekonomi, perilaku sehat yang
berkaitan dengan kelompok budaya atau etnik, tujuan kehidupan, apa

11
yang penting bagi klien dan keluarga, pentingnya agama, dampak
masalah kesehatan pada spiritualitas

d. Pengkajian Fisik
1) Keadaan umum
Benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri dan post operasi nyeri
pada area genitalia.
2) Keadaan fisik (Data fokus)
Genetalia: Benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan
pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.
a) Inspeksi: terdapat benjolan yang hanya ada di scrotum, bila
dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat transulen.
b) Auskultasi: pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus.
c) Palpasi: hidrokel terasa seperti kistik, hidrokel tidak dapat
didorong.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik pada kulit
jaringan pasca trauma pembedahan
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya insisi pasca
operasi dan program pembatasan gerak
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif luka post
operasi
e. Resiko perdarahan berhubungan dengan insisi post operasi

12
3. Intervensi

NO No.Dx TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nyeri (lokasi, frekuensi, 1. Memberikan data dasar untuk
keperawatan selama ...x24 jam durasi, dan intensitas nyeri). menentukan dan mengevaluasi
diharapakan nyeri pasien intervensi yang diberikan.
2. Observasi tanda-tanda vital. 2. Untuk mengetahui
berkurang atau hilang.
perkembangan keadaan umum
Kriteria hasil :
pasien.
1. Klien tampak rileks.
2. Skala nyeri 0-3 3. Berikan posisi yang nyaman/ 2. Menurunkan stimulus
semi fowler. terhadap renjatan nyeri.
3. Ajarkan tekhnik relaksasi, 3. Meningkatkan relaksasi
seperti napas dalam, visualisasi, dan yang dapat menurnkan rasa
bimbingan imajinasi. nyeri klien.
4. Kolaborasi dengan dokter 4. Sebagai profilaksis
dalam pemberian analgesik. untuk menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri dan
spasme otot.
2 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan perawatan luka pasca 1. Untuk mengevaluasi
keperawatan selama ... x 24 jam operasi secara teratur. penyembuhan dan
diharapkan tidak ada gangguan meminimalkan komplikasi.
2. Bantu latihan rentan gerak khusus 2. Mencegah perubahan bentuk.
mobilitas fisik, dengan kriteria
untuk area yang sakit dan yang tidak

13
sakit mulai secara dini.

3. Dorong latihan aktif atau 3. Meningkatkan kekuatan


isometrik untuk paha atas dan lengan otot untuk pemindahan.
atas.
4. Kaji derajat imobilitas yang 4. Pasien mungkin dibatasi
dihasilkan oleh adanya luka post oleh pandangan diri atau
hasil : operasi di daerah genetalia persepsi tentang keterbatasan
1. Menyatakan pemahaman fisik.
individual dan tindakan 5. Bantu atau dorong perawatan 5. Meningkatkan kekuatan

keamanan diri. otot dan sirkulasi.


2. Menunjukan keinginan 6. Berikan atau bantu dalam 6. Mobilisasi dini

berpartisipasi dalam aktivitas. mobilisasi dengan kursi roda. menurunkan komplikasi tirah
3. Mempertahankan posisi baring.
3 3 Setelah dilakukan tindakan
fungsi. 1. Monitor kemampuan perawatan diri 1. untuk memnentukan kebutuhan
keperawatan selama ...x24 jam pasien secara mandiri. tindakan pasien selanjutnya.
2. Berikan lingkungan yang terapeutik 2. Untuk embantu memfasilitasi
diharapkan pasien dapat
dengan memfasilitasi diri mandi kebutuhan mandi pasien.
melakukan aktivitas perawatan
pasien.
diri secara mandiri dengan kriteria
3. Dorong pasien untuk 3. Untuk meningkatkan
hasil :
melakukan aktivitas normal sehari- kemmapuan ADL pasien.
1. ADL pasien terpenuhi
2. Mampu membersihkan hari sampai batas kemampuan
pasien.

14
4. Ajarkan keluarga untuk 4. Keluarga merupakan
berpartisipasi dalam membantu orang terdekat pasien.
tubuh secara mandiri
pasien dalam melakukan ADL.
4 4 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan luka bekas 1. Mengidentifikasi adanya infeksi.
keperawatan selama ...x 24 jam operasi. (lubor, kalor, dolor, tumor,
diharapkan klien tidak fungsiolaisa)
2. Berikan perawatan luka pasca 2. Untuk menjaga kebersihan luka
menunjukkan tanda - tanda
operasi secara teratur. pasien agar mempercepat
infeksi dengan kriteria hasil :
penyembuhan luka.
1. Klien tidak mengalami
3. Gunakan tehnik septik dan 3. Mencegah terpajan
infeksi.
2. Dapat mencapai waktu aseptik selama perawatan luka. organisme infeksius.
4. Tekankan tehnik cuci tangan 4. Mencegah kontaminasi
penyembuhan.
3. Tanda – tanda vital dalam yang baik untuk setiap individu yang silang dan menurunkan resiko

batas normal dan tidak ada kontak dengan pasien. penyebaran infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter 5. Untuk mencegah infeksi
tanda-tanda shock.
untuk memberi obat antibiotik. dan membantu proses
penyembuhan.
5 5 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor risiko terjadinya pendarahan 1. Untuk mengdeteksi secara dini
keperawatan selama ... x 24 jam tanda-tanda pendarahan
2. Lindungi pasien dari trauma yang 2. Trauma dapat meningkatkan
diharapkan pasien tidak
dapat menyebabkan pendarahan. risiko terjadinya pendarahan.
mengalami pendarahan pasca
3. Intruksikan pasien untuk 3. Vitamin K berperan
pembedahan dengan kriteria
meningkatkan makanan yang kaya dalam proses penyembuhan luka

15
akan vitamin K. sehingga meminimalkan
terjadinya pendarahan.
4. Kolaborasi dengan dokter 4. Obat dapat membantu
hasil : pemberian obat misalnya antasida penyembuhan secara cepat.
1. Tekanan darah pasien dalam jika diperlukan.
batas normal.

16
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan.
Implementasi merupakan tahap pengerjaan atau tindakan dari intervensi
yang telah disusun. Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi
yang dilakukan.

5. Evaluasi
a. Dx 1: Nyeri berkurang atau hilang
b. Dx 2: Tidak ada gangguan mobilitas fisik
c. Dx 3: Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara
mandiri
d. Dx 4: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
e. Dx 5: Pasien tidak mengalami pendarahan pasca pembedahan

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrokel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang
dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembengkakan
tunika vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014). Disebabkan oleh
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis. Dengan gambaran klinis Pasien mengeluh
adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan
pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi.
Hidrokel pada bayi baru lahir tidak dapat dicegah karena kondisi telah
berkembang sebelum kelahiran. Pada laki-laki dewasa, untuk mencegah
hidrokel sebaiknya menghindari daerah kelamin dari cedera misalnya
mengikuti aturan keselamatan ketika sedang berolahraga.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa/i
Kepada mahasiswa diharapkan agar makalah ini dapat berguna dalam
melakukan intervensi asuhan keperawatan khusunya dalam manajemen
nyeri sehingga ada intervensi baru dalam pemberian asuhan keperawan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Kepada institusi pendidikan penyusun sangat mengharapkan agar makalah
ini dapat ditinjau kembali demi kesempurnaan dan kelayakan dari makalah
ini

18

Anda mungkin juga menyukai