SUNKAMI TERIMASELLA
G1D116086
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “COORDINATION OF BENEFIT”. Makalah ini dibuat untuk melengkapi
Tugas Asuransi Kesehatan Semester Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan penilis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini banyak hambatan dan tantangan yang penulis dapatkan,
namun atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak serta motivasi yang tidak ada
henti-hentinya disertai harapan yang optimis yang kuat sehingga saya dapat mengatasi
semua itu. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan
bagi para pembaca. Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................... 1
1.3 Manfaat .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah.................................................................................... 3
2.2 Definisi COB............................................................................ 5
2.3 ................................................................................................ 6
2.4 ................................................................................................ 6
2.5 ................................................................................................ 8
2.6 ................................................................................................ 9
BAB III
3.1 Kesimpulan..............................................................................13
BAB IV
4.1 Penutup...................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah penulisan makalah ini, penulis bertujuan makalah ini dapat menjadi jawaban
dari rumusan masalah diatas dan bermanfaat bagi para pembaca dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Coordination of Benefit di Indonesia berpacu dengan Jaminan Kesehatan
Nasional. Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) maka Indonesia mengalami reformasi dalam
pembiayaan Kesehatan meskipun demikian kebijakan ini tetap memberikan peluang
kepada Asuransi Komersial untuk bersinergi melaksanakan JKN sebagai mitra dengan
melaksanakan skema Coordination of Benefit (COB).
UU NO 40 TAHUN 2004
Pasal 23
(1) Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada
fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat
guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial wajib memberikan kompensasi.
(4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di
rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden.
Pasal 24
Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar
sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus
dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
KOORDINASI MANFAAT
Pasal 27
(1) Peserta Jaminan Kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan.
CoB BPJS diharapkan jadi solusi kendala di lapangan bagi nasabah asuransi
yang saat ini punya dua produk asuransi, yaitu BPJS Kesehatan dan asuransi swasta.
Nasabah yang ikut dua program asuransi, maka untuk klaim medis menjadi tanggungan
BPJS Kesehatan, namun jika melebihi plafon yang ditentukan maka biaya akan
ditanggung oleh asuransi swasta lainnya yang dia ikuti. Hanya satu asuransi swasta aja
yang diperkenankan, walaupun saat ini ada begitu banyak asuransi swasta yang sudah
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (Rahman, 2018)
Dengan adanya skema CoB, maka kesdaran masyarakat untuk ikut asuransi
makin tinggi sehingga memperluas pangsa pasar asuransi karena masyarakat makin
sadar bahwa BPJS Kesehatan bisa jadi belum mencukupi kebutuhan mereka sehingga
bagi yang punya dana lebih bisa ikut tambahan asuransi swasta. Skema CoB ini akan
membuat mereka makin nyaman dalam ikut doubel program asuransi seperti itu.
Perusahaan yang mendaftarkan karyawannya pada asuransi swasta tambahan juga akan
punya nilai tambah di mata karyawannya, proses saat ini juga mudah, cukup satu pintu
melalui pembayaran dan proses di BPJS tersebut.
COB ini sesuai tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016, yang
isinya:
BPJS Kesehatan dan asuransi komersial tidak dapat langsung mengawinkan manfaat
dari kedua jaminan tersebut. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang dituju dan asuransi komersial, peserta koordinasi manfaat tidak bisa memilih
rumah sakit sesuai dengan keinginannya. Selain permasalahan sistem rujukan dan
terbatasnya fasilitas kesehatan yang melayani peserta koordinasi manfaat, ada
permasalahan double cost yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan dimana perusahaan
harus membayar premi dua asuransi bagi karyawannya namun manfaat yang didapatkan
hanya satu.
Hal ini tidak berlaku bagi peserta asuransi biasa. Mereka bisa saja langsung ke RS tanpa
harus melalui tahapan faskes tingkat pertama dan seterusnya. Bagi sebagian orang,
kepraktisan seperti ini sangat penting meski membayar asuransi swasta dengan premi
yang lebih mahal untk mendapatkannya.
Hal yang ditanggung
Kedua, dalam prakteknya saat ini, ternyata tidak semua obat dan layanan untuk peserta
BPJS Kesehatan ditanggung. Dalam banyak kasus, keluarga pasien harus membeli obat-
obat tertentu yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Terkadang keluarga pasien
harus kesana-kemari mencari obat-obat tesebut padahal pasien sudah membutuhkannya.
Bila keluarga pasien tidak memiliki persediaan uang pada saat itu, maka akibatnya bisa
fatal.
Pengguna asuransi swasta umumnya ditanggung sesuai dengan premi yang dibayarkan.
Selisih atau kekurangan pembayaran baru diperhitungkan secara kumulatif setelah
pasien akan meninggalkan RS.
BPJS Kesehatan tidak memiliki perluasan jaminan seperti yang dimiliki oleh asuransi
swasta, misalnya adalah naiknya kelas perawatan. Pasalnya, maksimal kelas perawatan
yang diberikan oleh BPJS Kesehatan adalah Kelas 1. Jadi bila peserta jaminan
kesehatan menghendaki kelas perawatan yang lebih tinggi, misalnya VIP atau VVIP,
maka selisih biaya menjadi beban peserta dan atau asuransi swasta yang di ikuti peserta.
Karena itu bagi Anda yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan, pemerintah
memperbolehkan untuk mengikuti program asuransi tambahan atau asuransi swasta
lainnya. Tujuannya, Anda dapat memperoleh jaminan perlindungan tambahan sesuai
keinginan dan kebutuhan.
Perlindungan BPJS Kesehatan pada dasarnya sudah cukup memadai. Namun dalam
kasus-kasus tertentu, perawatan penyakit kritis ternyata tidak hanya di rumah sakit,
tetapi juga perawatan lanjutan baik di rumah maupun berobat jalan yang juga terkadang
memerlukan biaya yng tidak sedikit. BPJS Kesehatan mungkin mencover sebagian
besar obat-obatan dan layanan kesehatan. Akan tetapi biaya-biaya lain seperti
transportasi dan obat-obatan premium jika diperlukan, tidaklah dijamin.
Belum lagi bila keluarga menginginkan penggunaan alat medis (misalnya cincin untuk
jantung) yang lebih berkualitas. Biaya yang diperlukan akan lebih besar. Kekurangan ini
bisa ditutupi dengan mengambil fasilitas tambahan (rider) pada asuransi kesehatan
swasta, yaitu perlindungan penyakit kritis. Dengan mengambil fasilitas tambahan ini
pasien akan menerima uang tunai sebesar pertanggungan jika ia dideteksi menderita
salah satu penyakit kritis yang disepakati dalam polis. Uang tunai pastinya akan sangat
bermanfaat mengingat penyakit kritis biasanya menelan biaya yang cukup besar.
Namun bagi Anda yang masih muda, di bawah 30 tahun, tidaklah disarankan untuk
buru-buru mengambil rider ini. Kecuali jika Anda memang ingin melindungi diri lebih
dini, atau merasa memiliki potensi untuk menderita penyakit tersebut, maka Anda dapat
mempertimbangkan untuk mengambil fasilitas tambahan ini lebih awal.
Pelayanan kesehatan di FKTP BPJS Kesehatan diberikan sesuai manfaat yang dijamin
dalam program JKN/KIS. BPJS Kesehatan tidak menjamin pelayanan kesehatan pada
FKTP yang non Faskes atau tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam
kondisi gawat darurat. Pada pelayanan kondisi gawat darurat di FKTP non Faskes BPJS
Kesehatan maka penagihan klaim dilakukan faskes ke BPJS Kesehatan sesuai ketentuan
yang berlaku. Sementara untuk FKTP berbentuk klinik/dokter praktik perorangan yang
bekerjasama dengan asuransi kesehatan tambahan tapi belum bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan maka BPJS Kesehatan dapat bekerjasama dengan FKTP tersebut. Namun,
harus sesuai dengan persyaratan administrasi dan memiliki kompetensi dokter layanan
primer. Guna menjaga mutu pelayanan, klinik/dokter praktik perorangan bisa
melakukan kerjasama tertutup (khusus bagi peserta tertentu). Hal itu bisa dilakukan
dengan memenuhi sejumlah syarat yakni jumlah dokter dan peserta terdaftar sudah
maksimal ketentuan, letak FKTP terlokalisir dan tidak dapat diakses peserta umum.
Atau permintaan dari klinik/ dokter perorangan karena keterbatasan kemampuan dan
sarana sehingga pelayanan hanya dimungkinkan untuk badan usaha tertentu.
B. Pelayanan COB di Faskes Lanjutan
Untuk faskes tingkat lanjut yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, pelayanan
kesehatan yang dijamin harus mengikuti ketentuan yang berlaku dan peserta
mendapatkan benefit sesuai program JKN/KIS. Jika tidak sesuai ketentuan, pelayanan
tidak dijamin BPJS Kesehatan dan jadi tanggungan asuransi kesehatan tambahan sesuai
polis yang diperjanjikan. Biaya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai ketentuan itu
tidak dapat ditagihkan asuransi kesehatan tambahan atau peserta kepada BPJS
Kesehatan. Peserta COB yang menginginkan kelas perawatan lebih tinggi, BPJS
Kesehatan hanya menanggung biaya yang sesuai hak peserta. Kemudian, faskes
menagih ke BPJS Kesehatan lewat tagihan kolektif. Jika ada selisih maka dibayar
asuransi kesehatan tambahan atau peserta sesuai polis yang diperjanjikan. Kelas
perawatan yang lebih tinggi yakni kelas perawatan rawat inap yang lebih tinggi dari
kelas yang menjadi hak peserta.
Saat ini, pelayanan poli eksekutif belum berlaku COB karena belum ada regulasi
tentang pengaturan klinik rawat jalan eksekutif oleh Kementerian Kesehatan. Jika telah
diatur dalam regulasi maka poli eksekutif dapat berlaku COB.
Koordinasi manfaat biaya pelayanan kesehatan dapat dilakukan pada faskes yang belum
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun bisa melayani COB atau non faskes COB.
Tapi, itu hanya dapat dilakukan secara terbatas di RS tertentu. Fajriadinur menjelaskan
sampai Mei 2015 jumlah non faskes COB berjumlah 11 RS dan Juli 2015 nanti ada
penambahan 13 RS. Penambahan dan pengurangan daftar non faskes COB dilakukan
melalui surat persetujuan direktur pelayanan BPJS Kesehatan. Untuk mempermudah
pelayanan terhadap peserta COB di FKTP BPJS Kesehatan, data non faskes COB itu
akan dimasukan dalam aplikasi P-Care. Serta dapat digunakan dokter FKTP sebagai
tujuan rujukan atas indikasi medis ke non faskes COB. Peserta COB yang mendapat
pelayanan kesehatan pada non faskes COB tidak menggunakan kartu BPJS Kesehatan
tapi kartu yang diterbitkan asuransi tambahan.Klaim yang dapat diajukan asuransi
kesehatan tambahan ke BPJS Kesehatan ada dua jenis. Pertama, pelayanan rawat inap
tingkat lanjutan (RITL) di non faskes COB, mengikuti ketentuan sistem rujukan
berjenjang dari FKTP BPJS Kesehatan kecuali gawat darurat. Penagihan klaim yang
diajukan asuransi kesehatan tambahan harus melampirkan asal rujukan dari FKTP BPJS
Kesehatan.
Ketentuan pelayanan rawat inap yakni kelas perawtan sesuai atau di atas hak kelas BPJS
Kesehatan. Jika peserta dirawat di kelas yang lebih rendah daripada haknya di BPJS
Kesehatan maka biayanya tidak dapat ditanggung BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan
mengganti biaya dengan tarif maksimal sebesar RS tipe C berdasarkan regionalisasi
tarif INA-CBGs tempat faskes berada. Jika biaya klaim yang diajukan asuransi
kesehatan lebih rendah dari tarif INA-CBGs maka klaim dibayar sesuai pengajuan.
Penagihan biaya pelayanan rawat inap ada dua alternatif yaitu biaya dibayar terlebih
dulu oleh asuransi kesehatan tambahan kemudian ditagih ke BPJS Kesehatan. Atau
peserta membayar dulu kemudian menagih ke asuransi kesehatan tambahan dan
asuransi itu menagih ke BPJS Kesehatan. Penagihan biaya tidak berlaku klaim
perorangan ke BPJS Kesehatan (reimbursement). Kedua, gawat darurat. Peserta COB
dalam keadaan gawat darurat dapat dilayani di non faskes COB. Jika sudah teratasi
kondisi gawat daruratnya, peserta pulang atau dirujuk ke faskes BPJS Kesehatan untuk
diberikan perawatan lanjutan di faskes tersebut.
Penagihan biaya pelayanannya dapat dilakukan dengan cara faskes mengih langsung ke
BPJS Kesehatan sesuai ketentuan penagihan klaim gawat darurat yang berlaku. Atau
dibayarkan terlebih dulu oleh asuransi kesehatan tambahan kemudian ditagihkan ke
BPJS Kesehatan. Bisa juga peserta membayar terlebih dulu kemudian menagihkan ke
asuransi kesehatan tambahan selanjutnya asuransi kesehatan tambahan menagih ke
BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan membayar dengan tarif INA-CBGs sesuai tipe RS
yang ditetapkan Kemenkes dan berdasarkan regionalisasi tarif INA-CBGs tempat faskes
berada. Apabila kondisi gawat darurat sudah teratasi tapi pasien tidak bersedia dirujuk
ke faskes BPJS Kesehatan tapi tetap menginginkan dirawat inap di faskes tersebut maka
pengajuan klaim dan tarif pembayaran mengikuti ketentuan rawat inap di non faskes
COB (tarif INA-CBGs tipe C berdasarkan regionalisasi). Pelayanan gawat darurat yang
dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlaku.
Menurut staf ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahlil Ruby, BPJS sebagai
asuransi sosial pada dasarnya berbeda dengan asuransi swasta. Pasalnya, BPJS bersifat
wajib untuk seluruh penduduk Indonesia. Karena pesertanya adalah seluruh rakyat
Indonesia, di BPJS berlaku rancangan perlindungan satu tarif. Pada asuransi swasta,
keanggotaannya bersifat sukarela. Paket perlindungan dirancang oleh asuransi tersebut
dan besaran iuran disesuaikan dengan paket yang dipilih peserta.
Menurut Mahlil, sebetulnya biaya kesehatan yang ditanggung BPJS sudah cukup
maksimal. Akan tetapi jika pasien menginginkan layanan lebih yang tidak ditanggung
oleh BPJS, maka selisihnya harus dibayar sendiri oleh pasien atau jika ada, asuransi
swasta yang menanggungnya. “Misalnya, kalau si pasien ingin memasang ring jantung
yang lebih bagus, tentu harganya akan lebih mahal. Kalau misalnya yang ditanggung Rp
100.000, sementara harga ring yang bagus itu Rp 150.000, maka selisih harga itu yang
harus dibayarkan oleh pasien.” jelas Mahlil Ruby pada sebuah seminar yang
diselenggarakan oleh Willis Indonesia di Jakarta bulan Maret 2014 lalu.
Ketentuan Coordination of Benefits
1. Saat opname (rawat inap), nasabah menggunakan salah satu asuransi kesehatan,
disebut penanggung pertama. Jika produk dilengkapi kartu cashless, nasabah
tinggal menunjukkan kartu ke petugas admin Rumah Sakit. Nasabah tidak dapat
menggunakan dua kartu askes pada saat bersamaan.
2. Jika penanggung pertama sudah membayar seluruh biaya tagihan rumah sakit,
maka nasabah tidak dapat melakukan klaim ke asuransi kesehatan yang satunya
lagi (disebut penanggung kedua). Di sini tidak berlaku COB.
3. Tapi jika tagihan RS melebihi limit yang dapat ditanggung oleh penanggung
pertama, maka nasabah dapat mengklaimkan selisih biaya atau ekses klaim ke
penanggung kedua dengan cara reimbursement. Di sinilah berlaku skema COB
atau koordinasi manfaat.
4. Penanggung kedua ini pun hanya dapat membayar sesuai limit manfaat yang
dimilikinya. Jika penanggung kedua ini tidak mampu membayar semua selisih,
dan nasabah memiliki asuransi kesehatan ketiga, maka selisihnya bisa
diklaimkan ke penanggung ketiga.
5. Dengan prinsip indemnity, maka berapa pun produk asuransi kesehatan yang
dimiliki nasabah, dia hanya dapat mendapatkan penggantian maksimum sebesar
biaya yang dibebankan rumah sakit, dengan batasan setinggi-tingginya sesuai
limit dari produk asuransi kesehatan yang dia ambil. Dengan kata lain, nasabah
tidak bisa cari untung dari asuransi kesehatan. Itulah tujuan dari dibuatnya
skema COB atau koordinasi manfaat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BPJS dan asuransi swasta dapat saling berbagi manfaat dalam pelaksanaan
perlindungan kesehatan masyarakat. Inilah yang disebut sebagai mekanisme koordinasi
manfaat atau coordination of benefit (COB). Coordination of benefits (CoB) adalah
sistem yang digunakan untuk menentukan tanggung jawab pembayaran untuk klaim
kesehatan bila ada lebih dari satu penjamin. CoB dapat berlaku untuk top-up payer dan
manfaat dapat dikoordinasikan sehingga jaminan kesehatan dapat dibayarkan
sepenuhnya. dengan COB masyarakat dapat menggunakan dua asuransi yaitu BPJS
Kesehatan dan asuransi swasta, tanpa harus kuatir terjadi klaim ganda atau kerumitan
dalam pengajuan klaim manfaat. Syaratnya adalah BPJS dan asuransi komersial harus
melakukan COB. Nantinya, BPJS Kesehatan bisa menjadi pembayar klaim utama,
sementara asuransi komersial sebagai sekunder atau pendukung. Dalam prakteknya, jika
ada klaim dari peserta, BPJS akan membayar klaim sampai dengan besaran yang
dicakup oleh BPJS dan asuransi swasta akan menutup sisanya sesuai dengan besaran
yang ditanggung. Untuk mendapatkan jaminan BPJS dan asuransi swasta sekaligus,
masyarakat sebaiknya membeli asuransi yang sudah memiliki COB dengan BPJS.
3.2 Saran
BPJS Kesehatan harus memperbaiki sistem pengawasan dan penegakan regulasi
di lapangan agar tidak terjadi lagi kejadian yang tidak di inginkan seperti pasien
terlantar, ditolak oleh rumah sakit maupun hal lainnya. Selain itu, perlu menggalakkan
pelayanan kesehatan promotif agar mendorong masyarakat berpola hidup sehat. Lalu
Memperjelas arah
DAFTAR PUSTAKA