Anda di halaman 1dari 21

COORDINATION OF BENEFIT

SUNKAMI TERIMASELLA
G1D116086

Diajukan Untuk Melengkapi Nilai Tugas Mata Kuliah Asuransi


Kesehatan Semester Genap Tahun 2018/2019

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
MEI/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “COORDINATION OF BENEFIT”. Makalah ini dibuat untuk melengkapi
Tugas Asuransi Kesehatan Semester Ganjil Tahun Ajaran 2018/2019.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan penilis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini banyak hambatan dan tantangan yang penulis dapatkan,
namun atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak serta motivasi yang tidak ada
henti-hentinya disertai harapan yang optimis yang kuat sehingga saya dapat mengatasi
semua itu. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan
bagi para pembaca. Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Jambi, 16 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................... 1
1.3 Manfaat .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah.................................................................................... 3
2.2 Definisi COB............................................................................ 5
2.3 ................................................................................................ 6
2.4 ................................................................................................ 6
2.5 ................................................................................................ 8
2.6 ................................................................................................ 9
BAB III
3.1 Kesimpulan..............................................................................13
BAB IV
4.1 Penutup...................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang penting bagi kehidupan setiap manusia. Seluruh
kegiatan sehari-hari tentunya akan berjalan baik jika diiringi dengan kondisi fisik yang
prima. Bahkan, lebih banyak manusia yang rela menggelontorkan banyak uang untuk
menopang kesehatannya. Sakit bukanlah hal yang kecil, ketika tubuh atau kondisi fisik
tidak prima maka akan sangat merugikan manusia. Resiko datangnya sakit tidak dapat
diprediksi kapan tibanya, walaupun manusia menjaga mati-matian kesehatannya namun
jika memang ditakdirkan sakit maka tidak dapat di tolak. Keadaaan seperti inilah yang
membuat manusia memerlukan perlindungan kesehatan. Pemerintah kini mewajibkan
Asuransi di Indonesia bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dengan kata
lain, Asuransi secara universal yang dimaksud ialah dengan Jaminan Kesehatan
Nasional yang kini menjadi BPJS. Masyarakat mau tidak mau harus memilikinya ,
karena seluruh pekerja di Indonesia juga wajib memiliki BPJS ini. Pada kenyataannya,
masih banyak pelayanan BPJS ini yang dirasa kurang memenuhi kebutuhannya.

Asuransi kesehatan swasta memainkan peran besar dan meningkat di seluruh


dunia. Pengalaman internasional dan menunjukkan bahwa peran asuransi kesehatan
swasta signifikan di negara-negara dengan disparitas tingkat pendapatan dan struktur
sistem kesehatan yang sangat tinggi. Pada negara-negara dengan tingkat pengeluaran
pribadi yang sangat tinggi, para pembuat kebijakan menyadari peran asuransi kesehatan
swasta dalam sistem kesehatan mereka dan mengatur sektor ini dengan tepat sehingga
mendukung tujuan tercapainya cakupan universal dan ekuitas (Sekhri, 2014).

Bagaimana Peran Asuransi Kesehatan Swasta dalam Kebijakan Kesehatan


Negara Berkembang. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem asuransi kesehatan
swasta yang buruk memang bisa memperparah ketidaksetaraan, menyediakan cakupan
hanya untuk muda dan sehat, dan menyebabkan eskalasi biaya Namun, ketika diatur
dengan baik, asuransi kesehatan swasta dapat memainkan peran positif dalam
meningkatkan akses dan pemerataan di banyak negara. Akhirnya, asuransi kesehatan
swasta terus menjadi penting bahkan di negara-negara di mana cakupan universal telah
dicapai. Peran Asuransi swasta akan melengkapi system public karena mereka
berkembang. (Sekhri, 2014).

Melihat penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa penggunaan Asuransi


Kesehatan Swasta tetap menjadi pilihan mayoritas masyarakat. Dengan itu masyarakat
dikategorikan memiliki dua asuransi yang melindunginya. Ketika terjadi sesuatu
terhadap masyarakat tersebut maka dua Asuransi ini akan melakukan pembagian
(koordinasi) cover perlindungan dengan memberikan manfaat yang telah dijanjikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Coordination Of Benefit ?


2. Bagaimana Implementasinya di Indonesia melalui BPJS?
3. Bagaimana Ketentuan dan Proses Klaim dengan adanya CoB?
4. Apa Perbedaan CoB dengan Double Benefit?

1.3 Tujuan Penulisan

Setelah penulisan makalah ini, penulis bertujuan makalah ini dapat menjadi jawaban
dari rumusan masalah diatas dan bermanfaat bagi para pembaca dalam kehidupan
sehari-hari.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah
Coordination of Benefit di Indonesia berpacu dengan Jaminan Kesehatan
Nasional. Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) maka Indonesia mengalami reformasi dalam
pembiayaan Kesehatan meskipun demikian kebijakan ini tetap memberikan peluang
kepada Asuransi Komersial untuk bersinergi melaksanakan JKN sebagai mitra dengan
melaksanakan skema Coordination of Benefit (COB).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per 31 Desember 2013, jumlah


perusahaan perasuransian yang memiliki izin usaha untuk beroperasi di Indonesia
adalah 400 perusahaan, terdiri atas 140 perusahaan asuransi dan reasuransi, dan 260
perusahaan penunjang asuransi. Jumlah premi bruto industri asuransi pada tahun 2013
mencapai Rp193,06 triliun, meningkat 9,76% dari angka tahun sebelumnya Rp 175,89
triliun. Datam lima tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata premi bruto adalah sekitar
16,3%.

Hwang dan Greenford (2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan industri


perasuransian di China memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap
perkembangan ekonomi makro negara tersebut. Menurut hasil penelitian Beck dan
Levine (2004), negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan industriyang tinggi,
asuransi berpengaruh secara positif terhadap faktor produksi, tabungan dan akumulasi
modal investasi. Bukti lain pentingnya peran industri asuransi juga ditunjukkan oleh
Feyen et al (2011) yang melakukan pengujian dan analisis antar negara (cross country
analysis) tentang kontribusi industri asuransi terhadap perkembangan perekonomian 15
negara Eropa. Hasil studi Ward dan Zurbruegg (2002) di negara-negara yang tergabung
dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
menunjukkan bahwa, terdapat hubungan kausalitas yang signifikan antara pertumbuhan
ekonomi dengan pertumbuhan asuransi.

Di Australia, sejak diperkenalkannya asuransi kesehatan masyarakat di


pertengahan tahun 1980-an, proporsi masyarakat Australia yang dijamin oleh asuransi
komersial mengalami penurunan sehingga pemerintah Australia membuat kebijakan
pada tahun 1990-an dengan memberikan subsidi premi sebesar 30% untuk tetap
menaikkan proporsi asuransi komersial(Stavrunova, Yerokhin, 2014). Berbeda dengan
Di Uganda, setelah skema)National Health Insurance (NHI) yang bersifat wajib
diterapkan maka 44% pekerja dan 65% pemberi kerja akan meninggalkan asuransi
komersial untuk beralih ke NHI karena potensi kerjasama dan saling melengkapi antara
keduanya tidak mungkin terjadi (Zikusooka, et al, 2009) Penelitian di Ghana
menunjukkan bahwa 61,1% responden saat ini sedang terdaftar di NHIS, 23,9% tidak
diperpanjang asuransi mereka setelah mendaftar pemerintah dan 15% belm pemah
terdaftar. Alasan adalah kualitas layanan yang buruk (58%), keterbatasan financial
(49%) dan provider (23%). Jenis kelamin, status perkawinan, agama dan persepsi status
kesehatan responden secara signifikan mempengaruhi keputusan mereka untuk
mendaftarkan diri dan tetap NHIS (Boateng, Awunyor-Vitor, 2013).

Pengenalan Undang-Undang Asuransi Kesehatan (HIA) pada tahun 2006


merupakan langkah penting menuju peraturan persaingan datam sistem kesehatan
Belanda. Pilihan asuransi merupakan prasyarat penting untuk efisiensi datam sistem
kesehatan berdasarkan peraturan tersebut. Selain asuransi dasar yang bersifat wajib,
sekitar 90% dari penduduk Belanda memiliki asuransi sukarela. Penanggung dapat
menerapkan risk rating dan seleksi risiko asuransi sukarela, tetapi tidak untuk asuransi
dasar. Karena hampir semua perusahaan asuransi Belanda menawarkan asuransi dasar
dan asuransi sukarela sebagai produk bersama, pilihan konsumen perusahaan asuransi
untuk asuransi dasar dapat dibatasi oleh asuransi sukarela (Due imelinck, van de Ven,
2014).

2.2 Definisi Coordination Of Benefit


Definisi COB Coordination of Benefit (COB) adalah Suatu proses dimana dua
atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk benefit
asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak
melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan.

Dalam dunia asuransi, Coordination of Benefit (CoB) berlaku bila ada


kerjasama antara dua perusahaan asuransi untuk menanggung satu nasabah yang sama
agar nasabah mendapatkan manfaat maksimal dari program asuransi yang dia pilih.
Namun bukan berarti CoB merupakan usaha nasabah untuk cari untung dengan klaim
dobel, sama sekali bukan seperti itu. Saat ini Coordination of Benefit di Indonesia
melalui BPJS Kesehatan bisa menjadi pembayar klaim utama, sementara asuransi
komersial sebagai sekunder atau pendukung. Dalam prakteknya, jika ada klaim dari
peserta, BPJS akan membayar klaim sampai dengan besaran yang dicakup oleh BPJS
dan asuransi swasta akan menutup sisanya sesuai dengan besaran yang ditanggung.
Untuk mendapatkan jaminan BPJS dan asuransi swasta sekaligus, masyarakat sebaiknya
membeli asuransi yang sudah memiliki COB dengan BPJS. Dengan demikian pasien
BPJS nantinya bisa dengan mudah mendapatkan fasilitas tambahan selama tersedia
seperti pindah kelas di RS serta memperoleh layanan alkes. Selain itu pasien BPJS bisa
langsung dirujuk ke RS swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS.

Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah menyelesaikan


mengenai aturan teknis skema Coordination of Benefit (CoB) atau koordinasi manfaat
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kerjasama CoB adalah suatu proses
dimana dua atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk
benefit asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu
yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan.Di mana disini adalah
kerjasama pembayaran dan manfaat yang terjalin antara BPJS Kesehatan dan asuransi
umum.

2.3 Dasar Hukum Peraturan Cob

UU NO 40 TAHUN 2004

Pasal 23
(1) Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan pada
fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.

(3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat
guna memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial wajib memberikan kompensasi.
(4) Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di
rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Presiden.

PERPRES NO 12 TAHUN 2013

Pasal 24
Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar
sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus
dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.

KOORDINASI MANFAAT
Pasal 27
(1) Peserta Jaminan Kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan.

(2) BPJS Kesehatan dan penyelenggara program asuransi kesehatan tambahan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dalam memberikan
Manfaat untuk Peserta Jaminan Kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan
program asuransi kesehatan tambahan.

PERMENKES NO 71 TAHUN 2013


Pasal 21
(1) Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya,
dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya
yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Peserta
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan tidak diperkenankan memilih kelas yang
lebih tinggi dari haknya.

2.4 Ketentuan Umum COB

Ketentuan umum koordinasi manfaat (COB) adalah sebagai berikut:

1. Koordinasi manfaat diberlakukan apabila peserta BPJS Kesehatan memiliki


asuransi kesehatan tambahan dari penyelenggaraan program asuransi kesehatan
tambahan yang bekertja sama dengan BPJS Kesehatan.
2. Peserta COB adalah peserta BPJS Kesehatan yang juga merupakan pemegang
polis atau tertanggung dari asuransi kesehatan tambahan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan merupakan penjamin pertama atas
program jaminan kesehatan kecuali untuk koordinasi manfaat program jaminan
social di bidang kecelakaan lalu lintas BPJS Kesehatan sebagai penjamin kedua.
Sedangkan untuk program jaminan social di bidang kecelakaan kerja BPJS
Kesehatan bukan sebagai penjamin.
3. Jaminan biaya BPJS Kesehatan dalam pelaksaan koordinasi manfaat yang
diperoleh peserta, tidak melebihhi jumlah biaya pelayanan kesehatannya.
4. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan
kesehatan yang sesuai kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asurani
kesehatan tambahan.
5. Non Faskes COB adalah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yag tercantum dalam daftar faskes rujukan
tingkat lanjut dan dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan serta dapat melayani peserta
COB.
6. Non Faskes PBJS Kesehatan adalah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

2.5 COB BPJS Kesehatan


Pada era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), perusahaan asuransi komersial
ikut bersinergi datam mensukseskan pelaksanaan JKN dengan menjadi mitra dan
melakukan koordinasi manfaat atau Coordination Of Benefit (COB) serta telah
dibuktikan dengan ditandatangani kesepakatan bersama antara PT ASKES (Persero)
dengan AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) dan AAUI (Asosiasi Asuransi
Umum Indonesia) No 260/SPK/1113 jo. No. 774/AAJI/2013 jo. No. 02/Moll/AAUI-
ASKES/2013 tentang Koordinasi Manfaat dalam Implementasi Jaminan Sosial
Bidang Kesehatan pada tanggal 14 November 2013.

Industri asuransi menjadi salah satu pilar dalam pertumbuhan ekonomi


menurut data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Tahun 2015, Maka di Indonesia
jumlah masyarakat yang memiliki polis private health insurance di Indonesia cukup
besar, tetapi pada periode implementasi JKN jumlah tertanggung dan premi
cenderung mengalami penurunan.

CoB BPJS diharapkan jadi solusi kendala di lapangan bagi nasabah asuransi
yang saat ini punya dua produk asuransi, yaitu BPJS Kesehatan dan asuransi swasta.
Nasabah yang ikut dua program asuransi, maka untuk klaim medis menjadi tanggungan
BPJS Kesehatan, namun jika melebihi plafon yang ditentukan maka biaya akan
ditanggung oleh asuransi swasta lainnya yang dia ikuti. Hanya satu asuransi swasta aja
yang diperkenankan, walaupun saat ini ada begitu banyak asuransi swasta yang sudah
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan (Rahman, 2018)

Dengan adanya skema CoB, maka kesdaran masyarakat untuk ikut asuransi
makin tinggi sehingga memperluas pangsa pasar asuransi karena masyarakat makin
sadar bahwa BPJS Kesehatan bisa jadi belum mencukupi kebutuhan mereka sehingga
bagi yang punya dana lebih bisa ikut tambahan asuransi swasta. Skema CoB ini akan
membuat mereka makin nyaman dalam ikut doubel program asuransi seperti itu.

Perusahaan yang mendaftarkan karyawannya pada asuransi swasta tambahan juga akan
punya nilai tambah di mata karyawannya, proses saat ini juga mudah, cukup satu pintu
melalui pembayaran dan proses di BPJS tersebut.

COB BPJS, sebagai bentuk peningkatan layanan bagi masyarakat, Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuka ruang seluasnya bagi
peserta untuk mendapatkan manfaat lebih (khususnya dalam hal manfaat non medis)
melalui skema koordinasi manfaat atau coordination of benefit (CoB) dengan
perusahaan asuransi komersial. Selain tertuang dalam Pasal 28 Peraturan Presiden No
111 Tahun 2013, skema COB ini diharapkan akan meningkatkan pelayanan bagi peserta
yang mampu membayar lebih khususnya untuk kenyamanan.

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, pada


pasal 24 dimana peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari
haknya dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan. Selisih antara biaya yang dijamin
oleh BPJS Kesehatan dengan biaya atas kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat
dibayar oleh peserta yang bersangkutan , Pemberi kerja, atau Asuransi kesehatan
tambahan. Dijelaskan datam Peraturan Direksi BPJS nomor 04 tahun 2014 pada pasal 1
ayat 2 bahwa BPJS Kesehatan merupakan penjamin utama atas program jaminan
kesehatan.

COB ini sesuai tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016, yang
isinya:

1. Perusahaan atau badan usaha dapat mendaftarkan kepesertaan JKN-KIS melalui


perusahaaan AKT.
2. Pembayaran iuran atau premi dapat dilakukan secara bersamaan dengan
pembayaran premi AKT.
3. Jika perusahaan atau badan usaha memiliki lebih dari satu asuransi kesehatan
tambahan, maka koordinasi manfaat hanya dapat dilakukan oleh salah satu
asuransi kesehatan yang bermitra dengan BPJS Kesehatan.
4. COB JKN-KIS dapat menggunakan rujukan yang berasal dari FKTP non BPJS
Kesehatan yang bermitra dengan perusahaan AKT. Jadi, Anda dapat langsung ke
fasilitas kesehatan (rumah sakit) yang telah bekerja sama dengan perusahaan
AKT. Namun rujukan tersebut ditujukan untuk non spesialistik.

Permasalahan yang terjadi pada koordinasi manfaat program jaminan kesehatan


adalah mekanisme pelayanan yang meliputi sistem rujukan berjenjang. sistem rujukan
berjenjang diberlakukan oleh BPJS Kesehatan tujuannya untuk memastikan bahwa
kasus yang dirujuk adalah benar-benar diperlukan secara medis dan ditentukan oleh
dokter sehingga, bukan merupakan keinginan sendiri dari pasien (tanpa indikasi medis)
karena pelayanan kesehatan yang diberikan tanpa indikasi medis adalah salah satu
pelayanan yang tidak dijamin BPJS Kesehatan. Fasilitas kesehatan tingkat pertama
tersebut akan merujuk ke rnmah sakit yang dituju dengan jenjang diatasnya. peserta
pemilik duajaminan kesehatan

BPJS Kesehatan dan asuransi komersial tidak dapat langsung mengawinkan manfaat
dari kedua jaminan tersebut. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang dituju dan asuransi komersial, peserta koordinasi manfaat tidak bisa memilih
rumah sakit sesuai dengan keinginannya. Selain permasalahan sistem rujukan dan
terbatasnya fasilitas kesehatan yang melayani peserta koordinasi manfaat, ada
permasalahan double cost yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan dimana perusahaan
harus membayar premi dua asuransi bagi karyawannya namun manfaat yang didapatkan
hanya satu.

Sesuai dengan prinsip koordinasi manfaat BPJS Kesehatan, koordinasi manfaat


yang diperoleh peserta tidak melebihi total jumlah biaya pelayana kesehatannya artinya
jika jumlah biaya perawatan yang diklaim rumah sakit Iebih besar dari tarif Indonesia
Case Based Groups (Ina CBG's), asuransi tambahan yang akan membayar selisihnya
namun jika tidak melebihi dari tarif Ina CBG maka tidak akan ada pembayaran dari
asuransi tambahan sebagai penjamin kedua.

A. Proses BPJS Kesehatan


 Sedikit Rumit tapi Murah
Pertama, peserta BPJS Kesehatan tidak bisa langsung ke RS, tetapi harus melalui
fasilitas kesehatan (faskes) pertama (setingkat Puskesmas, atau dokter praktek/klinik
yang ditunjuk) sebagai perujuk untuk peserta BPJS Kesehatan. Artinya, sebagai pasien
Anda tidak bisa meminta rujukan dari sembarang faskes, melainkan hanya di faskes
dimana Anda terdaftar. Peserta BPJS Kesehatan hanya bisa langsung ke RS dalam hal
kondisi darurat. Akbatnya banyak orang yang merasa asuransi kesehatan BPJS sangat
rumit.

Hal ini tidak berlaku bagi peserta asuransi biasa. Mereka bisa saja langsung ke RS tanpa
harus melalui tahapan faskes tingkat pertama dan seterusnya. Bagi sebagian orang,
kepraktisan seperti ini sangat penting meski membayar asuransi swasta dengan premi
yang lebih mahal untk mendapatkannya.
 Hal yang ditanggung
Kedua, dalam prakteknya saat ini, ternyata tidak semua obat dan layanan untuk peserta
BPJS Kesehatan ditanggung. Dalam banyak kasus, keluarga pasien harus membeli obat-
obat tertentu yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Terkadang keluarga pasien
harus kesana-kemari mencari obat-obat tesebut padahal pasien sudah membutuhkannya.
Bila keluarga pasien tidak memiliki persediaan uang pada saat itu, maka akibatnya bisa
fatal.

Pengguna asuransi swasta umumnya ditanggung sesuai dengan premi yang dibayarkan.
Selisih atau kekurangan pembayaran baru diperhitungkan secara kumulatif setelah
pasien akan meninggalkan RS.

Perluasan Manfaat Atas Jaminan Fasilitas Kesehatan

BPJS Kesehatan tidak memiliki perluasan jaminan seperti yang dimiliki oleh asuransi
swasta, misalnya adalah naiknya kelas perawatan. Pasalnya, maksimal kelas perawatan
yang diberikan oleh BPJS Kesehatan adalah Kelas 1. Jadi bila peserta jaminan
kesehatan menghendaki kelas perawatan yang lebih tinggi, misalnya VIP atau VVIP,
maka selisih biaya menjadi beban peserta dan atau asuransi swasta yang di ikuti peserta.

Karena itu bagi Anda yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan, pemerintah
memperbolehkan untuk mengikuti program asuransi tambahan atau asuransi swasta
lainnya. Tujuannya, Anda dapat memperoleh jaminan perlindungan tambahan sesuai
keinginan dan kebutuhan.

Asuransi Penyakit Kritis

Perlindungan BPJS Kesehatan pada dasarnya sudah cukup memadai. Namun dalam
kasus-kasus tertentu, perawatan penyakit kritis ternyata tidak hanya di rumah sakit,
tetapi juga perawatan lanjutan baik di rumah maupun berobat jalan yang juga terkadang
memerlukan biaya yng tidak sedikit. BPJS Kesehatan mungkin mencover sebagian
besar obat-obatan dan layanan kesehatan. Akan tetapi biaya-biaya lain seperti
transportasi dan obat-obatan premium jika diperlukan, tidaklah dijamin.
Belum lagi bila keluarga menginginkan penggunaan alat medis (misalnya cincin untuk
jantung) yang lebih berkualitas. Biaya yang diperlukan akan lebih besar. Kekurangan ini
bisa ditutupi dengan mengambil fasilitas tambahan (rider) pada asuransi kesehatan
swasta, yaitu perlindungan penyakit kritis. Dengan mengambil fasilitas tambahan ini
pasien akan menerima uang tunai sebesar pertanggungan jika ia dideteksi menderita
salah satu penyakit kritis yang disepakati dalam polis. Uang tunai pastinya akan sangat
bermanfaat mengingat penyakit kritis biasanya menelan biaya yang cukup besar.

Namun bagi Anda yang masih muda, di bawah 30 tahun, tidaklah disarankan untuk
buru-buru mengambil rider ini. Kecuali jika Anda memang ingin melindungi diri lebih
dini, atau merasa memiliki potensi untuk menderita penyakit tersebut, maka Anda dapat
mempertimbangkan untuk mengambil fasilitas tambahan ini lebih awal.

2.6 Perlindungan BPJS Kesehatan.


A. Pelayanan COB di FKTP

Pelayanan kesehatan di FKTP BPJS Kesehatan diberikan sesuai manfaat yang dijamin
dalam program JKN/KIS. BPJS Kesehatan tidak menjamin pelayanan kesehatan pada
FKTP yang non Faskes atau tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam
kondisi gawat darurat. Pada pelayanan kondisi gawat darurat di FKTP non Faskes BPJS
Kesehatan maka penagihan klaim dilakukan faskes ke BPJS Kesehatan sesuai ketentuan
yang berlaku. Sementara untuk FKTP berbentuk klinik/dokter praktik perorangan yang
bekerjasama dengan asuransi kesehatan tambahan tapi belum bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan maka BPJS Kesehatan dapat bekerjasama dengan FKTP tersebut. Namun,
harus sesuai dengan persyaratan administrasi dan memiliki kompetensi dokter layanan
primer. Guna menjaga mutu pelayanan, klinik/dokter praktik perorangan bisa
melakukan kerjasama tertutup (khusus bagi peserta tertentu). Hal itu bisa dilakukan
dengan memenuhi sejumlah syarat yakni jumlah dokter dan peserta terdaftar sudah
maksimal ketentuan, letak FKTP terlokalisir dan tidak dapat diakses peserta umum.
Atau permintaan dari klinik/ dokter perorangan karena keterbatasan kemampuan dan
sarana sehingga pelayanan hanya dimungkinkan untuk badan usaha tertentu.
B. Pelayanan COB di Faskes Lanjutan

 Faskes BPJS Kesehatan

Untuk faskes tingkat lanjut yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, pelayanan
kesehatan yang dijamin harus mengikuti ketentuan yang berlaku dan peserta
mendapatkan benefit sesuai program JKN/KIS. Jika tidak sesuai ketentuan, pelayanan
tidak dijamin BPJS Kesehatan dan jadi tanggungan asuransi kesehatan tambahan sesuai
polis yang diperjanjikan. Biaya pelayanan kesehatan yang tidak sesuai ketentuan itu
tidak dapat ditagihkan asuransi kesehatan tambahan atau peserta kepada BPJS
Kesehatan. Peserta COB yang menginginkan kelas perawatan lebih tinggi, BPJS
Kesehatan hanya menanggung biaya yang sesuai hak peserta. Kemudian, faskes
menagih ke BPJS Kesehatan lewat tagihan kolektif. Jika ada selisih maka dibayar
asuransi kesehatan tambahan atau peserta sesuai polis yang diperjanjikan. Kelas
perawatan yang lebih tinggi yakni kelas perawatan rawat inap yang lebih tinggi dari
kelas yang menjadi hak peserta.

Saat ini, pelayanan poli eksekutif belum berlaku COB karena belum ada regulasi
tentang pengaturan klinik rawat jalan eksekutif oleh Kementerian Kesehatan. Jika telah
diatur dalam regulasi maka poli eksekutif dapat berlaku COB.

 Non Faskes COB

Koordinasi manfaat biaya pelayanan kesehatan dapat dilakukan pada faskes yang belum
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun bisa melayani COB atau non faskes COB.
Tapi, itu hanya dapat dilakukan secara terbatas di RS tertentu. Fajriadinur menjelaskan
sampai Mei 2015 jumlah non faskes COB berjumlah 11 RS dan Juli 2015 nanti ada
penambahan 13 RS. Penambahan dan pengurangan daftar non faskes COB dilakukan
melalui surat persetujuan direktur pelayanan BPJS Kesehatan. Untuk mempermudah
pelayanan terhadap peserta COB di FKTP BPJS Kesehatan, data non faskes COB itu
akan dimasukan dalam aplikasi P-Care. Serta dapat digunakan dokter FKTP sebagai
tujuan rujukan atas indikasi medis ke non faskes COB. Peserta COB yang mendapat
pelayanan kesehatan pada non faskes COB tidak menggunakan kartu BPJS Kesehatan
tapi kartu yang diterbitkan asuransi tambahan.Klaim yang dapat diajukan asuransi
kesehatan tambahan ke BPJS Kesehatan ada dua jenis. Pertama, pelayanan rawat inap
tingkat lanjutan (RITL) di non faskes COB, mengikuti ketentuan sistem rujukan
berjenjang dari FKTP BPJS Kesehatan kecuali gawat darurat. Penagihan klaim yang
diajukan asuransi kesehatan tambahan harus melampirkan asal rujukan dari FKTP BPJS
Kesehatan.

Ketentuan pelayanan rawat inap yakni kelas perawtan sesuai atau di atas hak kelas BPJS
Kesehatan. Jika peserta dirawat di kelas yang lebih rendah daripada haknya di BPJS
Kesehatan maka biayanya tidak dapat ditanggung BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan
mengganti biaya dengan tarif maksimal sebesar RS tipe C berdasarkan regionalisasi
tarif INA-CBGs tempat faskes berada. Jika biaya klaim yang diajukan asuransi
kesehatan lebih rendah dari tarif INA-CBGs maka klaim dibayar sesuai pengajuan.
Penagihan biaya pelayanan rawat inap ada dua alternatif yaitu biaya dibayar terlebih
dulu oleh asuransi kesehatan tambahan kemudian ditagih ke BPJS Kesehatan. Atau
peserta membayar dulu kemudian menagih ke asuransi kesehatan tambahan dan
asuransi itu menagih ke BPJS Kesehatan. Penagihan biaya tidak berlaku klaim
perorangan ke BPJS Kesehatan (reimbursement). Kedua, gawat darurat. Peserta COB
dalam keadaan gawat darurat dapat dilayani di non faskes COB. Jika sudah teratasi
kondisi gawat daruratnya, peserta pulang atau dirujuk ke faskes BPJS Kesehatan untuk
diberikan perawatan lanjutan di faskes tersebut.

Penagihan biaya pelayanannya dapat dilakukan dengan cara faskes mengih langsung ke
BPJS Kesehatan sesuai ketentuan penagihan klaim gawat darurat yang berlaku. Atau
dibayarkan terlebih dulu oleh asuransi kesehatan tambahan kemudian ditagihkan ke
BPJS Kesehatan. Bisa juga peserta membayar terlebih dulu kemudian menagihkan ke
asuransi kesehatan tambahan selanjutnya asuransi kesehatan tambahan menagih ke
BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan membayar dengan tarif INA-CBGs sesuai tipe RS
yang ditetapkan Kemenkes dan berdasarkan regionalisasi tarif INA-CBGs tempat faskes
berada. Apabila kondisi gawat darurat sudah teratasi tapi pasien tidak bersedia dirujuk
ke faskes BPJS Kesehatan tapi tetap menginginkan dirawat inap di faskes tersebut maka
pengajuan klaim dan tarif pembayaran mengikuti ketentuan rawat inap di non faskes
COB (tarif INA-CBGs tipe C berdasarkan regionalisasi). Pelayanan gawat darurat yang
dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlaku.

Perlindungan BPJS Kesehatan sangatlah baik dan telah mencukupi layanan


kesehatan standar sampai tindakan-tindakan medis yang besar seperti operasi atau cuci
darah. Hanya saja, pemberian layanan masih cenderung birokratis, kurang praktis dan
cenderung membingungkan. Hal-hal ini tidak didapati pada nasabah asuransi swasta
yang cenderung mendapat layanan lebih cepat dan praktis di RS. Asuransi swasta
memiliki biaya lebih tinggi dibandingkan BPJS, namun ada kelebihan dan keuntungan
yang tidak atau belum ditawarkan oleh BPJS. Jika memang masih ingin membeli polis
asuransi swasta, maka perlu mencari produk asuransi yang telah bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan dalam bentuk coordination of benefit(COB) sehingga masyarakat tidak
perlu membayar dobel untuk perlindungan yang sama. Produk asuransi yang sudah
COB dengan BPJS Kesehatan akan menanggung biaya-biaya layanan kesehatan jika
melebihi jumlah yang telah di-cover oleh BPJS Kesehatan.

Menurut staf ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahlil Ruby, BPJS sebagai
asuransi sosial pada dasarnya berbeda dengan asuransi swasta. Pasalnya, BPJS bersifat
wajib untuk seluruh penduduk Indonesia. Karena pesertanya adalah seluruh rakyat
Indonesia, di BPJS berlaku rancangan perlindungan satu tarif. Pada asuransi swasta,
keanggotaannya bersifat sukarela. Paket perlindungan dirancang oleh asuransi tersebut
dan besaran iuran disesuaikan dengan paket yang dipilih peserta.

Menurut Mahlil, sebetulnya biaya kesehatan yang ditanggung BPJS sudah cukup
maksimal. Akan tetapi jika pasien menginginkan layanan lebih yang tidak ditanggung
oleh BPJS, maka selisihnya harus dibayar sendiri oleh pasien atau jika ada, asuransi
swasta yang menanggungnya. “Misalnya, kalau si pasien ingin memasang ring jantung
yang lebih bagus, tentu harganya akan lebih mahal. Kalau misalnya yang ditanggung Rp
100.000, sementara harga ring yang bagus itu Rp 150.000, maka selisih harga itu yang
harus dibayarkan oleh pasien.” jelas Mahlil Ruby pada sebuah seminar yang
diselenggarakan oleh Willis Indonesia di Jakarta bulan Maret 2014 lalu.
Ketentuan Coordination of Benefits
1. Saat opname (rawat inap), nasabah menggunakan salah satu asuransi kesehatan,
disebut penanggung pertama. Jika produk dilengkapi kartu cashless, nasabah
tinggal menunjukkan kartu ke petugas admin Rumah Sakit. Nasabah tidak dapat
menggunakan dua kartu askes pada saat bersamaan.
2. Jika penanggung pertama sudah membayar seluruh biaya tagihan rumah sakit,
maka nasabah tidak dapat melakukan klaim ke asuransi kesehatan yang satunya
lagi (disebut penanggung kedua). Di sini tidak berlaku COB.
3. Tapi jika tagihan RS melebihi limit yang dapat ditanggung oleh penanggung
pertama, maka nasabah dapat mengklaimkan selisih biaya atau ekses klaim ke
penanggung kedua dengan cara reimbursement. Di sinilah berlaku skema COB
atau koordinasi manfaat.
4. Penanggung kedua ini pun hanya dapat membayar sesuai limit manfaat yang
dimilikinya. Jika penanggung kedua ini tidak mampu membayar semua selisih,
dan nasabah memiliki asuransi kesehatan ketiga, maka selisihnya bisa
diklaimkan ke penanggung ketiga.
5. Dengan prinsip indemnity, maka berapa pun produk asuransi kesehatan yang
dimiliki nasabah, dia hanya dapat mendapatkan penggantian maksimum sebesar
biaya yang dibebankan rumah sakit, dengan batasan setinggi-tingginya sesuai
limit dari produk asuransi kesehatan yang dia ambil. Dengan kata lain, nasabah
tidak bisa cari untung dari asuransi kesehatan. Itulah tujuan dari dibuatnya
skema COB atau koordinasi manfaat.

2.7 Cara Melakukan Klaim COB


1. Mengisi formulir klaim asuransi kesehatan
2. Lampiran yang diperlukan:
3. Resume medis yang diisi dan ditandatangani dokter serta dicap RS
4. Surat Koordinasi Manfaat (asli) dari asuransi penanggung pertama disertai
perincian biaya yang dibayarkan dan tidak dibayarkan. Di surat ini disertakan
juga salinan seluruh dokumen klaim yang telah disetujui penanggung pertama,
meliputi surat persetujuan klaim, kuitansi, perincian biaya, salinan resep, dan
hasil tes diagnostik.
5. Kuitansi asli selisih biaya (ekses klaim) yang dibayar oleh nasabah berikut
perincian biaya dari ekses klaim.
6. Semua dokumen dikirim ke kantor pusat perusahaan asuransi atau dititip lewat
agen.
7. Contoh Surat Koordinasi Manfaat
8. Berikut adalah contoh Surat Koordinasi Manfaat. Surat ini harus diminta ke
asuransi pertama setelah rawat inap selesai, dan ditujukan ke asuransi kedua.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
BPJS dan asuransi swasta dapat saling berbagi manfaat dalam pelaksanaan
perlindungan kesehatan masyarakat. Inilah yang disebut sebagai mekanisme koordinasi
manfaat atau coordination of benefit (COB). Coordination of benefits (CoB) adalah
sistem yang digunakan untuk menentukan tanggung jawab pembayaran untuk klaim
kesehatan bila ada lebih dari satu penjamin. CoB dapat berlaku untuk top-up payer dan
manfaat dapat dikoordinasikan sehingga jaminan kesehatan dapat dibayarkan
sepenuhnya. dengan COB masyarakat dapat menggunakan dua asuransi yaitu BPJS
Kesehatan dan asuransi swasta, tanpa harus kuatir terjadi klaim ganda atau kerumitan
dalam pengajuan klaim manfaat. Syaratnya adalah BPJS dan asuransi komersial harus
melakukan COB. Nantinya, BPJS Kesehatan bisa menjadi pembayar klaim utama,
sementara asuransi komersial sebagai sekunder atau pendukung. Dalam prakteknya, jika
ada klaim dari peserta, BPJS akan membayar klaim sampai dengan besaran yang
dicakup oleh BPJS dan asuransi swasta akan menutup sisanya sesuai dengan besaran
yang ditanggung. Untuk mendapatkan jaminan BPJS dan asuransi swasta sekaligus,
masyarakat sebaiknya membeli asuransi yang sudah memiliki COB dengan BPJS.

3.2 Saran
BPJS Kesehatan harus memperbaiki sistem pengawasan dan penegakan regulasi
di lapangan agar tidak terjadi lagi kejadian yang tidak di inginkan seperti pasien
terlantar, ditolak oleh rumah sakit maupun hal lainnya. Selain itu, perlu menggalakkan
pelayanan kesehatan promotif agar mendorong masyarakat berpola hidup sehat. Lalu
Memperjelas arah

DAFTAR PUSTAKA

Agnes, LU. 2016. Analisis Tingkat Ksehatan Perusahaan Asuransi Swasta


Sebelum dan Sesudah Berlaku BPJS Kesehatan Berdasarkan Surat Peraturan Menteri
BUMN Nomor: PER-04/MBU/2011. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.

Rahman, C. (2018) “Coordination Of Benefit,” Universitas INdonesia. 07


januari 2018, hal. 22.

Anda mungkin juga menyukai