Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDU

DASAR ILMU GIZI

DISUSUN OLEH:

MUTMAINNAH (70200118034)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2019
SOAL
CARI DEFINISI MASING-MASING PENYAKIT DAN PERSENTASENYA
DI INDONESIA DAN DI DUNIA.

1. GIZI KURANG
Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh
kembang seseorang, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi secara adekuat turut
menentukan kualitas tumbuh kembang sebagai sumber manusia di masa
datang, (Soetjiningsih 2002).
Gizi adalah suatu proses organisme mengunakan makanan yang di
konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat gizi yang tidak di gunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi, (Cipto Mangunkusumo 1992).
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas
berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat
gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi
pada anak usia kurang dari 5 tahun.
Menurut Riskesdas pada tahun 2018 prevalensi status gizi kurang
sebanyak 17,7% Sedangkan menurut target RPJMN 2019 17%
2. KEKURANGAN VITAMIN A

Vitamin A merupakan jenis vitamin yang larut dalam lemak dan


merupakan antioksidan yang kuat serta memainkan peran penting dalam
menjaga penglihatan yang sehat, fungsi neurologis, kulit yang sehat dan lain –
lain. Sebagai antioksidan, vitamin A, terlibat dalam mengurangi peradangan
melalui pertempuran kerusakan radikal bebas, bertanggung jawab untuk
membangun tulang yang kuat, mengatur regulasi gen, menjaga kesehatan kulit
yang bersih, memfasilitasi diferensiasi sel dan mendukung fungsi kekebalan
tubuh.
Kekurangan vitamin A (KVA) adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dengan
lemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan sangat rendahnya
konsumsi vitamin A(WHO,1998). Berdasarkan data WHO tahun 2009
menunjukan lebih dari sembilan juta anak-anak indonesia dan satu juta
perempuan menderita kekurangan vitamin A. Prevalensi kekurangan vitamin
A untuk anak diatas usia satu tahun yaitu sekitar 14,6%.

3. ANEMIA

Anemia (dalam bahasa Yunani: ἀναιμία anaimia, artinya kekurangan


darah, from ἀν- an-, "tidak ada" + αἷμα haima, "darah" ) adalah keadaan saat
jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen)
dalam sel darah merah berada di bawah normal.

Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) di


dalam darah lebih rendah dari pada nilai normal. Sebagian besar penyebab
anemia di Indonesia adalah kekurangan besi yang berasal dari makanan yang
dimakan setiap hari dan diperlukan untuk pembentukan hemoglobin sehingga
di sebut “anemia kekurangan besi” (Depkes RI,2000).

Berdasarkan WHO (1992) pengertian anemia adalah suatu keadaan


dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok
orang yang bersangkutan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila
terjadi penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung jenis eritrosit
dan hemotokrit (packedredcell)

Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb)


nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-
laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada
perempuan.
Menurut WHO, 2013 ,prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%.
Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di indonesia sebesar 26,2% yang
terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1% perempuan.(kemenkes RI, 2013)

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di


indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar
26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2013).

4. GAKI

Gangguan Akibat Kurang Yodium atau GAKY adalah sekumpulan


gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara
terus menerus dalam jangka waktu cukup lama (Hetzel, 1993). Sementara
menurut Depkes RI (2004), GAKY merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang serius mengingat dampaknya mempengaruhi kelangsungan
hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek yaitu
perkembangan kecerdasan, perkembangan sosial dan dan perkembangan
ekonomi.

Menurut yusuf,2008 berdasarkan jurnal ten years of iodized salt


intervention brings remarkable achievement in lowering goiter and iodine
deficiency among children and woman sekitar 2,5 milyar atau 38% penduduk
dunia mengalami kekurangan konsumsi iodium. Menurut Riskesdas tahun
2013 prevalensi GAKY di indonesia mencapai 11,1%

5. OBESITAS

Obesitas adalah kelebihan berat badan yang dapat ditentukan dengan


perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT). Obesitas merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan penyebab kematian di Amerika. Dalam beberapa tahun
terakhir, jumlah orang yang mengalami kelebihan berat badan di negara-
negara industri telah meningkat secara signifikan; meningkat begitu banyak
sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebutkan bahwa
obesitas sebagai epidemi.
Kegemukan atau obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan
lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan
dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan
hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan. Seseorang dianggap
menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran
yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan
kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m2.

Di Amerika Serikat, 69 persen dari populasi orang dewasa kelebihan


berat badan atau obesitas. Di Kanada, data yang dilaporkan sendiri
menunjukkan bahwa 40 persen pria dan 27 persen wanita kelebihan berat
badan, dan 20 persen pria dan 17 persen wanita mengalami obesitas.
Sedangkan di Indonesia sendiri, sebanyak 40 juta orang dewasa mengalami
kegemukan, dan Indonesia masuk ke peringkat 10 daftar negara-negara
dengan tingkat obesitas terbanyak di dunia.

Orang yang mengalami obesitas berada pada risiko yang lebih tinggi
untuk penyakit yang serius seperti hipertensi, serangan jantung,
stroke, diabetes, penyakit kandung empedu, dan kanker. Risiko pada orang
yang mengalami obesias lebih tinggi dari orang-orang yang memiliki berat
badan yang sehat dan normal.

Obesitas ditentukan dengan perhitungan IMT, namun tidak secara


langsung mampu mengukur kadar lemak dalam tubuh. Cara perhitungan IMT
adalah berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat dari tinggi badan dalam
satuan meter. IMT yang sehat adalah yang dalam rentang 18,5–24,9 kg/m2.
IMT yang berada di angka 25–29,9 disebut sebagai “overweight”, 30–34,9
disebut “obesitas kelas I”, 35,0–39,9 disebut “obesitas kelas II”, dan di atas 40
disebut “obesitas kelas III”.

6. STUNTING
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga
mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak
lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan


salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun
2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun
angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka
stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah
balita stunting di dunia berasal dari asia (55%) sedangkan lebih dari
sepertiganya (39%) tinggal di afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,
proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling
sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data prevalensi balita stunting yang
dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke
dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita
stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%

Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang


dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama
tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan
masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita
pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6%
pada tahun 2017. Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita
pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%.

Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil


Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang
sudah diupayakan oleh pemerintah. Survei PSG diselenggarakan sebagai
monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program. Berdasarkan hasil
PSG tahun 2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini
mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi
balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017. Prevalensi
balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017
adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%.
Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada
usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi
dengan prevalensi terendah adalah Bali..

Anda mungkin juga menyukai