Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sindrom Down


Sindrom Down (Down Syndrome) adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas
perkembangan kromosom. Kromosom tersebut terbentuk akibat dari kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (nondisjunction
meiotik). Kelainan sindrom Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada
kromosom nomor 21, yang seharusnya berubah menjadi dua tetapi pada kasus ini
menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh kromosom menjadi 47 buah, disebut
trisomy 21. Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung 23 pasang
kromosom. Akibat proses tersebut, terjadi goncangan sistem metabolisme di dalam sel.
Kelainan kromosom itu bukan merupakan faktor keturunan.5

2.2 Epidemiologi
Berdasarkan Riskesdas tahun 2010 dan 2013 melakukan pendataan anak umur 24-59
bulan yang penyandang tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa,
down syndrome, cerebral palsy dan lainnya. Prevalensi anak umur 24-59 tahun yang
menyandang satu jenis cacat pada Riskesdas tahun 2013 adalah sebesar 0,53% dengan
jenis kecacatan tertinggi adalah tuna netra dan terendah adalah tuna rungu.6

Gambar 2.1 Prevalensi Kecacatan pada Anak Umur 24-59 Bulan Berdasarkan Data
Riskesdas Tahun 2010 dan 2013.6
2.3 Etiologi dan patofisiologi
Sindroma Down merupakan kelainan yang disebabkan oleh trisomi kromosom 21
(Hsa21) yang dapat menyebabkan keguguran pada janin atau gangguan perkembangan
kondisi medis apabila lahir hidup. Pada penderita sindroma Down, salinan ketiga dari
Hsa21 menghasilkan peningkatan ekspresi dari banyak gen di Hsa21. Hipotesis dari
penyebab sejumlah fenotipe yang mencirikan sindroma Down adalah ketidakseimbangan
ekspresi gen yang terjadi antara Hsa21 dan non- Hsa21. Jumlah gen dapat meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah algoritma untuk mengidentifikasi RNA non-coding
(misalnya micro-RNA). Pada Hsa21 telah diidentifikasi adanya 5 micro-RNA namun
perannya dalam sindroma Down masih belum dipahami.7
Trisomi Hsa21 dikaitkan dengan fenotipe pada semua orang dengan sindrom
Down, tetapi berbeda di tiap individu, termasuk ketidakmampuan belajar tingkat ringan
sampai sedang, kelainan kraniofasial dan hipotonia di awal masa bayi. Namun, ada pula
yang hanya mempengaruhi fenotipe beberapa penderita, termasuk atrioventricular septal
defects (AVSDs) di jantung, acute megakaryoblastic leukaemia (AMKL), dan penurunan
kejadian beberapa jenis tumor. Variasi ini mungkin disebabkan oleh kombinasi dari
penyebab lingkungan dan genetik serta adanya polimorfisme genetik pada gen-gen
Hsa21 dan non- Hsa21.7
Berikut tiga jenis penyimpangan kromosom yang terjadi pada sindrom Down
yaitu trisomi 21, translokasi dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21, pada tipe ini
terdapat 3 kromosom pada kromosom no 21 sehingga jumlah seluruh kromosom menjadi
47 buah. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh
empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah tipe ini. Tipe kedua adalah
mosaik, pada tipe ini terjadi kegagalan berpisah pada pembelahan sel setelah fertilisasi
yang menyebabkan mosaik, keadaan adanya sel normal dan trisomi di dalam berbagai
jaringan. Tipe ini merupakan 2% dari total kasus dan biasanya kondisi si penderita lebih
ringan. Tipe yang ketiga adalah translokasi, pada tipe ini, kromosom 21 akan
berkombinasi dengan kromosom lain, sebagian besar yaitu kromosom 21 dan 15.
Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini
tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Gangguan ini, tidak seperti
trisomi 21, biasanya diwariskan. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus.8,9
Selain hal tersebut, terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan

kelainan kromosom tersebut, antara lain; pertama, umur ibu, biasanya risiko
melahirkan anak sindroma Down terjadi pada ibu hamil yang berumur lebih dari 35
tahun. Hal ini terjadi karena suatu ketidakseimbangan hormonal. Kedua adalah kelainan
kehamilan. Ketiga, kelainan endokrin pada ibu : pada usia tua dapat terjadi infertilitas
relatif dan kelainan tiroid.10

2.3 Gejala Klinis


Anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat badan lahir yang kurang
dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gr atau
kurang.11-16
 Microchephaly dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
 Paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
 Sela hidung yang datar dan pangkal hidung kemek.
 Jarak diantara 2 mata jauh, sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar
iris mata (60%).
 Ukuran mulut kecil dan lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur
(macroglossia). Gangguan mengunyah, menelan dan bicara.
 Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur.
 Paras telinga rendah (low set ears).
 Lehernya agak pendek dan terdapat lekukan epikantus atau jaringan tebal di
sekitar leher yang akan berkurang dengan bertambahnya umur anak.
 Tangan yang pendek termasuk jari-jari yang pendek dan jari kelingking
membengkok ke dalam.
 Tapak tangan biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian
crease”.
 Jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Tampilan
 Hipotonia
 Penyakit jantung kongenital, terutama defek bantalan endokardium, termasuk
ostium primum, defek septum atrium, malformasi katup atrioventrikel, dan defek
septum ventrikel. Masalah jantung merupakan penyebab utama kematian pada
masa bayi dan anak-anak dini.
 Obstructive sleep apnoea syndrome, terjadi ketika aliran udara inspirasi 
dari
saluran udara bagian atas ke paru-paru yang terhambat untuk 10 detik 
atau
lebih sehingga sering mengakibatkan hypoxemia or hypercarbia.
 Masalah kulit seperti Atopik eksim, Seborrhoeic eczema, dan lainnya.
 Kongenital defek pada gastrointestinal tract termasuk atresia esofagus dan usus
halus (Hirshprung Disease).
 Hipotiroidism kongenital (10%)
 Atlantoaxial instability, ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher
yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (10%).
 Sifat periang. Penderita selalu tampak gembira, mereka tidak sadar akan cacat
yang diderita. Beberapa pasien menunjukkan kecemasan dan keras kepala.
 Psychiatric disorder seperti autisme, attention deficit hiperactivity disorder
(ADHD), Tourette syndrome, gangguan depresi.
 Gangguan Kejang (5-10 %), yaitu umumnya kejang infantil pada bayi,
sedangkan-kejang tonik klonik umumnya diamati pada pasien yang lebih tua.
 IQ rendah, yaitu antara 25-75, kebanyakan kurang dari 40.
 Masalah perkembangan belajar. Down syndrom secara keseluruhannya
mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan akal. Pada peringkat
awal pembesaran mereka mengalami masalah lambat dalam semua aspek
perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motor halus dan
bercakap.
 Penderita pria rupa-rupanya steril, walaupun dari hasil penelitian dapat diketahui
bahwa cukup banyak penderita pria melakukan onani, suatu tanda bahwa mereka
sebenarnya mempunyai kesadaran seksual, penderita wanita dilaporkan
melahirkan anak.

2.4 Diagnosa Klinis


Diagnosis dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, dan
pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara
bermakna di bawah tingkat yang diharapkan. Suatu riwayat penyakit dan wawancara
psikiatrik sangat berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan dan
fungsi anak, sedangkan pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk
memastikan penyebab dan prognosis.17,18

Riwayat Penyakit dan Wawancara Psikiatrik

Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan
perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, kelahiran, riwayat keluarga retardasi
mental, dan gangguan herediter. Selain itu, sebagai bagian riwayat penyakit, klinisi
sebaiknya menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan
fungsi intelektual pasien.18

Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik 
Berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik tertentu


yang sering ditemukan pada orang dengan retardasi mental seperti sindroma Down ini
dan kemungkinan memiliki penyebab pranatal. Pemeriksaan fisik pasien dengan
sindroma Down dapat dilihat dari gambaran klinis fisik pasien yang telah dijelaskan
sebelumnya.18

Adapun kriteria diagnostik untuk retardasi mental menurut DSM-IV antara lain;18

1. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata: IQ kira-kira 70 atau


kurang pada tes IQ yang dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan
klinis adanya fungsi intelektual yang jelas di bawah rata-rata).
2. Adanya sosial atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang
(yaitu, efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut
menurut usianya dalam kelompok kulturalnya) pada sekurangnya dua bidang
keterampilan berikut: komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan
sosial/interpersonal, menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan diri sendiri,
keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan keamanan.
3. Onset sebelum usia 18 tahun.

Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat gangguan


intelektual:

 Retardasi mental ringan : tingkat IQ 50-55 sampai 70


 Retardasi mental sedang : tingkat IQ 35-40 sampai 50-55
 Retardasi mental berat : tingkat IQ 20-25 sampai 35-40
 Retardasi mental sangat berat : tingkat IQ dibawah 20 atau 25
 Retardasi mental, keparahan tidak ditentukan : jika terdapat kecurigaan kuat
adanya retardasi mental tetapi inteligensi pasien tidak dapat diuji oleh tes
inteligensi baku.

Untuk gangguan kromosom dan metabolik, seperti sindroma Down, sindroma X rapuh,
dan fenilketonuria (PKU) merupakan gangguan yang sering dan biasanya menyebabkan
sekurangnya retardasi mental sedang.18

2.5 Diagnosis banding


Tabel 2.1 Perbandingan tiga jenis penyakit trisomi tersering.12-14
Penyakit Angka Kelainan Keterangan Prognosis
kejadian
Sindrom 1 dari Kelebihan Hipotonia, occiput dan muka datar, 15-20% anak-
Down 700 bayi Kromosom slanted eyes, lipatan epikantus, anak
baru lahir 21 Brushfield spots, low set ears, meninggal
retardasi mental, extremitas sebelum usia
pendek dan lebar, penyakit jantung 5 tahun.
dan GI tract, kelainan dental,
pendengaran, dan penglihatan.
Sindrom 1 dari Kelebihan Telinga rendah, rahang bawah 95% kasus
Edwards 3000 bayi Kromosom rendah, mulut kecil, retardasi meninggal
baru lahir 18 mental, ginjal dobel, sternum pada umur 1
pendek, kelainan jantung & tahun.
saluran kemih-kelamin.
Sindrom 1 dari Kelebihan Kelainan otak, cacat mental, tuli, Kematian
Patau 20000 bayi Kromosom mata kecil, celah bibir / palatum, terjadi dalam
baru lahir 13 polidaktili, kelainan jantung, usia 3 bulan.
saluran kemih-kelamin & usus. Beberapa
anak dapat
hidup sampai
umur 5 tahun.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada sindrom Down meliputi;11,13,17,18
a. Pemeriksaan sitogenik

Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika. Karyotyping
sangat penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam translokasi sindrom
Down, karyotyping dari orang tua dan kerabat lainnya diperlukan untuk
konseling genetik yang tepat.17

A B
Gambar 2.2 A. Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 (47,XY,+21). B.
Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 dari lengan isochromosome arm 21q tipe
[46,XY,i(21)(q10)].17

b. Amniosentesis 

Amniosentesis merupakan pemeriksaan yang berguna untuk diagnosis berbagai
kelainan kromososm bayi terutama sindrom Down, di mana dengan mengambil
sejumlah kecil cairan amniotik dari ruang amnion secara transabdominal antara
usia kehamilan 14-16 minggu. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat
diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 3 minggu untuk menentukan
apakah janin sindrom Down atau tidak. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk semua
wanita hamil di atas usia 35 tahun. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum
minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan abortus.18

c. Chorionic Villus Sampling (CVS)


Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan
diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi
kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down. Dibutuhkan sekitar 7-10
hari untuk hasilnya keluar. CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu
pertama kehamilan. Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan risiko keguguran normal 3
sampai 5%. Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman
melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran.11,13
Gambar 2.3 Amniosentesis dan chorionic villus sampling (CVS).

d. Maternal serum screening


Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP),
unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat
tes standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel tes”. Tes ini merupakan
independen pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu, dapat
menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom Down, dilakukan dalam
kehamilan minggu ke-15 sampai 20. Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-
A ternyata bisa berguna bahkan lebih awal.
Alpha-fetoprotein (AFP) dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac
dan di hati janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom
Down, AFP menurun (25%) dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin
lebih kecil dari biasanya. Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta,
menggunakan bahan yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. Estriol
berkurang (25%) dalam sindrom Down kehamilan. Human chorionic
gonadotropin hormone (hCG) yang dihasilkan oleh plasenta, dan digunakan
untuk menguji adanya kehamilan. Bagian yang lebih kecil tertentu dari hormon,
yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat (2 kali lipat) pada
kehamilan. Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang
untuk menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat
inhibin A meningkat dalam darah ibu dari janin dengan sindrom Down. PAPP-A,
yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester pertama,
rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan.11,13

e. Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)



FISH dapat digunakan untuk diagnosis cepat. Hal ini dapat berhasil di kedua
diagnosis prenatal dan diagnosis pada periode neonatal. Mosaicism yang
tersembunyi untuk trisomi 21 sebagian dapat menerangkan hubungan yang telah
dijelaskan antara sejarah keluarga sindroma Down dan risiko penyakit
Alzheimer. Skrining untuk mosaicism dengan FISH diindikasikan pada pasien
tertentu dengan gangguan perkembangan ringan dan mereka dengan Alzheimer
onset dini.17
f. Ekokardiografi
 Tes
Pemeriksaan ini dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk
mengidentifikasi penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada
pemeriksaan fisik.17

g. Skeletal Radiografi
Kelainan kraniofasial term asuk brachycephalic microcephaly, hypoplastic facial
bones dan sinuses. Tes ini diperlukan untuk mengukur jarak atlantodens dan
untuk menyingkirkan atlantoaxial instabilitas pada umur 3 tahun.17

2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan Sindroma Down

Penanganan anak Sindroma Down didasarkan pada penanganan dasar untuk anak
dengan retardasi mental yang meliputi edukasi, psikoterapi, dan farmakoterapi serta
menangani kondisi medisnya dengan penyuluhan pada orang tua pasien. Dengan
demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.,18,21,13,14,15

1. Edukasi

Penyediaan pendidikan khusus bagi anak yang mengalami retardasi mental yang
meliputi remediasi, tutoring, dan pelatihan kemampuan social.9 Anak dengan
sindroma Down juga mampu memberikan partisipasi yang baik dalam belajar
melalui program intervensi dini, Taman kanak-kanak dan melalui pendidikan khusus
yang positif akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.

Latihan khusus yang diberikan meliputi aktivitas motorik kasar dan halus serta
petunjuk agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak untuk
dapat menolong dirinya sendiri seperti belajar makan, belajar buang air besar/kecil,
mandi, berpakaian, akan memberi kesempatan anak untuk belajar mandiri.19

Taman bermain/taman kanak–kanak juga mempunyai peran yang penting pada


awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan
keterampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya. Dapat
berinteraksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan bergaul
dengan lingkungan di luar rumah maka kemungkinan anak dapat berpartisipasi
dalam dunia yang lebih luas.19

Di samping tindakan diatas program pendidikan khusus juga dapat membantu


anak melihat dunia sebagi suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri
dan bekerja. Pengalaman yang diperoleh di sekolah akan membantu untuk
memperoleh perasaan tentang identitas personal, harga diri, dan kesenangan. Selama
dalam pendidikan anak diajari untuk biasa bekerja dengan baik dan menjalin
hubungan yang baik dengan teman-temannya. Sehingga anak akan mengerti mana
yang salah dan mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul dengan
masyarakat.19

2. Penatalaksanaan masalah klinis19


Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama
dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,
kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarga, tetapi terdapat
beberapa keadaan di mana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian
khusus antara lain:
 Pemeriksaan mata dan telinga serta pendeteksian fungsi tiroid pada bayi baru
lahir dan rutin pada anak sindrom Down.
 Penyakit jantung kongenital, intervensi dini dengan pemeriksaan kardiologi
pada bayi baru lahir.
 Status Nutrisi, perlu perhatian meliputi kesulitan menyusu pada bayi sindrom
Down dan pencegahan obesitas pada usia anak dan remaja.
 Kelainan tulang.
 Monitoring pertumbuhan dan perkembangan dengan kurva spesial untuk
sindrom Down dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak
sindrom Down.
 Perawatan mulut dan gigi.
 Atlantoaxial instability screening pada usia tiga tahun.
 Konseling genetik.

3. Penyuluhan pada orang tua


Begitu sindrom Down ditegakkan, dokter harus mampu menyampaikan hal ini
secara bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan
sikap orang tua selanjutnya. Orang tua harus diberitahu bahwa fungsi motorik,
perkembangan mental, dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down.
Demikian pula kalau ada hasil analisa kromosom, harus dijelaskan dengan
bahasa yang sederhana. Informasi juga menyangkut tentang risiko terhadap
kehamilan berikutnya.
Hal yang penting lainnya adalah menekankan bahwa bukan ibu ataupun
ayah yang dapat dipersalahkan tentang kasus ini. Apabila diperlukan, juga
penting untuk mempertemukan sesama orang tua dengan anak sindrom Down
agar dapat saling berbagi sehingga nantinya hasil yang diharapkan adalah
ketegaran orang tua itu sendiri.19

4. Psikoterapi
Terapi perilaku dilakukan untuk membentuk dan meningkatkan kemampuan
perilaku sosial serta mengontrol dan meminimalkan perilaku agresif dan
destruktif. Terapi kognitif, seperti menanamkan nilai yang benar dan latihan
relaksasi dengan mengikuti instruksi, direkomendasikan untuk anak yang mampu
mengikuti instruksi. Terapi psikodinamik digunakan untuk mengurangi konflik
tentang pencapaian yang diharapkan yang dapat mengakibatkan kecemasan,
kemarahan dan depresi.9

5. Farmakoterapi
Penderita sindroma Down yang disertai gejala ADHD atau depresi dapat
diberikan stimulan atau antidepresan. Agitasi, agresi, dan tantrum merespon baik
terhadap pemberian antipsikotik. Antipsikotik atipikal seperti risperidone
(Risperidal) dan olazapine (Zyprexal) lebih dipilih karena memiliki
kecenderungan lebih kecil dalam mengakibatkan gejala ekstrapiramidal dan
diskinesia. Litium (Eskalith) berguna dalam mengontrol sifat agresif atau
menyakiti diri sendiri. Carbamazepin (Tegretol), valproate (Depakene), dan
propanolol (Inderal) juga dapat digunakan untuk perilaku agresif dan tantrum.
Pemberian antibiotik yang adekuat sangat diperlukan pada pasien Sindroma
Down dengan infeksi karena terbukti mampu mencegah mortalitas.9

6. Terapi alternatif
Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan medis tetapi
juga dilakukan penanganan alternatif. Terapi jenis ini masih belum pasti
manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang membuktikan
manfaatnya. Orangtua harus bijaksana memilih terapi alternatif ini, jangan
terjebak dengan janji bahwa sindrom Down pada anak akan bisa hilang karena
pada kenyataannya tidaklah mungkin sindrom Down bisa hilang. Yang bisa
lakukan yaitu mempersempit jarak perbedaan perkembangan antara anak
sindrom Down dengan anak yang normal. Terapi alternatif tersebut di antaranya:
 Terapi Musik
Anak dikenalkan nada dan bunyi-bunyian. Anak-anak sangat senang dengan
musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan
begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan
mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik.
 Terapi Lumba-Lumba
Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis. Hasil yang sangat
mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak sindrom Down. Sel-sel
saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara
lumba-lumba.13-15

2.7 Komplikasi
Berikut merupakan komplikasi pada sindrom down, antara lain;
 Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.
 Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa.
 Gigi rusak karena penderita tidak sadar untuk menjaga kebersihan dental.
 Leukemia, peningkatan risiko 10-20 kali lipat untuk menghidap leukemia
limfoblastik akut dan leukemia mieloid akut dapat terjadi.
 Penyakit Alzheimer, hampir semua pasien trisomi 21 yang berusia lebih dari
40 mengalami kelainan neuropatologis yang khas untuk penyakit
Alzheimer.12,14

2.8 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan screening seperti amniocentesis
terutama pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau hamil
di atas usia 35 tahun, harus memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki
risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down sulit dicegah,
karena sindrom Down merupakan kelainan jumlah kromosom.13,14

2.9 Prognosis
Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 30-40 tahun. Selain
perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan fisik.
Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan
penyakit jantung kongenital, seperti defek septum ventrikel yang memperburuk
prognosis. Anak-anak dengan sindroma Down memiliki risiko tinggi untuk menderita
kelainan jantung dan leukemia. Tingginya angka kejadian penyakit jantung kongenital
pada penderita mengakibatkan 80% kematian. Meningkatnya risiko terkena leukemia
pada sindroma Down adalah 15 kali dari populasi normal. Jika terdapat kedua penyakit
tersebut, maka angka harapan hidupnya berkurang dan jika kedua penyakit tersebut tidak
ditemukan maka anak bisa bertahan sampai dewasa. Sebesar 44% penderita sindroma
Down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14% hidup sampai 68 tahun. Penyakit
Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.11-14

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Sindroma Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan


fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kelainan sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom
nomor 21 sehingga kelainan ini disebut trisomi 21. Anak yang menyandang sindroma
Down ini akan mengalami keterbatasan kemampuan mental dan intelektual, retardasi
mental ringan sampai sedang, atau pertumbuhan mental yang lambat. Selain itu,
penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal, pertahanan tubuh
yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, alzheimer, leukemia, dan berbagai masalah
kesehatan lain. Diagnosis sindroma Down dapat ditegakkan melalui penelusuran riwayat
penyakit dan wawancara psikiatrik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
(pemeriksaan sitogenik, amniosentesis, interphase fluorescence in situ hybridization
(FISH), ekokardiografi, dan skeletal radiografi). Penderita sindroma Down ini biasanya
bertahan sampai usia 30-40 tahun. Pada penderita sindroma Down biasanya ditemukan
adanya kelainan jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel dan meningkatnya
resiko terkena leukemia. Jika terdapat kedua penyakit tersebut, maka angka harapan
hidupnya berkurang, tetapi jika kedua penyakit tersebut tidak ditemukan maka anak bisa
bertahan sampai dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Desai SS. Down syndrome: a review of the literature. Oral Surg, Oral Med, Oral
Radiol, Oral Pathol and Endodontics 1997; 84(3): 279-85.

2. WHO. Genes and human disease. October 2017.


http://www.who.int/genomics/public/geneticdiseases/en/

3. National Down Syndrome Society. Available at: http://www.ndss.org/Down-


Syndrome/What-is-Down-Syndrome/. [Accessed on October 3rd 2017].

4. Riyanto, Buckley, S. and Bird, G. (2001). Memory Development for Individuals


with Down Syndrome. The Down Syndrome Educational Trust, p112.120. 


5. Fatusi, Buckley, Sue. 2005. Specificity in Down syndrome. The Down Syndrome
Educational Trust. p81-86. 


6. Kementrian Kesehatan RI. Buletin Jendela data dan informasi kesehatan. Situasi
Penyandang Disabilitas. Jakarta. 2014. ISS 2088-270X.

7. Wiseman, F. K., Alford, K. A., Tybulewicz, V. L. J., Fisher, E. M. C. 2009.


Down Syndrome-Recent Progress and Future Prospects. Human Molecular
Genetics. 18(1):R75–R83. 


8. (Lancet, 2003)

9. Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Ed. 2. Jakarta: EGC, 2010:563. 

10. Shin, M., Besser, Lilah M., Kucik, James E., Lu, C., Siffel, C., Correa, A. et al.
2009. Prevalence of Down Syndrome Among Children and Adolescents in 10
Regions of the United States. Official Journal of the American Academic of
Pediatrics. 124:1565-1571. 


11. Kosim M.S, Yunanto A, Dewi R, Sarosa G.I, Usman A. Buku ajar neonatologi:
Kelainan kongenital. Jakarta, Penerbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008;
hal 63-9.
12. Kumar V, Abbas A.K, Fausto N. Robbins & Cotran Dasar atologis penyakit:
Penyakit sitogenik. Edisi 7. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010;
hal184-7.
13. Hull D, Johnston D.I. Essential paediatrics: Syndrome Down. 3rd ed. London,
Pearson Professional Limited. 2008; hal 102-17.
14. Behrman R.E, Kliegman R.M, Arvin A.M. Nelson textbook of pediatrics:
Syndrome Down. 19th ed. Philadelphia, W.B. Saunders Company. 2011;.hal 392-
9.
15. Kliegman R.M, Behrman R.E, Jenson H.B, Stanton B.F. Nelson textbook of
pediatrics: Disorders of the gonads. 18th ed, United States. Saunders Elsevier.
2007; hal 2122-9
16. Cunningham F. William Obstetrics: Congenital disorder. 23rd ed. United States,
McGraw-Hill Companies. 2011; hal 1049-51.
17. Chen Harold. Genetics of Down Syndrome. http://emedicine.medscape.com/
article/943216. [Akses : Oktober 2017].
18. Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Ed. 2. Jakarta: EGC, 2010:563.
19. Soetjiningsih. 1995. Tumbung Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai