Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.


Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.1
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain
mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal
maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap
tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke
dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang.
Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang
diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi.
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi
(HST), dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik
HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas
dan mortalitas pada pasien usia lanjut.2
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai beberapa kekhususan, umumnya
disertai dengan faktor risiko yang lebih berat, sering disertai penyakit-penyakit
lain yang mempengaruhi penanganan seperti dosis obat, pemilihan obat, efek
samping atau komplikasi karena pengobatan lebih sering terjadi, terdapat
komplikasi organ target, kepatuhan berobat yang kurang, sering tidak mencapai
target pengobatan dan lain-lain. Kesemua ini menjadikan hipertensi usia lanjut
tergolong dalam risiko kardiovaskular yang tinggi atau sangat tinggi. Oleh karena
itu penanganan hipertensi pada usia lanjut membutuhkan perhatian yang besar.3
Hipertensi khususnya pada usia lanjut sangat sering dijumpai. Dari hasil
riset dasar kesehatan nasional (RISKESDAS) 2007 didapatkan prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% yang meningkat semakin banyak, sehingga
di atas 55 tahun melebihi 50%. Data dari negara maju tak jauh berbeda, di
Amerika Serikat prevalensi hipertensi pada usia diatas 65 tahun adalah 72%.
Dalam penelitian Framingham, pada yang mempunyai tekanan darah normal di

1
usia 50 tahun, hampir seluruhnya (90%), kemudian menjadi hipertensi.
Komplikasu hipertensi yang utama adalah penyakit kardiovaskular, yang dapat
berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, penyakit ginjal kronik,
kerusakan retina mata, maupun penyakit vaskuar perifer.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan klasifikasi


Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
arteri. Tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik,
tekanan sistolik, atau kedua-duanya secara terus-menerus. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam
arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua
denyutan.5,6
The Joint National Community on Preventation, Detection,Evaluation and
Treatment of High Blood Preassure 7 (JNC-7), WHO dan European
Society of Hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana
tekanan darah sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah
diastoliknya lebih dari 90 mmHg.6
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada
dua atau lebih kunjungan klinis2 (Tabel 1). Klasifikasi tekanan darah
mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik
(TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung
meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua
tingkat (stage) hipertensi , dan semua pasien pada kategori ini harus diberi
terapi obat.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC
7.2

3
a. Isolated Sistolik Hypertension
Sesuai dengan panduan JNC-VII, ISH didefinisikan sebagai Tekanan
Darah Sistolik ≥140 mmHG dengan Tekanan Darah Diastol 90 mmHg
atau kurang. Kenaikan tekanan darah sistolik dan penurunan tekanan
darah diastolik umumnya terjadi diatas usia 60 tahun. Hal ini sejalan
dengan berkurangnya elastisitas pembuluh darah besar (aorta) dan
proses aterosklerosis. ISH didapatkan pada usia 60-70 dari kasus
hipertensi pada usia lanjut dengan risiko 2-4 kali lipat untuk terjadinya
infark miokard, LVH, gangguan fungsi ginjal, stroke, dan mortalitas
kardiovaskuler.3
Komplikasi KV berbanding lurus dengan peningkatan tekanan darah
sistolik dan tekanan nadi serta berbanding terbalik dengan penurunan
tekanan darah diastolik. Semakin tinggi tekanan darah sistolik atau
tekanan nadi semakin berat risiko komplikasi kardiovaskular. Selain
itu penurunan tekanan darah dioastolik yang terlalu rendah berisiko
mengurangi aliran darah ke arteri koroner.3
b. Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat
menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya
ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg; dikategorikan sebagai
hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi
emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan
organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah
harus diturunkan segera (dalam hitungan menit – jam) untuk
mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ
target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel
kiri akut disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina
pectoris tidak stabil, dan eklampsia atau hipertensi berat selama
kehamilan.. Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa
disertai kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah

4
diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai tekanan darah pada
tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s.d. beberapa hari.
2.2 Epidemiologi
Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita
tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg); dengan persentase biaya
kesehatan cukup besar setiap tahunnya.4 Menurut National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang
dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti
bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi
peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991.
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif.
Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya
umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang
tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.2 Kebanyakan pasien
mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka didiagnosis
dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur
diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun,
laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari
umur 55 - 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki
yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60 tahun),
prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.8

2.3 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen
maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.8

5
a. Hipertensi primer (essensial). Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi
merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer).5 Literatur lain
mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus
hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun
teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun-temurun dalam suatu keluarga, hal ini
setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan
penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila
ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang
monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya
hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan
adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine,
pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen.
b. Hipertensi sekunder. Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan
sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering.10 Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada tabel 2. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder.
Tabel 2. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi8
Penyakit Obat

6
 penyakit ginjal kronis  Kortikosteroid, ACTH
 hiperaldosteronisme primer  Estrogen (biasanya pil KB dg
 penyakit renovaskular  kadar estrogen tinggi)
 sindroma Cushing  NSAID, cox-2 inhibitor
 pheochromocytoma  Fenilpropanolamine dan analog
 koarktasi aorta  Cyclosporin dan tacrolimus
 penyakit tiroid atau paratiroid  Eritropoetin
 Sibutramin
 Antidepresan (terutama
venlafaxine)
NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug, ACTH: adrenokortikotropik hormon
2.4 Patogenesis
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur,
tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS
diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi
sewaktu bilik jantung diisi.

Gambar 1. Fisiologi pengaturan tekanan darah


Pengaturan tekanan darah sangat kompleks dan mencakup interaksi antara
berbagai faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi dua variabel
hemodinamik yakni curah jantung dan resistensi perifer. Curah jantung
dipengaruhi oleh volume darah yang sangat tergantung secara independen
dengan konsentrasi natrium serum. Resistensi perifer diatur pada tingkat

7
arteriol dan dipengaruhi oleh faktor neuronal dan hormonal. Tonus
vaskulur normal dipengaruhi oleh zat vasokonstriktor (angiotensin II dan
katekolamin) dan vasodilator (kinin, prostaglandin dan nitrit oksida).
Resistensi pembuluh darah diatur oleh autoregulasi dimana peningkatan
tekanan darah akan memicu vasokonstriksi untuk mencegah hiperperfusi
jaringan. Faktor lokal seperti pH dan hipoxi serta interaksi neuronal antara
α dan β adrenerdik juga terlibat.

Gambar 2. Autoregulasi tekanan darah oleh sistem RAAS


Ginjal dan kelenjar adrenal berperan penting pada regulasi tekanan darah
dan berinteraksi satu sama lain untuk mengatur tonus tekanan darah dan
volume tekanan darah. Ginjal mempengarhi resistensi perifer dan
homeostasis natrium secara langsung melalui sistem RAAS. Renin
merupakan enzim proteolitik yang dihasilkan di ginjal oleh sel
jukstaglomerular di arterior aferen. Saat volume atau tekanan darah turun
terjadi penurunan tekanan pada arteriol aferen, penurunan GFR dan
peningkatan resorpsi natrium tubulus proksima sehingga terjadi konservasi
natrium dan ekspansi voume darah. Sel jukstaglomerular berespn dengan
melepaskan renin. Renin mengkatabolisme angiotensinogen plasma
menjadi angiotensin I yang kemudia dikonversi menjadi angiotensin II
oleh Angiotensin converting enzyme di perifer. Angiotensin II
meningkatkan tekanan arah dengan meningkatkan resistensi perifer dengan

8
merangsang kontraksi sel otot polos vaskular, meningkatkan volume
plasma dengan merangsang sekresi aldosteron pada adrenal, meningatkan
reabsorbsi natrium tubulus. Atrium jantung juga mensekresika atrial
natriuretik peptita (ANP) sebagai respon terhadap ekspansi volume jantung
pada gagal jantung dan menghambat reabsorbi natrium di tubulus ginjal
dan menyebabkan vasodilatasi sistemik.
Hampir 95% hipertensi adalah idiopatik (hipertensi esensial) . Kebanyakan
pasien tetap stabil seumur hidup dan sebagian mengalami komplikasi
infark miokard, strokea tau komplikasi lain. Sisanya adalah hipertensi
sekunder yang disebabkan oleh penyempitan arteri renalis biasanya oleh
plak aterosklerosis (hipertensi renovaskular). Yang jarang terjadi adalah
hipertensi akibat penyakit adrenal seperti aldosteronisme perifer, sindrom
cushing, feokromositoma atau penyakit lain
Sekitar 5% hipertensi menunjukkan peningkatan tekanan darah cepat yang
jika tidak terdeteksi dapat menyebaban kematian dalam 1-2tahun.
Hipertensi maligna atau accelerated secara klinis ditandai oleh hipertensi
berat (DBP >120mmHg), gagal ginjal, perdarahan retina dan eksudat
dengan atau tanpa papiledema. Hipertensi maligna dapat terjadi pada
hipertensi yang sudah ada, esensial maupun sekunder.Faktor resiko
hipertensi mencakup faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik.
Beberapa gen tunggal dapat menyebabkan hipertensi dengan
mempengaruhi reaborbsi natrium. Hipertensi juga dipengaruhi oleh
polimorfisme lokus angitensin. Pengaruh genetik dan ras pada sistem
RAAS belum jelas namun diduga melibatkan perbedaan pada regulasi
tekanan darah mencakup loading natrium ginjal, peningkatan reaktivitas
vaskular terhadap vasoprotektor atau proliferasi otot polos vaskular. Faktor
lingkungan: modifikasi ekspresi genetik seperti stres obesitas, merokok,
inaktivitas fisik dan konsumsi garam. Hubungan antara diet tinggi natrium
dan prevalensi hipertensi berbeda pada populasi yang berbeda secara
impresif.

9
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara
potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah 10
- Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons
terhadap stress psikososial dll
- Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan
vasokonstriktor
- Asupan natrium (garam) berlebihan
- Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
- Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron
- Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan
peptide natriuretik
- Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal
- Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal
- Diabetes mellitus
- Resistensi insulin
- Obesitas
- Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
- Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular
- Berubahnya transpor ion dalam sel

2.5. Diagnosis
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:
- Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko
kardiovaskular atau penyakit penyerta yang mungkin dapat
mempengaruhi prognosis sehingga dapat memberi petunjuk dalam
pengobatan

10
- Mencari penyebab tekanan darah tinggi
- Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskular
Data diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat
penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, tes
laboratorium rutin, dan prosedur diagnostik lainnya.
Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan
hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan
fisik yang utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-
rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk
mendiagnosis hipertensi.
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah
mempunyai faktor resiko tambahan (lihat tabel 3) tetapi kebanyakan
asimptomatik.
Tabel 3. Faktor-faktor resiko kardiovaskular2
Faktor resiko mayor Kerusakan organ target
→ Hipertensi → Jantung : Left ventricular
→ Merokok hypertrophy
→ Obesitas (BMI ≥30) → Angina atau sudah pernah infark
→ Immobilitas miokard
→ Dislipidemia → Sudah pernah revaskularisasi
→ Diabetes mellitus koroner
→ Mikroalbuminuria atau perkiraan → Gagal jantung
GFR<60 ml/min → Otak : Stroke atau TIA
→ Umur (>55 tahun untuk laki-laki, → Penyakit ginjal kronis
>65 tahun untuk perempuan) → Penyakit arteri perifer
→ Riwayat keluarga untuk penyakit → Retinopathy
kardiovaskular prematur (laki-laki <
55 tahun atau perempuan < 65
tahun)

11
BMI = Body Mass Index; GFR= glomerular Filtration Rate; TIA =
transient ischemic attack
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar,
pemeriksaan funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat
badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri
karotis, abdominal, dan bruit arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid;
pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk
melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta yang
abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema dan
denyut nadi, serta penilaian neurologis. Pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik juga perlu digali apakah sudah ada kerusakan organ target sebelumnya
atau disebabkan hipertensi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus meliputi
hal-hal seperti:
 Otak: stroke, TIA, dementia
 Mata: retinopati
 Jantung: hipertropi ventrikel kiri, angina atau pernah infark
miokard, pernah revaskularisasi koroner
 Ginjal: penyakit ginjal kronis
 Penyakit arteri perifer
Pemeriksaan laboratorium rutin yang direkomendasikan sebelum memulai
terapi antihipertensi adalah urinalysis, kadar gula darah dan hematokrit;
kalium, kreatinin, dan kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 – 12
jam) termasuk HDL, LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram.
Pemeriksaan opsional termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau
rasio albumin / kreatinin. Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk
mengidentifikasi penyebab hipertensi tidak diindikasikan kecuali apabila
pengontrolan tekanan darah tidak tercapai.

2.7.Komplikasi hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak
endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi

12
termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan
pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner
(infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila
penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka
akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan
hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung5

13
BAB III

KESIMPULAN

- The Joint National Community on Preventation,


Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Preassure 7
(JNC-7), WHO dan European Society of Hipertension
mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi dimana tekanan darah
sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah
diastoliknya lebih dari 90 mmHg.
- Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai
normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan
tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg.
- ISH didefinisikan sebagai Tekanan Darah Sistolik ≥140 mmHG
dengan Tekanan Darah Diastol 90 mmHg atau kurang.
- Krisis hipertensi dikategorikan sebagai hipertensi emergensi atau
hipertensi urgensi.
- Etiologi hipertensi di bagi dua yaitu Hipertensi primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol. Banyak penyebab hipertensi sekunder;
endogen maupun eksogen.
- Pengaturan tekanan darah sangat kompleks dan mencakup interaksi
antara berbagai faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi
dua variabel hemodinamik yakni curah jantung dan resistensi
perifer.
- Untuk mendiagnosis hipertensi data di dapat dari anamnesis
mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit
keluarga, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, dan prosedur
diagnostik lainnya.
- Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan: terapi
nonfarmakologi dan terapi farmakologi

14
DAFTAR PUSTAKA

1. 2003 World Health Organization (WHO) / International Society of


Hypertension Statement on Management of Hypertension. J Hypertens
2003;21:1983-1992
2. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And
Control Of Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA
2003;290:199-206
3. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Note:
kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga; 2003.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
2009Sudoyo AW,
5. Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
6. Chobaniam AV et al. Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA 2003;289:2560-2572
7. Sherwood Lauralee, 2001 ; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human
Physiology: From cells to systems) ; Edisi II, Jakarta, EGC.
8. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. U.S.
Department of Health and Human Services. 2003.
9. Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.
J.Fam Pract 2001;50:707-712
10. Oparil S et al. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med
2003;139:761-776
11. Vasan RS et al, Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of
Cardiovascular Disease, NEJM 2001;345:1291-1297

15
12. James, Paul et al. 201 Evidence based guideline for the managementof
high blood presure in adults report from the panel members appointed to
the english joint national commitee (JNC 8). JAMA 2014;311(5):507-520
13. Mancia et al. 2013 ESC/ESH guideline for the management of arterial
hypertension. Journal of Hypertension 2013; 31:1281-1357
14. Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled
Hypertension In The United States. NEJM 2001;345:479-486
15. Sacks FM et al. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium
And The Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH
Collaborative Research Group. NEJM 2001;344:3-10
16. Kabo, Peter. Hipertensi dalam Bagaimana menggunaka obat-obatan
kardiovaskular secara rasional. Edisi 1. 2010. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
17. Myceek, MJ et al. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. 2001. Jakarta:
Widya Medika.

16

Anda mungkin juga menyukai