Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Aqiqoh

Dari segi bahasa:

· Rambut yang berada dikepala bayi yang baru dilahirkan

· Berarti “pertolongan”

Dari segi syarak:

· Menyembelih kambing atau biri-biri untuk bayi yang baru dilahirkan

· Kadang-kadang,kambing yang disembelih itu disebut juga aqiqoh

Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat
tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah
(sembelihan).Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali
adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan
Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah
adalah hadist Nabi SAW. "Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan
untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)"

B.HUKUM AQIQOH

Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua
ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila
mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga
diperbolehkan. Anjuran aqiqah ini menjadi kewajiban ayah (yang menanggung
nafkah anak, pen). Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh
hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan faqir (tidak mampu), maka ia
tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16)

Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan
berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan ibu dan
bukan pula anaknya.

C.Syarat-syarat Aqiqah
a) Dari sudut umur binatang Aqiqah & korban sama sahaja.

b) Sembelihan aqiqah dipotong mengikut sendinya dengan tidak memecahkan


tulang sesuai dengan tujuan aqiqah itu sebagai “Fida”(mempertalikan ikatan
diri anak dengan Allah swt).

c) Sunat dimasak dan diagih atau dijamu fakir dan miskin, ahli keluarga, jiran
tetangga dan saudara mara. Berbeza dengan daging korban, sunat diagihkan
daging yang belum dimasak.

d) Anak lelaki disunatkan aqiqah dengan dua ekor kambing dan seekor untuk
anak perempuan

kerana mengikut sunnah Rasulullah.

‘Aisyah Radhiallahu ‘anha katanya:

Maksudnya: "Afdhal bagi anak lelaki dua ekor kambing yang sama keadaannya
dan bagi anak perempuan seekor kambing. Dipotong anggota-anggota
(binatang) dan jangan dipecah-pecah tulangnya." (HR.AL-HAKIM).

D.Sunat-sunat ketika menyembelih binatang

korban:

1. Membaca Basmalah

2. Selawat ke atas nabi

3. Menghadap kiblat

4. Bertakbir

5. Berdoa supaya diterima ibadah korban itu.

E.Hikmah Aqiqoh

Sejak seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu
berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi
yang dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia,
sesungguhnya setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak
mereka. Hal tersebut dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di
dalam janin yang masih sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia
tersebut menjadi dewasa dan kuat, setan jin tetap dapat menguasai target
sasarannya itu. Maka sejak itu pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada
umatnya cara menangkal serangan yang sangat membahayakan itu
sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui sabdanya berikut ini :

ُ ‫ْن َحد‬
‫ِيث‬ ُِ ‫عبَّاسُ اب‬ َ ‫ي‬ َُ ‫ض‬ ِ ‫ّللا َر‬َُّ ‫ع ْنه َما‬
َ ‫ل‬ َُ ‫ قَا‬: ‫ل‬َُ ‫ّللا َرسولُ قَا‬َُِّ ‫صلَّى‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َُّ َ ‫ن أ َ َرا َُد إِ َذا أ َ َح َدهُ ُْم أ‬
َ ‫ن لَ ُْو َو‬ َُ ِ‫أَه يَأْت‬
ُْ َ ‫ي أ‬
ُْْ‫ل لَه‬ َُِّ ‫طانَُ َجنِ ْبنَا اللَّه َُّم‬
َُ ‫ّللا بِاس ُِْم قَا‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ب ال‬ ُِ ِ‫طانَُ َو َجن‬ َّ ‫ن َرزَ ْقتَنَا َما ال‬
َ ‫ش ْي‬ ُْ ‫يَض َّرهُ لَ ُْم َذ ِلكَُ فِي َولَدُ بَ ْينَه َما يقَد‬
ُْ ِ ‫َّر فَإِنَّهإ‬
َ ‫ش ْي‬
ُ‫طان‬ َ ‫* أَبَدًا‬

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah s.a.w pernah bersabda:
apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan isterinya hendaklah
dia membaca:

َُِّ ‫طانَُ َجنِ ْبنَا اللَّه َُّم‬


ُ‫ّللا بِس ِْم‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ب ال‬ َّ ‫َرزَ ْقتَنَا َما ال‬
َ ‫ش ْي‬
ُِ ِ‫طانَُ َو َجن‬

Yang artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa
yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan aantara suami istri
itu ditakdirkan mendapat seorang anak. Anak itu tidak akan diganggu oleh
setan untuk selamanya

· Riwayat Bukhari di dalam Kitab Nikah hadits nomor 4767.


· Riwayat Muslim di dalam Kitab Nikah hadits nomor 2591.
· Riwayat Tirmidzi di dalam Kitab Nikah hadist nomor 1012.
· Riwayat Abu Dawud di dalam Kitab Nikah hadits nomor 1846.

Disaat manusia sedang menjalani bagian kehidupan yang paling nikmat,


mereka tidak boleh lupa diri. Mereka tidak boleh lupa kepada Allah Ta’ala.
Kebahagiaan hidup itu harus dimulai dengan berdzikir menyebut asma-Nya
dan membaca do’a. Hal itu harus dilakukan, supaya kebutuhan biologis
manusiawi tersebut dinilai sebagai amal ibadah. Ketika perbuatan yang sering
menjadikan manusia lupa diri itu menjadi amal ibadah, disamping mereka
mendapatkan pahala yang besar, juga apa saja yang ditimbulkan darinya akan
menjadi buah ibadah. Oleh karena ibadah berarti menolong di jalan Allah,
maka Allah Ta’ala akan selalu memberikan pertolongan kepada hamba-Nya
yang beriman itu. Allah Ta’ala menyatakan hal tersebut dengan firman-Nya:

‫ن َءا َمنوا الَّذِينَُ يَاأَيُّ َها‬


ُْ ِ‫ّللا ت َ ْنصروا إ‬ ُْ ِ‫ أ َ ْق َدا َمك ُْم َويثَب‬- ‫محمد‬:47/7
ََُّ ‫ت يَ ْنص ْرك ُْم‬

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. QS:47/7.

Dengan sebab pertolongan Ilahiyah tersebut, sejak saat itu juga calon anak
manusia itu akan mendapatkan perlindungan dari-Nya. Janin yang masih
sangat lemah itu dimasukkan dalam benteng perlindungan-Nya yang kokoh
sehingga

setan jin tidak mampu lagi mengganggu untuk selama-lamanya. Allah Ta’ala
telah menyatakan pula dengan firman-Nya:

َُ ‫علَ ْي ِه ُْم لَكَُ لَي‬


ُ‫ْس ِع َبادِي ِإ َّن‬ َ ‫ّل س ْل‬
َ ُ‫طان‬ ُِ ‫ ْالغَا ِوينَُ ِمنَُ ات َّ َب َعكَُ َُم‬- ‫الحجر‬:15/42
َُّ ‫ن ِإ‬

Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap


mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang
sesat. QS:15/42.

Adakah kasih sayang yang melebihi kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-
Nya, dan Rasulullah saw. kepada umatnya? Betapa seandainya tidak ada kasih
sayang itu. Seandainya kita tidak diajarkan oleh Rasulullah saw. usaha
tandingan untuk menangkal bahaya besar yang tidak banyak disadarai oleh
manusia itu, adakah kira-kira manusia dapat selamat dari ancaman setan jin
yang sangat mengerikan itu?

Sementara sepasang anak manusia sedang asyik-asyiknya dalam keadaan lupa


diri, ternyata setan jin telah menyiapkan jurus-jurus ampuh. Jika seandainya
tidak ada penangkal tersebut barangkali dapat dipastikan, tidak ada seorang
manusiapun mampu menyelamatkan diri dari serangan jin yang mematikan itu.

Buah ibadah yang dilakukan oleh seorang laki-laki sebelum mendatangi


istrinya itu disebut “Nismatul ‘ubudiyah” sedangkan kehidupan yang mendiami
janin di dalam rahim seorang ibu itu disebut “Nismatul adamiyah”. Selama
keberadaan nismatul adamiyah didampingi nismatul ‘ubudiyah, sampai
kapanpun anak manusia tetap mendapatkan perlindungan Allah Ta’ala. Dengan
perlindungan itu setan jin tidak mempunyai kekuatan untuk menguasainya,
kecuali manusia sendiri terlebih dahulu merusak sistem perlindungan tersebut
dengan berbuat kemaksiatan dan dosa. Akibat dosa-dosa yang dilakukan itu
dengan sendirinya nismatul ‘ubudiyah akan meninggalkan nismatul adamiyah,
sehingga terbuka peluang bagi setan jin untuk menguasai manusia.

Ketika persetubuhan itu tidak dilandasi dengan nuansa ibadah, tidak diniati
dengan niat yang baik, hanya memperturutkan dorongan hawa nafsu belaka,
lebih-lebih lagi dilaksanakan dalam kondisi masih haram, sehingga sejak proses
awal kejadian anak manusia itu tidak mendapatkan nismatul ‘ubudiyah, tidak
mendapatkan sistem penjagaan malaikat untuk melindungi jalan hidupnya,
maka sejak masih berbentuk janin itu, anak manusia tersebut sudah
terkontaminasi anasir-anasir jin. Akibatnya, sejak itu pula menjadi sangat
rentan mendapatkan gangguan setan jin, baik jasmani maupun ruhaninya.
Jasmaninya dalam arti sangat rentan mendapatkan berbagai macam penyakit
yang penyebabnya datang dari dimensi alam jin dan ruhaninya dalam arti baik
kesadaran maupun karakternya rentan mendapatkan gangguan jin. Dengan
demikian itu berarti, bagian kehidupan

anak manusia itu telah tergadai di dalam kekuasaan setan jin sehingga kapan
saja jin dapat melaksanakan niat jahatnya. Allah Ta’ala telah menegaskan hal
tersebut dengan firman-Nya:

ُ‫ت بِ َما نَ ْفسُ ك ُّل‬


ُْ َ‫سب‬
َ ‫ َرهِينَةُ َك‬- ‫المدثر‬:74/38
Tiap-tiap jiwa dengan apa yang telah diperbuatnya akan tergadai. QS:74/83.

Akibat dari kesalahan tersebut, jiwa anak manusia bagaikan sudah


digadaikan oleh orang tuanya kepada setan jin, maka dia membutuhkan
tebusan untuk membebaskannya. Oleh karena itu, berkat rahmat-Nya yang
Agung, Allah Ta’ala masih memberikan kesempatan kepada setiap orang tua
untuk menebus jiwa anaknya tersebut dengan melaksanakan sunnah
Rasulullah saw yang disebut Aqiqoh.

Sebagaimana pelaksanaan ibadah qurban – laki-laki dengan dua ekor


kambing dan perempuan dengan satu ekor kambing – Aqiqoh juga demikian.
Rasulullah saw.

sebagai seorang Rasul yang “Ma’shum” atau yang sudah mendapat jaminan
keselamatan dan penjagaan dari akibat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa,
beliau melaksanakan Aqiqoh untuk putra-putrinya hanya selang tujuh hari
setelah hari kelahirannya.

Hal itu berarti mengandung pelajaran bagi umatnya tentang demikian


besarnya hikmah Aqiqoh.

Jika diambil arti secara filosofi, tujuan aqiqoh juga seperti tujuan ibadah
qurban, yakni melaksanakan tebusan atau yang disebut dengan istilah Fida’.
Artinya; yang semestinya Nabi Ismail as. mati kerena saat itu Nabi Ibrahim as.
mendapatkan perintah untuk menyembelihnya, namun kematian itu ditebusi
oleh Allah Ta’ala dengan kematian seekor binatang qurban. Sehingga sejak itu,
setiap hari Raya Qurban kaum muslimin disunnahkan untuk melaksanakan
qurban dengan menyembelih binatang qurban. Seperti itu pula tujuan aqiqoh
yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Yakni melaksanakan
penebusan barangkali di saat kedua orang tua tersebut melaksanakan
kuwajiban nafkah badan ada kehilafan. Maksudnya, bagian kehidupan anak
yang sudah terlanjur tergadaikan kepada setan jin akibat kesalahan yang
diperbuat, orang tua itu dianjurkan melaksanakan tebusan dengan
melaksanakan aqiqoh bagi anak-anaknya.

Oleh karena itu hendaknya umat Islam melaksanakan aqiqoh untuk anak-
anaknya dengan sungguh-sungguh, dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata
karena Allah Ta’ala. Aqiqoh boleh dilaksanakan bersamaan pelaksanaan hajad-

hajad yang lain, hal itu karena daging aqiqoh dianjurkan dibagikan dalam
keadaan matang. Boleh untuk walimatul ‘ursy, atau walimatul khitan
umpamanya, asal dalam pelaksanaan itu tidak dibarengi dengan niat-niat yang
tidak terpuji. Aqiqoh tidak boleh dibarengi dengan niat-niat yang dapat
membatalkan pahala ibadah, misalnya untuk berbuat bangga-banggaan atau
untuk perbuatan riya’ dan pamer, atau perbuatan yang sifatnya mubadzdzir
menurut hukum agama islam, seperti pesta-pesta perkawinan yang sifatnya
hanya untuk menunjukkan status dan kehormatan duniawi, hanya untuk
pamer kesombongan dan bangga-banggaan. Hal itu dilakukan agar aqiqoh
yang dilaksanakan itu benar-benar mencapai target sasaran. Menjadikan
kafarot atau peleburan bagi dosa-dosa dan kesalahan yang telah terlanjur
dilakukan oleh kedua orang tua.

Jadi, salah satu hikmah aqiqoh adalah, disamping diniatkan untuk


melaksanakan sunnah Rasul saw, juga dapat dijadikan media atau sarana bagi
usaha penyembuhan orang yang telah terlanjur jiwanya tergadaikan kepada
setan jin sehingga badannya dihinggapi berbagai penyakit. Aqiqoh yang
dilaksanakan itu bukan dalam arti kambing yang disembelih itu kemudian
dipersembahkan kepada jin yang sedang memperdaya orang yang sakit
sehingga hukumnya menjadi syirik. Hal tersebut sebagaimana yang disangkah
oleh sebagian kalangan yang tidak memahami ilmunya. Namun dilaksanakan
semata-mata melaksanakan syari’at agama. Dengan asumsi, bahwa ibadah
yang dilakukan oleh seorang hamba bukan untuk kepentingan Allah Ta’ala,
tetapi pasti ada kemanfaatan bagi orang yang malakukannya.

Hal itu bisa terjadi, karena secara sunatullah, Allah Ta’ala sudah menetapkan
bahwa setiap amal kebajikan pasti dapat menghilangkan kejelekan, asal
kebajikan tersebut dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah-Nya.
Allah Ta’ala telah menegaskan dengan firman-Nya:

ُ‫ت ِإ َّن‬ َ ‫ت ي ْذ ِهبْنَُ ْال َح‬


ُِ ‫سنَا‬ َّ ‫ ِللذَّا ِك ِرينَُ ِذ ْك َرى َذ ِلكَُ ال‬- ‫هود‬:11/114
ُِ ‫سُِيئ َا‬

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)


perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
ingat”. QS:11/114.

Anda mungkin juga menyukai