Anda di halaman 1dari 7

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Ny. ARF usia 23 tahun datang ke Poliklinik Rumah Sakit Polri kramat jati
pada tanggal 15 Februari 2019 dengan keluhan utama keluar air dari jalan lahir. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan
diagnosis G1P0A0 Hamil 38 minggu janin presentasi kepala tunggal hidup, belum inpartu,
dengan ketuban pecah dini dan oligohidramnion
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan
dengan cepat dan tepat.

3.1. Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan teori
,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS yang keluar dari
jalan lahir. Air-air tersebut jernih dan sedikit kekuningan tanpa disertai keluarnya lendir dan
darah. Perut kencang-kencang dialamin pasien sejak ± 2 hari SMRS yang dirasakan semakin
hari semakin sering. Pasien rutin periksa kehamilan di dokter.
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dari
anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu juga diperhatikan warna
keluarnya cairan tersebut. His belum teratur atau belum ada serta belum ada pengeluaran
lendir darah.
Teori Kasus
 Pasien merasa basah pada vagina.  Pasien datang dengan keluhan keluar air-
 Mengeluarkan cairan banyak tiba - air dari jalan lahir
tiba dari jalan lahir.  Riwayat keluar air ketuban dari jalan
 Warna cairan diperhatikan. lahir sejak 2 hari sebelum masuk rumah
 Belum ada pengeluaran lendir darah sakit.
dan berbau khas  Cairan yang keluar jernih sedikit
 His belum teratur atau belum ada. kekuningan

20
 Perut kencang-kencang sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit, makin lama
makin sering

3.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan
tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan adanya
tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,5o C. Denyut nadinya juga dalam batas
normal, yaitu 99 kali per menit.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD
selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori Kasus
Tanda-tanda infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi:
 Suhu ibu >38o C  Suhu ibu 36,5o C
 Nadi cepat  Nadi 99 kali / menit

3.3 Pemeriksaan Inspekulo


Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan inspekulo. Pada pemeriksaan didapatkan OUE

menutup, Flour albus (+), pH diperiksa dengan kertas Lakmus. Cairan yang keluar

berwarna jernih mengalir.

Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap

kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan

dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar dari

vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pHnya. Air ketuban

yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.

21
Teori Kasus
 Pemeriksaan dengan spekulum tampak  OUE menutup
keluar cairan dari OUE
 Flour albus (+).
 Tampak cairan keluar dari vagina
 Riwayat keluar air ketuban.
 Cairan yang keluar diperiksa warna, bau
dan pHnya  Cairan jernih, pH diperiksa dengan
 Air ketuban yang keruh dan berbau
kertas Lakmus
menunjukkan adanya proses infeksi.

3.4 Pemeriksaan Dalam


Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama kali
datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam
pada pasien ini belum dapat mengevaluasi ketuban karena belum ada pembukaan portio,
dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (-).
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan kalau
KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan pada pasien
dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan dalam pada saat
pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah sudah ada pembukaan
sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.
Teori Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan : Pemeriksaan dalam dilakukan :
 Seminimal mungkin untuk mencegah  Saat pertama kali datang.
infeksi.  Untuk memantau kemajuan
 KPD sudah dalam persalinan. persalinan.
 KPD yang dilakukan induksi persalinan.  Selaput ketuban tidak dapat
 Selaput ketuban negatif. dievaluasi

3.5 Pemeriksaan Laboratorium


Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa leukosit
pasien dalam batas normal (9.600 / mm3) dan kesimpulannya bahwa air ketuban tidak
menunjukkan adanya proses infeksi.

22
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus. Tes Lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban
adalah 7 – 7,5.
Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Leukosit: 9600
yanda-tanda infeksi  Pada pemeriksaan tes lakmus terjadi
 Kertas lakmus merah berubah menjadi biru perubahan warna Merah berubah
 pH air ketuban adalah 7 – 7,5 menjadi biru

3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan USG pada kasus KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada keadaan oligohidromnion. Pemeriksaan NST dilakukan
untuk menilai gambaran denyut jantung janin dalam hubungannya dengan gerakan / aktivitas
janin. Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin
dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,
frekuensi dasar (baseline) denyut jantung janin diluar gerakan janin antara 120-160 x/menit
dan variabilitasnya antara 6-25 dpm. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan kardiotokografi
diantaranya hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan
post-term, IUGR, ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang, kehamilan dengan anemia,
kehamilan ganda, oligohidramnion, polihidramnion, riwayat obstetrik buruk, dan kehamilan
dengan penyakit ibu.6

Teori Kasus
 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Pada pasien dilakukan USG dan
tanda-tanda infeksi didapatkan adanya oligohidramnion.
 USG untuk melihat jumlah cairan  NST pada kasus ini didapatkan reaktif
ketuban dalam kavum uteri
 NST reaktif jika :
1. Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan
janin dalam waktu 20 menit
pemeriksaan yang disertai adanya
akselerasi paling sedikit 10-15 dpm,

23
2. Frekuensi dasar (baseline) denyut
jantung janin diluar gerakan janin
antara 120-160 kali/menit dan
3. Variabilitasnya antara 6-25 dpm.

3.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya ketuban
dicurigai terjadi 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sementara belum ada tanda-tanda inpartu
pada pemeriksaan dalam, dilakukan pemeriksaan NST untuk menilai keadaan janin dan
pasien diobservasi.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada
ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakkan. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan pasien akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesarea.

Teori Kasus
 Pemberian antibiotik profilaksis dapat  Skor pelvik < 5
menurunkan infeksi pada ibu  Dilakukan induksi persalinan dengan
 Bila skor pelvik < 5, lakukan menggunakan oksitosin
pematangan serviks, kemudian induksi.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah


dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang ditemukan
sudah sesuai dengan teori yang ada. Penulis kurang setuju dengan penatalaksanaan
yang dilakukan pada kasus ini, pada kasus ini didapatkan Skor pelvik < 5 namun
langsung dilakukan induksi persalinan tanpa melakukan pematangan serviks. Menurut

24
teori apabila skor pelvik < 5 maka dilakukan pematangan serviks dengan diberikan
misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian


Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-82.
2. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225.
3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini.
Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
5. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005 .
6. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

26

Anda mungkin juga menyukai