Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama : Ny. SI
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Geudubang Jawa.
Masuk RS : 31 - 12 - 2018 pukul 13.45 WIB

1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :


Kurang lebih sehari yang lalu sebelum masuk RS pasien yang tengah hamil meras
a pusing tapi tetap dirumah. Kemudian sehari kemudian pada pasien mengeluh pusing da
n mual namun pasien tetap di rumah. Pada jam 10.00 pasien tiba-tiba kejang kurang lebih
selama 2 menit. Setelah kejang pasien sadar kembali dan dibawa ke IGD RSUD Langsa.
Pasien memiliki riwayat pusing + , mual + , Muntah + , pandangan kabur - , nyeri ulu hati
-. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama hamil disangkal. Riwayat kedua kaki
bengkak sejak 3 bulan terakhir.

Riwayat Persalinan Lalu :


1. Abortus
2. Hamil ini .

Riwayat ANC :
1. SpOG 4x
2. Usia Kehamilan : 32 minggu
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada riwayat penyakit kencing manis, asma, maupun ginjal. Sebelum
dan selama hamil pasien tidak ada menderita tekanan darah tinggi. Riwayat kejang sebelu
mnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi ada

Riwayat Haid
Siklus haid teratur setiap bulan (kurang lebih 30 hari), lamanya 7 hari.

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali, lama perkawinan 5 tahun.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum : Lemah
2. GCS : 456
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 197/108 mmHg
Nadi : 108 kali/menit
Respirasi : 23 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
Skor Tanda Vital = 16
4. TB = 155 cm
BB= 75 kg
BMI= 31,22 kg/m2
5. Kepala dan Leher :
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-/-)
6. Thorax :
Pulmo Inspeksi : Bentuk simetris, gerak nafas simetris
Palpasi : Fremitus raba simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-).
Cor I : iktus kordis tidak terlihat
P : normal
P : Batas kiri ICS IV midclavicular line sinistra
A : dalam batas normal
7. Abdomen
- TFU : 29 cm
- Letak bujur U
- DJJ : 164 x/i
- TBJ : 2635 gr
- His (-) neg
8. Genitalia Eksterna
- Dipstick : +3
9. Ekstremitas
Atas : Edema (-/-), parese (-/-), akral dingin (-/-)
Bawah : edema (+/+), parese (-/-), akral dingin (-/-)

Pemeriksaan Dalam (Setelah Pemberiaan SM)


Pembukaan 0-1 cm
Presentasi kepala
Eff 25 %
Hodge I
Ketuban +
Denominator sulit di evaluasi
UPD dalam batas normal
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Hb : 14,6 g/dL
Leukosit : 26,36 x 103/uL
Eritrosis : 5,03 x 106 juta/uL
Hematokrit : 41,20 %
Trombosit : 126.000 x 103/uL

Kimia Darah
GDS : 115 mg/dL
SGOT : 25 U/L
SGPT : 5 U/L
Ureum : 12 mg/dL
Kreatinin : 0,77 mg/dL
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Chlorida : 99 mmol/L

Urinalisa
Kekeruhan : agak keruh
Warna : kuning keruh
pH : 6,5
Protein : 3+
Glukosa : negatif
Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif
Darah Samar : negatif
1.5 DIAGNOSIS
G2 P0 A0 37-38 mg + PEB inpending Eklampsi
+ Eklampsia
+ Obesitas
+ ROJ
+ IUGR
1.6 PENATALAKSANAAN
PTx : - Resusitasi intrauterin
- O2 10 lt/1 , NRBM
- tidur miring kiri
Injeksi SM full dose :
SM 20 % 4 gr iv , bolus pelan
SM 40% 10 gr IM, bokong kanan-bokong kiri
Dilanjutkan SM maintenance : sm 40% 5 gr/6 jam jika kontraindikasi (-)
Usul terminasi dengan SC cito + IUD pasca placenta
IVFD : RD 5 life line
Persiapan operasi :
 Injeksi ceftriaxone 1gr iv (skin test )
 Inj ranitidine 1 amp iv
 Inj metoclopramid 1 amp iv
 Nifedipin 3 x 10 mg
 Metildopa 3 x 500 mg
 As. Mefenamat 3 x 500 mg
 Sulfat Ferrosus 1x1
 Daftar OK, sedia darah
 Konsultasi anestesi
 Surat Persetujuan (Informed Consent)
Planning Monitoring :
Observasi Vital Sign, Keluhan, His, DJJ, Produksi urine, reflex patella, balance cairan/6
jam, tanda-tanda impending eklampsia
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan ol


eh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pr
e eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu (Euerle, 2005).
Di Indonesia eklampsia, di samping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utam
a kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini pre ekla
mpsia, yang merupakan tingkat pendahulu eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksan
akan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre ekl
ampsia ringan dengan hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperha
tikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
pre eklampsia berat (Wagner, 2004).
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Frekuensi rendah p
ada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan
tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna (Prawirohardj
o, 2010).
Di negara-negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,
7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1% (Morris, 2006).
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia di dahului oleh pre eklampsia, tampak p
entingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencagah timbulnya
penyakit itu (Prawirohardjo, 2010).

2.2 Rumusan masalah


1 Apakah tanda klinis pada pasien dalam penegakan diagnosa eklampsia?
2 Apa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada pasien?
3 Bagaimanakah penatalaksaan eklampsia?
2.3 Tujuan
1 Mengenal tanda-tanda klinis yang dapat mendukung diagnosa eklampsia
2 Mengetahui faktor-faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada pasien
3 Mengetahui secara benar penatalaksanaan pasien dengan kasus eklampsia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Pre-eklampsia adalah gangguan multi sistem spesifik pada kehamilan, didefinisikan seba
gai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan d
engan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi lebih awal misalnya pada mola hidatidos
a (Morris, 2006).
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda
pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang dapat diikuti
oleh koma (Morris, 2006).

3.2 Patofisiologi
Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan komplikasi dari pre-
eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma diduga berhubungan deng
an hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemia kortikal, edema serebri dan perdarah
an (Stephani, 2005).
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunologik, endokri
n, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit. Beberapa penelitian memperkir
akan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat tertentu menyebabkan vasokonstriksi
yang luas. Penyebab langsung aktivitas kejang pada penderita eklampsia masih tidak diketahui. I
skemia serebri, infark, perdarahan edema diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia (Ste
phani, 2005)

3.3 Frekuensi
Di Amerika serikat, kejadian eklampsia mendekati 0,05%-0,2% dari semua kehamilan (
Morris, 2006).Eklampsia sering terjadi pada pasien dengan usia reproduksi yang ekstrim, Resiko
eklampsia lebih besar terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun (Morris, 2006).
3.4 Faktor Resiko
Berikut dipertimbangkan sebagai faktor resiko untuk eklampsia:
1. Nulliparity
2. Riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia dan eklampsia sebelumnya
3. Kegagalan kehamilan sebelumnya, termasuk keterbelakangan pertumbuhan intrauterin, a
bruptio plasenta, atau fetal death
4. Gestasi multifetal, mola hidatidosa, fetal hydrops, primigravida
5. Kehamilan remaja
6. Primigravida
7. Usia > 35 tahun
8. Status sosioekonomi rendah
9. Obesitas
10. Hipertensi Kronis
11. Penyakit renal
12. Trombophilias-antiphospholipid antibody syndrome
13. Defisiensi protein C dan defisiensi protein S
14. Defisiensi antithrombin
15. Penyakit vaskuler dan jaringan ikat
16. Diabetes gestational
17. SLE
(Ross, 2010)

3.5 Gejala dan Tanda


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hi
perrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sa
ngat berbahaya terutama pada persalinan.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita
terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala
diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam
tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku, tangan menggenggam,
dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik,
lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung antara 1-2
menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam
tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata
menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan
sianosis. Penderita menjadi tidak sadar.Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya,
sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan
penderita menarik nafas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara
perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa
sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam keadaan
koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 400 ce
lcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti lidah tergigit,
perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan perdarahan otak.
(Prawirohardjo, 2010)

2.6 Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala pre eklamp
sia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah ti
dak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari epilepsi atau kejang akibat
proses intra kranial yag lain, atau koma akibat sebab lain seperti diabetes, perdarahan otak, meni
ngitis, ensefalitis dan lain-lain (Stephani, 2005).

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan b
ayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di ba
wah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati
atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia merupakan akibat
vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
(Prawirohardjo, 2010)

2.8 Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korb
an besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,
8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kemati
an ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara ya
ng kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita
-penderita eklampsia sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu bisanya di
sebabkan oleh perdarahan otak, dekompensatio kordis dengan edema paru, payah ginjal dan mas
uknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan waktu kejang. Sebab kematian bayi terutama oleh h
ipoksia intra uterin dan prematuritas (Prawirohardjo, 2010).

2.9 Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usaha
-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas (Prawirohardjo, 2010) :
1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera
apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan minimal pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah
dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
I. Obat-obatan anti kejang
MgSO4
. Dosis awal : 4 g 20 % iv pelan (3 menit atau lebih), disusul dengan 10 g 40% im
terbagi pada bokong kanan dan bokong kiri.
I. Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan sampai 24 jam paska
persalinan atau 24 jam bebas kejang.
II. Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% iv pelan. Pemberian iv
ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka diberikan
penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
. Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum glukonas kalikus
10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau lebih).
Diazepam
 Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan 40 mg dalam 500
ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
 Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam bebas kejang.
 Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini hanya sekali saja,
bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam di luar, maka :
 Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang telah diberikan
diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam dosis penuh.
 Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan dengan MgSO4 atau
diazepam dalam dosis penuh.
 Bila diazepam tidak tersedia, maka pengobatan dengan MgSO4 10 mg im, bila timbul
kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 g iv.

Perawatan kalau kejang


 Kamar isolasi yang cukup tenang
 Pasang sudep lidah ke dalam mulut
 Kepala direndahkan dan orofaring dihisap
 Oksigenasi yang cukup
 Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi fraktur.

Perawatan kalau koma


 Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
 Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
 Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan dalam bentuk
per NGT.

II. Memperbaiki keadaan umum ibu


 Infus D5%
 Pasang CVP untuk :
 Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan pemberian low molekul
Dextran)
 Pemberian kalori (D10%)
 Koreksi keseimbangan asam basa (pada asidosis maka diberikan NaBic/Meylon
50 meq iv)
 Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil pemeriksaan lain)

III. Mencegah Komplikasi


 Obat-obatan hipertensi, diberikan pada penderita dengan TD 180/110
mmHg atau lebih
 Diuretika, hanya diberikan atas indikasi edema dan kelainan fungsi ginjal
(apabila faktor pre renal sudah diatasi)
 Kardiotonika, diberikan atas indikasi ; ada tanda-tanda payah jantung,
edema paru, nadi 120 x/menit, sianosis, diberikan digitalis cepat dengan
cedilanid
 Antibiotika spektrum luas.
 Antipiretika dan atau kompres alkohol
 Kortikosteroid

IV. Terminasi kehamilan/persalinan. Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih
keadaan berikut ini :
 Setelah kejang terakhir
 Setelah pemberian antikejang terakhir
 Setelah pemberian antihipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar
 Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
 STV > 10, boleh terminasi
 STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi

Skor Tanda Vital


1 2 3 4
TD sistole >200 140-200 100-140
<100
TD diastole >110 90-110 50-90
<50
Nadi (x/menit) > 120 100-120 80-100
Suhu rektal (oC) > 40 38,5-40 < 38,5
Pernafasan (x/m > 40 Irreg/abn/patol 29-40 16-40
enit) < 16
GCS 3-4 5-7 >8

(Sutarinda, 2008)
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan kasus obstetri yang harus dilakukan ter
hadap pasien adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini se
orang wanita dengan usia 28 tahun didiagnosis dengan G2P0A0 Hamil aterm inpartu kala I fase a
ktif dengan eklampsia janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala.
Dasar diagnosis eklampsia pada pasien ini adalah sesuai definisi dimana eklampsia adala
h kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya k
ejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia (kejang
bukan akibat kelainan neurologik). Pada pasien ini usia kehamilan lebih dari 20 minggu, dengan
tanda-tanda pre eklampsia yakni hipertensi dengan tekanan darah saat tiba di RS 197/108 mmHg,
adanya proteinuria 3+ serta edema pada kedua tungkai. Pasien juga mengalami kejang.
Prinsip pengobatan pada penderita eklampsia adalah sebagai berikut:
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin.
Pada pasien ini pertama-tama diberikan resusitasi dengan 02 via NRBM dan IVFD RD5 l
ife line. Kemudian pasien diberikan obat anti kejang MgSO4 dengan dosis awal 4 gram 20% iv p
elan, disusul dengan 10 gram 40% im terbagi pada bokong kanan dan bokong kiri. Dosis ulangan
diberikan 5 gram 40% im tiap 6 jam sampai 24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Pasien lalu diberi injeksi untuk mencegah komplikasi yaitu antibiotika ampicillin diawali
dengan skin test, dilanjutkan dengan ranitidine dan metoclopramid. Tidak lupa juga balance caira
n negatif untuk mencegah overload cairan. Pasien juga diberi Nifedipin dan Metildopa untuk anti
hipertensi, tetapi perlu pengawasan agar penurunan MAP tidak lebih dari 20%.
Pasien kemudian diusulkan untuk dilakukan terminasi dengan SC cito + IUD pasca plase
nta dengan syarat stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan berikut ini :
 Setelah kejang terakhir
 Setelah pemberian antikejang terakhir
 Setelah pemberian antihipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar
 Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
- STV > 10, boleh terminasi
- STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi
Pada pasien ini, STV nya adalah > 10, sehingga boleh dilakukan terminasi. Untuk persiapan oper
asi, pasien dipuasakan dan diberi drip oxytocin 40 IU dalam RD5 500 cc. Juga dipersiapkan trans
fusi bila kadar Hb post operasi < 8.
Selanjutnya dilakukan konsultasi ke teman sejawat Anestesi dan Kardiologi untuk memp
ersiapkan operasi SC cito dan penatalaksanaan tambahan. Setelah tindakan operasi keluarga pasi
en menyetujui untuk pasien selanjutnya dirawat di ICU untuk observasi dan pengobatan tindak la
njut.
BAB V
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan ol
eh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pr
e eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Eklampsia pada umumnya timbul pada wan
ita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklam
psia timbul serangan kejang yang dapat diikuti oleh koma.
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunologik, endokri
n, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit.Pada umumnya kejang didahului
oleh makin memburuknya pre eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah front
al, gangguan penglihatan,mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak diken
al dan tidak segera diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.
Prinsip pengobatan pada eklampsia adalah;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.

5.2 Saran
Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dan menambah wawasan keilmuann
ya mengenai penyakit eklampsia, sehingga kasus eklampsia dapat dicegah sedari dini dan tidak t
erjadi kegawatdaruratan bahkan kematian. Kontrol ANC secara berkala dan penanganan yang tep
at pada kasus eklampsia diharapkan dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologist. Chronic Hypertension in Pregnancy. ACO


G. Practice Bulletin no.29. Washington, DC: American College of Obstetricians and Gyn
ecologist, 2001.

Euerle, B, Warden, M. Pre Eklampsia (Toxemia of Pregnancy). 2005. http://www.emedicine.co


m

Gabbe. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. In: Hypertension. 5th ed. Churchill Livingst
one, An Imprint of Elsevier; 2007.

Hofmeyr GJ, Belfort M. Proteinuria as a predictor of complcations of pre-eclampsia. BMC Med.


2009;7:11

Jung, Dawn C. Pregnancy, Pre Eklamsia. 2007. http;//www. Emedicine.com

Mattar, F, Sibai BM. Eclampsia. VIII. Risk Factors for maternal morbidity. Am J Obstet Gynecol
. 1990;163:1049-55.

Morris, S C. Pregnancy, Eklampsia. 2006. http;//www. Emedicine.com

Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina pustak
a Prawirohardjo, Jakarta. 2010.

Shuman, T. Pregnancy : Pre Eklampsia and Eklampsia. 2005. http;//www.Google.com.

Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstet Gynecol. Feb 2005;105(
2):402-10
Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com

Wagner, L.K. Diagnosis & Management of Pre Eklampsia. American Academy of Family Physic
ians Journal. Vol 70/no 12) 2004. http ://www.nhlbi.nib.gov/healthy/prof/heart/hbp preg.
pdf.

Anda mungkin juga menyukai