Anda di halaman 1dari 51

Laporan Kasus

LUKA BAKAR

Pembimbing:
dr. Arya Tjipta, Sp.BP-RE

PENYUSUN:

Luhurul Amri (140100037)


M. Reza Restu Fauzi (140100002)

Reina Romauli Tarihoran (140100015)

M. Rizki Ananda (140100040)


Deni Hariyanto (140100192)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Luka
Bakar”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Arya Tjipta, Sp.BP-RE
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah
ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat menambah keilmuan dalam
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 14 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2. Tujuan ................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3

2.1. Anatomi dan Histologi Kulit ............................................................ 3

2.2. Definisi ............................................................................................. 6

2.3. Etiologi ............................................................................................. 6

2.4. Patofisiologi ..................................................................................... 8

2.5. Klasifikasi ........................................................................................ 11

2.6. Penatalaksanaan ............................................................................... 15

2.7. Komplikasi ....................................................................................... 29

2.8. Prognosis .......................................................................................... 29

BAB 3 STATUS ORANG SAKIT........................................................ 31

BAB 4 FOLLOW UP ............................................................................. 45

BAB 5 DISKUSI KASUS...................................................................... 53

BAB 6 KESIMPULAN ......................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 59


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini


disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar,
khususnya pada negara dengan pendapatan rendah-menengah, dimana lebih dari
95% angka kejadian luka bakar menyebabkan kematian (mortalitas).
Bagaimanapun juga, kematian bukanlah satu-satunya akibat dari luka bakar.
Banyak penderita luka bakar yang akhirnya mengalami kecacatan (morbiditas),
hal ini tak jarang menimbulkan stigma dan penolakan masyarakat.1
Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa terdapat 265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia
akibat luka bakar. Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar
sedang-berat per tahun. Di Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak
dengan luka bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderita kecacatan
permanen. Sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab kedua cedera
tertinggi, dengan 5% kecacatan.2
Menurut data American Burn Association, di Amerika Serikat terdapat
486.000 kasus luka bakar yang menerima penanganan medis, 40.000 diantaranya
harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, sebanyak 3.240 kematian terjadi setiap
tahunnya akibat luka bakar. Penyebab terbanyak terjadinya luka bakar adalah
karena trauma akibat kecelakaan kebakaran, kecelakaan kendaraan, terhirup asap,
kontak dengan listrik, zat kimia, dan benda panas.3
Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah sebesar 0.7%
dan telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008
(2.2%). Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Papua (2.0%) dan Bangka
Belitung (1.4%) (Depkes, 2013). Berdasarkan data rekam medis RSUP Haji
Adam Malik Medan, terdapat 353 kasus luka bakar pada tahun 2011-2014 dengan
penyebab terbanyak adalah flame burn injury (174 kasus, 50,4%).4

1
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap
paparan yang berasal dari sumber panas, listrik, zat kimia, dan radiasi. Hal ini
akan menimbulkan gejala berupa nyeri, pembengkakan, dan terbentuknya
lepuhan. Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan atau luka bakar derajat I)
dapat menimbulkan komplikasi berupa shock, dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit, infeksi sekunder, dan lain-lain.5

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah


pengetahuan mengenai luka bakar sehingga dokter muda dapat mengenali
penyakit ini dan menangani sesuai dengan kompetensinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Kulit


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m 2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif. Kulit
bervariasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Kulit yang elastis dan longgar
terdapat pada palpebra, bibir, dan preputium. Sedangkan kulit yang tebal dan
tegang, terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada
muka, kulit lembut terdapat pada leher dan badan, sedangkan kulit dengan rambut
kasar terdapat pada kepala.6
Secara histologis, kulit terdiri atas dua lapisan, yaitu:7
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan nonvaskular yang dilapisi epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk dengan jenis dan lapisan sel yang berbeda-beda.
Terdapat empat jenis sel di epidermis kulit, dengan keratinosit sebagai sel
dominan. Keratinosit membelah, tumbuh bergerak ke atas, dan mengalami
keratinisasi atau kornifikasi, dan membentuk lapisan epidermis protektif bagi
kulit. Selain itu terdapat juga jenis sel lainnya yang jumlahnya lebih sedikit di
epidermis, yaitu melanosit, sel langerhans, dan sel Merkel. Terdapat lima
lapisan sel pada epidermis, yaitu:
1) Stratum basal (germinativum), adalah lapisan paling dalam atau dasar di
epidermis. Lapisan ini terdiri dari satu lapisan sel kolumnar hingga kuboid
yang terletak pada membran basalis yang memisahkan epidermis dan dermis.
Sel di stratum basal berfungsi sebagai sel induk bagi epidermis. Karena itu,
di lapisan ini banyak ditemukan aktivitas mitosis. Sel membelah dan
mengalami pematangan sewaktu bermigrasi ke atas menuju lapisan
superfisial.
2) Stratum spinosum, terdiri dari empat sampai enam tumpukan sel. Pada
sediaan histologik rutin, sel di lapisan ini menciut. Akibatnya, ruang
interseluler memperlihatkan banyak tonjolan sitoplasma, atau spina (duri),
yang keluar dari permukaannya. Pembentukan filamen keratin berlanjut di
lapisan ini yang kemudian tersusun membentuk berkas tonofilamen.
Tonofilamen mempertahankan kohesi diantara sel dan menghasilkan resistensi
terhadap abrasi epidermis.
3) Stratum granulosum, terdiri dari 3-5 lapis sel gepeng yang berisi granula
keratohialin basofilik. Kombinasi granula keratohialin dan tonofilamen di sel
ini menghasilkan keratin lunak kulit.
4) Stratum lucidum, yang translusen dan kurang jelas. Lapisan ini hanya
ditemukan pada kulit tebal. Sel-selnya tersusun rapat dan tidak memiliki
nukleus atau organel dan telah mati. Sel-sel gepeng ini mengandung filamen
keratin yang padat.
5) Stratum korneum, adalah lapisan kulit kelima dan paling luar. Semua
nukleus dan organel telah lenyap dari sel. Stratum korneum terutama terdiri
dari sel mati yang gepeng berisi filamen keratin lunak. Sel superfisial
berkeratin di lapisan ini secara terus-menerus dilepaskan atau mengalami
deskuamasi serta diganti oleh sel baru yang muncul dari stratum basal di
sebelah dalam. Selama proses keratinisasi, enzim-enzim hidrolitik merusak
nukleus dan organel sitoplasma yang kemudian lenyap ketika sel terisi oleh
keratin.
b. Dermis
Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mengikat epidermis. Dermis
juga mengandung derivatif epidermal misalnya kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan folikel rambut. lapisan dermis dibentuk oleh dua lapisan, yaitu
stratum papillare dan stratum reticulare.
Stratum papillare dibentuk oleh banyak tonjolan ke atas pada lapisan
superfisial dermis. Tonjolan ini disebut papillae, yang saling menjalin dengan
evaginasi epidermis, disebut cristae cutis (epidermal ridges). Lapisan ini
terdiri atas jaringan ikat longgar tidak teratur, kapiler, pembuluh darah,
fibroblas, makrofag, dan sel jaringan ikat longgar lainnya.
Stratum reticulare adalah lapisan dermis yang lebih dalam. Lapisan ini
lebih dalam dan ditandai oleh serat jaringan ikat padat tidak teratur (terutama
kolagen tipe I), dan kurang seluler dibandingkan dengan stratum papillare.
Tidak terdapat batas yang jelas antara kedua lapisan dermis karena stratum
papillare menyatu dengan stratum reticulare.
Dibawah lapisan dermis terdapat hipodermis, atau jaringan subkutan,
yaitu jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-
organ dibawahnya, memungkinkan kulit bergeser diatasnya. Hipodermis
sering mengandung sel-sel lemak dengan jumlah yang bervariasi. Selain itu,
pada lapisan hipodermis juga terdapat pembuluh darah, saraf, dan limfe.6

Gambar 2.1 Anatomi Kulit


Gambar 2.2 Histologi Kulit

2.2 DEFINISI
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
kobaran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald),
tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat bahan-bahan
kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat rendah
Luka bakar adalah merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka
lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap
berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar
akan didiami oleh bakteri pathogen; mengalami eksudasi dengan perembasan
sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan memerlukan pencangkokkan kulit
dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung
dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan rasiasi.4

2.3 ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, atau pun zat
kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat
panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.8,11,14,17
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke tubuh
(flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-
lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk
keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
Gambar 2.3: Tipe Luka Bakar

2.4 PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan
bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang.
Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih
dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24
jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan
kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya
diuresis.10
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu:8
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber
panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini mengalami
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga
penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas kapiler
(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung
selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis
jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya
masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini kecuali jika
terjadi sepsis berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
Gambar 2.4: Zona Luka Bakar
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa:8
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler
yang menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke
interstitial. Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan
perifer. Kontratilitas miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor
necrosis factor-α (TNF-α). Perubahan ini disertai dengan kehilangan
cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi
organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi,
dan pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress
Syndrome (RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3
kali lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif
untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran
pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang
mempengaruhi sistem imun humoral dan seluler.
Gambar 2.5: Respon Sistemik Luka Bakar

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.8

2.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar.8,11,14
A. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya
berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat
pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi
kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I adalah bila kulit terpapar
oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram air panas. Proses
penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak
menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien
merasa nayaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa
gel lidah buaya8,9,11
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya mencapai
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis, luka
bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness burns atau luka
bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak eritema, nyeri, pucat
jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar
dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini
mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel
rambut dan kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah
penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna
kulit dalam jangka waltu yang lama8,9,11,14,17
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular dermis
dikenal sebagai deep partial thickeness burns atau luka bakar derajat II B.
Luka bakar derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika
ditusuk degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari
dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar keringat,
seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.8,9,11,14,17
3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai
ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak
nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah ceri. Tidak ada sisa
epidermis maupun dermis sehingga luka harus sembuh dengan
reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns memerlukan eksisi dengan
skin grafting.8,9,11,14,17
4. Luka bakar derjat IV
Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ dibawah kulit
seperti otot dan tulang.8,9,11,14,17
Gambar 2.6: Derajat Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman

B. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.


Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat
dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1

tahun.8,9,11,14,17
Gambar 2.7 Walles Rule of Nine.

Gambar 2.8 Rule of Nine menurut Lund and Browder.


C. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derjaat II<5%
b. Luka bakar derjaat II <10% pada anak
c. Luka bakar derjat III <2%
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma

lain8,11,14,17

2.5 Kriteria Perawatan

Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang


digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka
bakar adalah seperti berikut: 8,11,14,17

 Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur
kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
 Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia
lainnya.
 Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns
(luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,
perineum, atau sendi utama.
 Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
 Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
 Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
 Luka bakar kimia.
 Trauma inhalasi.
 Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana
luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan
mortalitas.
 Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit
perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.
 Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus
seperti sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada

anak. 8,11,14,17

2.6 Penatalaksanaan

1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau
menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiramkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air
dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi.8,9,11,14,17
2. Penanganan awal (primary survey) 13,18
Pertolongan pertama terdiri dari:
 Hentikan proses pembakaran
 Turunkan suhu luka
Hal ini efektif dalam 3 jam pertama sejak terbakar.
Gambar 2.9 : Skema Penatalaksanaan Luka Bakar
(Dikutip dari : EMSB, Australia and New Zealand Association Ltd 1996, 17th
Edition Februari 2013)
Penanganan awal (primary survey) pada pasien luka bakar, sebagai
berikut:
a. Airway; membebaskan jalan napas, menilai adanya trauma inhalasi,
danmelakukan intubasi bila terdapat indikasi. Indikasi pemasangan
intubasi pada luka bakar, yaitu trauma inhalasi, stridor, luka bakar yang
melingkari leher sehingga mengakibatkan pembengkakan jaringan
sekitar jalan napas.
 Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan
pasien. Jika tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing
dan membuka jalan napas dengan manuver chin lift/jaw thrust.
Jaga gerakan tulang servikal seminim mungkin dan jangan
melakukan fleksi dan ekstensi kepala dan leher.
 Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid
collar). Adanya cedera di atas klavikula seperti trauma muka
atau tidak sadarkan diri kerap disertai patah tulang belakang
servikal.
b. Breathing; memberikan O2, mengenali dan mengatasi keracunan CO
 Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks
adekuat dan simetris.
 Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non–
rebreather mask.
 Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau,
intubasi bila perlu.
 Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pasien
bewarna merah–buah cherry, dan pasien tidak bernapas. Hati–
hati bila frekuensi pernapasan <10 atau> 30 kali per menit.
 Waspada pada luka bakar melingkar dada dan apakah
memerlukan eskarotomi.
c. Circulation; memantau tekanan darah dan nadi, memasang kateter
urin,memeriksa sirkulasi perifer (Capillary Refill Time / CRT), dan
memasang infus.
Lakukan penekanan pada pusat perdarahan
 Pucat menunjukkan kehilangan 30% volume darah.
 Perubahan mental terjadi pada kehilangan 50% volume darah.
 Periksa pulsasi sentral – apakah kuat atau lemah?
 Periksa tekanan darah
 Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila ≤2
detik. Bila >2 detik
 menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk eskarotomi
pada tungkai bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
 Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya
daerah yang tidak terbakar (normal)
 Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin
/ fungsi hari / koagulasi / β–hCG / Cross Match /
carboxyhaemoglobin.
 Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode
Hartmann untuk memperbaiki pulsasi radialis. Pertanda klinis–
awal syok biasanya ditimbulkan penyebab lain. Carilah dan
atasi.
d. Disability; menilai derajat kesadaran.
A– dari Alert (Sadar, waspada)
V– dari Vocal (Respon terhadap rangsang suara)
P– dari Pain (Respon terhadap rangsang nyeri)
U– dari Unresponsive (Tidak memberi respon)
- Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat
dan sama.
- Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan
kegelisahan dan penurunan derajat kesadaran.

e. Environment; memadamkan sumber panas lalu merendam atau


menyiramluka bakar dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya 15
menit, melepaskan pakaian, memeriksa luas luka bakar, memeriksa
adanya trauma penyerta lain, dan menjaga agar pasien tetap hangat.
 Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam
tangan
 Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
 Jaga agar pasien tetap hangat
 Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines
atau palmaris (Rule of One).

Fluids, Analgesia, Tests, Tubes


Hubungan 'Fatt' antara survei primer dan sekunder.
1. Fluids
 Cairan inisial diberikan menggunakan rumus Parkland yang
dimodifikasi 3–4 mL / kg berat badan / % luas luka bakar + tetes
maintenance pada anak–anak
 Kristaloid (misal: larutan Hartmann atau Plasmalyte) adalah cairan
yang direkomendasikan.
 Separuh cairan berdasarkan perhitungan diberikan dalam delapan
jam pertama, sisanya diberikan selama enam belas jam berikutnya
 Saat terjadinya trauma ditetapkan sebagai awal resusitasi cairan
 Bila dijumpai perdarahan atau syok non–bakar, perlakukan sesuai
pedoman trauma.
 Pantau adekuasi resusitasi
 Produksi urin melalui kateter per jam
 EKG, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, analisis gas
darah arterial dan pulse oxymetri
 Sesuaikan cairan resusitasi sesuai indikasi.
2. Analgesia
 Nyeri: berikan morfin iv 0. 05–0.1 mg/kg
 Titrasi untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara
frekuen akan lebih aman).
3. Test
· Radiologi
 Tulang belakang servikal
 Toraks
 Panggul
 Pencitraan lain sesuai indikasi klinis
4. Tubes
Pemasangan NGT
Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak–anak,> 20%
pada dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk melakukan
dekompresi saluran cerna. Gastroparesis merupakan hal yang
umum terjadi.

Survei Sekunder
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini
tidak ada atau telah diatasi.
Riwayat Penyakit:
A – Alergy
M – Medicine (obat–obatan yang baru dikonsumsi)
P – Past illness (penyakit sebelum terjadi trauma)
L – Last meal (makan terakhir)
E – Event (peristiwa yang terjadi saat trauma)

3. Resusitasi jalan nafas


Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi
dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan
menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan
patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan
sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi
perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada
luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan
pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas
dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah
serial dan foto thorax. 8,9,11,14,17
4. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
8,11,14,17

a. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid: 8,11,14,17
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati
kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama
dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar
ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. 8,11,14,17

Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali
dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.
Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu
NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi
cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
8,11,14,17

Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah
ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium
8,10,13,15
yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.
T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi
dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. 8,11,14,17

b. Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
cairan adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan
dengan permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis,
modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan
efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi
klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang
berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman
digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu.
Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini
dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi
kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan
bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan
pemberian cairan kristaloid. 8,11,14,17

c. Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid
dibutuhkan tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L
cairan kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300 ml.
Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan
memperbaiki transpor oksigen. 8,11,14,17

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus
luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam
pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah
volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan
tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. 8,11,14,17
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-
30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung
berdasarkan rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. 8,11,14,17
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini
mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat
diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
8,11,14,17

Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai


8,11,14,17
berikut:
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan
orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi
maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3
mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah
tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah
produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka
jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas
cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan
pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan
berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24
jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-
2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah
produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit 8,11,14,17
Penatalaksanaan setelah 48 jam
1. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit. 8,11,14,17

Rumus Baxter:
Pada dewasa:
1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. Faal

Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1 – 5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland: (1,4,7,10)


Hari I (24 jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%


dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5
8,11,14,17
cc/kg/jam.
5. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah
(eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal
. Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya
proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan
kontraktur dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan
sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi
tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil,
karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan
tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya. 8,11,14,17
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada
luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung
dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang
membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan
nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa
nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada
ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
8,11,14,17

Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan


pasien atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka
dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap.
Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah
penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan
kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan
epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi
8,11,14,17
pada luka.
6. Eksisi dan graft
Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami
penyembuhan spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang
sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan
grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena memiliki
lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah
dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit)
dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan biological
dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara),
xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka
sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka
permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft).
Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts
(STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30%
biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
STSG diambil dari bagian tubuh pasien.8,11,14,17
7. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai
profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5
hari pertana populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram
positif non-patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal
yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan
mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk
pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu
tinggi dan analgetik bila nyeri. 8,11,14,17
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu
sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau
perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24
jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi
mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric
Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran

cerna baik. 8,11,14,17


Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau
perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita
luka bakar luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian
cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang
penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi
urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. 8,11,14,17
2.7 Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin
graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh
hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat
terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan
kontraktur.Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan
sendi. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan
kontraktur memerlukan tindakan bedah. 8,11,14,17
2.8 Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh
5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam
10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan
membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat
diperlukan untuk membuang jaringan parut. 8,11,14,17
Prognosis luka bakar akan lebih buruk bila terjadi pada area luka yang
lebih besar, usia penderita yang lebih tua, dan pada wanita. Adanya trauma
inhalasi atau trauma signifikan lain seperti fraktur tulang panjang dan
komorbiditas berat (penyakit jantung, diabetes, gangguan psikiatri dan keinginan
untuk bunuh diri) juga mempengaruhi prognosis. Prognosis pasien luka bakar
ditentukan oleh derajat luka bakar, luas permukaan, daerah, usia dan keadaan
8,11,14,17
kesehatan.

Tabel 1. Prediksi Angka Harapan Hidup

Tabel 2. Skor ABSI (Abbreviated Burn Severity Index)


BAB III
STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : KS

No. RM : 77.93.52

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 15/03/1954

Usia : 65 tahun

Alamat : Dusun VII Simpang Empat Asahan

Tanggal masuk RS : 12 Mei 2019

Tinggi badan : 171 cm

Berat badan : 58 kg

Anamnesis

Keluhan Utama : Luka bakar di Kepala, dada, punggung, tangan dan


kaki

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 12 jam sebelum masuk


rumah sakit. Sebelum nya pasien sedang bekerja di
bengkel dan akan membuka sebuah drum, tiba tiba
terjadi ledakan dan mengenai sekujur tubuh pasien .
Pasien di bawa ke klinik dan di rujuk ke RSUD
Kisaran. Di RSUD kisaran dilakukan pemasangan
infus 2 jalur dan langsung dirujuk ke RSUP HAM .

RPT : Tidak jelas


RPO : Tidak jelas

Primary Survey

A : Stridor
B : Spontaneous, RR : 24 x/i, terpasang O2 nasal kanul

C : TD : 90/60 mmHg, HR : 102 x/i, CRT < 2 dtk

D : Compos mentis, GCS 15 (E4V5M6)


E : Luka bakar di kepala , dada,
kedua ekstremitas, punggung T : 370 C
VAS 7
Secondary Survey

Kepala

Mata : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra inferior


pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Tenggorokan : Dalam batas normal

Mulut : Bibir kering (-) , Sianosis (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-),


TVJ : R + 2 cmH20

Toraks

Pulmo

Inspeksi : Simetris fusiformis


Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler


Suara Tambahan :-/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Atas : ICS III LMCS; Kanan : ICS IV LPSD; Kiri : ICS IV 1cm
medial LMCS

Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 (+) N, murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, luka bakar di regio abdomen

Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+)

Genitalia : laki-laki

Ekstremitas

Pulse : 80x/menit, Reguler, t/v : Cukup , CRT < 2 ''

Superior : sianosis (-) , edema (-/-), Luka Bakar Mid

Dermal full thickness

Inferior : akral hangat, sianosis (-), edema (-/-), Luka Bakar Mid-Dermal –
full thickness

Status Luka Bakar


Kepala dan Leher : 9%
Tangan dan Lengan Kiri : 9%

Tangan dan Lengan kanan : 9%

35
Dada : 9%
Genitalia :-

Punggung : 9%
Kaki kiri : 9%

Kaki kanan :%

Total = 55%
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium IGD (12 Mei 2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hematologi
Hemoglobin (HGB) 17,2 g/dL 13-18
Eritrosit (RBC) 5,86 juta/ µL 4,5 – 6,5
Leukosit (WBC) 17,550 / µL 4.000 – 11.000
Hematokrit 54 % 39 – 54
Trombosit (PLT) 158.000/µL 150.000 – 450.000
Ginjal
BUN 12 mg/dL 9-21
Ureum 26 mg/dL 19-44
Kreatinin 0,95 mg/dL 0,7 – 1,3
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu) 127 mg/dL <200
Elektrolit
Natrium 139 mEq/L 135-155
Kalium 4,2 mEq/L 3,6-5,5
Klorida 106 mEq/L 96-106
Hemostasis
PT 13,9 s 14,20 (Kontrol)
INR 0,99 s
APTT 26,3 s 33,2 (Kontrol)
Diagnosis : Flame Burn Superficial mid-dermal 55% o/t

Tatalaksana

IVFD RL 3 x BB x 33% = 9900 cc sudah di


berikan 6000cc selama 12 jam , sisa 3900 : 12jam =
325cc/ jam
= 6gtt/i
Kompres luka dengan Nacl 0,9%
Inj.Methylprednisolon
125mg/12jam
R/ cek lab, pemasangan cvc, pemasangan kateter, pemasangan NGT, pemsangan
ETT, Photo Thorax
Foto Klinis Pasien di RSUP HAM 12 Mei 2019
BAB IV

FOLLOW UP

12 Maret 2019
s/d
14 Maret 2019
S Demam (-) , Nyeri (-)

O Sensorium: somnolen

A
Flame burn injury grade mid dermal 55%

P  IVFD Ringer Laktat 30 gtt/i


 Inj. Ceftriaxone 1g / 12 jam
 Inj. Ranitidin 50mg
 Inj. Ketorolac 30mg
 R/ Konsul Fisioterapi
 R/ Perawatan Luka

40
BAB V
DISKUSI KASUS

NO TEORI KASUS
1 Definisi
Seorang laki-laki, 30 tahun,
datang ke IGD dengan
Luka bakar atau combusio adalah
keluhan luka bakar di kedua
suatu bentuk kerusakan dan
tangan, perut dan kedua kaki.
kehilangan jaringan disebabkan
Hal ini dialami pasien sejak 3
kontak dengan sumber suhu yang
hari sebelum masuk rumah
sangat tinggi seperti kobaran api di
sakit, riwayat terkena sengatan
tubuh (flame), jilitan api ke tubuh
listrik 12 jam yang lalu saat
(flash), terkena air panas (scald),
pasien ingin mengambil
tersentuh benda panas (kontak panas),
parabola diatas genteng yang
akibat serangan listrik, akibat bahan-
ternyata masih di alirin oleh
bahan kimia, serta sengatan matahari
listrik yang bertegangan
(sunburn) dan suhu yang sangat
tinggi. Pasien mengeluhkan
rendah Di Indonesia, luka bakar
nyeri. Sesak napas dijumpai.
masih merupakan problem yang
Riwayat pingan disangkal.
berat.
Riwayat mual dan muntah
disangkal. Trauma di bagian
tubuh yang lain tidak
dijumpai. BAK dan BAB
dalam batas normal. Pasien
merupakan pasien rujukan dari
RS Lubuk Pakam dan telah
dilakukan operasi,
debridement dan amputasi
pada kedua lengan pasien.
Riwayat gula dan darah tinggi
disangkal.

41
2 Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh Pasien mengalami luka
paparan api, baik secara langsung bakar di kedua tangan, perut
maupun tidak langsung, misal akibat dan kedua kaki ketika pasien
tersiram air panas yang banyak terjadi terkena sengatan listrik 12 jam
pada kecelakaan rumah tangga. Selain yang lalu saat pasien ingin
itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, mengambil parabola diatas
listrik maupun bahan kimia juga genteng yang ternyata masih
dapat menyebabkan luka bakar. di alirin oleh listrik yang
Secara garis besar, penyebab bertegangan tinggi.
terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi :

a) Luka bakar thermal


b) Luka bakar listrik
c) Luka bakar kimia
d) Luka bakar radiasi
3 Manifestasi Klinis Primary Survey
Gambaran klinis luka bakar dapat
A : Clear
dikelompokkan menjadi trauma B : Spontaneous, RR : 24 x/i
primer dan sekunder, dengan adanya C : TD : 90/60 mmHg, HR :
80 x/i
kerusakan langsung yang disebabkan
D : Compos mentis, GCS 15
oleh luka bakar dan morbiditas yang (E4V5M6)
akan muncul mengikuti trauma awal. E : Luka bakar di kedua
a) Pada daerah sekitar luka, akan tangan, abdomen, kedua kaki, T :
370 C
ditemukan warna kemerahan, VAS 7
bulla, edema,nyeri atau perubahan
Secondary Survey
sensasi.
b) Syok hipovolemik dapat terlihat Abdomen
pada pasien dengan luas luka Inspeksi: Simetris, luka bakar di
regio abdomen
bakar lebih dari 25% LPTT. Hal
tersebut disebabkan oleh Ekstremitas
Superior : Pulse: 80x/menit,
meningkatnya permeabilitas Reguler, t/v: Cukup , CRT < 2 '',
pembuluh darah yang Luka Bakar full thickness
berlangsung secara kontinyu Inferior: akral hangat, sianosis (-),
setidaknya dalam 36 jam pertama edema (-/-), Luka Bakar full
setelah trauma luka bakar. thickness
c) Suhu tubuh akan menurun secara
besar dengan luka bakar berat, hal
ini disebabkan akibat evaporasi
cairan pada kulit karena suhu
tinggi luka bakar dan syok
hipovolemik.
d) Setelah terjadinya luka, respon
inflamasi akan memicu
dikeluarkannya berbagai mediator
seperti bradikinin dan histamin
yang mampu memberi sinyal rasa Status Luka Bakar
 Lengan Kiri : 9%
nyeri.
 Lengan kanan : 9%
e) Hiperalgesia primer terjadi sebagai  Abdomen : 9%
respon terhadap nyeri pada lokasi  Genitalia :-
 Bokong :-
luka, sedangkan hiperalgesia
 Kaki kiri : 18%
sekunder terjadi beberapa menit  Kaki kanan : 18%
Total = 63%
kemudian yang diakibatkan
adanya transmisi saraf dari kulit Hasil laboratorium pada

sekitarnya yang tidak rusak. pasien dijumpai:

Hb/Eri/Leu/Ht/Trom:
Penentuan luas luka bakar dengan 8,3/2,9/23,430/24/653.000
bantuan rule of nine Wallace yang Na/K/Cl : 129/5,2/96
membagi sebagai berikut: kepala dan BUN/Ur/Cr :
leher 9%, lengan 18%, badan bagain 17/36/0,42
depan 18%, badan bagian belakang
18%, tungkai 36%, dan genitalia/
perineum 1%.
4 Penatalaksanaan Pada pasien telah diberikan
tatalaksana farmakologi:
1.Prehospital 1. IVFD RL 7308 ml / 8 jam,
2.Resusitasi jalan nafas seterusnya 7308 / 16 jam
3.Resusitasi cairan 2. Kompres luka dengan
4. Perawatan luka Nacl 0,9%
5. Eksisi dan graft
3. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12
6.Lain-lain
jam
Pemberian antibiotik pada kasus
4. Inj. Ranitidin 50 mg / 12
luka bakar bertujuan sebagai
jam
profilaksis infeksi dan mengatasi
5. Inj. Ketorolac 30 mg / 8
infeksi yang sudah terjadi.
jam
Nutrisi harus diberikan cukup
6. Inj. Transamin 1 amp
untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif 7. Inj. Tramadol 1 amp

pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 8. PRC 3 Bag


2500-3000 kalori sehari dengan kadar
protein tinggi.
Penderita yang sudah mulai stabil
keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah
dan mencegah kekakuan sendi.
BAB VI
KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki umur 30 tahun tahun datang ke IGD RSUP H. Adam
Malik dengan keluhan keluar darah dari lengan atas kanan. Hal ini dialami pasien
sejak 3 hari yang lalu. Pasien dengan riwayat terbakar listrik 12 hari yang lalu dan
telah dilakukan operasi Debridement dan Amputasi pada kedua lengan pasien.
Riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi disangkal. Pasien dirawat di RSUP H.
Adam Malik dengan kondisi stabil. Tatalaksana yang didapatkan:
1. IVFD RL 7308 ml / 8 jam, seterusnya 7308 ml / 16 jam
2. Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
3. Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
4. PRC 3 bag
5. Transamin 1 amp
6. Tramadol 1 amp
DAFTAR PUSTAKA

1. Gowri, S., Vijaya, N., Powar, R., Honnungar, R., & Mallapur, M.D., 2012.
Epidemiology and Outcome of Burn Injuries. J Indian Acad Forensic Med
34(4): 312-314.
2. World Health Organization. 2014. Burns: Fact sheets. Geneva: WHO.
Available from http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/#.
3. American Burn Association. 2013. Burn Incidence and Treatment in the
United States: 2015. Chicago: ABA. Available from
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php.
4. Maulana, R.A., 2014. Faktor Resiko yang Berperan Pada Mortalitas
Penderita Luka Bakar Rawat Inap di RSUPH Adam Malik Medan. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Thesis.
5. Rismana, E., Rosidah, I., Prasetyawan, Y., Bunga, O., & Erna, Y., 2013.
Efektivitas Khasiat Pengobatan Luka Bakar Sediaan Gel Mengandung
Fraksi Ekstrak Pegagan Berdasarkan Analisis Hidroksiprolin dan
Histopatologi Pada Kulit Kelinci. Buletin Penelitian Kesehatan 41(1): 45-
60.
6. Wasitaatmadja, S.M., 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 6.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
7. Eroschenko, V.P., 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi
Fungsional. Ed. 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
9. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery.
10. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
11. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
12. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
November 2006
13. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Januari 2008
14. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
Agustus 2008
15. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
16. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter
19. http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
17. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari
2006
18. Australia and New Zealand Burn Association (ANZA). 2013. Emergency
Management of Severe Burns (EMSB). COURSE MANUAL 17th edition
Feb 2013

Anda mungkin juga menyukai