BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yang artinya penglihatan tumpul.
Berasal dari kata amblys yang berarti tumpul dan ops yang berarti mata.1 Ambliopia
adalah penurunan ketajaman penglihatan, baik unilateral maupun bilateral (jarang),
walaupun telah diberikan koreksi yang terbaik, yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kelainan struktural mata atau jaras penglihatan.2
Di Amerika Serikat, prevalensi ambliopia sulit untuk ditaksir dan berbeda
pada setiap literatur, berkisar antara 1 - 3,5 % pada anak yang sehat dan 4 – 5,3%
pada anak dengan gangguan pada mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar
2% dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.3 Di Indonesia, prevalensi
ambliopia tepatnya di Kotamadya Bandung pada tahun 1989 adalah sebesar 1,56%.
Pada tahun 2002, hasil penelitian mengenai ambliopia di Yogyakarta, didapatkan
insidensi ambliopia pada anak – anak SD diperkotaan adalah sebesar 0,25%,
sedangkan di daerah pedesaan sebesar 0,20%.4 Ambliopia juga merupakan
penyebab paling sering terjadinya gangguan penglihatan pada orang dewasa
dibawah 60 tahun.2
Klasifikasi ambliopia dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu ambliopia
strabismus, ambliopia refraktif (ambliopia anisometropik, ambliopia isoametropik,
ambliopia meridional) dan ambliopia deprivasi.2,5,6,7
Berdasarkan American Optometric Associatio8, ambliopia yang paling
sering terjadi yaitu ambliopia refraktif dan ambliopia strabismus. Ambliopia
ansiometropik dan/atau ambliopia strabismus terjadi lebih dari 90% dari
keseluruhan ambliopia. Sedangkan ambliopia isoametropik dan ambliopia
deprivasi jarang terjadi.
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan ambliopia yang tidak
ditatalaksana dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya
pada mata yang baik timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan
1
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia
harus ditatalaksana secepat mungkin.9
Deteksi awal pada ambliopia sangat penting untuk tatalaksana yang efektif,
walaupun ambliopia masih dapat ditatalaksana pada usia dewasa. Pada anak – anak
hingga usia 12 tahun banyak dikatakan tatalaksana ambliopia yang berhasil.
Program skrining pada anak yang lebih tua membantu untuk menemukan ambliopia
yang belum terdiagnosa atau yang terlewatkan ketika skrining sebelumnya.10
2
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Gambar 2.2 Perbedaan ukuran lensa saat melihat jauh dan dekat10
4
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
5
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
6
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
7
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.2. Ambliopia
2.2.1. Definisi
Ambliopia berasal dari bahasa yunani yang artinya penglihatan tumpul.
Berasal dari kata amblys yang berarti tumpul dan ops yang berarti mata.1 Ambliopia
adalah penurunan ketajaman penglihatan, baik unilateral maupun bilateral (jarang),
walaupun telah diberikan koreksi yang terbaik, yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kelainan struktural mata atau jaras penglihatan.2
Berdasarkan American Optometric Association8, ambliopia atau yang
dikenal dengan “mata malas” merupakan keadaan dimana ketajaman penglihatan
kurang dari 20/20, unilateral atau bilateral (jarang) walaupun telah diberikan
koreksi terbaik, tanpa adanya kelainan struktur mata ataupun penyakit okular
lainnya.
2.2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi ambliopia sulit untuk ditaksir dan berbeda
pada setiap literatur, berkisar antara 1 - 3,5 % pada anak yang sehat dan 4 – 5,3%
pada anak dengan gangguan pada mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar
2% dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.3 Ambliopia juga merupakan
penyebab paling sering terjadinya gangguan penglihatan pada orang dewasa
dibawah 60 tahun.2
Berdasarkan penelitian Rashad MA, et al10 didapati prevalensi ambliopia
berkisar 1,6 – 3,6%. Hasil ini sebanding dengan penelitian di Saudi Arabia (1,85
%) dan di China (2,16%). Berdasarkan American Optometric Association8,
ambliopia yang paling sering terjadi yaitu ambliopia refraktif dan ambliopia
strabismus. Ambliopia ansiometropik dan/atau ambliopia strabismus terjadi lebih
dari 90% dari keseluruhan ambliopia. Sedangkan ambliopia isoametropik dan
ambliopia deprivasi jarang terjadi.
Insidensi ambliopia pada usia sebelum sekolah mencapai 0,4% per tahun.
Jika prevalensi setelah periode ini mencapai 2%, maka diperkirakan insidensi dari
keseluruhan populasi berkisar 2 - 3% bayi yang lahir sehat setiap tahunnya akan
menderita kehilangan penglihatan akibat ambliopia.8
8
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.2.4. Klasifikasi
Pembagian ambliopia berdasarkan penyebab, yaitu :2,5,6,7
a. Ambliopia strabismus
Ambliopia strabismus merupakan salah satu ambliopia yang paling sering,
biasanya ditemukan pada anak – anak dengan strabismus. Heterotropia yang tidak
bergantian paling mungkin menyebabkan ambliopia yang signifikan.2 Ambliopia
umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang bergantian, sehingga masing –
masing mata mendapat jalan atau akses yang sama ke pusat penglihatan yang lebih
tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermitten maka akan ada suatu
periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap
terjaga baik.9
9
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
b. Ambliopia Refraksi
i. Ambliopia anisometropik
Kelainan refraksi yang berbeda – beda pada kedua mata
menyebabkan gambaran yang jatuh pada satu retina lama –
kelamaan menjadi tidak fokus.2,17 Kondisi ini diduga sebagian akibat
efek langsung dari gambaran yang tidak jelas dan sebagian lagi
akibat dari kompetisi interokular atau hambatan yang mirip (tetapi
tidak sama) dengan yang terjadi pada ambliopia strabismik.2
Lebih sering terjadi pada anak dengan anisohipermetropi
dibandingkan anisomiopi.5 Semakin besar derajat anisometropia
atau astimatisme dapat meningkatkan risiko dan tingkat keparahan
dari ambliopia.15
ii. Ambliopia isoametropik
Ambliopia isoametropik atau ambliopia ametropik bilateral adalah
penurunan ketajaman penglihatan bilateral yang disebabkan karena
kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, yang hampir sama pada
kedua mata.2
Ambliopia bilateral akibat dari miopia yang tidak dikoreksi jarang
terjadi karena anak – anak dengan kondisi ini dapat melihat jelas dari
dekat dengan setidaknya menggunakan satu mata.2
iii. Ambliopia meridional
Ambliopia meridional terjadi pada anak dengan kelainan refraksi
astigmatik yang tidak dikoreksi, dapat terjadi unilateral ataupun
bilateral.5,6 Isoametropia silindris yang dapat menyebabkan kondisi
ini tidak diketahui, tetapi sebagian besar oftalmologis
10
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
c. Ambliopia Deprivasi
Ambliopia deprivasi merupakan tipe ambliopia paling jarang tetapi paling
parah dan juga sulit untuk ditatalaksana. Ambliopia deprivasi terjadi karena
kelainan pada satu mata yang menghalangi aksis penglihatan atau mengganggu
pusat penglihatan selama periode kritis awal perkembangan penglihatan. Biasanya
disebabkan karena adanya katarak kongenital atau katarak prematur, ptosis
kongenital berat, tetapi blefaroptosis, lesi periocular yang menghalangi aksis
penglihatan, opasitas kornea dan perdarahan vitreus dapat juga menjadi
penyebab.2,17
Ambliopia deprivasi dapat terjadi pada satu atau kedua mata dan biasanya
terjadi pada usia dua sampai empat atau pada tahun pertama kehidupan.18 Bayi baru
lahir yang menderita katarak unilateral yang mengancam pengliihatan memiliki
prognosis yang lebih baik jika katarak dibuang dan dikoreksi optikal dalam usia 2
bulan. Anak kurang dari 6 tahun dengan katarak kongenital padat lebih sering
menderita ambliopia. Kekeruhan lensa yang sama setelah usia 6 tahun lebih tidak
ambliogenik.15
Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia deprivasi disebabkan karenan
penggunaan penutup mata yang berlebihan.15,18 Ambliopia berat dilaporkan dapat
terjadi satu minggu setelah penggunaan penutup mata unilateral pada anak usia
dibawah 2 tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.9
2.2.5. Patofisiologi
Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral sedangkan
daerah penglihatan perifer masih normal. Studi eksperimental pada binatang serta
studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis
yang peka dalam berkembangnya keaadan ambliopia. Periode kritis ini seusai
dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan
abnormal yang diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus atau kelainan
11
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
12
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan
dapat memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan “mematikan” mata yang tidak fokus
dan ornag tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.9
2.2.6. Diagnosis
Pasien didiagnosis dengan ambliopia apabila terjadi penurunan ketajaman
penglihatan yang tidak dapat dijelaskan, dimana ada kaitannya dengan kondisi yang
dapat menyebabkan ambliopia.2 Struktur mata yang patologis, seperti lesi makular
atau saraf mata, opasitas media dan kelainan di jalur sentral penglihatan harus
disingkirkan.18
Pasien yang diduga menderita ambliopia dilakukan pemeriksaan oftalmikus
yang komprehensif. Harus diperhatikan juga faktor – faktor risiko seperti
strabismus, anisometropia, riwayat keluarga menderita ambliopia atau strabismus,
opasitas media atau kelainan struktur mata.15,17
Pada pemeriksaan fisik diperhatikan pada daerah mata apakah ada kelainan
struktural seperti ptosis, lesi pada kornea dan katarak. Dilakukan juga pemeriksaan
gerakan mata dan red reflex test.18
Karakteristik klinis pada pasien ambliopia, yaitu :5
Penurunan ketajaman penglihatan.
Ketajaman penglihatan membaik pada pasien ambliopia ketika dilakukan tes
menggunakan neutral density filter, sedangkan menurun pada pasien dengan
lesi organik.
Crowding phenomenon. Pasien lebih sulit untuk membaca kata - kata
dibandingkan menbaca huruf satu per satu.
Fixation pattern dapat sentral atau eksentris.
Colour vision biasanya normal, tetapi dapat berpengaruh jika ketajaman
penglihatan dibawah 6/36.
13
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
14
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Tes Fiksasi
a. Tes Fiksasi Monokular
Tes ini dilakukan dengan cara pasien menutup salah satu mata, benda
digerakkan perlahan kearah depan dan belakang didepan pasien, lihat akurasi dari
fiksasi. Pada pasien dengan fiksasi sentral akan melihat langsung ke benda dan
mengikuti arah benda. Fiksasi sentral mengindikasikan penglihatan di fovea
biasanya berkisar 20/100 atau lebih baik lagi.1
15
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
16
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
b. Fiksasi Eksentrik
Fiksasi eksentrik maksudnya pasien tidak melihat melalui fovea tetapi
melihat melalui parafovea retina. Pasien ini biasanya melihat ke daerah disamping
benda tidak melihat langsung ke benda.1
c. Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang
memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa
memproyeksikan target fiksasi ke dekat makula dan pasien mengarahkan
pandangannya ke tanda bintik hitam (asterik). Pada fiksasi sentral, tanda
asterik terletak di fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterik
bergerak ke daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina.8
17
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
18
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada ambliopia tergantung penyebab pada masing – masing
pasien. Walaupun penatalaksanaan setelah usia 10 tahun hanya memberikan sedikit
manfaat tetapi berdasarkan penelitian terbaru pemberian tatalaksana pada remaja
juga dapat memperbaiki ketajaman penglihatan.17
Keberhasilan dalam tatalaksana ambliopia menurun seiring dengan
bertambahnya usia. akan tetapi, tatalaksana tetap harus diberikan terlepas dari usia
seperti remaja. Prognosis untuk mencapai kembali penglihatan yang normal pada
penderita ambliopia tergantung pada onset usia, penyebab, keparahan, durasi
19
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
Pengangkatan katarak
Katarak yang menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi.
Pengangkatan katarak kongenital dalam 4-6 minggu pertama kehidupan sangat
penting untuk penyembuhan yang optimal.2 Pada kasus katarak bilateral, interval
operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1-2 minggu.
Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun
harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila
memungkinkan karena bersifat sangat ambliopiogenik. Kegagalan dalam
menjernihkan media, memperbaiki optikal dan penggunaan reguler mata yang
terluka akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan, selambat –
lambatnya pada usia 6 – 8 tahun.8
Koreksi refraksi
Secara umum, pengobatan untuk ambliopia harus berdasarkan kelainan
refraksi yang ditentukan dengan siklopegia. Tatalaksana ini merupakan langkah
awal untuk pengobatan ambliopia pada anak usia 0-17 tahun. Koreksi kelainan
refraksi selama 18 minggu dapat meningkatkan ketajaman penglihatan 1-2 baris
pada penderita ambliopia di 2/3 anak – anak usia 3-7 tahun yang menderita
ambliopia anisometropik yang belum pernah diobati.14
Koreksi refraksi untuk aphakia setelah operasi katarak pada anak – anak
sangat diperlukan untuk mencegah deprivasi penglihatan yang berkepanjangan
yang dapat terjadi akibat kelainan refraksi berat yang tidak dikoreksi.
20
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
21
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
penglihatan 20/100 hingga 20/400, penggunaan penutup mata selama 6 jam sehari
sama efektifnya dengan penggunaan oklusi full-time.18
Pasien dengan pengobatan yang berhasil sebanyak ¼ mengalami rekurensi
ambliopia dalam 1 tahun setelah berhenti pengobatan. Disarankan pasien dengan
penggunaan penutup mata 6 jam per hari yang dihentikan secara mendadak lebih
berisiko menderita rekurensi dibandingkan dengan pasien yang dikurangi menjadi
2 jam per hari sebelum terapi penutup mata dihentikan.3
Penalisasi
Penalisasi adalah suatu metode untuk mengaburkan pandangan pada mata
yang sehat sehingga mata yang menderita ambliopia dipaksa untuk bekerja.1 Ada
beberapa faktor yang dipertimbangkan untuk memutuskan penggunaan penutup
mata atau penalisasi, yaitu :6
Usia. Penalisasi tidak sering digunakan pada anak yang belum bisa
berbicara yang mana ketajaman penglihatannya tidak dapat diukur dengan
pasti dan diawasi dengan teratur.
Derajat ambliopia. Penalisasi kemungkinan tidak berhasil pada pasien
dengan ambliopia berat.
Penggunaan kacamata. Beberapa tipe penalisasi bergantung pada kacamata
pasien seperti Bangerter foils.
Ukuran hiperopia. Penting dalam memutuskan apakah perlu lensa diganti
dengan plano lensa. Semakin besar hiperopia semakin penglihatan
menurun.
Ada atau tidaknya strabismus. Beberapa dokter memilih untuk tidak
memberikan atropin pada pasien dengan esotropia.
Dinamika keluarga. Jika anak tidak mau mengikuti arahan orang tua
dan/atau orang tua tidak yakin dapat meyakinkan anak untuk memakai
penutup mata, maka penalisasi menjadi pilihan terbaik untuk terapi inisial.
Penalisasi optikal dilakukan dengan cara menambahkan lensa melebihi
yang dibutuhkan pada mata yang sehat untuk memaksa mata yang menderita
22
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
ambliopia berfiksasi pada target yang jauh. Pasien biasanya menggunakan mata
yang sehat untuk target yang dekat.1
Penalisasi atropin paling baik diberikan pada pasien yang menolak untuk
memakai penutup mata, pasien dengan hiperopia dan pasien yang cukup tua untuk
dapat diawasi dengan ketat ketajaman penglihatannya. Atropin digunakan pada
mata yang sehat sebanyak 1 tetes ( 1 atau 0,5% atropin) satu kali per minggu.6
Terapi ambliopia dapat juga menimbulkan komplikasi, diantaranya :2
Pada terapi oklusi dan penalisasi terdapat risiko over-treatment yang akan
menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat. Oklusi full-time berisiko
besar menimbulkan ambliopia pada mata sehat dan strabismus sehingga
membutuhkan pengawasan ketat. Ambliopia iatrogenik pada mata yang
semula sehat dapat sukses terobati dengan menggunakan penutup mata.
Terkadang, penghentian pengobatan dapat menyamakan penglihatan.
Kurangnya kepatuhan dalam pengobatan merupakan masalah umum yang
dapat memperpanjang masa pengobatan atau menyebabkan kegagalan
pengobatan. Jika pasien sulit mengikuti pengobatan maka dokter harus
mencari alternatif pengobatan lainnya. Berikan konseling pada pasien
tentang betapa pentingnya pengobatan dan konsistensi dalam menjalaninya.
Dalam beberapa kasus, program pengobatan dapat gagal dalam
meningkatkan penglihatan. Pengobatan yang tidak respon bisa terjadi pada
anak yang lebih muda tetapi lebih sering pada anak usia diatas 5 tahun.
Pengobatan dihentikan bila dalam 3-6 bulan tidak ada pemulihan, meskipun
kepatuhan pengobatan baik.
Apabila pengobatan dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih
sebagian tercapai, sekitar 1/3 pasien mengalami kekambuhan yang selalu
dapat disembuhkan kembali. Mengurangi oklusi menjadi 1-2 jam per hari
atau frekuensi farmakologi penalisasi untuk beberapa bulan dapat
menunurunkan angka kekambuhan. Pengobatan ini harus dilanjutkan
hingga ketajaman penglihatan telah stabil dan dibutuhkan pengawasan
sampai usia 8-10 tahun.
23
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
2.2.8. Prognosis
Prognosis ambliopia tergantung dari usia pasien, keparahan ambliopia dan
tipe ambliopia. Semakin dini ambliopia terjadi dan semakin lama tidak diobati
maka prognosisnya akan semakin buruk. Secara umum, ambliopia bilateral
memberikan respon lebih baik dibandingkan ambliopia unilateral dan ambliopia
anisometropik miopia berespon lebih baik dibandingkan ambliopia anisometropik
hipermetropi.1
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukan keberhasilan setelah terapi
oklusi untuk pertama kalinya. Faktor risiko penyebab kegagalan dalam terapi
ambliopia, yaitu :3
Tipe ambliopia. Pasien menderita anisometropia yang tinggi dan pasien
patologi organik memilki prognosis yang buruk. Pasien dengan strabismus
mempunya hasil yang paling baik
Usia ketika memulai terapi. Semakin muda pasien semakin baik
Keparahan ambliopia ketika memulai terapi. Semakin baik inisial ketajaman
penglihatan pada mata ambliopia, semakin baik prognosisnya
24
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
BAB III
KESIMPULAN
25
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
DAFTAR PUSTAKA
26
PAPER NAMA : Denny Japardi
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM :140100119
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA MEDAN
27