AMBLIOPIA
Oleh :
Marwan
K1A1 15 077
PEMBIMBING
dr. Rizky Magnadi, Sp.M
1
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Marwan
Mengetahui,
Pembimbing
I. PENDAHULUAN
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan,walaupun sudah
diberi koreksi yang terbaik. Ambliopia dapat terjadi unilateral atau
bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan
kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan.1 Ambliopia
diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai
dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, fiksasi eksentrik,
ambliopia anisometropik, ambliopia isometropia dan ambliopia
deprivasi.1
Ambliopia dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), yang
merupakan suatu permasalahan dalam penglihatan yang mengenai sekitar
1 – 5 % populasi, dan bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya
bagi kehidupan si penderita. Oleh karena ambliopia lebih sering dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan pada seseorang dengan usia
kurang dari 20 tahun dibandingkan oleh karena trauma ataupun penyakit
mata lainnya. Insidensinya tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. 2,3
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan merupakan
kelainan yang reversibel serta akibatnya tergantung pada saat mulai dan
lamanya. Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul
suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada
penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.1,4
Hampir seluruh kasus ambliopia itu bersifat reversibel naun dapat
dicegah dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat.1,3,4 . Umumnya
penatalaksanaan ambliopia dilakukan dengan menghilangkan penyulit,
mengkoreksi kelainan refraksi, dan memaksakan penggunaan mata yang
1
lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang lebih baik. Anak
dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat
diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan
lebih baik. Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia, serta usia dan
dalamnya ambliopia saat terapi dimulai.1,4,5,6,7
II. ANATOMI
3
Gambar 2. Lapisan Koroid5
Pergerakan bola mata dilakukan oleh 9 pasang otot bola mata luar
yaitu:8
1. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf
ke III (saraf okulomotor)
2. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnyabola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi
oleh saraf ke VI (saraf abdusen)
3. Otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi,
aduksi danintorsi dari pada bola mata dan otot ini dipersarafi saraf
ke III (saraf okulomotor)
4. Otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi,
adduksi dan intorsi, yang dipersarafi oleh saraf ke III
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi,
intorsi, danabduksi yang dipersarafi saraf ke IV ( saraf troklear )
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan
elevasi,ekstorsi dan abduksiyang dipersarafi oleh saraf ke III.
5
Gambar 3. Otot penggerak bola mata9
III. DEFINISI
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani, amblyos yang berarti
tumpul atau pudar, dan opia yang berarti mata. Ambliopia adalah
penurunan ketajaman penglihatan walaupun sudah mendapatkan koreksi
terbaik, dapat bersifat unilateral ataupun bilateral (jarang), yang tidak
7
dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata ataupun
jaras penglihatan posterior.1,11,12
Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau
bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi
binokular abnormal atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa
organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik,
dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.4 Biasanya ambliopia
disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk meningkatkan
perkembangan penglihatan. Oleh sebab itu, ambliopia disebut juga
sebagai abnormalitas perkembangan visual akibat abnormalitas stimulasi
visual.4,11
Suatu kausa ekstraneural yang menyebabkan menurunnya tajam
penglihatan (seperti strabismus, katarak, astigmat atau suatu kelainan
refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi) merupakan
mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan fungsi visual
pada orang yang sensitif. Adapun beratnya ambliopia berhubungan
dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan
penglihatan makula.4
Terminologi ambliopia saja biasanya merujuk pada ambliopia
fungsional, yaitu suatu ambliopia yang bersifat reversible dengan terapi
oklusi. Ambliopia organik adalah ambliopia yang ireversibel. Sebagian
besar kasus penurunan fungsi penglihatan karena ambliopia dapat
dicegah/ dikembalikan fungsinya dengan intervensi yang tepat.
Pengembalian fungsi penglihatan bergantung pada beberapa faktor
seperti lamanya penurunan fungsi penglihatan, tingkat kematangan
visual, dan usia dimulainya terapi.3
9
V. PATOFISIOLGI
Ambliopia dipercaya terjadi karena kurangnya rangsangan untuk
meningkatkan perkembangan penglihatan. Penyebab-penyebab
ekstraneural seperti katarak, astigmatisme, strabismus, atau kelainan
refraksi yang tidak dikoreksi, merupakan pemicu yang dapat
mengakibatkan penurunan fungsi visual pada orang yang sensitif.
Derajat ringan beratnya ambliopia ditentukan oleh lamanya penderita
mengalami kurangnya rangsang untuk penglihatan makula. Ambliopia
yang ditemukan pada usia dibawah 6 tahun masih dapat dilakukan latihan
untuk perbaikan fungsi penglihatan. Oleh karena itu, sangat penting
pemeriksaan kesehatan mata anak sejak dini. 4
Pada patofisiologi ambliopia, terdapat dua mekanisme penyebab
yaitu nirpakai dan supresi. Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak
dipergunakannya elemen visual retino-kortikal pada saat masa kritis
perkembangan penglihatan, yaitu sebelum usia 9 tahun. Ambliopia
supresi terjadi pada tingkat kortikal dimana terdapat skotoma absolut
pada penglihatan binokular untuk mencegah diplopia pada mata yang
juling, atau hambatan binokular pada bayangan retina yang tidak jelas.
Supresi tidak berhubungan dengan masa perkembangan penglihatan.4
Pada ambliopia terdapat kerusakan penglihatan sentral, sedangkan
daerah penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Periode
kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang
yang kurang mendapatkan stimulasi, antara lain akibat rangsangan
deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.3,11 Untuk
penglihatan yang baik dibutuhkan media refraksi yang harus jernih dan
bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu
mata, atau bayangan tidak sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan
tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan memburuk. Pada keadaan
demikian, otak akan ‘mematikan’ mata yang tidak fokus dan akan
bergantung penglihatannya pada mata dominan untuk melihat. Stimulasi
penglihatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan penglihatan. Penglihatan binokular normal terjadi sejak
saat lahir, yaitu mulai dari masa bayi dan menjadi lengkap pada usia 8-10
tahun.11,18
Adapun masa kritis dalam perkembangan ketajaman penglihatan
pada seseorang dibagi menjadi tiga, yaitu : 3
1. Perkembangan ketajaman penglihatan dari 20/200 sampai 20/20,
yang terjadi dari sejak lahir sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Masa dengan resiko tertinggi terjadinya ambliopia, yaitu sejak usia
beberapa bulan hingga 7 – 8 tahun.
3. Masa dimana ambliopia dapat disembuhkan, yaitu dari waktu
terjadinya ambliopia sampai masa remaja, bahkan kadang-kadang
sampai masa dewasa.
VI. KLASIFIKASI
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan
gangguan / kelainan yang menjadi penyebabnya.1,3,4,18
A. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemukan ini terjadi pada mata
yang berdeviasi konstan atau terjadi akibat juling lama (biasanya
juling kedalam) pada anak sebelum penglihatan tetap. Konstan,
tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi)
sering menyebabkan ambliopia yang signifikan.1,4 Ambliopia
umumnya lebih jarang terjadi bila ada fiksasi yang bergantian,
sehingga masing - masing mata mendapat jalan / akses yang sama ke
pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus
bertahan intermiten maka akan ada suatu periode interaksi binokular
yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga
baik.5,19
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang
tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi
11
dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan
pada akhirnya terjadi penurunan respon terhadap input dari mata
yang tidak berfiksasi.1,18
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat
penglihatan binokular ini tampaknya merupakan faktor utama
terjadinya ambliopia strabismik, namun pengaburan bayangan foveal
oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor
tambahan. Hal tersebut terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi
untuk menghilangkan diplopia dan konfusi. Dimana konfusi adalah
melihat 2 objek visual yang berbeda tapi berhimpitan, satu di atas
yang lain.5,18,20
Ambliopia strabismik lebih sering ditemukan pada penderita
esotropia dan jarang pada mata dengan eksotropia. Hal ini
disebabkan karena eksotropia sering bertahan intermiten dan / atau
deviasi alternat dibanding deviasi unilateral konstan, yang
merupakan "prasyarat" untuk terjadinya ambliopia.4,5
B. Ambliopia Refraktif
1. Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropik merupakan suatu bentuk
ambliopia unilateral yang terjadi akibat terdapatnya kelainan
refraksi pada kedua mata yang berbeda jauh yang menyebabkan
pada akhirnya bayangan pada satu retina tidak fokus.1,4,20
Jika bayangan di fovea pada kedua mata berbeda bentuk
dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak
sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk
fusi. Fovea mata yang lebih ametropik akan menghalangi
pembentukan bayangan (form vision).1,4
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari
bayangan kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada
mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi
interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik)
dengan yang terjadi pada ambliopia strabismik.1
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma
(1D) dapat menyebabkan ambliopia ringan. Myopia
anisometropia ringan (<-3D) biasanya tidak menyebabkan
ambliopia, tapi myopia tinggi unilateral (>-3D) sering
menyebabkan ambliopia berat.20 Begitu juga dengan hyperopia
tinggi unilateral. Ambliopia dapat tidak terjadi pada mata sferis,
bila mata yang lebih berat minusnya dipakai untuk melihat dekat
dan sedangkan mata yang normal dipakai untuk meihat jauh.4,20
2. Ambliopia Isoametropik
Ambliopia isoametropik adalah ambliopia refraksi bilateral
yang merupakan bentuk ambliopia refraksi yang jarang terjadi.
Ambliopia isoametropik sering juga disebut amblipia ametropik
atau ambliopia hiperopik bilateral. Ambliopia jenis ini
menyebabkan penurunan tajam penglihatan secara bilateral,
akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan
baik dan jelas atau efek pada retina berupa gambar yang buram.
Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tinggi
pada anak tidak dikoreksi, yaitu hyperopia lebih dari 5D atau
miopia >-10D. Jika hiperopianya hanya 1-2D maka masih bisa
dikompensasi dengan akomodasi, jadi tidak sampai
menyebabkan ambliopia.1,3,20,21
C. Ambliopia Deprivasi
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau "disuse
amblyopia" sering masih digunakan untuk ambliopia deprivasi,
dimana ambliopia jenis ini disebabkan oleh kekeruhan media refrakta
(kornea keruh, katarak kongenital atau dini) yang menyebabkan
obstruksi visual total maupun sebagian sehingga gambar pada retina
13
yang dihasilkan terdergradasi, hal inilah yang menimbulkan terjadinya
ambliopia. Bentuk ambliopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan
yang paling parah dan sulit diperbaiki. Ambliopia bentuk ini lebih
parah pada kasus unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan
identik. 1,4,21
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat /
total pada daerah sentral dapat menyebabkan ambliopia
berat. Sedangkan kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia>
6 tahun umumnya lebih tidak berbahaya.1
D. Ambliopia Oklusi
Ambliopia oklusi adalah bentuk khusus dari ambliopia deprivasi
yang disebabkan karena terapeutik berupa penggunaan patch (penutup
mata) yang berlebihan. Ambliopia dilaporkan terjadi pada 1% anak
setelah penggunaan patching selama 6 jam atau lebih perhari dan pada
9% anak-anak yang diberikan terapi atropin satu tetes perhari setelah 6
bulan.1
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Walaupun anamnesis umumnya mencakup hal-hal berikut ini,
namun komposisinya dapat bervariasi sesuai dengan masalah anak
tersebut ;1,3,20
- Data demografi / identitas pasien ; termasuk jenis kelamin, usia dan
identitas orang tua pasien
15
- Keluhan utama sesuai manifestasi klinik pada pasien dan alasan
untuk evaluasi mata
- Riwayat penyakit saat ini, masalah mata saat ini. Terdapat 4
pertanyaan penting yang perlu ditanyakan, yaitu :
1) Kapan pertama kali ditemukan kelainan ambliogenik? (Seperti
strabismus, anisometropia, dan lain-lain)
2) Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3) Terdiri dari apa saja penatalaksanaan tersebut?
4) Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan
tersebut?
- Riwayat penyakit sebelumnya, termasuk riwayat kelainan mata
sebelumnya
- Riwayat sistemik, termasuk berat badan lahir, usia kehamilan dan
persalinan, riwayat prenatal dan perinatal yang mungkin berkaitan
misalnya konsumsi alkohol, tembakau dan penggunaan obat-obat
selama kehamilan, termasuk adanya keterlambatan perkembangan
- Riwayat keluarga yang menderita strabismus atau kelainan mata
lainnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang bahkan sampai tidak mampu untuk
membaca bentuk / huruf yang rapat dan mengenali pola apa yang
dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut atau terjadi defisit tajam
penglihatan. Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada
anak adalah pemeriksaan yang penting untuk mencegah keadaan
terlambat untuk memberikan perawatan. Meskipun untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada
pasien anak – anak.4,18,22
Pada anak-anak yang belum dapat diperiksa ketajaman
penglihatan akibat tidak terdapatnya komunikasi antara pemeriksa
dengan anak, maka pemeriksaan penglihatan sebaiknya dilakukan
dengan menutup mata yang diduga lebih baik. Bila mata yang baik
ditutup maka anak akan sangat menolak, karena ia terpaksa melihat
dengan mata yang kurang terang. Diketahui bahwa pada mata
ambliopia, tajam penglihatan akan berkurang dengan bertambah
terangnya kartu tes pemeriksaan tajam penglihatan.23
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan
karta Snellen standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak
digunakan adalah tes "E" dan tes "HOTV". Tes lain adalah dengan
simbol LEA. Bentuk ini mudah untuk anak usia ± 1
tahun (todler) dan mirip dengan konfigurasi huruf
Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.1,5,24
17
b. Tes Ambliopia
1) Uji Crowding Phenomenon
Pada mata ambliopia bila dilakukan pemeriksaan tajam
penglihatan dengan huruf tunggal atau huruf yang terisolasi
akan terdapat penglihatan yang lebih baik dibanding dengan
melihat huruf atau kata yang tersusun linear (sebaris).
Terjadinya penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke
huruf dalam baris ini disebut dengan adanya fenomena
“crowding” pada mata tersebut.4,23,25
19
sehingga tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi
eksentrik pada kedua mata.27
- Tes Mata Tutup Buka (Cover-Uncover Test)
Pada pemeriksaan ini dilihat apakah sudah terjadi
strabismus atau mata dominan (mata kuat) sehingga terjadi
fiksasi yang berkurang pada satu mata. Dilakukan penutupan
pada satu mata yang tidak dominann, maka bila penutup mata
dibuka kembali akan terlihat kedudukan mata yang masih
tidak normal.23.28
Secara umum dapat dikatakan bahwa mata ambliopia,
bila tajam penglihatan dengan pemeriksaan kartu Snellen
berbeda 2 baris atau lebih dibanding mata yang dominan.23
2) Pemeriksaan Strabismus
Selain pemeriksaan diatas, beberapa tes lainnya dapat
digunakan untuk menilai adanya strabismus, antara lain :
21
Pemeriksaan dilakukan dengan menyinari (dengan senter)
mata penderita pada jarak 33 cm. Diperhatikan pantulan sinar
pada kornea.
- Normal/tak ada deviasi Pantulan sinar ditengah pupil
kedua mata
- Deviasi 15 derajat Pantulan sinar dipinggir pupil mata
deviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi
- Deviasi 30 derajat Pantulan sinar pertengahan pupil dan
limbus pada mata deviasi dan ditengah pupil mata yang
fiksasi.
- Deviasi 45 derajat Pantulan sinar dipinggir limbus mata
yang deviasi dan ditengah pupil mata yang fiksasi.
A
A
Gambar 8. (A) Normal, (B) Esotropia, (C) Exotropia
IX. PENATALAKSANAAN
Ambliopia umumnya merupakan kelainan yang reversibel. Tingkat
keberhasilan terapi ambliopia menurun dengan bertambahnya usia.
Namun upaya pengobatan tetap harus diberikan kepada anak-anak tanoa
memandang usia, termasuk anak yang lebih besar dan remaja. Prognosis
untuk mencapai penglihatan normal pada mata ambliopia tergantung
pada banyak faktor, antara lain usia, onset, penyebab, derajat keparahan
dan durasi ambliopia, riwayat dan respon terhadap pengobatan
sebelumnya, kepatuhan terhadap pengobatan dan kondisi yang menyertai.
Bila ambliopia diketahui secara dini, dapat dicegah sehingga tidak
menjadi permanen. Perbaikan umumnya dapat dilakukan bila penglihatan
masih dalam perkembangannya. Bila ambliopia ini ditemukan pada usia
dibawah 6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan
penglihatan.1,4
Beberapa strategi digunakan untuk meningkatkan ketajaman visual
dalam ambliopia. Yang pertama adalah memperbaiki penyebab
kurangnya penglihatan. Kedua adalah untuk memperbaiki kelainan
refraksi yang mungkin menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan.
Yang ketiga adalah merangsang atau menggunakan mata yang
mengalami ambliopia dengan cara membatasi penggunaan mata yang
lebih baik dengan menutup atau mengaburkan mata. Dengan tujuan
perawatan yaitu mendapatkan ketajaman visual yang sama antara kedua
mata.1,4,5
Berikut ini langkah penatalaksanaan ambliopia yang dapat dilakukan:
- Tindakan bedah / operatif ; memperbaiki atau menghilangkan (bila
mungkin) semua penghalang pandangan, seperti katarak
- Koreksi kelainan refraksi
- Terapi oklusi (patching) ; oklusi mata yang sehat atau dengan
terapi medikamentosa berupa penalisasi atropine
23
2. Koreksi Kelainan Refraksi
Koreksi kelainan refraksi merupakan langkah awal dalam
perawatan anak berusia 0 hingga 17 tahun dengan ambliopia. Koreksi
refraksi selama 18 minggu dapat meningkatkan ketajaman penglihatan
pada mata ambliopik, dengan peningkatan dua atau lebih garis pada
2/3 anak berusia 3 hingga 7 tahun dan pada ¼ anak berusia 7 hingga
17 tahun.1
Apabila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau
anisometropia, maka dapat diterapi dengan kacamata atau lensa
kontak. Ukuran kacamata untuk mata amblyopia diberi dengan koreksi
penuh dengan petunjuk sikloplegia. Sedangkan bila ditemukan myopia
tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila
memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika)
kurang baik. 1,3,20
Amblyopia anisometropik dan amblyopia isometropik akan
sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama
beberapa bulan. Bahkan anak-anak yang menderita strabismus, saat
mengenakan kacamata dengan koreksi optik akan mengalami
peningkatan substansial pada matanya.1,20
3. Terapi Oklusi
Terapi oklusi adalah pilihan yang tepat untuk terapi ambliopia bagi
anak-anak yang tidak membaik dengan penggunaan kacamata saja
atau yang mengalami peningkatan yang tidak lengkap. Terapi oklusi
ini telah menjadi landasan pengobatan ambliopia selama lebih 200
tahun. Oklusi pada mata yang lebih baik akan merangsang mata yang
ambliopik untuk meningkatkan input saraf ke korteks visual.1,20
Dikenal dua stadium terapi oklusi, yakni stadium awal dan stadium
pemeliharaan :
a. Stadium awal, terapi oklusi dapat dilakukan secara terus-menerus
(TFO/Time Full Occlusion) atau penutupan paruh waktu
(TPO/Time Part Occlusion). Oklusi full time telah lama menjadi
terapi awal ambliopia walaupun Amblyopia Treatment Study (ATS)
menunjukkan bahwa oklusi teru-menerus mungkin tidak
diperlukan untuk mendapatkan terapi yang efektif. Pada bebrapa
kasus hanya diterapkan oklusi paruh waktu bila ambliopianya tidak
terlalu parah atau usia anak terlalu muda. Sebagai pedoman, oklusi
full time dapat dilakukan sampai beberapa minggu-setara dengan
usai anak dalam tahun-tanpa risiko penurunan penglihatan pada
mata yang baik. Terapi oklusi dilanjutkan selama ketajaman
penglihatan membaik (kadang-kadang sampai setahun). Penutupan
selama lebih dari 4 bulan tidak perlu dilanjutkan bila tidak ada
perbaikan.1,5,20
Pada sebagian besar kasus, bila terapi dilakukan sedini mungkin,
dapat dicapai perbaikan yang bermakna atau normalisasi ketajaman
penglihatan secara total. Kurangnya ketaatan pada jadwal terapi,
misalnya mengintip melalui penutup mata dapat menjadi faktor
kegagalan terapi walaupun berada dalam kondisi yang ideal.1,5
- Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full-time pada mata yang lebih baik
adalah oklusi dilakukan pada semua waktu atau setiap saat
kecuali 1 jam waktu berjaga. Biasanya penutup mata yang
digunakan adalah penutup adesif (adhesive patch) yang tersedia
secara komersial.1,3,30
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari
/ dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted
ocluder) atau lensa kontak opak, atau Fun patches atau pirate
patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila
terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.20,30
Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus
25
konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time
patching memiliki sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular. Aturan atau standar pemakaian full-time
patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia.
Misalnya penderita amblyopia pada mata kanan berusia 3 tahun
harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi
kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya amblyopia
pada mata yangbaik.1,3,5,30
- Oklusi Part Time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari,
akan memberi hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi
interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat
amblyopia. 1,30
Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu
dalam penjelasan peran full-time patching dibanding part-
time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3 - 7 tahun
dengan amblyopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6 /
30 dan 20/400 = 6 / 120), full-time patching memberi efek sama
dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi
lain, patching 2 jam / hari menunjukkan kemajuan tajam
penglihatan hampir sama dengan patching 6jam/hari pada
amblyopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari
20/100) pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi
ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama
1 jam / hari. 3
27
Keuntungan lain dari metode atropinisasi pada pasien dengan
mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat
bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.1
6. Terapi Alternatif
Beberapa terapi alternatif atau terapi tambahan lainnya yang bisa
diberikan, antara lain :
- Terapi penglihatan ( orthoptics ; latihan mata), dimana terapi ini
merupakan kegiatan visual untuk meningkatkan ketajaman
penglihatan dan binocularitas.1,20
- Terapi binocular, digunakan untuk terapi ambliopia pada anak
tanpa strabismus atau strabismus sudut kecil dengan binokularitas.
Dimana gambar disajikan dengan kontras tinggi untuk mata yang
ambliopia dan gambar kontras rendah untuk mata yang baik.1
X. PENCEGAHAN
Ambliopia dapat dicegah dan diobati terutama apabila penyakit ini
dapat dideteksi secara dini. Skrining untuk mencari penyebab ambliopia
harus dilakukan oleh dokter pada bayi pada 4-6 minggu setelah lahir,
dan anak-anak yang mempunyi risiko utnuk ambliopia harus di skrining
setiap tahun selama periode perkembangan sistem penglihatan anak yaitu
mulai lahir sampai umur 6-8 tahun.1,20
Skrining untuk kelainan refraksi dan strabismus juga harus dimulai
selama tahun pertama kehidupan. Pada anak-anak yang berisiko berisiko
perlu dilakukan monitoring setiap tahun karena sejak lahir sampai usia 4
tahun memungkinkan untuk terjadinya anomali refraksi, terutama
astigmatisma dan anisometropia. Skrining ini juga ditujukan untuk anak-
anak yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita strabismus atau
ambliopia. Adanya program skrining untuk mendeteksi dan mengobati
ambliopia pada usia 4 tahun telah sukses dilakukan diberbagai negara. 1,20
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi utama dari ambliopia yang tidak ditangani adalah
kehilangan penglihatan ireversibel. Kebanyakan kasus ambliopia
reversibel bila dideteksi dan ditangani dini.1,3
XII. PROGNOSIS
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan
setelah terapi oklusi pertama.3 Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia
5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring
dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai
bila usia lebih dari 10 tahun. 1,4
29
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai
berikut: 3
- Jenis ambliopia: Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien
dengan kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan
ambliopia strabismik prognosisnya paling baik.
- Usia dimana penatalaksanaan dimulai: Semakin muda pasien maka
prognosis semakin baik.
- Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai: Semakin bagus tajam
penglihatan awal di mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Olsen, TW., et all. 2017. Amblyopia Preferred Practice Pattern. San
Francisco : American Academy of Ophtalmology
2. Petroysan T. 2016. Amblyopia : The Pathophysiology Behind It and Its
Treatment. San Francisco : American Academy of Ophtalmology
3. Yen, KG. 2018. Amblyopia. Medscape : American Academy of
Ophtalmology. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1214603-overview#a7
4. Ilyas, S., Sri Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-5. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
5. Vaughan, Asbury. 2015. Oftalmologi Umum, edisi ke-17. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. National Eye Institute. 2013. Amblyopia. Bethesda : National Institutes of
Health
7. Integra. 2015. Ambliopia. Sidoarjo : Integra Group
8. Baehr M, Frotscher M. 2005. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology
Anatomi Physiology Sign Symptoms 4th Edition. New York : Thieme.
9. Squire, LR., et all. 2008. Fundamental Neuroscienc 3rd Edition. Canada :
Elsevier
10. Sihota, R., dan Radhika Tandon. 2015. Parsons’ Disease of the Eye, 22nd
Edition. India : Elsevier
11. Rares, LM. 2013. Penatalaksanaan dan Follow-up Berkala pada
Ametropia Ambliopia. Manado : Jurnal Biomedik FK Universitas Sam
Ratulangi
12. IRRF and The Lasker. 2017. Amblyopia : Challenges and Opportunities.
Inggris : The Lasker/IRRF
13. Braverman, RS. 2015. Introduction to Amblyopia. ONE Network :
American Academy of Ophtalmology. Available at :
https://www.aao.org/disease-review/amblyopia-introduction
14. Hashemi, H., et all. 2018. Global and Regional Estimates of Prevalence of
Amblyopia : A Systematic Review and Meta-analysis. Teheran : Noor
Ophthalmology Research center
31
15. Gunawan, W. 2007. Gangguan Penglihatan pada Anak karena Ambliopia
dan Penanganannya. Yogyakarta : FK Universita Gadjah Mada
16. Rajavi, Z., et all. 2015. Prevalence of Amblyopia and Refractive Errors
Among Primary School Children. Iran : J Ophtalmic of Epidemiology
Research Center
17. Mocanu, V., Raluca H. 2017. Prevalence and Risk Factors of Amblyopia
Among Refractive Errors in an Eastern Europian Population. Romania :
Medicina
18. Zagui, RMB. 2019. Amblyopia : Types, Diagnosis, Treatment and New
Perspectives. ONE Network : American Academy of Ophtalmology.
Available at :
https://www.aao.org/disease-review/amblyopia-types-diagnosis-treatment-
new-perspectiv
19. Noorden, GK. 2002. Binocular Vision and Ocular Motility ; Theory and
Management of Strabismus, 6th Edition. USA : A Harcourt Health Science
Company
20. Rouse, MW., et all. 2004. Optometric Clinical Practice Guideline Care of
the Patient with Amblyopia. Missouri : American Optometric Association
21. Supartoto, A. 2007. Ilmu Penyakit Mata UGM. Yogyakarta : Departemen
Mata FK UGM
22. Bradfield, YS. 2013. Identification and Treatment of Amblyopia.
Madison : American Academy of Family Physicians
23. Ilyas, Sidarta. 2009. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
24. Doshi, NR. 2007. Amblyopia. Warminster : American Academy of Family
Physicians
25. Ilyas, Sidarta. 2012. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Badan Penerbit FK UI
26. Singh, A. 2015. Amblyopia. Patna : India Institute of Medical Science
27. Scully, J. 2017. Non-Central Fixation in Squinting Children. Italia : Br J
Ophtalmol
28. Bell, AL., et all. 2013. Childhood Eye Examination. Dayton : American
Academy of Family Physicians
29. Archer,S. 2015. Alternate Cover Test. ONE Network : American Academy
of Ophtalmology. Available at : https://www.aao.org/image/alternate-
cover-test
30. Bragg, T., et all. 2016. Orthoptist : Occlusion Therapy Compliance.
Available at : https://www.aao.org/disease-review/orthoptist-occlusion-
therapy-compliance
33