PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mengatasi kebutaan pediatrik dipertimbangkan menjadi prioritas penting oleh
gerakan bola mata, memeriksa refleksi, fundus dan keadaan media media kadang masih
bisa dengan anak dalam gendongan sebelum anak nangsis. Deteksi dini dan pengobatan
yang tepat pada gangguan mata anak dapat menghindari gangguan penglihatan
permanen seumur hidup . 8,9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata
Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata dilindungi
oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti tulang frontal,
sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of sphenoid, lacrimal, dan ethmoid.
Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur aksesori yang terdiri dari
alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus lakrimal, dan otot-otot mata
ekstrinsik. Alis mata dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya
keringat, yang dapat menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu
mata mencegah masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva merupakan suatu
membran mukosa yang tipis dan transparan. Konjungtiva palpebra melapisi bagian
dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior permukaan mata
yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva palpebra dan bulbar disebut
sebagai Konjuntival fornices. 7,8,9
okulomotorius. 7,8,9 Otot-otot ekstrinsik bola mata dapat dilihat pada gambar berikut.
Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu koroid, badan siliaris, dan iris.
Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat
terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Badan siliaris merupakan
ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa
dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai
aqueous humor. Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya dan
lubang yang dibentuk oleh iris ini disebut sebagai pupil. Iris memiliki dua lapisan
berpigmen yaitu posterior pigment epithelium yang berfungsi menahan cahaya yang
tidak teratur mencapai retina dan anterior border layer yang mengandung sel-sel
berpigmen yang disebut sebagai chromatophores. 7,8,9
Konsentrasi melanin yang tinggi pada chromatophores inilah yang memberi
warna gelap pada mata seseorang seperti hitam dan coklat. Konsentrasi melanin yang
rendah memberi warna biru, hijau, atau abu-abu. Inner layer (tunica interna) terdiri
dari retina dan nervus optikus. Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya
dapat dilihat pada gambar berikut. 7,8,9
sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan
ganglionik. 7,8,9
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang
terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral
geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri. Gambaran jaras
penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut. 7,8,9
Secara
klinis,
derajat
ketajaman anak-anak mencapai nilai yang mendekati 6/6 saat mencapai usia 5 tahun.
Hal ini dikarenakan pemeriksaan visus pada anak-anak secara subjektif maupun
objektif tidak dapat menghasilkan data yang valid. Ketajaman penglihatan dapat
dibagi lagi menjadi recognition acuity dan resolution acuity. Recognition acuity
adalah ketajaman penglihatan yang berhubungan dengan detail dari huruf terkecil,
angka ataupun bentuk lainnya yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah
kemampuan mata untuk mengenali dua titik ataupun benda yang mempunyai jarak
sebagai dua objek yang terpisah.1,3,4
Hubungan antara jenis ketajaman penglihatan tersebut dengan usia dimana
kondisi tersebut dapat dicapai dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut 2
Baru lahir
6 Minggu
3 bulan
4 bulan
6 bulan
9 bulan
Dapat melihat
objek
20/200
1 tahun
20/100
2 tahun
20/40
3 tahun
20/30
5 tahun
20/20
dan
mengambil
Pemeriksaan refraksi menjadi sangat penting apabila ternyata bayi atau anak
mengalami strabismus, dengan demikian bayi akan sulit diperiksa. Untuk
pemeriksaan seperti ini sebaiknya dilakukan anestesia umum, sehingga pemeriksaan
fundus, retinoskopi, serta tonometri bisa sekaligus dilakukan. 1,3,8
Metode kuantitatif untuk menguji ketajaman visual mencakup pengukuran
ketajaman deteksi, ketajaman resolusi, dan ketajaman pengenalan. Semua
pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu. Ketajaman deteksi
mendeteksi adanya stimulus terhadap latar belakang standar (uji Bock Candy Bead),
sedangkan ketajaman resolusi mengukur kemampuan membedakan pola hitam dan
putih secara tipikal. 1,3,8
Tiga metode dasar untuk menguji ketajaman resolusi pada bayi adalah sebagai
berikut. Pertama, melihat mana yang lebih disukai tergantung kebiasaan melihat
saat mengenali stimulus berpola. Kedua, bangkitan nistagmus optokinetik. Saat bayi
melihat drum bergaris berputar dari kiri ke kanan, matanya mengikuti putaran drum
bergaris tersebut secara lambat dari kiri ke kanan juga. Ketika garis menjadi objek
fiksasinya yang tadi di kiri sekarang menjadi di kanan lalu hilang, matanya
bergerak secara cepat kembali ke kiri untuk memfiksasi objek garis yang baru.
Ketiga adalah dengan mengukur visual evoked potential (VEP) yang merupakan
suatu sinyal listrik yang dibangkitkan oleh korteks visual sebagai respon terhadap
stimulasi retina baik dengan cahaya senter atau pola papan catur. 1,3,8
warnanya homogen. Bayi akan lebih menyukai gambar kontras. Berikut merupakan
metode-metode pemeriksaan yang bisa kita lakukan ataupun alat-alat yang bisa
gunakan dalam pemeriksaan visus pada anak: 3,7
Gambar 2.4 Preferential looking test
Sumber:
Pediatric eye examination textbook; Ann U Stout3,7
Kartu-kartu dari Allen seperti kartu bridge baik digunakan pada anak usia
sekitar 3 tahun. Kartu ini masing-masing bergambar tunggal yang berguna untuk
memusatkan perhatian dan juga dipegang dan dijauh dekatkan jarak pemeriksaannya.
Jarak yang umum digunakan adalah 3 meter, dengan kemungkinan tidak menemukan
miopia sebanyak hanya 1/3 dioptri,hal yang bisa diabaikan mungkin ambliopia ringan
tak ditemukan. Kecuali kurangnya visus, perlu menjadi perhatian pula perbedaab
visusantara kedua mata, karena terdapat tendensi pemakaian sebelah mata saja yang
memiliki visual yang baik dan mensupresi bayangan dari mata yang kabur sehingga
menimbulkan sindrom monofiksasi. 3,4,7
2.7 Penilaian Fungsi Visual
Penilaian fungsi visual selain visus juga mencakup lapang pandangan,
penglihatan warna, serta pengujian fungsi retina secara elektrofisiologik. Lapang
pandangan digambarkan sebagai sebuah pulau penglihatan yang dikelilingi oleh suatu
lautan kegelapan. Normalnya adalah 50 superior, 60 nasal, 70 inferior, 90
temporal. Ada suatu titik gelap 15 sebelah temporal fiksasi yang disebut bintik buta.
Ada 3 populasi sel konus retina dengan sensitivitas yang spesifik yaitu biru (tritan)
414-424 nm, hijau (deutan) 522-539 nm, dan merah (protan) 549-570 nm. 2,3,6
Penglihatan normal membutuhkan ketiga jenis sel ini untuk melihat suatu
spektrum warna. Kalau ada defisiensi misalnya kekurangan sel konus merah, maka
disebut protonomali; dan jika absen sama sekali disebut protonopsia. Tes penglihatan
warna bisa dimulai pada usia 8-12 tahun. Uji penglihatan warna diantaranya uji
Ishihara, terutama untuk penapisan defek protan dan deutran kongenital. Uji City
university, dimana ada 10 plat, tiap plat ada 1 bulatan warna sentral dikelilingi 4
bulatan warna perifer. Subjek disuruh mencocokkan mana diantara 4 warna perifer
yang paling menyerupai warna sentral. Uji-uji yang lain adalah uji Hardy-Rand-Ritler,
sama seperti Ishihara, tapi bisa mendeteksi ketiga defek kongenital,dengan alat
elektroretinogram (ERG). Elektroretinogram menghasilkan suatu rekaman potensial
aksi yang diproduksi retina ketika distimuli dengan cahaya dengan intensitas
adekuat.3,6
Tabel 1.5 Penilaian penglihatan berdasarkan umur dan metode pemeriksaan
antara lain senter, kaca pembesar. Untuk mengetahui secara lebih rinci dapat
menggunakan slit lamp. Slit lamp yang dipakai bisa yang tegak apabila anak sudah
kooperatif atau dengan flying baby (anak diangkat ibunya). Bisa juga dengan
menggunakan hand slit lamp. 9,10
2.10
nonton dalam jarak dekat), saat belajar di sekolah (biasanya anak suka duduk di
depan, karena tidak jelas kalau duduk di belakang), membaca terlalu dekat, dan posisi
agak miring (kelainan makula atau strabismus). Anak yang mempunyai pusat fiksasi
penglihatan di luar fovea sentralis akan selalu berusaha mensejajarkan posisi aksis
visual atau menjatuhkan fokus sinar di bagian retina yang berfungsi sebagai fovea
dengan cara memiringkan kepalanya. Fiksasi eksentrik timbul karena mata secara
terus-menerus menggunakan area ekstrafovea untuk memfiksasi suatu objek. Fiksasi
jenis ini dapat diperiksa dengan visuskop atau refleks pada kornea dengan metode
corneal light reflect. 3,4,7
(pemeriksaan corneal light reflect pada pupil anak tampak white crescent yang menunjukkan
kelainan refraksi) yang menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami strabismic amblyopia atau
penurunan penglihatan yang disebabkan oleh penyakit makular sekunder.
metode lubang jarum (pinhole) cukup sederhana dan bermanfaat. Bila ditemukan
perbaikan dengan pemeriksaan ini, berarti ada kelainan refraksi. Untuk mengetahui
status refraksi secara pasti bisa dilakukan dengan pemeriksaan streak retinoscopy.
Untuk anak yang sudah besar, pemeriksaan visus dilakukan dengan menggunakan
kartu snellen yang bergambar atau berisi huruf E yang dibolak balik dengan jarak
pemeriksaan 6m, hal ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan huruf ataupun
angka. 3,4,7
Bila dalam pemeriksaan obyek terbesar tidak dapat dikenali anak, maka anak
didekatkan ke arak kartu uji sampai anak dapat melihat atau mengenali obyek terbesar
tersebut. Misalnya anak dapt melihat atau mengenali objek terbesar tersebut dengan
jarak 2m, maka 2m merupakan pembilang sedangkan jarak pada obyek terbesar yang
semestinya (60m) bisa dilihat, maka dapat diinterpretasiakn bahwa hasil pemeriksaan
tersebut adalah 2/60. 3,4,7
Apabila melihat obyek terbesar terbesar tidak bisa dengan jark 6m maka
dilanjutkan pemerikasan dengan menggunakan teknik hitung jari, hal ini dapat
dilakukan dengan catatan anak sudah pandai berhitung. Kemudian interpretasi
pemeriksaan dapat dilakukan sesuai dengan jarak pemeriksaan anak saat menghitung
jari. Misalnya anak hanya dapat menghitung jari dengan jarak 2m maka hasil
pemeriksaan tersebut adalah 2/60. 3,4,7
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan cara menghitung jari dengan jarak paling
dekat dengan mata anak tetapi anak tidak dapat menghitung jari pemeriksa, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan denagan
pemeriksaan lamabian tangan. Apabila anak dapat menentukan arah pergerakan
tangan maka dapat diiterpretasinya adalah 1/300. 3,4,7
Untuk tahap akhir pemeriksaan ini adalah dengan menggunakan cahaya.
Pemeriksaan ini dilakukan apabila anak tidak dapat menilai arah dari pemeriksaan
lambaian tangan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah anak dapat
mengetahui dari mana arah datangnya cahaya yang diberikan oleh pemeriksa. Apabila
anak mengetahui arah datangnya cahanya maka interpetasinya adalah 1/ tak
terhingga.visus nol apabila tidak ada sama sekali persepsi cahaya. 3,4,7
Penggunaan mata yang tidak simultan pada akhirnya akan mengganggu visi
binokuler sehingga kemungkinan dapat menyebabkan ambliopia apabila memilki
perbedaan yang cukup tinggi. Ada kemungkinan saat itu telah terdapat ambliopia atu
terdapat kelainan organik pada mata yang visusnya kurang baik. 3,4,7
Sebagai contohnya pada miopia derajat sedang unulateral, satu mata mungkin
digunakan untuk melihat jauh sedangkan mata yang satunya digunakan untuk melihat
yang dekat saja, hal ini kemungkinan tidak terjadi ambliopia tetapi terdapat gangguan
visi binokuler. Sedangkan pada pada miopia tinggi unilateral kemungkinan terjadi
ambliopia anisometropik besar, sebab satu mata digunakan untuk melihat jauh
maupun dekat. Selain pemeriksaan diatas juga diperhatikan gerak dari kedua
matanya.3,4,7
Pada anak yang berusia <3 tahun, penggunaan pemeriksaan subjektif dengan
menggunakan kartu snellen ataupun kartu allen seperti diatas belum dapat digunakan,
namun pemeriksaan dilakukan hanya dengan mengamati tingkah laku penggunaan
indera matanya saja, misalnya :9,10
1. Bayi baru lahir seharusnya sudah memiliki rasa silau dan menghindar atau
menutup matanya dengan cepat dan rapat bila diberi rangsangan sinar.
Selainitu pupil sudah menunjukkan reaksi khususnya pada bayi yang
dilahirkan cukup bulan.
2. Bayi 1 minggu mengenali atau mengarahkan pandangannya ke arah ibunya
atau orang yang berada disekitarnya dengan gerak kasar meskipun mungkin
matanya tidak mengarah sama (juling fisiologik)
3. Bayi 3-4 minggu memiliki kemampuan yang sama dengan bayi usia 1
minggu, akan tetapi kedua mata seharusnya sejajar menuju objek yang
diperhatikannya (tidak juling lagi) jika masih terdapat juling perlu dicurigai
adanya kelainan organik, kelainan refraksi (misalnya hipermetrop dapat
menyebabkan esotropia), kelainan inervasi, ataupun kelainan anatomi.
4. Bayi 1 bulan seharusnya sudah dapat menggerakkan matanya vertikal keatas
ataupun melirik ke arah bawah.
5. Bayi berusia5-6 minngu seharusnya memiliki kemampuan untuk mengikuti
pergerakan benda/ senter dengan pandangannya sampai beberapa derajat dan
kembali keposisi semula dengan lambat bila senter dimatikan.
6. Bayi 1,5- 2 bulan sudah bisa melakukan konvergensi bila objek didekatkan.
7. Bayi 3 bulan seharunya sudah dapat mengikuti senter atau objek dengan
tarikan yang lebih mantap, dan dapat mempertahankan pandangannya
dengan area yang lebih luas lagi ke pinggir dan kembali keposisi semula
dengan lebih cepat apabila senter dimatikan.
8. Bayi 4 bulan memiliki kemampuan yang sama dengan bayi 3 bulan tetapi
memiliki kelebihan untuk memegang atau mengapai objek yang dilihatnya
dan berusaha memasukkan kemulutnya. Dan sudah mengenali jauh dan
dekat. 9,10
Apabila bayi tidak memiliki kemampuan diatas hingga usia 6 bulan
maka perlu dicurigai adanya anomali motorik karena pada usia 6 bulan reflekreflek seharusnya sudah relatif baik. Sehingga perlu diperhatiakan juga pada
anak yang sudah besar 9,10
a. apakah menatap benda dengan sangat dekat? hal ini dapat etrjadi pada
miopia tinggi ataupun usaha anak agar brnda tersebut terlihat lebih besar.
b. apakah menatap dengan memiringkan kepala? Hal ini dapat terjadi
kemungkinan torticolis oculi akibat parase salah satu otot mata, selain itu
jika menggunakan kedua mata untuk memiringkan kepala adalah sebagai
bentuk kompensasi pengarahan kedua mata supaya tidak diplopia.
c. Apakah menatap suatu benda dengan memicingkan sebelah atau kedua
mata? Hal ini terjadi kemungkinan mata yang dipincingkan silau akibat
radang kornea, selain itu juga dapat dilakukan untuk menghindari diplopia
dan membuat pandangannya lebih jelas.
d. Apakah dapat mennemukan dengan segera mainan yang dijatuhkan atau
melihat kearah benda yang menarik disampingnya? Dan apakah ada
kesukaran untuk mencari arah ? hal ini digunakan untuk menilai apakah ada
kelainan lapang pandang.
e. Apakah matanya sering berkedip- kedip atau menggosok- gosok matanya?
Hal ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan sebagai suatu
menifestasi anomali refraksi.
f. Apakah ada nistagmus ? hal ini dapat diketahui apakah terdapat nistagmus
kongenital atau gangguan lainnya dengan visus relatif baik pada posisi
tertentu dan posisi yang memperburuknya.
Selain mengamati perilaku berdasarkan usia dan cara mengamati objek
dapat dilakukan pemeriksaan visus pada anak dengan menggunakan alat-alat
khusus. 9,10
1. Pemeriksaan dengan menggunakan prinsip nistagmus optokinetik (OKN)
yaitu gerakan otomatis mengikuti gerakan objek yang bergerak kesuatu
arah. Alat yang digunakan adalah benda yang bercorak vertikal berwarna
hitam dan putih atu menggunakan pita yang bercorak sama kemudian
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat 1,4 juta anak buta di dunia. Penyebab Kebutaan pediatrik
bervariasi menurut daerah dan perkembangan sosioekonomi. Namun sekitar
40% kebutaan pediatrik dapat dihindari. Pemeriksaan fungsi dan organik mata
ana perlu untuk pencegahan hal-hal yang sulit diatasi bila sudah besar seperti
ambliopia. Karena beberapa kesulitan yang akan dihadapi, teknik pemeriksaan
sesederhana mungkin yang mudah dilakukan yaitu dengan penlight untuk
menilai reflek kornea pada mata.9
Beberapa cara penilaian yang lebih mendekati dan gampang untuk
dilakukan yaitu dengan prinsip nistagmus optokinetik, preferensi test, kartu
allen atau snellen chart. Untuk pemeriksaan yang lebih terbaru dan canggih
bisa dilakukan dengan teknik VEP atau modifikasi elektro ensefalogram.9
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophtalmology; Pediatric ophtalmology. In: Basic and
clinical sciences course. Section 6. Chapter: Mosby;2008-2009.p. 285-7
2. Coleman A,MD,Phd. Pediatric Eye Evaluations. American Academy of
ophtalmology; 2012.
3. Lang G. Eye examination.Textbook of ophtalmology Atlas.2nd Edition 2006.
4. Ann Stout. Pediatric eye examination. Textbook of ophtalmology 2nd edition
2008. Page 128-142
5. Anatomy of Eye. 2010. www.medscape.com
6. http;//www.aapos.org//client data/files/2012/502 refractions in children.pdf.
Accessed April 28, 2016.
7. Chou R, Dana T, Bougatsos C. Screening for visual impairment in children ages
15 years: update for the USPSTF. Pediatrics.2011;127(2):e442 e479
8. Wijana N, Dr. Ilmu Penyakit Mata edisi 5; 1989. Hal; 1-30
9. Ilyas. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Ed-3. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. 2009
10. Ibrahim S, Marianas M. Pemeriksaan Mata Anak, Khususnya Fungsi Penglihatan;
1998. Padang; Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.