Anda di halaman 1dari 15

Paper Neurologi

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN MOTOR NEURON


DISEASE

Oleh :
Wira Putri Ramadhani
140100087

Pembimbing :
dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul “Diagnosis dan Penatalaksanaan Motor Neuron
Disease”, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan arahan kepada
penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi menyempurnakan penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 11 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... . ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................... 1
1.2 TUJUAN.......................................................................................... 1
1.3 MANFAAT...................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3


2.1 PENGERTIAN MOTOR NEURON DISEASE................................... 3
2.2 ETIOLOGI MOTOR NEURON DISEASE........................................ 3
2.3 MANIFESTASI KLINIS MOTOR NEURON DISEASE..................... 3
2.4 DIAGNOSIS MOTOR NEURON DISEASE..................................... 5
2.5 DIAGNOSA BANDING MOTOR NEURON DISEASE...................... 7
2.6 PENATALAKSANAAN MOTOR NEURON DISEASE...................... 8

BAB III KESIMPULAN.................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA........... ........................................................... ........ 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Motor neuron disease (MND) atau penyakit neuron motorik merupakan


salah satu masalah besar yang belum terpecahkan dalam neurologi1. Istilah ‘motor
neuron disease’ (MND) berasal dari sekelompok gangguan yang melibatkan
kerusakan khusus pada Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron
(LMN)2.
Ahli saraf pada abad ke-19 menyadari bahwa kelemahan otot bisa
disebabkan oleh penyakit otot primer atau sekunder akibat hilangnya integritas
neuromuskular, seperti yang terjadi ketika saraf perifer terpotong atau ketika
degenerasi motor neuron. Selanjutnya, diobservai bahwa bentuk degenerasi motor
neuron selektif mempengaruhi upper motor neurons (UMN) atau lower motor
neurons (LMN). Kombinasi antara disfungsi upper dan lower motor neuron
dinamakan amyothrophic lateral sclerosis (ALS) oleh Charcot dan Joffroy3.
Lord Brain pada tahun 1962 menggunakan istilah Motor Neuron Disease
yang mencakup keseluruhan dari manifestasi klinis lainnya: amyotrophic lateral
sclerosis, progressive bulbar palsy, dan progressive muscular atrophy4. Banyak
kemiripan antara semua kategori klinis ini. ALS adalah tipe yang paling umum dan
memang di Amerika Serikat, istilah “ALS” umumnya digunakan untuk mencakup
semua jenis MND. Sedangkan di Australia istilah MND lebih banyak digunakan5.
Motor Neuron Disease relatif jarang terjadi dengan insiden tahunan 2 dari
100.000 dan prevalensinya 5-7 dari 100.000.6 MND adalah penyakit mematikan
dengan etiologi yang belum diketahui.7

1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk membahas mengenai motor neuron disease
dan terutama cara mendiagnosis serta penatalaksanaan terhadap motor neuron
diseases.

1
1.3 MANFAAT
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
ilmu pengetahuan tentang cara mendiagnosis motor neuron disease serta
penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit tersebut agar kemudian dapat
dipahami dan diterapkan kelak setelah menjadi lulusan dokter.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Motor Neuron Disease


Motor neuron disease (MND) merupakan istilah yang diberikan pada
sekelompok penyakit yang berkaitan erat mempengaruhi motor neuron (sel saraf
yang mengontrol otot) di otak dan medula spinalis5.MND merupakan sekelompok
penyakit neurodegeneratif progresif yang tidak dapat disembuhkan dan
degenerasinya pada bagian upper dan lower motor neuron pada regio tubuh yang
berbeda, yang nantinya menyebabkan kelemahan progresif pada bulbar,
ekstremitas dan otot pernafasan, dalam kombinasi yang berbeda3.
Motor neuron disease (MND) diketahui juga sebagai amyotrophic lateral
sclerosis (ALS) pada berbagai negara, yang awalnya diperkenalkan oleh dokter
asal Prancis, Jean Martin Charcot8.

2.2 Etiologi Motor Neuron Disease


Patogenesis lengkap ALS belum diketahui dengan baik karena belum
sepenuhnya dijelaskan oleh penelitian medis. Berikut ini beberapa faktor yang
bisa menyebabkan terjadinya ALS yaitu : (1) Genetik, (2) Eksotoksisitas, (3)
Stres oksidatif, (4) Disfungsi mitokondria, (5) Kegagalan transport akson, (6)
Agregasi neurofilamen, (7) Agregasi protein, (8) Disfungsi inflamasi dan
kontribusi sel non-neural, (9) Defisit faktor neurotropik dan disfungsi signaling
pathways, dan (10) Apoptosis3.

2.3 Manifestasi Klinis


1. Progressive Bulbar Palsy
Keterlibatan predominan bulbar dan hal itu disebabkan oleh lesi yang
mempengaruhi motor nuclei di saraf kranial (contoh: LMN) di brainstem.
2. Pseudobulbar Palsy
Istilah ini digunakan ketika keterlibatan bulbar predominan dan terutama
disebabkan oleh UMN, contoh keterlibatan bilateral jalur kortikobulbar.
Pseudobulbar palsy bisa muncul pada berbagai penyakit kortikobulbar bilateral,

3
bagaimanapun, dalam penggunaan istilah ini tidak boleh dianggap menyiratkan
bahwa penyebab utamanya adalah penyakit motor neuron.
3. Progressive Spinal Muscular Atrophy
Terutama terjadi defisit LMN pada anggota gerak yang disebabkan oleh
degenerasi horn cell anterior pada spinal cord.
4. Primary Lateral Sclerosis
Dalam kelainan yang jarang ini, murni defisit UMN (kortikospinal) ditemukan
pada anggota gerak.
5. Amyotrophic Lateral Sclerosis
Defisit campuran antara UMN dan LMN pada anggota gerak. Mungkin juga
terdapat keterlibatan bulbat tipe UMN dan LMN9.

4
Gambar 1. Perbedaan tipe MND3

2.4 Diagnosis Motor Neuron Disease


Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti
baru dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla
spinalis dan otot penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah
adanya tanda-tanda gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal
tanpa gangguan sensoris dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran
khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas dengan
adanya fasikulasi lidah. Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND
adalah diagnosa klinis.

5
Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan
adanya suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi
penting sekali untuk menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan
kemungkinan-kemungkinan yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang
lengkap dan sesuai. Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi,
imunologi dan histopatologi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyakit
lainnya.
Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menegakkan .diagnosa MND.Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan
fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi.
Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam
batas normal. Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa MND. Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit
meninggi. Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai
normalnya pada sebagian penderita, tetapi penulis lain menyatakan kadarnya
normal atau hanya sedikit meninggi. Enzim otot carbonic anhydrase III (CA III)
merupakan petunjuk yang lebih sensitif.
Pemeriksaaan radiologis berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosa lainnya .MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi
otot neurogenik dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi
gangguan penyakit ini. MRI mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari
korteks motorik dan degenerasi Wallerian dari traktus motorik di batang otak dan
medulla spinalis. Block dkk mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic
resonance spectroscopy untuk mendeteksi perubahan metabolik pada korteks
motorik primer dari penderita MND yang sesuai dengan adanya kerusakan sel
neuron regional dan berbeda secara bermakna dengan orang sehat atau penderita
neuropati motorik.
Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang
menimbulkan slowly progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan
biopsi otot, terlihat serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang

6
nomlal dari serabut-serabut otot. Diagnosa MND menurut El Escorial Criteria
For ALS Diagnosis adalah :
1. ALS: tanda UMN dan LMN pada regio bulbar dan minimal 2 regio spinal, atau
tanda UMN dan LMN pada 3 regio spinal.
2. Kemungkinan besar ALS (probable ALS) : tanda UMN dan LMN pada
minimal 2 regio (beberapa tanda UMN harus restoral terhadap tanda LMN)
3. Kemungkinan ALS (possible ALS) : tanda UMN dan LMN hanya pada 1 regio
atau hanya tanda UMN pada minimal 2 regio atau tanda LMN rostral terhadap
tanda UMN.
4. Curiga ALS (suspected ALS) : tanda LMN pada minimal 2 regio.
Handisurya dan Yan Utama mengajukan kriteria diagnostik MND berdasarkan :
1. Anamnesa: adanya kelemahan yang progresif.
2. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai :
a. adanya gangguan motorik.
b. tidak ada gangguan sensorik.
c. tidak ada gangguan fungsi otonom.
d. didapat salah satu atau keduanya dari tanda-tanda LMN (atrofi, fasikulasi)
dan tanda-tanda UMN (peninggian refleks tendon pada ekstremitas yang
atrofi, refleks patologis yang positif).
3. Pemeriksaan penunjang :
a. laboratorium: kadar protein dalam CSS normal atau sedikit meninggi.
b. Enzim CPK meningkat (pada 70% kasus).
c. EMG: terdapat adanya potensial denervasi dan otot-otot yang dipersarafi
oleh dua atau lebih akar safar pada setiap tiga daerah atau lebih
(ekstremitas, badan, kranium). Biasanya terdapat potensial sinkron,
kadang-kadang terdapat giant potential.
d. KHS: normal
e. Biopsi otot : terdapat gambaran histologis yang sesuai dengan atrofi
neurogen.
f. Biopsi saraf: tidak terdapat kelainan pada saraf7.

7
2.5 Diagnosis Banding Motor Neuron Disease

Gambar 3. Differential Diagnosis Motor Neuron Diseas10.

2.6 Penatalaksanaan Motor Neuron Disease


MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus
berlanjut sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa
gejala klinis yang progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND,
yang ada baru berupa terapi suportif. Penatalaksanaan penderita MND
membutuhkan pendekatan multidisiplin bervariasi menurut latar belakang sosial
ekonomi, budaya dan keluarga. Penyakit ini menyangkut problem etika, logistik

8
dan edukasi. Masalah etika terlibat pada saat pengambilan keputusan untuk
memberikan alat bantu penafasan buatan, pemberian makan dengan cara artifisial
dan penggunaan obat-obat golongan narkotik pada tahap akhir penyakit ini.
Masalah logistik dan edukasi timbul dari jarangnya penyakit ini dijumpai dan
kenyataan bahwa banyak dokter maupun perawat yang kurang berpengalaman
menangani paralise bulbar dan paralise pernafasan kronik yang progresif.
Tujuan terapi adalah mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan
baik selama mungkin, membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik
bila sudah timbul.Obat-obat seperti baclofen, diazepam, tizanidine dan dantrolene
dapat dipakai untuk mengatasi spastisitas yang terjadi. Bensimon dkk. melaporkan
penggunaan riluzole, suatu zat anti glutamat, dapat memperlambat perkembangan
MND dengan bulbar onset dan memperpanjang harapan hidup penderita selama 3
bulan. Riluzole adalah suatu derivat benzothiazole yang menghambat pelepasan
glutamat dari ujung safar presinaptik; menstabilkan 'sodium channels' pada
keadaan inaktif dan mengantagonis efek glutamat di postsinaptik melalui
mekanisme yang belum diketahui dengan sempurna. Penelitian farmakologi klinik
ditujukan pada pengembangan obat yang dapat mempengaruhi fungsi motorik
melalui aksi langsung pada UMN dan LMN, atau secara tidak langsung melalui
sirkuit saraf atau jaringan penyokongnya.
Penggunaan TRH dan analog TRH, recombinant insulin-like growth
factorIGF-I), faktor neurotropik seperti brain -derived neurotrophic factor
(BNDF) dan ciliary neurotrophic factor (CNTF) , bloker reseptor glutamat seperti
dextamorphan, serta penghambat superoxydase dysmutase masih dalam
penelitian. Dalam praktek sehari-hari beberapa gejala yang sangat mengganggu
sering ditemukan seperti disfagia, tersedak, liur menetes clan disartria. Untuk
mengatasi liur menetes penderita dianjurkan menjaga posisi kepalanya sedikit
ekstensi, latihan menutup mulut , mengurangi makanan yang mengandung susu
atau mengulum potongan es. Kalau perlu dapat diberi atropin peroral, amitriptilin
atau piridostigmin. Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan
dengan ujung lidah, meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut.
Makanan yang lunak tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena

9
penderita sulit menelan cairan, makanan yang dikonsumsinya harus banyak
mengandung air. Mengulum potongan es kadang-kadang dapat membantu
penderita agar dapat menelan dengan lebih baik. Neostigmin atau piridostigmin
dapat diberikan bila perlu .Pemasangan NGT dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat
; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ; (4). Sangat sulit menelan clan (5)
Berat badan menurun terus. Agar tidak sering tersedak dianjurkan agar makan
perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar sebelum menelan makanan,
tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan frekuensi makan ditambah
tetapi dengan porsi kecil.
Fisioterapi terutama ditujukan untuk melatih sisa-sisa serabut otot yang
reinervasi yang masih dapat dilatih dan untuk otot yang mengalami disuse atrophy
pada penderita yang cacat atau inaktif. Pergerakan sendi perlu untuk menghindari
kekakuan sendi dan nyeri. Fisioterapi juga diperlukan karena dapat membantu
mengatasi kekecewaan penderita. Penanganan psikososial ditujukan untuk
membantu stabilitas emosi penderita dan keluarganya begitu mengetahui MND
adalah penyakit yang belum dapat diobati. Penderita harus memperoleh
penjelasanbahwa ia masih dapat hidup normal dengan penyakitnya tersebut dan
dapat mengatasi problem yang muncul7.

10
BAB III
KESIMPULAN

Motor neuron disease (MND) merupakan istilah yang diberikan pada


sekelompok penyakit yang berkaitan erat mempengaruhi motor neuron (sel saraf
yang mengontrol otot) di otak dan medula spinalis. Motor neuron disease (MND)
diketahui juga sebagai amyotrophic lateral sclerosis (ALS) pada berbagai negara,
yang awalnya diperkenalkan oleh dokter asal Prancis, Jean Martin Charcot.
Patogenesis lengkap ALS belum diketahui dengan baik karena belum
sepenuhnya dijelaskan oleh penelitian medis. Karena belum ada pemeriksaan
khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat diketahui pada otopsi post-
mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot penderita. Yang
terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis.
MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus
berlanjut sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa
gejala klinis yang progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND,
yang ada baru berupa terapi suportif.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. M.Swash. Motor neuron disease. Postgrad Med J .1992. 68: 533 – 537.
2. M. Filippi, F. Agosta, S. Abrahams, et al. EFNS guidelines on the use of
neuroimaging in the management of moto neuron diseases. European J
Neuro. 2010. 17 : 526-533.
3. Tallawy HN. Motor neuron disease. Available from :
https://pdfs.semanticscholar.org/9ccc/4a6b941a5ad0cf1ba157c0fa54a22e6
9ac78.pdf
4. Desai JD. Motor neuron diseases. Available from :
http://www.apiindia.org/pdf/medicine_update_2017/mu_088.pdf
5. Muscular Dystrophy Foundation Australia. Facts about motor neuron
disease. Available from: http://mdaustralia.org.au/wp-
content/uploads/2012/07/010_motorneurone-disease-2012.pdf
6. McDermott CJ dan Shaw PJ. Diagnosis and management of motor neuron
disease. BMJ. 2008. 336:658-662.
7. Rambe AS. Motor neuron disease. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-aldy3.pdf
8. Sathasivam S. Motor neuron disease: clinical features diagnosis,
diagnostic pitfalls and prognostic markers. Singapore Med J. 2010. 51(5):
367
9. Greenberg DA, Aminoff MJ dan Simon RP. Clinical Neurology 5th ed.
2002.
10. Schapira AHV. Neurology and clinical neuroscience. Mosby Elsevier.
2007.

12

Anda mungkin juga menyukai