Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Cystic Fibrosis Pada Anak

Disusun Oleh :
Syawaluddin Zulfitri Bin Zulkarnain
112017108

Pembimbing
Dr. Edi Pasaribu, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 25 MARET - 1 JUNI 2019
Pendahuluan

Fibrosis kistik adalah suatu kelainan metabolik yang kompleks, mengenai banyak sistem
ditandai dengan kelainan kelenjar eksokrin seperti kelenjar keringat dan pankreas, serta kelenjar
yang memproduksi mukus seperti kelenjar yang terdapat pada saluran respiratorik, saluran cerna,
dan saluran reproduksi. Sebagai akibatnya, dapat terjadi obstruksi dan infeksi respiratorik kronik,
gangguan digestif, gangguan reproduksi, gangguan elektrolit, dan lain-lain.1 Sebagian besar
morbiditas dan mortalitas berasal dari penyakit paru, yang ditandai oleh obstruksi bronkial dan
bronkiolar dengan sekresi mukus yang tebal sulit dibersihkan, kolonisasi oleh bakteri patogen dan
infeksi berulang. Ada peradangan kronis dan kerusakan paru-paru progresif dapat menyebabkan
bronkiektasis, fungsi paru yang berubah, dan gagal napas.2

Epidemiologi

Angka kejadian fibrosis kistik relatif tinggi pada orang-orang Kaukasia dan keturunannya.
Angka kejadian di Amerika, Eropa dan Australia adalah 1 per 2.500 kelahiran hidup.1 Meskipun
epidemiologi fibrosis kistik dipelajari dengan baik pada orang Kaukasia dari negara maju, terdapat
data tentang insiden dan prevalensi fibrosis kistik di Asia yang berasal dari studi retrospektif atau
studi kasus, dilaporkan selama 2 dekade terakhir. Studi-studi ini melibatkan sejumlah kecil pasien,
identifikasi pasien fibrosis kistik yang tidak sistematik, dan secara umum, penyebut yang
digunakan untuk memperkirakan tingkat kejadian dan prevalensi tidak dijelaskan dengan baik,
menunjukkan bahwa prevalensi fibrosis kistik di Asia mungkin tidak dilaporkan. Insidensi fibrosis
kistik dia Jepang dilaporkan sebanyak 1 per 350 000 kelahiran hidup.3 Apakah insiden fibrosis
kistik yang rendah di negara-negara Asia disebabkan oleh penyimpangan genetik atau kesalahan
diagnosis, perlu diselidiki secara menyeluruh.3

Definisi

Cystic fibrosis (fibrosis kistik) merupakan gangguan monogenik yang ditemukan sebagai
penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran
napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronkiektasis dan bronkiolitis, insufisiensi eksokrin
pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran
patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen regulator transmembran fibrosis kistik
(cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).1,2

Etiologi

Dengan perkembangan pengetahuan dan teknik biologi molekuler (pemotongan DNA


dengan bantuan enzim restriction endonuclease, teknik kloning, hibridisasi, probing, teknik
jumping and walking kromosom), akhirnya diketahui bahwa penyebab fibrosis kistik adalah
mutasi gen yang disebut gen fibrosis kistik (cystic fibrosis, CF gen) yang terletak pada lengan
panjang (9) kromosom nomor 7 (7931). Gen fibrosis kistik merupakan sebuah gen yang besar,
terdiri dari 250.000 pasang basa, dan tersebar pada lebih kurang 24 ekson. Bentuk mutasi yang
sering dijumpai adalah hilangnya tiga pasang basa yang menyebabkan hilangnya asam amino
fenilalanin yang terletak pada posisi dF508 pada titik GSSID, G542X, dan R553X. Pada penelitian
selanjutnya, dijumpai bahwa gen fibrosis kistik ternyata merupakan gen yang mengatur
pembentukan suatu protein yang disebut cystic fibrosis transmembrane conductance regulator
(CFTR), yang terdiri dari 1.480 asam amino dan berat 250 kb protein ini memiliki sifat yang sama
dengan protein transpor dari kelompok glikoprotein.1,2

Protein CFTR merupakan bagian integral dari sel mukosa, yaitu terikat pada membran
apikal sel. Protein ini terdiri dari dua bagian, masing masing bagian terdiri dari dua gugus, yaitu
gugus yang terdiri dari enam unit bersifat hidrofobik dan merupakan bagian dari membran apikal
sel (membrane-spanning segments), dan gugus yang mengikat nukleotida yang disebut nucleotide
binding fold (NBF). Protein CFTR dapat dijumpai di berbagai organ sasaran (target organ),
misalnya ginjal dan uterus, dalam jumlah yang cukup tinggi, dan ditemukan terbanyak di sel epitel
respiratori, gastrointestinal, alat reproduksi, dan kelenjar keringat.1

Berdasarkan hipotesis, mutasi gen fibrosis kistik pada lokus dFS08 menyebabkan proses
pembentukan protein CFTR tidak sempurna, tidak dapat menjadi matur, sehingga tidak terjadi
glikosilasi yang akhirnya mengakibatkan protein CFTR tidak dapat bergerak menuju membran sel
dan terperangkap di dalam retikulum endoplasma dan apparatus Golgi. Kelainan genetik pada
fibrosis kistik ini dapat menurun secara autosom sesuai dengan hukum Mendel dan bersifat resesif.
Oleh karena itu, hanya bentuk homozigot yang menunjukkan gejala klinis, sedangkan bentuk
heterozigot hanya sebagai karier atau pembawa sifat yang tidak menunjukkan gejala klinis.1
Patogenesis

Pasien fibrosis kistik lahir tanpa adanya kelainan paru, kemudian dalam tahun pertama
kehidupan mengalami infeksi paru yang kemudian menjadi kronis. Secara ringkas kelainan paru
pada pasien fibrosis kistik pada dasarnya adalah kegagalan dari upaya mekanisme pertahanan
saluran napas terhadap bakteri patogen yang terinhalasi. Protein CFTR merupakan rantai asam
amino yang berfungsi sebagai saluran Cl- diatur AMP siklik. Proses pembentukan CFTR
seluruhnya ditemukan pada membran plasma epitel normal. Mutasi dF508 menyebabkan proses
yang tidak benar dan pemecahan protein CFTR intraseluler sehingga tidak ditemukannya protein
CFTR pada lokasi seluler. Tanda biofisika diagnostik pada CF epitel saluran napas yaitu adanya
peningkatan perbedaan potensi listrik transepitelial (Potential difference/PD). Transepitelial PD
menunjukkan jumlah transport ion aktif dan resistensi epithelial terhadap aliran ion. CF saluran
napas memperlihatkan ketidaknormalan pada absorbsi Na+ dan sekresi Cl- aktif.1

Klirens mukus merupakan pertahanan innate primer saluran napas terhadap infeksi bakteri
yang terhisap. Saluran napas mengatur jumlah absorbsi aktif Na+ dan sekresi Cl- untuk mengatur
jumlah cairan (air), misal “hidrasi”, pada permukaan saluran napas untuk klirens mukus yang
efisien. Hipotesis utama tentang patofisiologi fibrosis kistik saluran napas adalah adanya regulasi
yang salah terhadap absorbsi Na+ dan ketidakmampuan untuk mengsekresi Cl- melalui CFTR,
mengurangi volume cairan pada permukaan saluran napas, baik penebalan mukus, maupun deplesi
cairan perisiliar mengakibatkan adhesi mucus pada permukaan saluran napas. Adhesi mukus
menyebabkan kegagalan untuk membersihkan mukus dari saluran napas baik melalui mekanisme
siliar dan batuk.1,3

Infeksi yang terdapat pada fibrosis kistik saluran napas cenderung melibatkan lapisan
mukosa dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran napas. Predisposisi dari fibrosis kistik
saluran napas terhadap infeksi kronis Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selaras
dengan kegagalan membersihkan mukus. Sekarang ini, telah didemonstrasikan bahwa tekanan
O2 sangat rendah pada mukus fibrosis kistik, dan adaptasi terhadap hipoksia merupakan penentu
penting fisiologi bakteri pada paru-paru fibrosis kistik. Ditekankan bahwa, baik stasis mukus dan
hipoksia mukus dapat berkontribusi terhadap kecenderungan Pseudomonas untuk dapat tumbuh
pada koloni biofilm didalam plak mukus disekitar permukaan saluran napas dengan fibrosis kisitk.1
Gejala klinis

Kelainan saluran respiratorik

Saluran respiratorik hampir selalu terkena, bahkan gejala paru ini hampir selalu
mendominasi gejala klinis. Akan tetapi, tidak jarang gejala ini baru terlihat setelah anak berusia
beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan kadang-kadang setelah beberapa tahun. Pasien
datang dengan batuk kronis atau berulang, yang dapat mengering dan meretas pada awalnya dan
dapat menghasilkan dahak berlendir (awal) dan dahak purulen (lambat). Gejala bronkiolitis yang
berkepanjangan terjadi pada bayi. Batuk paroxysmal diikuti dengan muntah dapat terjadi. Mengi
berulang, pneumonia berulang, asma atipikal, pneumotoraks, hemoptisis, dan clubbing digital
adalah semua komplikasi dan mungkin merupakan manifestasi awal. Dispnea saat aktivitas,
riwayat nyeri dada, sinusitis berulang, polip hidung, dan hemoptisis juga dapat terjadi.1

Kelainan pankreas

Obstruksi saluran pankreas telah terjadi sejak dalam kandungan dan menimbulkan
peradangan periduktal, fibrosis, dan hilangnya fungsi kelenjar eksokrin. Sekresi pankreas menjadi
sedikit, baik volume maupun kandungan enzimnya, dengan bikarbonat yang rendah. Meskipun
demikian, 10-15% pasien tidak menunjukkan steatorea yang jelas. Selanjutnya, dapat terjadi
pankreatitis yang sering berulang yang dapat dirangsang oleh makanan berlemak, alkohol,
tetrasiklin, dan diabetes melitus (karena destruksi pulau-pulau Langerhans akibat fibrosis pankreas
yang progresif). Angka kejadian diabetes melitus (DM) meningkat seiring meningkatnya usia.
Sekresi pankreas yang kurang menyebabkan gejala malabsorbsi atau maldigesti. Gejala ini
terdapat pada 80-85% kasus. Akibatnya, 80% lemak yang tidak dicerna dikeluarkan bersama tinja
(steatorrhea). Selain karena insufisiensi pankreas, hal ini juga diduga dapat disebabkan oleh
gangguan sekresi garam empedu, perubahan. lipase non pankreas, dan fungsi mukosa usus.1,3,4

Kelainan saluran cerna

Ileus mekonium pada neonatus umumnya jarang terjadi, kecuali pada pasien fibrosis kistik
(10-15%). Hal ini diduga disebabkan oleh gangguan fungsi pankreas dan gangguan sekresi
kelenjar usus, yang menyebabkan mekonium mengandung banyak kalsium dan protein serum yang
tidak mengalami degradasi, sehingga menjadi hiperviskus dan sulit dikeluarkan. Selain itu, ileus
mekonium dapat juga terjadi akibat stenosis duktus pankreas, aplasia parsial pankreas, atau timbul
tersendiri tanpa kelainan gastrointestinal ataupun pankreas. Keadaan ini dapat menjadi gejala yang
paling dini, bayi akan mengalami distensi abdomen dan muntah-muntah yang mengandung
empedu.1,3,4

Selain ileus mekonium, dikenal pula kelainan yang disebut ileus mekonium ekuivalen
(sindrom obstruksi usus bagian distal), yaitu terjadinya stasis atau akumulasi tinja pada ileum
terminal atau sekum. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat tidak tetap (intermiten) atau total.
Keadaan ini mungkin disebabkan oleh isi usus yang abnormal akibat insufisiensi pankreas,
kelainan sekresi usus dengan daya lekat yang meningkat, dan gangguan motilitas usus sekunder.
Kelainan ini dijumpai pada anak yang lebih besar dengan insidens 10-20%.1

Refluks gastroesofagus dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra abdomen akibat
batuk atau distensi toraks yang berlebihan. Refluks sendiri dapat memperberat penyakit paru akibat
aspirasi yang berulang dan refleks spasme saluran respiratorik.1

Prolaps rektum dapat terjadi pada 20% pasien fibrosis kistik. Usia yang paling sering
terkena adalah 6 bulan-2 tahun. Penyebabnya diduga adalah menurunnya tonus otot akibat
malnutrisi, gangguan motilitas usus, tinja yang jumlahnya banyak akibat steatorea dan tekanan
intra abdomen yang sering meningkat akibat batuk.1

Gangguan nutrisi

Infeksi paru

Infeksi paru, terutama yang kronik, dapat menimbulkan anoreksia dan selanjutnya
menyebabkan berkurangnya asupan makanan. Hipoksia dan peningkatan usaha napas akan
meningkatkan kebutuhan nutrisi. Asupan yang kurang dan kebutuhan yang meningkat akan
memudahkan terjadinya malnutrisi.1

Maldigesti lemak dan protein

Maldigesti lemak terjadi akibat produksi lipase pankreas yang sangat berkurang. Pasien
yang dietnya terutama terdiri dari lemak, seperti orang Barat, akan mudah mengalami kekurangan
kalori, maka untuk memenuhi kebutuhannya akan terjadi katabolisme protein. Selain itu, aktivitas
lipase yang masih tersisa sering juga menurun karena pH usus yang rendah karena volume sekresi
yang sedikit, kandungan enzim dan kandungan bikarbonat dari sekresi pankreas yang berkurang,
dan akibat asam lambung yang relatif berlebih. Pada anak sering terjadi muntah-muntah selain
distensi abdomen, anak sering buang air besar dengan tinja yang volumenya besar, lembek, berbau,
mudah mengapung dan dikelilingi oleh lemak yang cair.4

Pasien dengan fibrosis kistik juga biasanya mempunyai cadangan total garam empedu di
dalam sirkulasi yang rendah, yang terjadi karena pengikisan oleh tinja yang meningkat, gangguan
reabsorpsi usus, dan gangguan fungsi kandung empedu. Hal ini dapat menambah maldigesti lemak
dan protein. Perbedaan beratnya berbagai kelainan ini menyebabkan perbedaan berat steatorea
yang terjadi. Pada keadaan yang ringan, dengan peningkatan asupan kalori, anak masih dapat
tumbuh normal. Akan tetapi bila penyakit bertambah berat peningkatan kebutuhan kalori akibat
peningkatan upaya napas akan menyebabkan asupan kalori tidak lagt dapat mencukupi, sehingga
timbul malnutrisi.1,3

Gangguan mineral

Hilangnya elektrolit yang berlebihan melalui kelenjar keringat menyebabkan terjadinya


hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia, dan alkalosis metabolik, terutama pada musim panas.
Pada sebagian besar pasien, bahan lain seperti trace element tidak terganggu. Defisiensi besi
dengan kadar feritin yang menurun agak sering terjadi (30%), tetapi sebabnya belum jelas.1,3

Sistem hepatobilier

Kelainan hepatobilier dapat terjadi pada 2 -5% kasus. Kelainan hepatobilier jarang
menunjukkan gejala klinis. Kadang-kadang terlihat ikterus pada bayi, gejala sirosis bilier dan
hipertensi portal yang jelas hanya dijumpai pada 2% kasus, dan pada anak yang lebih besar. Di
samping itu, dapat dijumpai gejala kolesistitis dan kolelitiasis dengan gejala serangan nyeri
abdomen dan/atau gangguan hati yang progresif.1

 Kelainan hati

Pada bayi dapat terjadi obstruksi saluran empedu oleh empedu yang kental, sehingga
menimbulkan ikterus obstruktif, yang umumnya dapat membaik setelah 2-6 bulan. Pada 30-60%
anak yang lebih besar dapat terjadi infiltrasi lemak (steatosis), tetapi biasanya tanpa gejala klinis.
Steatosis diduga disebabkan oleh gangguan nutrisi, meskipun dapat terjadi pada pasien tanpa
gangguan nutrisi. Pada 10% anak yang lebih besar dapat terjadi sirosis bilier fokal yang
patognomonik untuk pasien fibrosis kistik. Dua persen di antaranya dapat berjalan progresif
menjadi sirosis multilobar, dengan gejala hipertensi portal yang progresif. Jarang sekali dapat
terjadi gagal hati yang progresif.1

 Kelainan kandung empedu dan saluran empedu

Sekitar 30% pasien fibrosis kistik dapat mengalami kelainan kandung empedu atau
salurannya. Sebagian di antaranya menunjukkan obstruksi saluran empedu yang mengakibatkan
membesarnya kandung empedu, atau striktura saluran empedu bagian distal atau saluran empedu
komunis. Pada 5-10% pasien dapat dijumpai batu kandung empedu. Secara klinis, kelainan bilier
yang tampak hanya 3,6%. Gejala yang tampak berupa kolelitiasis, kolesistitis, dan kadang-kadang
kolangitis yang nyata.1

Kelainan sistem reproduksi

Pada laki-laki dapat terjadi obstruksi yang menyebabkan obliterasi, dilatasi, atrofi, dan
atresia vas deferens, korpus dan kauda epididimis, serta vesikula seminalis. Pada wanita, selain
mukus vagina menjadi lebih kental dapat terjadi dilatasi kelenjar mukus di daerah serviks. Akibat
obstruksi dan atrofi sekunder saluran epididimis, vas deferens, dan vesikula seminalis, volume
semen berkurang (hingga kurang dar 1 ml), serta terjadi aspermia dan infertilitas. Hal ini terjadi
pada hampir 98% pasien laki-laki. Sebagian besar tidak mengalami emisi nokturnal serta memiliki
orgasme yang singkat. Selain itu, dilaporkan adanya peningkatan kejadian hernia inguinalis, testis
yang tidak turun, dan hidrokel. Pada wanita, meskipun terjadi penurunan fertilitas, kehamilan
masih dapat terjadi. Pasien dengan kelainan paru yang ringan tidak menunjukkan gangguan
perkembangan seks sekunder. Pada kelainan paru yang berat, perkembangan seks sekunder dapat
terlambat, dan pada wanita dapat terjadi gangguan atau hilangnya haid.1,3,4

Diagnosis

Persyaratan untuk diagnosis CF termasuk positif tes genetik atau temuan tes keringat klorida
positif (> 60 mEq / L) dan 1 dari yang berikut:

• Gejala fibrosis kistik (Penyakit paru obstruktif kronis yang khas, malnutrisi, ileus meconium)

• Newborn screening positif

• Riwayat keluarga positif (biasanya saudara kandung yang terkena).1,5


Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan adanya bronkiektasis, biasanya tidak dilakukan bronkografi tetapi


dilakukan pencitraan CT. Sinus paranasalis sering menunjukkan panopasifikasi atau gangguan
pertumbuhan sinus frontalis. Perubahan fungsi paru terpenting yang sering dijumpai, pada awalnya
disebabkan oleh adanya obstruksi saluran respiratorik, adanya udara yang terperangkap, dan tidak
seimbangnya ventilasi dan perfusi. Pada fase lanjut, karena kelainan paru yang luas dan fibrosis,
terjadi gambaran paru yang restriktif. Umumnya, gambaran fungsi paru yang jelas baru terlihat
setelah usia 1-6 tahun. Pada uji fungsi paru dijumpai adanya hipoksemia penurunan forced vital
capacity (FVC), forced expiratory volume 1 detik (FEV), dan perbandingan FEV, FVC serta
peningkatan rasio volume residu kapasitas paru total.1,4,5

Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan yang menunjukkan adanya peningkatan leukosit,


pemeriksaan reaktan fase akut, antibodi spesifik, antibodi lokal, dan imunitas selular, dapat
membantu memperkirakan terjadinya invasi dan infeksi bakteri. Kuman juga perlu ditemukan dan
dapat ditemukan dengan cara mengisolasinya dari sekret saluran respiratorik. Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan khusus yang lain, misalnya uji kulit untuk infeksi jamur Aspergillus
fumigatus. Pada sputum pasien aspergillus alergika juga dapat ditemukan Aspergillus, sel
eosinofil, acau antibodi terhadap Aspergillus. Imunoglobulin E dalam serum juga mungkin
meningkat.1

Gangguan fungsi kelenjar eksokrin pankreas dapat diketahui dengan cara sederhana, yaitu
secara klinis, dengan melihat adanya butir-butir lemak dalam tinja yang segar. Bila meragukan,
dapat dilakukan pengamatan adanya lemak pada tinja yang ditampung selama tiga hari berturut-
turut, atau pemeriksaan aktivitas tripsin dan kemotripsin secara kuantitatif pada tinja segar. Bila
terdapat banyak lemak dan aktivitas tripsin dalam tinja negatif, berarti terdapat akilia pankreas
total maupun parsial. Apabila perlu, dapat dilakukan pemeriksaan bikarbonat dan enzim secara
langsung dengan intubasi duodenum setelah dilakukan stimulasi dengan pankreosimin sekretin.
Masih ada beberapa cara pemeriksaan sekresi enzim pankreas yang lain meskipun secara tidak
langsung, seperti pemeriksaan tripsinogen yang imunoreaktif dalam serum (untuk anak berusia di
atas 7 tahun) dan pemeriksaan glikosilasi hemoglobin setiap tahun (untuk anak berusia di atas 10
tahun). Pada pankreatitis dapat dijumpai peningkatan lipase dan amilase serum dalam jangka
waktu yang lama.1
Uji keringat (sweat test) dilakukan dengan memasukkan pilokarpin ke dalam kulit di
daerah lengan atas dengan bantuan arus listrik sebesar 3 mA (iontoporosis). Pada bayi, hal ini
dapat dilakukan di daerah punggung bagian atas. Setelah kulit dibersihkan dengan air suling,
keringat ditampung dengan kertas saring, kapas, atau tabung kapiler, kemudian ditutup untuk
mencegah penguapan. Setelah 30-60 menit, penampung diangkat, ditimbang, dan dibasuh dengan
air saring. Jumlah klorida ditentukan dengan kloridameter. Jumlah keringat yang diperiksa paling
sedikit adalah 50 mg. paling baik 100 mg. Jumlah yang diagnostik adalah 60 mEq/l atau lebih.
Jumlah 30-59 mEq/l bersifat sugestif, harus diperkuat oleh suatu kelainan organ yang khas. Pada
uji ini dapat terjadi hasil negatif palsu, yaitu pada edema akibat hipoproteinemia. Sebaliknya,
peningkatan dapat terjadi pada orang dewasa normal (tidak lebih dari 60 mEq/l), insufisiensi
adrenal yang tidak mendapat pengobatan, displasia ektodermal, diabetes insipidus nefrogenik
herediter, defisiensi glukosa-6-fosfatase, hipotiroidisme, hiperparatiroidisme, kolestasis familial,
pankreatitis, mukopolisakaridosis, fucosidosis, dan malnutrisi.1,3,4

Hingga usia 1 bulan, uji tapis yang paling banyak dilakukan adalah uji pemeriksaan tripsin
dalam serum dengan radioimmunoassay. Uji ini memiliki sensitivitas 0,95 dan spesifisitas di atas
0,99. Uji pertama dilakukan pada usia 3-4 hari dan diulang pada minggu ke 3-4. Sembilan puluh
persen dari bayi yang menunjukkan hasil uji positif pada pemeriksaan pertama menunjukkan hasil
yang normal pada pemeriksaan kedua. Delapan puluh persen bayi yang menunjukkan hasil uji
positif pada pemeriksaan kedua juga menunjukkan natrium dan klorida dalam keringat yang
meningkat. Meskipun demikian, masih dapat terjadi hasil negatif semu, yaitu berkisar antara 1-
10%.1

Upaya diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebelum konsepsi dan
setelah konsepsi. Pasangan dengan risiko, sebelum konsepsi dapat diperiksa melalui pemeriksaan
gen dengan cara probing. Hasilnya dapat memberikan informasi penuh, informasi sebagian, atau
tidak memberikan informasi. Bila dapat diperoleh informasi penuh (kedua orangtua memiliki
kromosom yang mengandung gen fibrosis kistik), maka dapat dilakukan pemeriksaan analisis
DNA dengan Restriction Fragnent Length Polymorphism dari vili korion pada trimester pertama
(minggu ke 8-10), sehingga dapat diputuskan apakah kehamilan perlu digunakan atau tidak. Bila
uji hanya memberikan informasi sebagian, analisis serupa hanya dapat menyingkirkan 50% kasus.
Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan, yaitu pemerksaan enzim
yang dihasilkan oleh mikrovili yang terdapat di dalam cairan amnion, seperti alkali fosfatase
intestinal, gamma glutamyl transpeptidase, dan amino peptidase M, pada usia kehamilan 18
minggu. Dengan cara ini, dapat terjadi hasil uji positif palsu pada 2-8% kasus, dan hasil uji negatif
palsu pada 5% kasus, dengan perkiraan uji negatif yang amat tinggi, sedangkan perkiraan uji
positif hanya 80%.1,5

Gambar 1 : Algoritma Diagnosis Cystic Fibrosis5

Tatalaksana

Terapi respiratorik

Tujuan utama terapi respiratorik adalah mengeluarkan sekret dari saluran respiratorik dan
mengatasi infeksi. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah pemberian bronkodilator, oksigen, dan
transplantasi paru jika diperlukan.1,5

Terapi inhalasi

Sebelum dan sesudah dilakukannya drainase postural segmental, seringkali diberikan


cairan dan obat secara inhalasi (aerosol). Sebagai larutan dasar aerosol, dipakai larutan garam
fisiologis. Jika perlu, misalnya karena saluran respiratorik yang hiperreaktif, dapat ditambahkan
albuterol atau beta agonis yang lain dan/atau cromolyn sodium. Akan tetapi, obat beta agonis dapat
menurunkan PaO2 karena meningkatkan ketidaksesuaian (mismatch) ventilasi-perfusi, dan
menurunkan tonus dinding saluran respiratorik, sehingga pada saat ekspirasi dapat terjadi kolaps
pada saluran respiratorik. Untuk mengatasi infeksi, jika perlu, dapat diberikan antibiotik (20−80
mg kolistimetat, gentamisin, atau tobramisin dalam 1−2 ml garam fisiologis) melalui aerosol, 2−4
kali sehari.

Terapi fisik toraks

Karena akumulasi sekret pada fibrosis kistik dimulai pada saluran respiratorik yang kecil
sehingga tidak mungkin dikeluarkan dengan proses batuk, perlu dilakukan terapi fisik atau
fisioterapi toraks. Beberapa penulis menganjurkan agar fisioterapi ini dilakukan setelah terapi
inhalasi, 1−4 kali sehari, bergantung pada beratnya kelainan paru. Fisioterapi dapat dilakukan
dengan perkusi atau vibrasi, disertai drainase postural. Setelah perkusi atau vibrasi, pasien
dianjurkan untuk batuk atau mengeluarkan napas atau melakukan gerakan dengan kuat. Terapi
fisik ini akan menjadi lebih efektif bila dilakukan dengan bantuan positive expiratory pressure
breathing (PEP mask) atau drainase autogenik.1,3

Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik untuk melawan bakteri patogen yang terisolasi dari saluran napas
pasien fibrosis kistik merupakan langkah yang penting. Pada dasarnya terdapat 2 prinsip dalam
memberikan antibiotik yaitu antibiotik diberikan sesuai dengan isolasi kultur yang dilakukan
secara periodik dan juga dengan mempertimbangan aspek rasionalisasi, tujuan akhir pengobatan
serta durasinya.

Cara pemberian antibiotik sangat beragam, dapat diberikan secara tunggal atau multipel, berselang
atau kontinyu, per oral atau parenteral. Namun, sebagian besar klinisi membaginya menjadi 3
tahap yaitu :

1. Saat tahap awal dari kelainan paru yang terjadi, pasien menerima antibiotik untuk menunda
proses kolonisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa pada saluran napasnya
2. Saat telah terjadi kolonisasi bakteri, antibiotik diberikan untuk menunda penurunan fungsi
paru serta menurunkan frekuensi morbiditas akibat eksaserbasi dari kelainan paru tersebut

3. Saat telah terjadi eksaserbasi, antibiotik secara intensif diberikan selama rawat inap untuk
menghilangkan gejala dan mengembalikan fungsi paru ke nilai normal

Antibiotik per oral biasanya diberikan bila terdapat gejala infeksi respiratorik yang ringan,
atau bila hanya ditemukan kuman patogen pada pemeriksaan sekret saluran respiratorik. Antibiotik
parenteral diberikan bila terdapat gejala infeksi paru yang progresif atau tidak berkurang dengan
berbagai upaya intensif. Pengobatan sebaiknya diteruskan hingga 2 minggu, dimulai di rumah
sakit, dan bila memungkinkan, dapat diteruskan di rumah (rawat jalan).1,4

Tabel 1 : Daftar antibiotik yang dapat diberikan pada pasien fibrosis kistik rawat jalan1
Pemberian bronkodilator

Keadaan hiperreaktif saluran respiratorik ditemukan pada 15% kasus, merupakan akibat
asma atau infeksi jamur. Sebagai bronkodilator dapat dipakai beta-adrenergik agonis per inhalasi
dan obat simpatomimetik per oral termasuk teofilin yang lepas berkala (sustain-released). Karena
teofilin per oral pada pasien fibrosis kistik sering menimbulkan gejala gastrointestinal, dapat
dicoba cromolyn sodium atau ipratropium hidroklorida.

Obat anti-inflamasi

Sebagai obat antiinflamasi dapat dipergunakan kortikosteroid, terutama untuk mengurangi


reaksi inflamasi pada infeksi endobronkial atau mengurangi sekresi mukus. Selain itu, juga
dikatakan bahwa kortikosteroid dapat memperlambat progresi kelainan paru yang ringan dan
sedang.6 Karena efek samping seperti hiperglikemia dapat terjadi, dianjurkan penggunaan dosis
rendah, yaitu 2 mg/kgBB, atau dengan dosis lebih besar, tetapi dengan pemberian berselang-seling.
Pada hiperreaktivitas bronkus, kortikosteroid dapat diberikan per inhalasi.

Endoskopi dan pembilasan (lavage)

Bila terjadi obstruksi mukus, lebih-lebih bila terjadi atelektasis, dapat dicoba tindakan
endoskopi dengan bronkoskop fiberoptik dan pembilasan (lavage) dengan garam fisiologik atau
mukolitik. Jika perlu, dapat juga diberikan antibiotik (biasanya gentamisin atau tobramisin), agar
dapat diperoleh konsentrasi endobronkial yang tinggi dibandingkan dengan pemberian parenteral.1

Ekspektoran

Obat sistemik seperti iodida dan guafenesin tidak dapat membantu pengeluaran sekret secara
efektif dari saluran respiratorik.1,3,4

Tatalaksana nutrisi

Sembilan puluh persen pasien fibrosis kistik dapat mengalami gangguan digesti lemak dan
protein akibat kehilangan total fungsi kelenjar eksokrin pankreas. Pasien ini memerlukan
pengaturan diet, pemberian enzim, dan penambahan vitamin.1,6

Diet
Bayi dengan fibrosis kistik dapat tumbuh dengan baik bila diberikan susu yang
mengandung trigliserida rantai sedang dan protein yang telah mengalami digesti terlebih dahulu.
Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan diet rendah lemak, tinggi protein, dan tinggi kalori.
Kalori yang diperlukan umumnya lebih tinggi daripada biasa. Pada penyakit yang berat, jika perlu,
tambahan makanan diberikan pada malam hari melalui selang nasogastrik, enterostomi per kutan,
atau hiperalimentasi parenteral. Penanggulangan infeksi paru sangat membantu keberhasilan terapi
nutrisi.1,5

Pemberian enzim pankreas

Enzim yang berasal dari ekstrak pankreas hewan dapat diperoleh dalam berbagai bentuk
(bubuk, tablet, atau kapsul), kekuatan (berdasarkan kandungan lipasenya), dan sifat (lepas lambat
atau tidak, atau bertahap sesuai dengan pH usus). Dosisnya biasanya meningkat seiring dengan
meningkatnya usia, mulai dari setengah kapsul pada bayi, hingga 3 kapsul pada anak besar, dan
diberikan setiap atau bersama dengan makan. Meskipun pasien fibrosis kistik menunjukkan
gangguan absorpsi garam empedu, penambahan garam empedu ke dalam preparat enzim yang
diberikan jarang diperlukan.1,3

Pemberian vitamin dan mineral

Vitamin A dan D dapat diberikan bersama-sama dalam bentuk multivitamin. Vitamin E


biasanya diberikan tersendiri, dengan dosis 100−200 μg/hari. Vitamin K biasanya hanya diberikan
ketika bayi baru lahir, bila terjadi hemoptisis, pada saat operasi, atau bila anak mendapat
pengobatan antibiotik yang intensif, dengan dosis 5 mg, 2 kali seminggu. Selain vitamin, mungkin
diperlukan beberapa jenis mineral seperti seng, besi, dan lain-lain.1

Tatalaksana komplikasi intestinal

Ileus mekonium

Pada bayi dengan ileus mekonium, terlebih dahulu dilakukan suction melalui pipa
nasogastrik dan pengawasan hidrasi, disusul dengan enema ke dalam ileum menggunakan cairan
hipertonik (gastrografin). Dengan cara ini, kadang-kadang sumbatan mekonium dapat dikeluarkan.
Bila gagal, baru dipertimbangkan tindakan operasi. Setiap pasien ileus mekonium harus
diperlakukan sebagai pasien fibrosis kistik, hingga dapat dipastikan dengan uji keringat, yaitu pada
usia 1−2 minggu.1,3

Sindrom obstruksi usus bagian distal (ileus mekonium ekuivalen)

Pada sindrom obstruksi yang tidak menetap, diberikan enzim pankreas (bila perlu dosis
ditingkatkan), cairan dengan jumlah yang lebih banyak, dan pelunak tinja seperti susu magnesium,
kolase, dan minyak mineral. Bila gagal, perlu dilakukan pembilasan usus dengan larutan garam
yang mengandung polietilen glikol melalui selang nasogastrik. Pada obstruksi yang lengkap
dilakukan enema gastrografin. Sebagai diagnosis banding, perlu dipikirkan volvulus dan
invaginasi, yang juga dapat diperbaiki dengan enema gastrografin. Bila gagal, dilakukan
laparotomi.1

Refluks gastroesofagus

Pada pasien dengan refluks gastroesofagus, antagonis kolinergik tidak boleh diberikan
karena dapat meningkatkan sekresi mukus dan kesulitan bernapas yang progresif. Pada kasus
tertentu, fungsi paru dapat diperbaiki dengan fundoplikasi Nissen.1

Prolaps rektum

Prolaps rektum biasanya dapat diperbaiki secara manual dengan memberikan tekanan yang
hati-hati dan terus menerus, dengan posisi lutut-dada, kemudian pinggul diplester dengan ketat.
Apabila perlu, dapat diberikan sedatif. Untuk mengurangi mengejan, lemak dan makanan yang
kasar dikurangi, serta diberikan pankreatin dan dilakukan penanggulangan infeksi paru. Untuk
prolaps yang menetap, koreksi perlu dilakukan melalui operasi dengan menempatkan suatu ganjal
(sling) Silastic di sekeliling rektum.1

Tatalaksana kelainan hati

Akibat sirosis bilier, paling sering terjadi hipertensi portal dengan varises esofagus dan
hipersplenisme atau asites. Untuk mengatasi perdarahan varises esofagus, dilakukan suction
nasogastrik dan pembilasan dengan garam fisiologis dingin, disusul sklerotomi. Dahulu dilakukan
juga shunting portosistemik. Saat ini, anastomosis splenorenal lebih sering dilakukan karena lebih
efektif. Asites akibat kelainan hati pada fibrosis kistik ditatalaksana seperti asites akibat sebab
yang lain. Ikterus obstruktif pada bayi tidak memerlukan penanganan khusus. Pasien dengan
hepatomegali yang disertai steatosis, perlu diperhatikan nutrisinya. Jika perlu, dapat ditambahkan
karnitin. Bila terjadi gagal hati (jarang), dilakukan penanganan seperti gagal hati akibat sebab lain.
Bila terjadi gangguan hati yang berat, transplantasi dapat dipertimbangkan, terutama bila fungsi
paru masih baik.1

Tatalaksana hiperglikemi

Bila terjadi peningkatan glukosa darah yang sedang atau tidak menetap, dan terdapat
kehilangan glukosa melalui urin yang minimal, tidak diperlukan pengobatan. Bila gula darah
cukup tinggi dan disertai poliuri, terapi insulin harus diberikan karena obat antidiabetik oral
biasanya kurang efektif. Pengaturan diet yang ketat biasanya sulit dilakukan, terutama bila 478
terdapat insufisiensi kelenjar eksokrin pankreas dan malabsorpsi. Meskipun jarang terjadi
ketoasidosis, hiperglikemi yang berat akan memperburuk prognosis.1,3

Operasi

Langkah yang perlu dilakukan sebelum operasi bergantung pada fungsi paru. Pada anak
dengan fungsi paru yang baik, dapat dilakukan anestesi umum tanpa persiapan istimewa. Pada
kelainan paru yang sedang atau berat, operasi sebaiknya didahului dengan pemberian antibiotik
per oral selama 1−2 minggu, atau intravena sebelum operasi besar dilakukan. Sebelum induksi
dilakukan, perlu dilakukan suction trakea. Anestesi diupayakan sesingkat mungkin. Selain itu,
perlu dilakukan analisis gas darah. Jika perlu, bantuan pernapasan harus secepatnya diberikan
segera setelah operasi. Pasien harus didorong untuk batuk, banyak bergerak (mobilisasi)
secepatnya, dan menarik napas dalam. Apabila perlu, dapat diberikan analgetik. Drainase postural
harus secepatnya dimulai kembali (biasanya dalam 24 jam). Selang dada (untuk drainase) perlu
diangkat secepatnya. Bila perlu, terutama pada penyakit paru yang berat, antibiotik intravena
diteruskan 1−2 minggu pascaoperasi.1,7

Potensiator dan Korektor CFTR

Potensiator regulator transmembran konduktansi fibrosis kistik (CFTR) adalah pengobatan


pertama yang tersedia yang menargetkan protein CFTR yang rusak, yang merupakan penyebab
mendasar dari fibrosis kistik. Korektor CFTR (mis., Lumacaftor, tezacaftor) mengoreksi cacat
pemprosesan dan perdagangan protein F508del-CFTR untuk memungkinkannya mencapai
permukaan sel di mana potensiator CFTR, ivacaftor, dapat lebih meningkatkan fungsi saluran ion
protein CFTR. Sebuah studi ekstensi fase 3 yang baru-baru ini diterbitkan melaporkan 42% lebih
lambat dari penurunan dalam persen yang diprediksi FEV1 pada pasien yang menerima
pengobatan jangka panjang dengan lumacaftor dan ivacaftor dibandingkan pada kontrol registri
CF yang cocok. Demikian pula, uji coba fase 3 dengan tezacaftor/ivacaftor dan ivacaftor mengukur
peningkatan di berbagai tindakan penyakit, termasuk fungsi paru dan eksaserbasi paru
dibandingkan dengan monoterapi ivacaftor.9,10

Kesimpulan

Penyakit fibrosis kistik hampir selalu berakhir dengan kematian, meskipun sejak 30−40
tahun terakhir usia harapan hidupnya telah meningkat, terutama bila dapat ditegakkan diagnosis
dini dan dilakukan pengobatan dini, terutama terhadap infeksi parunya. Di Amerika, rata-rata
pasien dapat hidup hingga usia 30 tahun. Angka kehadiran di sekolah, dapat menyelesaikan
sekolah, dapat memperoleh pekerjaan, dan jumlah yang menikah semakin meningkat.
Pertambahan usia hidup akan menimbulkan berbagai masalah seperti kemampuan mandiri,
hubungan dengan keluarga, masalah seksualitas, sterilitas, pendidikan dan latihan, keuangan,
masalah psikologis dan psikososial, dan lain-lain. Meskipun demikian, upaya untuk membentuk
individu yang mandiri dan produktif harus tetap dilakukan.
Daftar Pustaka

1. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto D. Buku respirologi anak. Fibrosis kistik. Edisi 1.


Badan penerbit IDAI. 2008 : p 454-79.

2. Whiting P, Al M, Burgers L, Westwood ME, et al. Ivacaftor for the Treatment of Patients
with Cystic Fibrosis and the G551D Mutation: A Health technology Assessment Report.
Kleijnen Systematic Reviews Ltd., 2012.

3. Singh M, Rebordoa C, Bernholz J, et al. Epidemiology and genetics of cystic fibrosis in


asia : in preparation for the next-generation treatment. Official journal of the Asian Pacific
Society of Respirology.. Respirology 2015.20 : 1172-81.

4. Shruti M, Paranjape, Peter J, et al. Cystic fibrosis. Pulmonology. Pediatric in review. Vol
35; May.2014

5. Farrell, Philip M. et al. Diagnosis of Cystic Fibrosis: Consensus Guidelines from the Cystic
Fibrosis Foundation. The Journal of Pediatrics , Volume 181 , S4 - S15.e1

6. Clinical guidelines : care of children with cystic fibrosis. Royal Brompton Hospital.7 th
edition.NHS.2017.

7. De Boeck K, et al. The diagnosis of cystic fibrosis. Presse Med. (2017)

8. Tooru S, Yoshifumi T, Hiroshi International Symposium “Cystic fibrosis in Asia from


basics to clinics”. September 2014.

9. Konstan MW, McKone EF, Moss RB, Marigowda G, Tian S, Waltz D, et al. Assessment
of safety and efficacy of long-term treatment with combination lumacaftor and ivacaftor
therapy in patients with cystic fibrosis homozygous for the F508del-CFTR mutation
(PROGRESS): a phase 3, extension study. Lancet Respir Med. 2017 Feb. 5 (2):107-118.

10. Rowe SM, Daines C, Ringshausen FC, Kerem E, Wilson J, Tullis E, et al. Tezacaftor-
Ivacaftor in Residual-Function Heterozygotes with Cystic Fibrosis. N Engl J Med. 2017
Nov 23. 377 (21):2024-2035.

Anda mungkin juga menyukai