Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS

DIARE CAIR AKUT

Disusun guna Melengkapi Persyaratan Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Tjitrowardojo Purworejo

Diajukan Kepada:
dr. Sri Wijayanti, Sp. A

Disusun Oleh:
Amelia Nur Rachmalina
20174011174

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disusun presentasi kasus dengan judul:

DIARE CAIR AKUT

Disusun oleh:
Amelia Nur Rachmalina
20174011174

Telah disetujui Oleh Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Pada Tanggal: Maret 2019

dr. Sri Wijayanti, Sp. A


ANAMNESIS

1. Identitas Pasien
Nama : An. C
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 8tahun 1 bulan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Dsn. Samping RT01 RW04 Kemiri Purworejo
Sumber Anamnesis
 Auto dan Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 1 Maret 2019

2. Keluhan Utama
BAB cair kurang lebih 15x sejak 1 hari SMRS

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan BAB cair sudah kurang lebih 15x sejak 1 hari SMRS tidak ada lendir
maupun darah pada tinja,berwarna kecoklatan berbau busuk tidak amis, pasien juga
mengeluhkan perut terasa sakit, mual (+) dan muntah kurang lebih 2x. Pasien merasa kehausan
dan sering minum, BAK banyak (+). Pasien tidak demam, tidak batuk maupun pilek dan tidak
mengeluhkan sakit pada telinga. Sebelum BAB cair pasien mengaku memakan jajanan yang
dibelinya di sekolahan berupa sosis goreng dan siomay. Orang tua pasien belum memberikan
obat apapun dan langsung membawanya ke rumah sakit.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami gejala BAB cair sebelumnya. Pasien mengaku tidak memiliki
riwayat alergi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami BAB cair.
Genogram

Keterangan:
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Tinggal satu rumah

6. Riwayat Personal Sosial


- Personal Sosial
Pasien mengatakan bahwa ia senang membeli jajan siomay, sosis dan sejenisnya serta
minuman manis dan dingin baik di rumah maupun di lingkungan sekolah. Pasien mengaku
sering lupa untuk mencuci tangan sebelum makan terutama ketika di sekolah karena tidak
ada yang mengingatkan.
- Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
Kesan: kondisi sosial ekonomi baik
- Lingkungan dan Perumahan
Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakak perempuannya dalam satu rumah pribadi.
Keadaan lingkungan dan rumah: keadaan lingkungan di sekitar rumah dan di rumah pasien
sendiri cukup bersih. Terdapat 2 kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih di rumah
tersebut menggunakan sumur. Jarak antara septic tank dengan sumur kira-kira 10 meter.
Kesan: hygiene dan sanitasi cukup baik.

7. Riwayat Persalinan dan Kehamilan


Pasien merupakan anak perempuan ke dua yang lahir dari seorang ibu G2P1A0 dengan usia
kehamilan 39minggu, lahir secara spontan dan ditolong oleh bidan. Air ketuban saat lahir
jernih dan tidak ada riwayat ketuban pecah dini. Pada saat lahir bayi langsung menangis, kulit
kemerahan dengan berat lahir 3000 gram dan panjang badan 47cm. Ibu pasien rutin
memeriksakan kehamilan dan tidak ada keluhan yang berarti seperti tensi yang tinggi, bengkak
pada kaki maupun sesak nafas pada saat kehamilan serta tidak mengkonsumsi obat-obatan
tertentu. Pasca lahir tidak ada keluhan pada pasien.
Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik

8. Riwayat Nutrisi Anak


- Ibu pasien memberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan lanjut hingga usia 2 tahun
disertai makanan pendamping ASI dimulai dengan bubur bayi, buah pisang. Pada usia
sekitar 11 bulan diberikan nasi tim dan sayur.
- Pasien mulai diberikan makanan padat pada usia kira-kira 1 tahun dimulai dengan nasi
lembut dengan lauk ikan, tempe, tahu dan telur.
Kesan: Anak mendapatkan ASI eksklusif dilanjutkan hingga usia 2 tahun dengan MPASI
dengan kualitas makanan yang baik.

9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


- Pertumbuhan
Ibu mengatakan bahwa anak mengalami pertumbuhan berat dan tinggi badan yang
meningkat hingga saat ini
- Perkembangan
Motorik:
Gerakan reflex senyum: ibu lupa
Mengangkat kepala: 1 bulan
Berguling sepenuhnya: usia 6 bulan
Duduk tanpa dibantu: usia 7 bulan
Merangkak: 8 bulan
Berdiri dengan bantuan: usia 9 bulan
Berdiri tanpa bantuan: usia 11 bulan
Jalan tanpa bantuan: usia 13 bulan
Bahasa:
Pengucapan suku kata seperti ma-ma, na-na : usia 6 bulan
Pengucapan kata seperti mama, maem, papa, mimik dll : usia 12 bulan
Pengucapan dua kata missal mama maem, kakak sekolah dll : pada usia 18 bulan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan baik

10.Riwayat Imunisasi
- Imunisasi BCG : 1x pada usia 1 bulan
- Imunisasi Hepatitis B : 3x pada usia 0, 1, 6 bulan
- Polio : 5x pada usia 2, 4, 6 bulan, 2, 5 tahun
- DPT : 5x pada usia 2, 4, 6 bulan, 2, 5 tahun
- Campak : 2x pada usia 9 bulan dan 6 tahun
Kesan: imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal imunisasi

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum
Kualitatif : Compos Mentis, lemas
Kuantitatif : GCS 15 (E4V5M6)
 Berat Badan : 27kg
Panjang Badan : 128cm
 Nilai IMT/U
IMT = 27/1,28x1,28 = 16,47  normal (diantara mean sampai dengan 1SD)
Vital Sign
Nadi 90x/menit
Suhu Afebris
Pernafasan 22x/menit
Status Umum
Leher I : tidak ada jejas
P : tidak didapatkan pembesaran
limfonodi
Thorax I : tidak ada jejas,
Simetris +, KG –
P : NT-, krepitasi –
P : sonor +/+
A : vesikuler +/+
Abdomen I : distensi –
A : peristaltik +
P : NT -, defans muscular -
P : timpani +
Kepala Mata :
Cowong
Air mata +/+
Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
RCL +/+
Telinga :
Cone of light +
Lesi – perdarahan –
Hidung :
Lesi – perdarahan –
Mulut dan bibir :
Kering (+) Lesi – perdarahan –
Kulit Sianosis -, ikterik -, normotermi +
Cubitan kulit kembali <2detik
Akral dingin (+/+)

Resume:
Pasien An. C usia 8 tahun dengan keluhan:
- BAB cair kurang lebih 15x sejak 1 hari SMRS tidak ada lendir darah
- Perut terasa sakit
- Kehausan dan sering minum (+)
- BAK banyak (+)
- Mual (+)
- Muntah (+) kurang lebih 2x
- KU: Sadar penuh namun tampak lemas
- Vital Sign: HR: 90 RR: 22 T: 36,8
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
- Mata cowong (+)
- Bibir kering (+)
DIAGNOSIS BANDING
 Diare Cair Akut ec Bakteri dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
 Diare Cair Akut ec Virus dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

RENCANA PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan darah rutin otomatis
2. Kultur Feses
HASIL PEMERIKSAAN
Pemeriksaan DRO
Hemoglobin: 14,0 MCV: 88 Monosit: 7,40
Leukosit: 1,6 (L) MCH: 30 Eosinofil: 0,00 (L)
Hematokrit: 42 MCHC: 34 Basofil: 0,60
Eritrosit: 4,7 Netrofil: 40,80 (L)
Trombosit: 192 Limfosit: 51,20 (H)

DIAGNOSIS

Diare Cair Akut ec Bakteri dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

TERAPI
1. Terapi Cairan
Oralit
Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama, jumlah yang diperlukan adalah 75ml/KgBB
27x75= 2025ml  kebutuhan oralit dalam 3 jam. Apabila anak menginginkan Oralit dalam
jumlah lebih maka berikan.
Amati dengan seksama dan bantu ibu memberikan Oralit dengan cara:
- Menunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
- Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
- Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
- Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak

Evaluasi setelah 3 jam  tentukan derajat dehidrasi  tanpa dehidrasi

- Memberikan cairan lebih banyak dari biasanya


Memberikan oralit, susu atau cairan rumah tangga seperti kuah sayur, air tajin dan air
matang. Oralit diberikan hingga diare berhenti, apabila muntah tunggu 10menit lalu
lanjutkan sedikit demi sedikit. Berikan oralit 100-200ml setiap kali BAB.
2. Zink
Berikan zink 1x1 tablet (20mg) selama 10 hari
3. Dukungan Nutrisi
- Memberikan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat
- Menambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan
- Memberi makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang dan air kelapa hijau
- Beri makan lebih sering dari biasanya, apabila sulit dicoba dengan memberikan porsi yang
lebih kecil namun sering (setiap 3-4 jam)
- Setelah diare berhenti beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu
4. Edukasi pada Orang Tua
Edukasi untuk membawa kembali anak ke petugas kesehatan bila:
- Berak cair lebih sering
- Muntah berulang
- Sangat haus
- Makan dan minum sangat sedikit
- Timbul demam
- Berak berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari

PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori

Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia yang
menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari seluruh
penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menunjukkan penurunan
angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995). Penurunan angka
kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan survey serupa, yaitu
40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001). Tetapi, penurunan angka mortalitas akibat
diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya. Penurunan mortalitas ini
merupakan salah satu wujud keberhasilan ORS (Oral Rehydration Solution) untuk manajemen
diare.
Diare terbagi menjadi diare akut dan kronik. Diare akut berdurasi dua minggu atau kurang,
sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Diare akut masih merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare
akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan
asidosis metabolic karena kehilangan basa. Diare juga erat hubungannya dengan kejadian
kurang gizi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya
anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.

2. Diare Akut

a. Definisi
Diare akut adakah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih
bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, al tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
oerkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare
yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi
cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadnag pada
seorang anak buang air besar jurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan
ini sudah dapat disebut diare.
b. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama usia di bawah lima tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak menunggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang,
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh diare masih merupakan penyebab kematian
bayi yang terbanyak yaitu 42% disbanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% disbanding pneumonia 15,5%.

c. Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. Singkatnya, dapat dikatakan melalui “4F” yakni finger (jari), flies (lalat),
fluid (cairan), dan field (lingkungan).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
- Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
- Tidak memadainya penyediaan air bersih
- Pencemaran air oleh tinja
- Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
- Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
- Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
- Gizi buruk
- Imunodefisiensi
- Berkurangnya asam lambung
- Menurunnya motilitas usus
- Menderita campak dalam 4 minggu
- Faktor genetic
- Faktor lainnya:
 Faktor Usia
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulangm yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
 Infeksi Asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan, dan berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.
 Faktor Musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjasi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di
daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

d. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman pathogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di
sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat
diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan
diare oada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya dalah
golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar diare akut oleh karena infeksi adalah
non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh birus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan /
atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, indlammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara kangsung atau memproduksi sitokin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah:
- Golongan bakteri:
Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens,
Clostridium defficile, Escherichia coli, Plesiomonas shigeloides, Salmonella,
Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia
enterocolitica
- Golongan virus:
Astrovirus, Calcivirus (Norovirus, Sapovirus), Enteric adenovirus, Coronavirus,
Rotavirus, Norwalk virus, Herpes simplex virus*, Cytomegalovirus*
- Golongan Parasit
Balantidium coli Blastocystis homonis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Isopora belli, Strongyloides stercoralis, Trichuris
trichiura
Sumber= Nelson Textbook of Pediatric
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunompromised

e. Patofisiologi/ Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1) Pembagian diare menurut etiologi
2) Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan
sekresi
3) Pembagian diare menurut lamanya diare
- Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
- Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
- Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare akibat gangguan absorpsi
yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Di sini
diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau
sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat
absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan
dengan gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi.
1) Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
- Mengkonsumsi magnesium hidroksida
- Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang lebih besar
- Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus
bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen
usus jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kea rah lumen jejunum
sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi
kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang
tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose, di segmen ileum
dan melebihi kemampuan absorpsi kolon sehingga terjadilah diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
yang berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
2) Malabsorbsi Umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung, asam amino,
dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotic pada lumen usus.
Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap natrium dan air) dapat disebabkan
virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Sel tersebut juga
dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-
obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus
halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh
lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien
dengan meribah faal membran brush border trigliserid diakibatkan insuffisiensi
eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotic.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi
klorida sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbihidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi congenital
lactase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa
sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim lactase, menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi laktose.
3) Diare Akibat Gangguan Peristaltik
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan
diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbs.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik
pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada
kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab
diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
4) Diare Inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan
seringkaili sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya
diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik. Bakteri enteral pathogen akan mempengaruh struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
protein. Penelitian oleh Berkes J. dkk 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri
enteral pathogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin
atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen
saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chloride yang akan diikuti natrium dan
air. Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun
protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction,
V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

f. Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala
gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik
bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja
yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih
hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukkan
terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi
muntah mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium.

g. Penegakan Diagnosis
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak
kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare.
Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media,
campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan
serta riwayat imunisasinya.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda
tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak,
ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah.
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bisingusus yang
lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan
derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat
ditentukan dengan cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum
dan selama diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice
King, kriteria MMWR, dan lainnya.

3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih.
h. Penatalaksanaan
Lima pilar tatalaksana diare menurut WHO
1) Rehidrasi
2) Dukungan nutrisi
3) Pemberian antibiotic sesuai indikasi
4) Pemberian zink
5) Edukasi pada orang tua
 Diare Akut Dehidrasi Berat
- Rehidrasi intravena, 100cc/KgBB cairan RL atau ringer asetat (jika tidak ada
gunakan normal salin) dengan ketentuan
Pertama, berikan Selanjutnya,
30cc/KgBB dalam: 70cc/KgBB dalam:
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur >12 bulan 30 menit 2,5 jam

Diikuti rehidrasi oral jika sudah dapat minum, dimulai 5cc/KgBB/jam selama proses
rehidrasi
- Periksa kembali status hidrasi anak setiap 15-30 menit, kalsifikasikan ulang derajat
dehidrasi setelah 3 jam (untuk anak) atau 6 jam (untuk bayi). Tatalaksana selanjutnya
diberikan sesuai derajat dehidrasi tersebut.
- Jika tidak ada fasilitas intravena pasang NGT berikan 20cc/KgBB/jam selama 6 jam
atau rujuk ke rumah sakit.
 Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang
- Berikan larutan oralit dalam waktu 3 jam pertama sebanyak 75cc/KgBB, ajarkan
orangtua untuk memberikan oralit sedikit-sedikit tapi sering (small but frequent).
- Periksa kembali dan klasifikasikan ulang derajat dehidrasi setelah 3 jam
 Diare Akut Tanpa Dehidrasi
Dapat dilakukan terapi rawat jalan dengan empat aturan perawatan di rumah sebagai
berikut (juga berlaku untuk diare dengan dehidrasi setelah perawatan):
- Beri cairan tambahan seperti ASI, oralit, air matang atau cairan makanan. Pada kasus
diare dengan dehidrasi berikan 100cc oralit setelah BAB.
- Beri tablet zink selama 10-14 hari untuk menurunkan frekuensi BAB, memperbaiki
volume tinja, mengurangi lama diare serta menurunkan kejadian diare pada bulan-
bulan berikutnya
- Makan makanan dengan sedikit tapi sering
- Edukasi untuk dibawa ke fasilitas kesehatan apabila keadaan anak memburuk, tidak
dapat/ malas minum, timbul demam, timbul darah dalam tinja, tidak membaik dalam
5 hari.
i. Komplikasi
Dehidrasi, syok hipovolemik, hipokalemi, hipoglikemia, kejang, malnutrisi energy
protein

j. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas
dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih
berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan
diobati.
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,

Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK

Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 87-120

2. Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief

S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK

Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136

3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson textbook

of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6

4. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2006

5. WHO. Persistent diarrhea in children in developing countries: memorandum from a WHO

meeting. Bull World Health Organ. 1988; 66: 709-17

6. Bhutta ZA. Persistent diarrhea in developing countries. Ann Nestle. 2006; 64: 39-47

7. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin Invest. 2003;

111(7): 931-943

8. Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya – Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010.

Anda mungkin juga menyukai