Anda di halaman 1dari 13

DIFERENSIAL LEUKOSIT

Nama : Hastya Tri Andini


NIM : B1A017081
Rombongan :I
Kelompok :5
Asisten : Persona Gemilang

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Darah merupakan cairan yang mengalir dan bersirkulasi ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dalam sistem kardiovaskular (Colville & Bassert, 2008).
Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan
menerima produk buangan hasil metabolisme untuk disekresikan melalui organ
ekskresi. Pemeriksaan hematologi pada hewan berfungsi sebagai screening test
untuk menilai kesehatan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi untuk
evaluasi status fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa (Jain,
1993).
Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang
bersirkulasi dalam cairan yang disebut plasma (Meyer & Harvey 2004). Darah
terdiri dari plasma 55% dan sel 45% yang terdiri dari leukosit, eritrosit, dan
trombosit jika darah diberi antikoagulan dan dilakukan sentrifugasi. Jumlah
leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit dan trombosit. Fungsi darah
adalah sebagai sistem transportasi, sistem regulasi, dan sistem pertahanan
(Colville & Bassert, 2008).
Leukosit berasal dari bahasa Yunani yaitu leukos yang berarti putih dan
kytos yang berarti sel. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan
tubuh yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit (Guyton,
2008). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih (Effendi, 2003), berfungsi melawan kuman secara fagositosis, bergerak
bebas secara ameboid, dibentuk oleh jaringan retikulo endothelium di sumsum
tulang untuk granulosit dan kelenjar limpha untuk agranulosit (LIPI, 2009).
Diferensiasi antara berbagai jenis leukosit diperlukan untuk diagnosis berbagai
penyakit, termasuk alergi, berbagai keganasan dan imunodefisiensi penyakit
seperti acquired immunodefciency syndrome. Jenis leukosit yang paling umum
pada orang dewasa yang sehat adalah neutrofil (sejenis sel granulosit) dan limfosit
(sejenis mononuklear sel), yang biasanya terdiri dari sekitar 62% dan 30% dari
total populasi leukosit (Winer et al., 2017).
B. Tujuan

Tujuan praktikum diferensial leukosit kali ini adalah mengetahui jenis-jenis


leukosit beserta bentuknya.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum diferensial leukosit ini adalah


lancet, object glass, cover glass, beaker glass, dan mikroskop.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum diferensial leukosit kali ini
adalah darah segar manusia, methanol absolut, alkohol 70%, tisu, pewarna giemza
7%, minyak imersi, dan air.

B. Cara Kerja

1. Object glass dibersihkan menggunakan alkohol 70%.


2. Darah sampel diambil menggunakan lancet kemudian diteteskan pada object
glass.
3. Darah sampel diapuskan menggunakan object glass lain
dengan menyentuh tepi depan sampel dengan posisi sudut 45 derajat sampai
darah itu kapilaritas dan mendorong maju dengan cepat.
4. Apusan darah difiksasi menggunakan alkohol absolut selama 5 menit.
5. Apusan darah dikeringkan.
6. Apusan darah direndam dengan latutan giemza 7% selama 20 menit.
7. Apusan darah dibilas dengan air.
8. Apusan darah diamati di bawah mikroskop.
III. H ASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Pengamatan Diferensial Leukosit


Diferensial Leukosit
Kelompok
N E B M L
1 √ √ √ √ √
2 - √ - - √
3 √ - - √ √
4 √ √ - √ √
5 - - - - -

Gambar 3.1 Leukosit Tipe Gambar 3.2 Leukosit Tipe


Granulosit Bentuk Neutrofil Granulosit Bentuk Eosinofil
Perbesaran 400 X Perbesaran 400 X

Gambar 3.3 Leukosit Tipe Gambar 3.4 Leukosit Tipe


Agranulosit Bentuk Limfosit Granulosit Bentuk Basofil
Perbesaran 400 X Perbesaran 400 X
Gambar 3.5 Leukosit Tipe
Agranulosit Bentuk Monosit
Perbesaran 400 X
B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oleh rombongan I didapatkan


hasil bahwa sel leukosit yang teramati pada apusan darah manusia adalah
neutrofil, basofil, eosinofil, monosit dan limofosit. Jenis leukosit yang paling
banyak adalah limfosit, dan yang tidak ditemukan adalah basofil. Hal ini sesuai
dengan pendapat Guyton (1983), dalam darah manusia jenis leukosit yang paling
banyak adalah limfosit sekitar 2000/mm3, dan yang paling jarang ditemukan
adalah basofil pada darah manusia kandungannya sekitar 0-1%. Data yang
didapatkan menunjukkan bahwa kelompok 1 memiliki banyak tipe leukosit
sedangkan kelompok 5 justru tidak ditemukan satupun leukosit, dan pad
kelompok lain seperti kelompok 2, 3 dan 4 ditemukan beberapa leukosit. Keadaan
yang demikian dapat dikatakan bahwa seseorang yang diambil darahnya sebagai
sampel kelompok 1 sedang dalam keadaan tidak sehat, ditandai dengan
banyaknya leukosit yang ditemukan. Hal ini dinyatakan oleh Winer et al. (2017)
identifikasi sumber infeksi pada pasien yang sakit yaitu jumlah neutrofil yang
lebih tinggi dari normal dapat mengindikasikan respons imun aktif terhadap
infeksi bakteri atau jamur, sementara jumlah limfosit tinggi dapat
mengindikasikan infeksi virus.
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan
yang bersih terutama harus bebas lemak, maka dari itu sebelum digunakan harus
dibersihkan dengan alkohol. Satu buah kaca sediaan bertindak sebagai tempat
tetes darah yang hendak diperiksa dan yang lain bertindak sebagai alat untuk
meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata). Darah
dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Ujung jari sebelum ditusuk
dengan lancet harus dibersihkan dahulu dengan alkohol, dan sesudahnya juga
dibersihkan dengan alkohol agar tidak infeksi. Sebaiknya tetesan darah pertama
dibersihkan agar diperoleh hasil yang memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan
pada daerah ujung kaca sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca
perata diletakan miring dengan sudut kira- kira 45º tepat didepan tetes darah
menyebar sepanjang sisi pendek kaca perata hingga membentuk kapilaritas.
Dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat sehingga
terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan darah
dikeringkan pada suhu kamar, barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi
dengan metanol absolut menurut metode Giemsa (Maskoeri, 2008).
Zat warna yang digunakan adalah Giemsa yang sebelumnya telah
diencerkan dengan aquades. Pewarnaan Giemsa dilakukan setelah preparat apus
darah difiksasi. Fiksasi dilakukan dengan merendam preparat pada larutan
methanol selama 5 menit. Pembuatan larutan pewarna Giemsa dilakukan dengan
mencampurkan 2 ml Giemsa stock dan 8 ml aquadest. Penghitungan diferensial
leukosit dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa 100 kali
menggunakan minyak emersi dengan metode straightedge hingga ditemukan 100
sel leukosit (Paramita, et al., 2016).
Leukosit dibentuk di sumsum tulang terutama seri granulosit, disimpan
dalam sumsum tulang sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila
kebutuhannya meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan.
Proses pembentukan limfosit, ditemukan pada jaringan yang berbeda seperti
sumsum tulang, thymus, limpa dan limfonoduli. Proses pembentukan limfosit
dirangsang oleh thymus dan paparan antigen. Bertambahnya jumlah leukosit
terjadi dengan mitosis (suatu proses pertumbuhan dan pembelahan sel yang
berurutan). Sel-sel ini mampu membelah diri dan berkembang menjadi leukosit
matang dan dibebaskan dari sumsum tulang ke peredaran darah. Dalam sirkulasi
darah, leukosit bertahan kurang lebih satu hari dan kemudian masuk ke dalam
jaringan. Sel ini bertahan di dalam jaringan hingga beberapa minggu, beberapa
bulan, tergantung pada jenis leukositnya (Sacher, 2004).
Pembentukan leukosit berbeda dengan pembentukan eritrosit. Leukosit ada
2 jenis, sehingga pembentukannya juga sesuai dengan seri leukositnya.
Pembentukan sel pada seri granulosit (granulopoiesis) dimulai dengan fase
mieloblast, sedangkan pada seri agranulosit ada dua jenis sel yaitu monosit dan
limfosit. Pembentukan limfosit (limfopoiesis) diawali oleh fase limphoblast,
sedangkan pada monosit (monopoiesis) diawali oleh fase monoblast.
Granulopoiesis adalah evolusi paling dini menjadi myeloblas dan akhirnya
menjadi sel yang paling matang, yang disebut basofil, eosinofil dan neutrofil.
Proses ini memerlukan waktu 7 sampai 11 hari. Mieloblas, promielosit, dan
mielosit semuanya mampu membelah diri dan membentuk kompartemen
proliferasi atau mitotik. Setelah tahap ini, tidak terjadi lagi pembelahan, dan sel
mengalami pematangan melalui beberapa fase yaitu: metamielosit, neutrofil
batang dan neutrofil segmen. Di dalam sumsum tulang sel ini mungkin ada dalam
jumlah berlebihan yang siap dibebaskan apabila diperlukan. Sel-sel ini dapat
menetap di sumsum tulang sekitar 10 hari, berfungsi sebagai cadangan apabila
diperlukan (Lokapirnasari & Yulianto, 2014).
Sel darah putih (leukosit) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya
lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah putih lebih sedikit.
Diameter lekosit sekitar10 µm, batas normal jumlah lekosit berkisar 4.000-
10.000/mm³ darah. Leukosit di dalam tubuh berfungsi untuk mempertahankan
tubuh terhadap benda-benda asing termasuk kuman-kuman penyebab penyakit
infeksi, leukosit yang berperan adalah monosit, netrofil, limfosit. Lekosit juga
memperbaiki kerusakan vaskuler, lekosit yang memegang peranan ini adalah
eosinophil, sedangkan basofil belum diketahui pasti (Depkes, 1989).
Menurut Khasanah et al., (2016), sel darah putih merupakan salah satu
bagian dari susunan sel darah manusia yang memiliki peranan utama dalam hal
sistem imunitas atau membunuh kuman dan bibit penyakit yang ikut masuk ke
dalam aliran darah manusia. Sel darah putih atau yang juga dapat disebut dengan
leukosit. Leukosit granulosit terdiri atas neutrofil yang memiliki 2-5 lobus,
eusinofil yang memiliki 2 lobus dihubungkan dengan benang kromatin tipis, dan
basofil yang memiliki 2 lobus dihubungkan dengan benang kromatin tebal.
Sedangkan leukosit agranulosit terdiri dari monosit dengan inti berbentuk seperti
ginjal, dan limfosit dengan inti yang bulat dan besar hampir memenuhi sel.
Leukosit dibagi menjadi lima jenis tipe berdasarkan bentuk morfologinya yaitu
basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit dan monosit. Masing-masing jenis sel darah
putih ini memiliki ciri khas dan fungsi yang berbeda.
Eosinofil merupakan granulosit polimorfonuklear-eosinofilik. Jumlah
eosinofil dalam aliran darah berkisar antara 2-8% dari jumlah leukosit. Sel ini
berkembang dalam sumsum tulang sebelum bermigrasi ke dalam aliran darah
serta memiliki jangka hidup 3-5 hari. Eosinofil memiliki diameter sekitar 7 µm.
Fungsi utama eosinofil adalah menetralisir adanya bahan-bahan toksik, sehingga
keberadaannya dalam jumlah besar di tempat-tempat tertentu berhubungan dengan
adanya reaksi antigen-antibodi serta pada tempat tertentu tersebut melakukan
penetrasi terhadap bahan asing di dalam tubuh (Ganong, 2000).
Neutrofil adalah fagosit, pemain utama dalam memerangi infeksi bakteri
dan virus. Penurunan neutrofil di bawah 1.000 sel per mikroliter meningkatkan
risiko pengembangan infeksi. Neutrofil adalah “responden pertama” dalam
peradangan: yang pertama di tempat kejadian untuk menghancurkan bakteri dan
virus. Neutrofil memiliki jangka hidup yang pendek, hanya sekitar 10 jam.
Neutrofil belum matang, yang disebut band, banyak di infeksi yang aktif.
Penurunan neutrofil dikenal sebagai neutropenia, penyebab neutropenia termasuk
pengobatan kemoterapi, infeksi bakteri dan virus, dan reaksi alergi (Ganong,
2000).
Basofil adalah jenis sel darah putih yang memiliki jumlah persentase 0,01-
0,03 % dari total keseluruhan jumlah jenis sel darah putih yang lainnya. Basofil
memiliki granul di atas sitoplasmanya dan dua lobus. Basofil sendiri adalah salah
satu kelompok granulosit yang mampu keluar kearah jaringan tubuh tertentu. Cara
kerja sel basofil adalah jika terjadi reaksi alergi pada tubuh kita. Sehingga dengan
timbulnya reaksi alergi tersebut, basofil akan keluar dan menangkap allergen
tersebut lalu mengeluarkan histamin. Histamin tersebut akan menyebabkan
pembuluh darah berdilatasi (membesar), jadi semakin banyak allergen yang
masuk ke dalam tubuh, semakin banyak pula jumlah basophil yang bekerja untuk
melawannya. Jumlah sel basofil yang meningkat di dalam darah disebut dengan
basifilia. Ciri-ciri sel basofil adalah memiliki sifat fagosit, berdiameter antara 12-
15 mikrometer, mempunyai jumlah 0,01-0,03 % per millimeter darah, memiliki
granula yang besar, terbentuk pada sumsum tulang, berbentuk U dan berbintik,
terkadang berwarna biru dan mempunyai inti yang tidak bersegmen (Saanin,
1968).
Monosit merupakan leukosit yang memiliki ukuran terbesar, berdiameter
15-20 µm dan jumlahnya 3–9% dari seluruh sel darah putih. Sitoplasma sel ini
dibagimenjadi dua bagian, yaitu berwarna cerah dan berwarna lebih gelap.
Sitoplasmanya terlihat berwarna biru keabu–abuan dengan tepi inti yang tidak
beraturan, inti kromatin monosit cenderung lebih menyatu, serta pada sitoplasma
tampak adanya vakuola dan seperti berbusa. Monosit berperan sebagai prekursor
untuk makrofag, dan sel ini akan mencerna dan membaca antigen (Bacha &
Linda, 2000 dalam Lokapirnasari & Yulianto, 2014).
Limfosit terdiri dari kelompok terbesar dari sel-sel darah putih, 20 sampai
40 persen dari sel-sel darah putih adalah limfosit. Ada tiga jenis limfosit: sel T, sel
B dan sel-sel pembunuh alami. Sel B membuat antibodi yang menyerang antigen
asing. Sel T dan sel-sel pembunuh alami menyerang sel-sel asing dan juga
membuat racun yang merusak penyerang. Peningkatan limfosit biasanya
menunjukkan infeksi virus atau beberapa jenis infeksi bakteri. Sejumlah
penurunan sel T ditemukan dalam infeksi, sel-sel tumor dan virus HIV (Septiano
et al., 2015).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


sel darah putih atau leukosit merupakan salah satu sel darah yang bergerak paling
aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu
granulosit yang terdiri dari heterofil/neutrofil, eosinofil, basofil dan kelompok
agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit.
DAFTAR PUSTAKA

(LIPI), L. I. P. I., 2009. Kolesterol. Pangan dan Kesehatan. Bogor : UPT - Balai
Informasi Teknologi.
Colville, T. & Bassert, J. M., 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technician. Missouri : Elsevier.
Depkes, 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. 1st ed. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan RI.
Effendi, M. I., 2003. Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Nusatama.
Ganong, W. F. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Guyton, A. C. & Hall, J. E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9 ed. Jakarta :
EGC.
Guyton, Arthur C. 1983. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit.
Jakarta: EGC.

Jain, N. C., 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia : Lea and


Febiger.
Khasanah, M. N., Harjoko, A. & Candradewi, I., 2016. Klasifikasi Sel Darah Putih
Berdasarkan Ciri Warna dan Bentuk dengan Metode K-Nearest Neighbor (K-
NN). IJEIS, 6(2), pp. 151-162.
Lokapirnasari, W. P., Yulianto, A. B. 2014. Gambaran Sel Eosinofil, Monosit, dan
Basofil Setelah Pemberian Spirulina pada Ayam yang Diinfeksi Virus Flu
Burung. Jurnal Veteriner, 15(4), pp. 499-505

Maskoeri, J., 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Meyer, D. J. & Harvey, J. W., 2004. Veterinary Laboratory Medicine: Interpretation
and Diagnosis. St. Louis : Saunders.
Paramita, K. S., Mahardika, I. G., & Dharmawan, N. S. 2016. Total dan Diferensial
Leukosit Babi Landrace Yang Diberi Pakan Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) dari Perairan Tercemar Timbal (Pb). Buletin Veteriner Udayana,
8(2), pp. 166-171.

Saanin, H., 1968. Biologi Umum. Yogyakarta: Kanisius. (LIPI), L. I. P. I., 2009.
Kolesterol. Pangan dan Kesehatan. Bogor : UPT - Balai Informasi
Teknologi.
Sacher, Ronald A., McPherson, & Richard A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
Septianto, D. R., Ardana, I. B. K., Sudira, I. W., Dharmayudha, A. A. G. O. 2015.
Profil Hematologi (Diferensial Leukosit, Total Leukosit, dan Trombosit) pada
Mencit dengan Pemberian Jamu Temulawak (Curcuma xanthorriza, Roxb)
Secara Oral. Buletin Veteriner Udayana, 7(1), pp. 34-40.
Winer, M. M., Adel, Z., Daniella, Y. H., Lior, G., Limor, M., Eldad, J. D., & Dvir,
Y., 2017. In Vivo Noninvasive Microscopy of Human Leucocytes. Scientific
Reports, (1) 7, pp. 1-8.

Anda mungkin juga menyukai