Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinary Track Infections (UTI) adalah
istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Infeksi
saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan
dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di bidang
kesehatan seperti penggunaan antiboitk sudah cukup maju dan beredar luas di
masyarakat.

Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri


Escherichia coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan
menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih,
kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Ilmu kesehatan modern
saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih sehingga
dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan
antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi.

Mikroorganisme dapat mencapai saluran kemih oleh hematogen atau


penyebaran limfatik, tetapi ada beberapa bukti klinis dan eksperimental yang
menunjukkan bahwa mikroorganisme naik melalui uretra dan disebut juga sebagai
jalur yang paling umum penyebabISK, terutama mikroorganisme enterik (yaitu
Escherichia coli danEnterobacteriaceaelain). Hal ini memberikan penjelasan
bahwa frekuensi ISK pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria dan dapat
meningkatkan risiko infeksi kandung kemih atau kateterisasi.Terdapat 1-2% kasus
penggunaan kateter ke dalam kandung kemih pada pasien rawat jalan yang
menyebabkan ISK(Grabe et al, 2008).
Pemberian antibiotika diperlukan untuk pasien yang sudah positif
dinyatakan mengalami ISK. Pemilihan terapi antibiotika yang tepat sangat
berpengaruhpada keberhasilan terapi yang dilakukan. Di samping itu, ketepatan
terapi antibiotika sangat diperlukan untuk meminimalkan resiko terjadinya
resistensi yang merupakan masalah besar dalam terapi antibiotika. Pemilihan
antibiotika seharusnya mempertimbangkan kejadian resistensi yang sudah terjadi
di rumah sakit dan juga mempertimbangkan kejadian resistensi yang
kemungkinan selanjutnya akan terjadi (Saipudin et al, 2016).

Suatu penelitian yang berjudul Pola dan Sensitivitas Kuman Penderita


Infeksi Saluran Kemih dilakukan oleh Samirah et alsecara retrospektif pada
sampel urin pada tahun 2004 di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Dari hasil
penelitian tersebut diperlihatkan bahwa kuman yang terbanyak ditemukan ialah
Escherichia coli (E.coli) yaitu 39,4% dan di urutan kedua adalah Klebsiella
pneumonia 26,3%. Untuk Escherichia coli, antimikroba yang paling sensitif
adalah fosfomisin 85,7%, diikuti cefepime, ceftriaxone, aztreonam, dan amikasin.
Untuk Klebsiella pneumoniae, antimikroba yang paling sensitif ialah
ceftriaxon87,5%, diiukuti ciprofloxacin dan cefotaxim. Antimikroba yang
sensitifterhadap Pseudomonas aerogenosa ialah amikasin, cefepim, cefoperazon,
dibekasin, norfloksasin 100%(Widayatiet al, 2014).

Antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat


sebagai berikut: dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat
mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk
mikroba yang diketahui atau dicurigai. Di dalam pemilihan antibiotika untuk
pengobatanISK juga sangat penting untuk mempertimbangkan peningkatan
resistensi Escherichia colidan patogen lain terhadap beberapa antibiotika.
Resistensi terhadap Escherichia colidan antibiotika sefalosporin diperkirakan
mencapai 30%. Secara keseluruhan, patogenpenyebab ISK masih sensitif terhadap
kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol walaupun kejadian resistensi di berbagai
tempat telah mencapai 22%. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan
3dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat
antibiotika yang digunakan pasien (Saipudin et al, 2016).

alam beberapa tahun terakhir, resistensi bakteri telah menjadi masalah


yang besar pada ISK. Di antara 533 anak yang di identifikasi dengan ISK,
mayoritas adalah 92% perempuan, 60% laki-laki. Dari kultur urin ditemukan
isolasi organisme gram negatif yang 80% nya adalah Ecoli. Tingkat ketahanan
Ecoli terhadap pemberian antibiotik berbeda-beda, seperti 46% untuk
ampisilin,15% untuk trimetoprim-sulfametoksazol, 17% untuk amoksisilin-
klavulanat, 7% untuk sefalosporin generasi pertama, dan 1% untuk sefalosporin
generasi ketiga (Paschke el al, 2010).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Kemih (ISK)


1. Pengertian Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman
atau mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam
jumlah bermakna (IDAI, 2011). Istilah ISK umum digunakan untuk
menandakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Haryono,
2012). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat
mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu
menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2015).

2. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan
anatomi dan klinis. Infeksi saluran kemih diklasifikasikan berdasarkan
anatomi, yaitu:
a. Infeksi saluran kemih bawah
berdasarkan presentasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Perempuan
Sistitis adalah infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna
dan Sindroma uretra akut
2) laki-laki
Berupa sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis.
b. Infeksi saluran kemih atas
berdasarkan waktunya terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Sukandar, 2006).
2) Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil (Liza, 2006).
Berdasarkan klinisnya, ISK dibagi menjadi 2 yaitu :
a. ISK Sederhana (tak berkomplikasi)
b. ISK berkomplikasi

3. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia,
gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan
perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Pada usia beberapa
bulan dan usia lebih dari 65 tahun, perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan,
kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria
asimptomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama
periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5 % selama periode
seksual aktif.

4. Faktor Predisposisi
Prevalensi infeksi asimptomatik meningkat mencapai 30%, baik
laki-laki maupun wanita bila disertai faktor predisposisi seperti:
a. Litiasis
b. Obstruksi saluran kemih
c. Penyakit ginjal polikistik
d. Nekrosis papilar
e. Diabetes melitus pasca transplantasi ginjal
f. Nefropati analgesik
g. Penyakit sickle-cell
h. Senggama
i. Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
j. Kateterisasi
5. Etiologi
Bermacam-macam mikroba dapat menginfeksi traktus urinarius,
tetapi yang paling sering adalah gram-negatif bacili. Escherichia coli
menyebabkan 80% infeksi akut pada pasien-pasien tanpa kateter, kelainan-
kelainan urologi, atau batu. Batang gram-negatif lainnya, terutama Proteus
dan Klebsiella dan adakalanya Enterobacter, sedikit menyebabkan ISK
tipe sederhana. Organisme tersebut, Serratia dan Pseudomonas, sering
menyebabkan infeksi rekuren dan infeksi yang berhubungan dengan
tindakan urologi, batu, atau obstruksi. Sering menyebabkan infeksi
nosokomial, infeksi karena pemasangan kateter. Proteus spp., berdasarkan
atas produksi urease, dan Klebsiella spp, melalui produksi “slime”
ekstraselular dan polisakarida, menjadikan predisposisi pembentukan batu
dan sering diisolasi dari pasien dengan batu ginjal.
Pada sepertiga wanita dengan dysuria dan frekuensi ditemukan
bakteri yang positif yang signifikan pada pemeriksaan kultur urin
midstream atau kultur yang negatif dan dinyatakan mendapat sindrom
uretra. Tiga perempatnya pyuria, sementara ¼ tidak mendapatkan pyuria
dan sedikit bukti infeksi. Pada wanita dengan pyuria, 2 kelompok patogen
yang sering. Jumlah sedikit (102 to 104 /mL) bakteri uropatogen yang
tipikal seperti E. coli, S. saprophyticus, Klebsiella, atau Proteus ditemukan
di spesimen midstream urine pada kebanyakan wanita ini.
Bakteri ini kemungkinan penyebab infeksi karena biasanya bakteri
ini yang dapat diisolasi dari aspirasi supra pubik, berhubungan dengan
pyuria, dan berespon dengan antibiotiknya. Pada kelompok wanita lain
dengan akut urinari symptom, pyuria, dan urin yang steril (walaupun dari
aspirasi suprapubik), etiologi yang penting adalah Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorrhoeae, dan herpes simplex virus. Biasanya ditemukan
pada wanita muda yang sexually active dengan pasangan yang sering
berganti-ganti. Beberapa bakteri yang jarang, tidak sering ditemukan
seperti Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Adenoviruses,
Candida.
6. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke
dalam saluran kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari
kandung kemih, uretra dan dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Kuman
ini biasanya memasuki saluran kemih melalui uretra, kateter, perjalanan
sampai ke kandung kemih dan dapat bergerak naik ke ginjal dan
menyebabkan infeksi yang disebut pielonefritis (National Kidney
10Foundation, 2012). ISK terjadi karena gangguan keseimbangan antara
mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel
saluran kemih sebagai host.
Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus
dan hidup secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit
perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur,
masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik
ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2013).
Mikroorganisme tersebut dapat memasuki saluran kemih melalui 3
cara yaitu ascending,hematogen seperti penularan M.tuberculosisatau
S.aureus , limfogen dan langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya
telah mengalami infeksi (Purnomo,2014). Sebagian besar pasien ISK
mengalami penyakit komplikasi. ISK komplikasi adalah ISK yang
diperburuk dengan adanya penyakit lainya seperti lesi, obstruksi saluran
kemih, pembentukan batu, pemasangan kateter, kerusakan dan gangguan
neurologi serta menurunya sistem imun yang dapat mengganggu aliran
yang normal dan perlindungan saluran urin. Hal tersebut mengakibatkan
ISK komplikasi membutuhkan terapi yang lebih lama (Aristanti, 2015).

7. Tanda dan Gejala


Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti
demam, susah buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria
terminal), sering buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika
berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik (Permenkes, 2011).
Namun, gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu diketahui atau
ditemukan pada penderita ISK. Untuk memegakan diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
ureum dan kreatinin, kadar gula darah, urinalisasi rutin, kultur urin, dan
dip-stick urine test. (Stamm dkk, 2011).
Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL.
Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 -90%. Positif
nitrit pada dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh
bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar
50% untuk infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam
urin (piuria) adalah indikator yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10
WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi jauh kurang
spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin
dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).

8. Tatalaksana Terapi
Tatalaksana terapi dapat diawali dengan pertimbangan faktor pasien,
faktor mikrobiologis dan data hasil klinis (Kurniawan, 2005). Antibiotik
(antibakteri) adalah zat yang diperoleh dari suatu sintesis atau yang berasal
dari senyawa nonorganik yang dapat membunuh bakteri patogen tanpa
membahayakan manusia (inangnya). Antibiotik harus bersifat selektif dan
dapat menembus membran agar dapat mencapai tempat bakteri berada
(Priyanto, 2010). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat
menyebabkan kekebalan bakteri, munculnya bakteri-bakteri yang resisten
12 terhadap suatu antimikroba, dan peningkatan biaya pengobatan
(Kurniawan, 2015).
Resistensi adalah keadaan dimana suatu mikroba tidak terhambat
pertumbuhanya dengan antibiotik dosis normal yang seharusnya. Multiple
drug resistenadalah resistensi terhadap dua atau lebih obat sedangkan cross
resistenadalah resistensi terhadap obat diikuti dengan obat lain yang belum
dipaparkan (Purnomo, 2011). Prinsip terapi antibiotik menurut European
Association of Urology dalam Guideline On Urological Infections 2015
yang dijadikan standart dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
a. Terapi Empiris Antimikroba Oral yang Direkomendasikan untuk
Pyelonefritis Tanpa Komplikasi Akut Ringan dan Sedang.
1) Siprofloksasin 500-750 mg bid 7-10 hari.
2) Levofloksasin 500 mg qd7-10 hari.
3) Levofloksasin 750 mg qd 5 hari.
4) Sefodoksim proksetil 200 mg bid 10 hari.
5) Seftibuten 400 mg qd 10 hari.
6) Trimetoprim-sulfametoksazol 160/800 mg bid 14 hari
7) Co-amoksiclav 125/500 mg tid 14 hari
Note : florokuinolon kontra indikasi pada wanita hamil, terutama untuk
bakteri gram positif.
b. Terapi Empiris Antimikroba Parenteral yang Direkomendasikan
untuk Pyelonefritis Akut Tanpa komplikasi.
1) Siprofloksasin 400 mg bid.
2) Levofloksasin 250-500 mg qd.
3) Levofloksasin 750 mg qd.
4) Sefotaksim 2 gram tid.
5) Seftriakson1-2 gram qd.
6) Sefazidim1-2 gram tid
7) Sefepim1-2 gram bid.
8) Ko-amoksiklav 1,5 gram tid.
9) Piperasilin/tazobaktam 2,5-4,5 gram tid.
10) Gentamisin 5 mg/kg qd.
11) Amikasin 15 mg/kg qd.
12) Ertapenem 1 gram qd.
13) Imipenemmeropenem 0,5 gram tid.
14) Doripenem1 gram tid.
15) Trimetoprim-sulfametoksazo l0,5 gram tid
9. Penggunaan Antibiotik
Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada pola pengobatan
yang rasional atau tidak rasional. Salah satu proses pengobatan yang
rasional berdasarkan indikator WHO merupakan pemilihan terapi
berdasarkan pertimbangan efikasi, safety, suitability dan
cost.Pertimbangan pemilihan terapi tepat dengan diagnosis, maka
kerasionalan tercapai (Tori, 2013). Prinsip dari penggunaan antibiotik
secara bijak diantaranya adalah :
a. Penggunaan antibiotik spektrum sempit pada indikasi yang ketat
dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat.
b. Penggunaan antibiotik dengan pembatasan dan mengutamakan
antibiotik lini pertama.
c. Pembatasan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman
penggunaan antibiotik, penggunaan antibiotik secara terbatas, dan
penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu.
d. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakan
diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemerikasaan laboratorium. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit
yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri.

10. Pemilihan antibiotik berdasarkan pada :


a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola
kepekaan kuman terhadap antibiotik.
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab
infeksi.
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.
d. Melakukan de-eskalasi setelah melakukan pertimbangan hasil
miikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
e. Cost effective : obat dipilih yang paling efektif dan aman.

Anda mungkin juga menyukai