Anda di halaman 1dari 12

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Katakteristik Responden

a. Usia Responden

Usia responden yang mengikuti kegiatan konseling MPASI pada

bayi umur 0-12 bulan di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat

Kabupaten Semarang tahun 2019 memiliki umur yang berbeda mudai dari

20 sampai dengan 37 tahun. Pada tabel berikut ini menunjukkan

pengelompokan responden berdasarkan usia ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Presentase
20 – 23 tahun 3 9%
24 – 27 tahun 5 15%
28 – 33 tahun 23 70%
34 – 37 tahun 2 6%
Total 33 100%
Sumber: Data primer diolah 2019

Berdasarkan usia dari 33 responden dapat diketahui bahwa 3

responden atau 9% berusia antara 20 – 23 tahun, 5 responden atau 15%

berusia antara 24 – 27 tahun, 23 responden atau 70% berusia antara 28 –

33 tahun, dan 1 responden atau 6% berusia antara 34 – 37 tahun.

b. Pendidikan Terakhir
Pada tabel berikut ini menunjukkan pengelompokan responden

berdasarkan pendidikan terakhir di tunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2
41

Karakteristik Reponden Berdasarkan Pendidikan


Pendidikan Jumlah Presentase
SD 4 12%
SMP 5 15%
SMA 21 64%
Pergutuan Tinggi 3 9%
Total 33 100%
Sumber: Data primer diolah 2019

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa 4 responden atau 12%

lulusan SD, 5 responden atau 15% lulusan SMP, 21 responden atau 64%

lulusan SMA, dan 3 responden atau 9 % lulusan perguruan tinggi.

c. Pekerjaan
Pada tabel berikut ini menunjukkan pengelompokan responden

berdasarkan pekerjaan seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini..


Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pendidikan Jumlah Presentase


Ibu Rumah Tangga 24 73%
Buruh Pabrik 3 9%
Wiraswasta 4 12%
PNS 2 6%
Total 33 100%
Sumber: Data primer diolah 2019

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa 24 responden atau

73% adalah ibu rumah tangga, 3 responden atau 9% bekerja sebagai buruh

prabrik, 4 responden atau 12% bekerja sebagai wiraswasta, dan 2

responden atau 6% bekerja sebagai PNS.

2. Analisis Univariat
42

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan deskripsi data

pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan konseling MPASI pada bayi

umur 0-12 bulan di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten

Semarang tahun 2019. Data didekripsikan berdasarkan skor yang diperoleh

dengan cara mennghitung frekuensi dan kategori untuk masing-masing data,

baik sebelum dan sesudah diberikan konseling MPASI pada bayi umur 0-12

bulan dengan ketentuan kategori pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Kategori Pengetahuan Konseling MPASI


pada Bayi Umur 0-12 Bulan
No. Interval Kode Kriteria
1. 18 – 25 3 Baik
2. 9 – 17 2 Cukup
3. 0–8 1 Kurang
Sumber: Data primer diolah 2019

Kategori di atas digunakan untuk menentukan kecenderungan

pengetahuan respoden sebelum dan sesudah diberikan konseling MPASI pada

bayi umur 0-12 bulan dengan penjelasan sebagai berikut.

a. Pengetahuan Sebelum Diberikan Konseling MPASI pada Bayi 0-12 Bulan

Hasil kategori data pengetahuan respoden sebelum diberikan

konseling MPASI pada bayi 0-12 bulan di Desa Candirejo Ungaran Barat

Kabupaten Semarang tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 4.5.


Tabel 4.5 Kecenderungan Pengetahuan Sebelum Diberikan
Konseling MPASI pada Bayi 0-12 Bulan
No. Rentang Skor Frekuensi Relatif (%) Kriteria
1 18 – 25 0 0% Baik
2 9 – 17 20 61% Cukup
3. 0–8 13 39% Kurang
Total 33 100%
Sumber: Data primer diolah 2019
Berdasarkan tabel kategori di atas, dapat dijelaskan bahwa tidak

ditemukan responden dengan pengetahuan yang baik, 20 responden atau


43

61% dengan tingkat pengetahuan cukup pada interval skor 9 – 17, dan 13

responden atau 39% dengan tingkat pengetahuan redanh pada interval skor

antara 0 – 8. Berdasakan data di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat

pengetahuan sebagaian besar responden sebelum diberikan konseling

MPASI pada bayi 0-12 bulan di Desa Candirejo Ungaran Barat Kabupaten

Semarang tahun 2019 tergolong cukup.

b. Pengetahuan Sesudah Diberikan Konseling MPASI pada Bayi 0-12 Bulan

Hasil kategori data pengetahuan respoden sesudah diberikan

konseling MPASI pada bayi 0-12 bulan di Desa Candirejo Ungaran Barat

Kabupaten Semarang tahun 2019 dapat dilihat pada tabel 4.6.


Tabel 4.6 Kecenderungan Pengetahuan Sesudah Diberikan
Konseling MPASI pada Bayi 0-12 Bulan

No. Rentang Skor Frekuensi Relatif (%) Kriteria


1 18 – 25 20 61% Baik
2 9 – 17 12 36% Cukup
3. 0–8 1 3% Kurang
Total 33 100%
Sumber: Data primer diolah 2019

Berdasarkan tabel kategori di atas, dapat dijelaskan bahwa 20

responden atau 61% dengan pengetahuan yang baik pada interval skor 18

– 25, 12 responden atau 36% dengan tingkat pengetahuan cukup pada

interval skor 9 – 17, dan 1 responden atau 3% dengan tingkat pengetahuan

redah pada interval skor antara 0 – 8. Berdasakan data di atas, dapat

dijelaskan tingkat pengetahuan sebagaian besar responden sesudah

diberikan konseling MPASI pada bayi 0-12 bulan di Desa Candirejo

Ungaran Barat Kabupaten Semarang tahun 2019 tergolong baik.


44

3. Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menggambarkan perbedaan

pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan konseling MPASI pada bayi

umur 0-12 bulan di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten

Semarang tahun 2019. Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap sikap

ibu dalam pemberian MPASI pada bayi usia 0-6 bulan yaitu menggunakan uji

analisis pada 2 kelompok berpasangan dengan skala pengukuran numerik

dengan uji parametrik Paired Samples T-Test.

Langkah-langkah untuk melakukan uji paired samples t-test adalah

dengan melakukan uji normalitas data dengan Saphiro Wilk karena responden

yang dijasikan sampel kurang dari 33 orang. Hasil uji normalitas kedua

variabel dapat dilihat pada pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality
Skor Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
1,00 ,941 33 ,074
Kelompok
2,00 ,962 33 ,300
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Data primer diolah 2019

Berdasarkan hasil uji normalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa

data pengetahuan sebelum diberikan konseling MPASI pada bayi 0-12

bulan diperoh nilai p = 0,074 > 0,05 dan pengetahuan sesudah diberikan

konseling MPASI pada bayi 0-12 bulan diperoh nilai p = 0,300 > 0,05.

Dengan demikian, kedua data berdistribusi normal.


45

Hasil uji normalitas berdistribusi normal dengan p-value > α (0,05),

sehingga uji hipotesis menggunakan uji paired samples t-test. Hasil uji

Paired Samples Test dapat dilihat pada tabel 4.8.


Tabel 4.8 Hasil Uji t dengan Paired Samples Test
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-
Mean Std. Std. 95% Confidence tailed)
Deviation Error Interval of the
Mean Difference
Lower Upper
Sebelum -
Pair 1 8,21212 4,82673 ,84023 9,92361 6,50064 9,774 32 ,000
Sesudah
Sumber: Data primer diolah 2019

Berdasarkan tabel analisis di atas, duperoleh nilai thit = 9,774 dengan

nilai p = 0,000 < 0,01. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa ada

perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan konseling MPASI

pada bayi umur 0-12 bulan di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat

Kabupaten Semarang tahun 2019.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengetahuan Sebelum Diberikan Konseling MPASI

pada Bayi 0-12 Bulan


Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan bahwa tidak ditemukan

responden dengan pengetahuan yang baik, 20 responden atau 61% dengan

tingkat pengetahuan cukup pada interval skor 9 – 17, dan 13 responden

atau 39% dengan tingkat pengetahuan redanh pada interval skor antara 0 –

8. Berdasakan data di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan

sebagaian besar responden sebelum diberikan konseling MPASI pada bayi

0-12 bulan di Desa Candirejo Ungaran Barat Kabupaten Semarang tahun

2019 tergolong cukup.


46

Pengetahan yang cukup mengakibatkan pemberian MP-ASI yang

kurang tepat pada bayi. Pemberian MP-ASI yang salah dapat

mengakibatkan bayi menderita gizi salah, diare dan bahkan ferforasi usus

dan kematian bayi. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih banyak ibu

menyusui yang belum secara tepat memberikan MP-ASI kepada bayinya

Ditemukan 16,9 % bayi sudah diberi MPASI pada umur kurang dari 1

bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pudjiaji (2012) bahwa ibu-ibu

dipedasaan mempunyai kebiasaan memberi MP-ASI pada bulan pertama.

Penelitian Elfrida (2012) mengungkapkan bahwa 64,9 % anak baduta

sudah mendapat MP-ASI sejak dini, yaitu pada umur 1 -3 bulan Kondisi

ini berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian

MP-ASI yang benar dan daya beli orang tua yang rendah.
United Nations Children’s Fund pada tahun 2014 mengemukakan

hasil kajian diamana lebih dari 162 juta anak balita di dunia mengalami

keadaan status gizi stunting. Keadaan Stunting yang terjadi memiliki efek

jangka panjang yang berdampak buruk terhadap kehidupan anak, keluarga,

dan pemerintah dimasa yang akan datang. Stunting bahkan bisa berisiko

tinggi terhadap kematian. Kejadian Stunting di Indonesia berdasarkan data

Riskesdas pada tahun 2010 adalah sebesar 35,6% dan mengalami

peningkatan pada tahun 2013, dimana angka Stunting sebesar 37,2%. Hasil

Pemantauan Status Gizi pada tahun 2015, kejadian stunting nasional

dilihat berdasarkan usia, dimana pada usia 0-23 bulan yang mengalami

stunting sebanyak 23,1% dan 35% pada usia 24-59 bulan. Angka kejadian

stunting di Provinsi Sumatera Barat pada usia 0-23 bulan sebanyak 18,5%
47

dan pada usia 24-59 bulan.


Hasil di atas diperkuat dengan studi pendahuluan yang dilakukan di

Desa Candirejo Pada bulan Maret 2019 dengan jumlah sampel 34 bayi

usia 0-9 bulan yang berkunjung ke posyandu. Berdasarkan hasil

wawancara dengan 10 ibu tentang pemberian makanan pada bayi,

didapatkan sebanyak 6 ibu memberikan MP-ASI yang tidak tepat pada

bayinya. Karena ibu mengatakan bahwa mereka sudah memberikan

makanan pendamping ASI pada usia bayi kurang dari 6 bulan, mereka

memberikan bubur instan yang mereka beli ditoko dantinggal diseduh saja.

Kemudian tidak ada pendamping makanan lain seperti buah dan sayur.

Kemudian 3 ibu mengaku mereka memberikan makanan pada usia 6

bulan, tetapi untuk kelengkapan gizinya kurang seperti tambahan buah dan

sayur dengan pemberian yang teratur, dan 1 ibu mengatakan bahwa dia

memberikan makanan pendamping pada usia 9 bulan, karena mereka

mengatakan bahwa bayi nya susah makanan. Pemberian MP-ASI yang

tidak tepat adalah apabila makanan yang diberikan tersebut tidak sesuai

antara jenis, bentuk, jumlah dan frekuensi pemberian dengan usia bayi.

Selama ini di di desa Candirejoupaya yang dilakukan untuk meningkatkan

pengetahuan tentang pentingnya MP-ASI adalah dengan melakukan

penyuluhan dengan cara ceramah saja di posyandu.

2. Pengetahuan Sesudah Diberikan Konseling MPASI pada Bayi

0-12 Bulan

Berdasarkan hasil analisis, dapat dijelaskan bahwa 20 responden

atau 61% dengan pengetahuan yang baik pada interval skor 18 – 25, 12
48

responden atau 36% dengan tingkat pengetahuan cukup pada interval skor

9 – 17, dan 1 responden atau 3% dengan tingkat pengetahuan redah pada

interval skor antara 0 – 8. Berdasakan data di atas, dapat dijelaskan tingkat

pengetahuan sebagaian besar responden sesudah diberikan konseling

MPASI pada bayi 0-12 bulan di Desa Candirejo Ungaran Barat Kabupaten

Semarang tahun 2019 tergolong baik.

Pada usia 0-6 bulan, bayi diberikan ASI secara eksklusif untuk

memenuhi kebutuhan gizinya. Setelah bayi berumur 6 bulan, kebutuhan

zat gizi bayi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja, oleh sebab itu

diperlukan makanan pendamping ASI (MP-ASI), untuk mencukupi

kebutuhan bayi akan zat gizi tersebut agar pertumbuhan dan

perkembangannya dapat berlangsung dengan optimal. MP-ASI merupakan

makanan peralihan dari ASI ke makanan anak dan dewasa keluarga.

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik

bentuk maupun jumlahnya sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi

(Maria, 2010).

Pemberian MP-ASI yang cukup, baik kualitas dan kuantitasnya

dapat memberikan jaminan terhadap pertumbuhan fisik dan kecerdasan

anak selanjutnya. Terdapat beberapa syarat universal yang harus dipenuhi

MP- ASI antara lain adalah mempunyai komposisi sesuai kebutuhan, baik

zat gizi makro (energi, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro (vitamin

dan mineral). Kandungan protein 1 ,8-4,0 gram per 100 kalori dan lemak

3,3-6,0 gram per 100 kalori. MP-ASI harus mempunyai kepadatan zat gizi
49

yang tinggi, yaitu volume kecil tetapi jumlah zat gizi optimal, mutu

biologis zat gizi tinggi, mudah dicerna dan diabsorbsi,mempunyai mutu

organoleptik baik sesuai dengan perkembangan sensorik anak,aman atau

higienis dan mudah disiapkan (Karmini & Rozanna, 2009). Pola

pemberian MP-ASI harus disesuaikan dengan volume perut bayi. Jenis

makanan dan frekuensi pemberiannya, harus dilakukan secara bertahap

sesuai dengan perkembangan fungsi dan perkembangan alat pencernaan

bayi (Dian Safitri, 2010).

3. Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan konseling

MPASI pada bayi umur 0-12 bulan

Berdasarkan hasil analisis uji Paired Sample Tests diperoleh nilai thit

= 9,774 dengan nilai p = 0,000 < 0,01. Dengan demikian, dapat dijelaskan

bahwa ada perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan

konseling MPASI pada bayi umur 0-12 bulan di Desa Candirejo

Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang tahun 2019.


Perilaku ibu yang baik sangat dibutuhkan selama proses pengenalan

makanan untuk bayi. Ibu diharapkan mau dan teliti untuk memperhatikan

bagaimana cara memperkenalkan makanan yang baik untuk bayi, makanan

yang cocok untuk bayi, kapan waktu pemberianya dan jadwal

pemberiannya. Agar ibu dapat memberikan dengan baik maka perlu

diadakan penyuluhan tentang pengenalan makanan tambahan pada bayi.

Hal ini didasarai oleh rendahnya pengetahuan ibu tentang MPASI pada

bayi umur 0-12 bulan. Hal ini diperkuat dengan lapran penelitian oleh

Menteri pemberdayaan perempuan juga mengatakan sekitar 6,7 juta balita


50

27,3% dari balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi. Kekurangan

gizi tersebut adalah diakibatkan oleh praktik pemberian makanan

pendamping ASI yang tidak tepat. Menurut data stastitik RI.


Riskesda Jawa Tengah pada tahun 2013 prevelensi status gizi balita

menurut berat badan dan umur anak di Provinsi Jawa Tengah adalah: gizi

buruk (4,1%), gizi kurang (13,5%), gizi lebih (3,5%) yang dijelaskan juga

dalam Tribunnews (2014) untuk kota Semarang bahwa masih ditemukan

kasus gizi buruk pada tahun 2013 yaitu sebanyak 32 kasus anak balita,

sedangkan jumlah anak yang kekurangan gizi sepanjang tahun 2012 adalah

1091 kasus dan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebanyak 2013

kasus, angka kejadian gizi kurang tertinggi terjadi di wilayah kerja

PuskesdesCandirejodimana balita yang mengalami gizi kurang sebanyak

25,9% dan angka ini lebih tinggi dari rata-rata prevalensi stunting

nasional. Menurut kajian UNICEF Indonesia terdapat berbagai hambatan

yang menyebabkan tingginya angka kejadian stunting di Indonesia.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya kejadian stunting

diantaranya adalah pengetahuan yang kurang dan praktek-praktek terkait

gizi yang tidak memadai.


Pemberian makan yang kurang tepat adalahdengan memberikan

intervensi terhadap Ibu.Intervensi gizi merupakan bagian dari

programterpadu pengembangan anak usia dini (UNICEF Indonesia, 2012).

Konseling tentang pertumbuhandan pemberian makan pada bayi

merupakan salah satu bentuk intervensi yang dapat mengurangi praktik

dan sikap gizi yang tidak tepat akibat rendahnya pengetahuan tentang gizi
51

yang dimiliki Ibu. Konseling merupakan pendekatan komunikasi

interpersonal yang sering digunakan dalam peningkatan pengetahuan dan

perubahan sikap kesehatan (Nurhayati, 2007).


Konseling tersebut biasa dilakukan di mejaempat posyandu dan

pojok gizi di Puskesmas. Peningkatan pengetahuan dan sikap tentang gizi

secara signifikan terjadi pada kelompok ibuyang mendapatkan konseling

(Hestuningtyas,2013). Penelitian lain oleh Nikmawati, dkk. (2010)

menyebutkan bahwa rata-rata pengetahuan gizi pada Ibu yang

mendapatkan konseling lebih besar dari pada Ibu pada kelompok kontrol.

Intervensi berisi stimulus akan merubah perilaku seseorang.Terbentuknya

perilaku kesehatan tersebut dimulai dari tahap kognitif, yaitu seseorang

tahu terhadap stimulus yang diberikan berupa materi dan menimbulkan

pengetahuan baru. Proses selanjutnya adalah terjadi respon dalam batin

dalam bentuk sikap. Pada akhirnya, stimulus tersebut akan disadari

sepenuhnya dan menimbulkan respon yang lebih jauh dan ditunjukkan

dalam bentuk tindak tau sikap.

Anda mungkin juga menyukai