Fakultas Kedokteran
RSUD A.W. Sjahranie Samarinda
ANTI DEPRESAN
Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nyalah makalah refleksi kasus mengenai Depresi ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah kasus ini disusun dari berbagai referensi ilmiah dengan
tujuan menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, antara lain :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku pembimbing makalah kasus ini yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
2. Dosen-dosen Laboratorium Ilmu Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman lainnya yang telah membimbing kami selama periode
kepaniteraan klinik.
4. Teman-teman dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan
pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tentunya karya tulis ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah kasus Depresi ini.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Hal
2. ISI ……………...……………………………………………………………. 6
2.1 Depresi ……...……………………………………………………………….. 6
2.1.1 Definisi Depresi ………………..……………………………………………. 6
2.1.2 Etiologi Depresi ……………………………………………………………... 6
2.1.3 Gambaran Klinis………...…………………………………………………… 9
2.1.4 Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis ..……………………………… 11
2.2 Terapi ………….…………………………………………….…………….. 13
2.3 Pencegahan ...……………………………………………………………… 20
Kasus …………………..………………………………………..………… 22
p-Treatment …………………..………………………………..………… 23
3. Penutup ……………………………………………………….…………… 34
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
4
meningkatkan mood atau dikenal sebagai antidepressan. Hingga kini terdapat
berbagai golongan antidepressan seperti golongan trisiklik, MAOI, serta SNRI.
5
Banyaknya pilihan antidepressan ini merupakan hal baik sekaligus memberikan
tantangan bagi para klinisi. Masalah yang sering dihadapi oleh klinisi adalah
kesulitan dalam menentukan antidepressan yang sesuai dengan pasien dan
memberikan efek terapeutik yang baik dengan meminimalkan cost dan efek samping.
Oleh karena itulah diperlukan keterampilan dan pengetahuan yang baik dari klinisi
terhadap berbagai jenis anti depressan berikut dengan mekanisme kerja, harga jual,
dan efek samping yang mungkin ditimbulkan sehingga mampu secara efektif
menurunkan keluhan dari pasien.
1. 2 Tujuan
1. Mengetahui gejala klinis dan kriteria diagnostik pasien dengan gangguan mood
depresi
2. Mengetahui terapi non farmakologi dan farmakologi meliputi antidepressan
yang diberikan pada pasien dengan gangguan mood depresi
3. Mempelajari dan mengasah kemampuan p-treatment dengan kasus pasien
dengan gangguan mood depresi
BAB II
6
ISI
2.1. Depresi
2.1.1. Definisi Depresi
Pada kondisi seseorang stres yang berkepanjangan dan tak pernah
terselesaikanmenyebabkan seseorang mengalami depresi. Depresi merupakan satu
masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih
dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya,
serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai
oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan
afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010).
a. Faktor Biologi
Norepinefrin.
Aktivasi dari reseptor adrenergic-alfa 2 dapat menyebabkan penurunan dari
jumlah norepinefrin yang dikeluarkan. Adanya noradrenergic yang hamper murni,
obat antidepresan yang efektif secara kliinis, sebagai contoh, desipramine mendukung
lebih lanjut peranan norepinefrin di dalam patofisiologi sekurangnya gejala depresi
(Kaplan, 2010)
Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam
patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi
adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan
konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin
7
menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang
meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion,
menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Serotonin
Dengan efek yang telah diberikan oleh Serotonin Specific Reuptake Inhibitors
(SSRIs) sebagai contoh, fluoxetine dalam pengobatan depresi, serotonin telah
menjadi neurotransmitter amin biogenic yang paling sering dihubungkan dengan
depresi. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan beberapa pasien yang
bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan cerebrospinal
yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan di trombosit (Kaplan, 2010).
Dopamin
Walaupun norepinefrin dan serotonin merupakan amin biogenic yang paling
sering dihubungkan dengan patofisiologi depresi, dopamine juga telah diperkirakan
memiliki peranan dalam depresi. Data menyatakan bahwa aktivitas dopamin mungkin
menurun pada depresi. Obat yang menurunkan dopamin sebagai contoh, reserpine
dan penyakit yang menurunkan konsentrasi dopamine (sebagi contoh, Parkinson)
adalah disertai dengan gejala depresif (Kaplan, 2010).
B. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental yang pada
umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah
hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara,
penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan
penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang
mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan,
8
kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan,
2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip
Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan
melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi
diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk
melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita
atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda
dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan
orang yang berkabung tidak demikian. Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan
binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-
ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari.
Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang
menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010).
9
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan
distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang
negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut
menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010).
10
Kriteria Gangguan depresif berat, episode tunggal
a. Adanya satu episode depresif berat.
b. Episode depresif berat sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan
skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak
tergolongkan.
c. Tidak pernah ada episode manik, episode hipomanik dan episode campuran
(Sadock, 2010).
Kriteria gangguan depresif berat berulang
a. Adanya dua atau lebih episode depresif berat. (catatan: dianggap episode yang
berbeda harus ada interval setidaknya 2 bulan berturut-turut yang tidak
memenuhi kriteria episode depresif berat)
b. Episode depresif berat sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan
skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak
tergolongkan.
c. Tidak pernah ada episode manik, episode hipomanik dan episode campuran
(Sadock, 2010).
Gejala Depresif :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna, bahkan pada episode ringan
sekalipun
d. Pandangan masa depan suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Nafsu makan berkurang
Gejala "Somatik”
a. Kehilangan minat atau kesenangan terhadap kegiatan yang biasanya dapat
dinikmati
b. Tidak bereaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
menyenangkan
c. Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari biasanya
11
d. Depresi lebih parah pada pagi hari
e. Bukti obyektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata
f. Kehilangan nafsu makan secara mencolok
g. Penurunan berat badan 5 persen atau lebih dari berat badan bulan terakhir
h. Penurunan libido yang mencolok.
2.1.4 Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis
Gangguan depresi ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD 10
(International ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala
serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim,2013).
a. Gejala Utama
Afek depresif
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyta sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
b. Gejala Lain
Konsentrasi dan perhatian menurun
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagagsan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
Gangguan tidur
Nafsu makan menurun
Pedoman Diagnostik
F32.0 Episode Depresif ringan
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Hanya sedikit kesulitas dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukan
12
F32.1 Episode Depresif Sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan yang nyata dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
yang biasa dilakukan, pekerjaan, dan urusan rumah tangga
13
2.2 Terapi
14
Antidepresan Trisiklik (TCA) bekerja dengan menghambat reuptake serotonin
dan norepinefrin secara tidak selektif di dalam otak (Kando et al., 2005). Efek
samping yang paling sering ditimbulkan oleh antidepresan trisiklik yaitu sedasi,
mulut kering, konstipasi, pandangan buram, retensi urin, takikardi, kerusakan
konduksi kardiak (Unutzer, 2007). Efek antikolinergik ini timbul akibat adanya
blokade reseptor kolinergik oleh antidepresan trisiklik (Kando et al., 2005).
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Golongan trisiklik ini dapat
dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder
(nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari
ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin
sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan
tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang
murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik
(Kaplan, 2010).
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di
otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat
reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada
sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan
norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal, 2007).
b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan
ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik
(Arozal, 2007). Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam
pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat
menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari
makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat
menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan
15
mengganggu metabolisme obat di hati. (Kaplan, 2010). MAOI meningkatkan
konsentrasi dari norepinefrin, serotonin, dan dopamin dalam neuronal sinapse melalui
inhibisi dari MAO enzim. Gambarannya mirip dengan yang ditunjukkan oleh TCA,
terapi kronis yang menyebabkan perubahan sensitivitas reseptor (yaitu, dari
downregulation B-adrenergik, L-adrenergik dan reseptor serotonergik) (Kando et al.,
2005).
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada
gangguan depresif berat selain golongan trisiklik (Kaplan, 2010). Obat ini merupakan
golongan obat yang secara spesifik menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin
di dalam otak (Kando et al., 2005). SSRI memiliki efikasi yang setara dengan TCA
pada penderita depresi mayor. SSRIs dapat diberikan kepada pasien depresi yang
tidak berespon terhadap TCA. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram
dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik
ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena
kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan
histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin
secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang,
kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital (Arozal, 2007).
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama
dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake
norepinefrin (NIMH, 2002). Antidepresan golongan Serotonin/Norepinefrin Reuptake
Inhibitor (SNRI) misalnya vanlafaksin, duloksetin, dan milnasipran bekerja dengan
jalan mengeblok transporter monoamin secara lebih selektif daripada antidepresan
trisiklik, tidak menimbulkan efek konduksi jantung sebagaimana yang tidak
ditimbulkan oleh antidepresan trisiklik. Aksi ganda antidepresan ini mempunyai
16
efikasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi
remisi pada depresi yang parah (Kendo et al., 2005).
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa
alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan
keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini
(Mann, 2005).
17
yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja
yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan
depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan
farmakoterapi.
a. Terapi perilaku cognitif (Cognitif Behavioral Therapy, CBT)
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan
pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi
ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif (Kaplan, 2010).
Dalam sebuah analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku
kognitif memiliki efek yang sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi
berat bagi banyak pasien. Sebagian besar keberhasilan terapi psikologis tergantung
pada keterampilan terapis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku
kognitif dengan antidepresan memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien,
khususnya untuk dhsthymia (depresi kronis). Bukti medis juga telah menemukan
bahwa manfaat dari terapu kognitif bertahan setelah perawatan telah berakhir. Terapi
perilaku kognitif telah terbukti untuk membantu mencegah untuk mencegah upaya
bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan riwayat perilaku bunuh diri
(Ikawati, 2011). Menurut Ikawati (2011) terapi kognitif mungkin sangat bermanfaat
bagi pasien berikut:
18
memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala
depresif sekarang (Kaplan, 2010).
Mendasarkan sebagian pada teori psikodinamik, terapi interpersonal mengakui
adanya akar depresi pada masa kanak-kanak, tetapi terapi tetap berfokus pada gejala
dan masalah-masalah pada saat ini yang mungkin menyebabkan gangguan depresi.
IPT tidak sebegitu spesifik seperti terapi kognitif atau perilaku. Terapis berusaha
untuk mengalihkan perhatian pasien, yang telah terdistordi oleh depresi, mengenai
interaksi sosial pasien dan keluarga sehari-harinya secara rinci. Tujuan dari metode
pengobatan ini adalah meningkatkan keterampilan komunikasi dan peningkatan harga
diri dalam waktu singkat (3-4 bulan janji dengan pertemuan setiap minggu). Diantara
bentuk depresi yang dapat diatasi dengan IPT adalah depresi yang disebabkan adanya
suasana berkabung, konflik terpendam dengan orang-orang yag memilki hubungan
yang dekat perubahan besar dalam hidup, dan keadaan terisolasi. Sebuah studi
metaanalisa dari 13 hasil penelitian ysng dilakukan pada kisaran 1974-2002
menunjukkan bahwa dalam 9 penelitian, IPT lebih unggul dengan plasebo. Selain itu,
IPT lebih efektif daripada CBT. Namun kombinasi IPT dan obat-obatan tidak secara
signifikan lebih efektif dibandingkan monoterapi obat untuk terapi akut atau terapi
pencegahan (Ikawati, 2011).
19
3. Pada pasien depresi berat yang tidak bisa menggunakan antidepresan.
4. Mania berat yang tidak berespon terhadap pengobatan. Gejala mania parah
antara lain termasuk agitasi, kebingungan, halusinasi atau delusi.
2.3 Pencegahan
Beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi atautidak datang kembali
adalah sebagai berikut (Dirgayunita, 2016):
1. Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apayang bisa kita
lakukan.
2. Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kitamelakukan suatu
kesalahan atau mengalami kegagalan.
3. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lainataupun kehidupan orang
lain.
4. Pikirkan untuk menyimpan keputusan besarsampai sembuh dari depresi, seperti
menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah. Bicarakanlah dengan teman,
20
professiona(psikolog, konselor atau psikiater)atau orang yang kitasayangi atau
kita anggap mampu membantu untuk melihatgambaran besarnya.
5. Dukungan keluarga, social dengan mengatakan jika kitamengalami masalah
atau sedang mengalami depresi.
6. Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor
7. Tidak terlalu menyesali suatu kejadian, bersikap tenang dan tidak mudah marah
8. Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikirpositif.
9. Tidak menyendiri, menjauhi diri dari pergaulan, lebih bersosialisasi, melakukan
aktivitas dengan lingkungan sekitar
10. Lebih religious, mendekatkan diri kepada Tuhan YME
21
KASUS
Ibu Mawar (38 tahun) datang dengan keluhan kesulitan tidur yang dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu. Pasien kesulitan tidur dan sering terjaga pada malam hari.
Jika terbangun, sulit untuk tidur lagi. Pasien mengaku tidak pernah tidur di waktu
lainnya, seperti tidur siang atau tidur sore. Kesulitan tidur yang dialami pasien mulai
muncul saat suaminya pergi dari rumah dan sudah 1 tahun ini tidak pernah pulang
kerumah dikarenakan menikah dengan wanita lain, hal ini baru diketahui 2 bulan
yang lalu sehingga meninggalkan pasien bersama ketiga anaknya sendiri. Anak
pertama perempuan bernama Ani (14 tahun) dan 2 orang adik cowoknya yang kembar
bernama Aldi (9) dan Aldo (9). Selain gangguan tidur, nafsu makan pasien juga ikut
menurun. Pasien merasakan dirinya sekarang amat lelah dan lesu serta tidak
bertenaga. Dahulu pasien sering mengikuti berbagai kegiatan seperti arisan, PKK, dan
lainnya namun pasien saat ini mengaku tidak berkeinginan melakukannya kembali.
Pasien juga mengaku enggan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga dan
mengurus anak-anaknya, tidak nafsu makan sehingga akhir-akhir ini mengalami
penurunan berat badan, merasa takut apakah dirinya dapat bertahan tanpa kehadiran
suaminya, kemudian dia merasa menjadi istri yang gagal dan tidak berguna bagi
keluarganya, serta sering merasa sedih dan kesepian. Pasien mengaku tidak pernah
mendengar bisikan-bisikan, mencium bau tidak sedap maupun melihat bayangan aneh
serta menyangkal adanya keinginan bunuh diri. Pada pemeriksaan psikiatri
didapatkan penampilan cukup rapi, kooperatif, kontak verbal (+) dan visual (+).
Emosi labil, waham (-), persepsi halusinasi (-), ilusi (-), psikomotor menurun.
22
A. P-Treatment
1. Penentuan Problem Pasien
Masalah utama : Gangguan tidur, yang berasal dari masalah keluarga, suami
jarang pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas gangguan depresi sedang
Masalah tambahan:
2. Pemilihan Terapi
Advise:
23
Terapi Kognitif dengan terapis dan pasien dengan tujuan untuk meringankan
gejala depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien
mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif terhadap dirinya,
mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan postif serta melatih
respons perilaku dan kognitif yang baru
Terapi Keluarga dimana keluarga berperan dalam mengurangi dan
menghadapi stress, serta mencegah adanya kekambuhan. Terapi keluarga
mulai diindikasikan akibat adanya faktor keluarga sebagai penyebab depresi
pasien.
Terapi Spiritual agar pasien lebih tenang dalam menjalani hidup.
Menghindari diri dari faktor stressor.
Terapi Farmakologis
24
Farmakokinetik berkemih, edema, lithium, kelainan
tremor. Toksik: jantung, ginjal
A: di GIT
hiperpireksia, hipertensi, dan thyroid,
D:Disidtribusi luas dan konvulsi, koma. hamil dan
berikatan dengan protein Keracunan: gangguan laktasi.
plasma konduksi, aritmia.
E: melalui urin
SNRI ++ +++ ++ +
Farmakokinetik
jantung.
25
A:
D:
M: dimetabolisasi secara
ekstensif di hati melalui
isoenzim CYP2D6 menjadi O
desmetilvenlafaksin
(desvenlafaksin).
E:
M: Di metabolism di hati
menjadi bentuk aktif
E: via urine
Atipikal ++ ++ ++ +
(lainnya)
FD: menghambat ambilan ES: mulut kering, mual, KI: Penyakit
26
serotonin di saraf, ambilan muntah, konstipasi, hati, penyakit
norepinefrin dan dopamine retensi urin, hipotensi jantung,
tidak dipengaruhi. ortostatik, takikardi myocard infark,
epilepsy,
FK: A: di absorpsi di GIT
gangguan renal,
dipengaruhi makanan
diskrasia,
D: plasma konsentrasi setelah
2 jam
M: Di metabolisme dihati
dalam bentuk aktif
E: di urine
Pada dasarnya semua obat anti depresi mempunyai efek primer (klinis/ efikasi)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping. Dipilih
golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal karena kurang memberikan
pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik atau histaminergik. Selain itu,
spectrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal
dose tinggi sehingga relatif aman.
Sertraline +++ + ++ ++
27
dopamine), penurunan berat badan, Hipersensitivitas, Antipres
ansietas, insomnia, penggunaan
FK: A: diabsorpsi lambat di Rp. 255.000/
halusinasi, ortostatik bersamaan
GIT, puncak kadar plasma 4,5 50mgx3 x10
hipotensi, retensi urine, dengan MAOI
-8,4 jam.
gangguan menstruasi dan Fatral
D: didistribusi luas di tubuh, jarang: eritema, dan
Rp. 255.000 /
iikatan proteinnya 98% pancreatitis
50mgx30
M: di metabolism di hati, t ½ Keamanan Ibu Hamil : C
Fridep
26 jam
Rp.247.500/5
E: di urine dan feses
0mgx30
Iglodep
Rp.246.000/5
0mgx3x10
Paroxetine +++ + ++ -
Farmakodinamik:
Menghambat secara spesifik
menghambat ambilan
serotonin.
28
Fluvoxamine +++ + + +
29
Farmakodinamik: 22.000/20mg
menghambat secara spesifik x30
ambilan serotonin
Elizac
Rp.
120.000/20m
gx5x6
Citalopram +++ + ++ -
Farmakodinamik:
bekerja dengan
menghambatan secara
spesifik ambilan dari
serotonin
30
Dipilih fluoxetine karena efek samping obat hampir sama pada setiap golongan SSRI
tetapi fluoxetin lebih minimal dan costnya lebih murah daripada obat golongan SSRI
yang lain. Efikasi dan kontra indikasi dari semua obat golongan SSRI hampir sama.
3. Pemberian terapi
Non farmakologis:
Farmakologis
Informasi Penyakit
31
Depresi merupakan suatu gangguan mood ditandai dengan gajala utama yaitu
afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi
dan gejala tambahan yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan berkurang, gangguan tidur, serta nafsu makan berkurang. Depresi
sendiri terbagi menjadi tiga derajat yaitu derajat ringan, sedang, dan berat.
Pada pasien ini terjadi depresi ringan
Telah dikatakan gangguan depresi apabila terjadi selama 2 minggu atau lebih,
walau tidak selalu tetapi biasanya di cetuskan oleh suatu masalah. Dan dengan
adanya gangguan ini maka penderita tidak dapat beraktivitas seperti
sebelumnya.
Informasi terapi
32
Bila timbul efek samping yang berat segera kembali ke dokter jangan
menghentikan obat sendiri karena penggunaan obat ini perlu penurunan secara
perlahan
Apabila gejala masih bertahan atau bertambah parah setelah pengobatan
selama 2 minggu konsultasikan kepada dokter untuk kemungkinan dirujuk
kepada dokter Spesialis Kesehatan Jiwa
BAB III
PENUTUP
33
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
34
Dirgayunita, A. (2016). Depresi : Ciri, Penyebab, dan Penanganannya. Journal An-
nafs: Kajian dan Penelitian Psikologi , 1 (1), 11-12.
Ikawati, Zullies. 2011. Farmakoterapi Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Kando, J.C., Wells, B.G., and Hayes, P.E. 2005. Pharmacoterapy APathophysiologic
Approach: Depressive Disorders, 6th Ed. Vol. 2, 1235-1253. Appleton and
Lange.
Unutzer, J. 2009. Late-Life Depression, The New England Journal of Medicine. Vol.
3 No. 22, 2269-2276.
35