Anda di halaman 1dari 35

Laboratorium Farmakologi

Fakultas Kedokteran
RSUD A.W. Sjahranie Samarinda

ANTI DEPRESAN

Disusun Oleh:

Aris Indrawan NIM. 1810029035


Wisika Cakra Pradipta NIM. 1810029036
Dian Kurnia Dwi Saputri NIM. 1810029037

Dipresentasikan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium farmakologi
FK UNMUL
Samarinda
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nyalah makalah refleksi kasus mengenai Depresi ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah kasus ini disusun dari berbagai referensi ilmiah dengan
tujuan menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, antara lain :

1. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku pembimbing makalah kasus ini yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
2. Dosen-dosen Laboratorium Ilmu Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman lainnya yang telah membimbing kami selama periode
kepaniteraan klinik.
4. Teman-teman dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan
pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tentunya karya tulis ini sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah kasus Depresi ini.

Samarinda, 4 Agustus 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ………………......................................................................... 1


DAFTAR ISI ………………....................................................................................... 2
1. PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 3
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………. 3
1.2 Tujuan …………...………………………………………………………… 4

2. ISI ……………...……………………………………………………………. 6
2.1 Depresi ……...……………………………………………………………….. 6
2.1.1 Definisi Depresi ………………..……………………………………………. 6
2.1.2 Etiologi Depresi ……………………………………………………………... 6
2.1.3 Gambaran Klinis………...…………………………………………………… 9
2.1.4 Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis ..……………………………… 11
2.2 Terapi ………….…………………………………………….…………….. 13
2.3 Pencegahan ...……………………………………………………………… 20
Kasus …………………..………………………………………..………… 22
p-Treatment …………………..………………………………..………… 23

3. Penutup ……………………………………………………….…………… 34

DAFTAR PUSTAKA ………..………………………………………...…………. 35

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Gangguan mood meruapakan salah satu gangguan psikiatrik yang cukup


banyak terjadi di Indonesia. Gangguan mood adalah kelompok klinis yang ditandai
oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Mood bisa mengalami peningkatan (mania), penurunan (depresi), ataupun keduanya
(bipolar). Gejala dan tanda yang ditunjukkan oleh masing-masing mood ini berbeda
satu sama lain.
Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang paling sering terjadi.
Sedikitnya terdapat 350 juta orang di dunia mengalami depresi dalam hidupnya dan
17% pasien yang berkunjung ke dokter merupakan pasien depresi dengan keluhan
baik fisik maupun somatik (WHO, 2012). Di Indonesia, berdasarkan data dari
Riskesdas tahun 2007 menunjukkan jika terdapat 11,6% pupulasi orang dewassa yaitu
sekitar 1.740.000 orang mengalami gangguan mental emosional seperti gangguan
kecemasan dan depresi. Angka kejadian ini cenderung meningkat sejalan dengan
pertambahan usia, stressor psikososial, ataupun akibat penyakit kronis yang semakin
beragam.
Pada depresi, pasien akan mengalami beberapa keadaan, seperti gelisah atau
perasaan tegang dan cemas, merasa mudah lelah, sulit berkonsentrasi, iriatbilitas,
gangguan otot, penurunan nafsu makan, gangguan tidur, dan ide bunuh diri. Depresi
merupakan gangguan mood yang dapat menyebabkan keterbatasan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari dari tingkat ringan hingga berat. Hal ini dapat dihindari jika
penderita mendapat terapi yang tepat.
Terapi bagi penderita depresi dapat berupa terapi non farmakologi yang di
barengi dengan terapi farmakologi berupa obat-obatan yang berguna untuk

4
meningkatkan mood atau dikenal sebagai antidepressan. Hingga kini terdapat
berbagai golongan antidepressan seperti golongan trisiklik, MAOI, serta SNRI.

5
Banyaknya pilihan antidepressan ini merupakan hal baik sekaligus memberikan
tantangan bagi para klinisi. Masalah yang sering dihadapi oleh klinisi adalah
kesulitan dalam menentukan antidepressan yang sesuai dengan pasien dan
memberikan efek terapeutik yang baik dengan meminimalkan cost dan efek samping.
Oleh karena itulah diperlukan keterampilan dan pengetahuan yang baik dari klinisi
terhadap berbagai jenis anti depressan berikut dengan mekanisme kerja, harga jual,
dan efek samping yang mungkin ditimbulkan sehingga mampu secara efektif
menurunkan keluhan dari pasien.

1. 2 Tujuan
1. Mengetahui gejala klinis dan kriteria diagnostik pasien dengan gangguan mood
depresi
2. Mengetahui terapi non farmakologi dan farmakologi meliputi antidepressan
yang diberikan pada pasien dengan gangguan mood depresi
3. Mempelajari dan mengasah kemampuan p-treatment dengan kasus pasien
dengan gangguan mood depresi

BAB II

6
ISI

2.1. Depresi
2.1.1. Definisi Depresi
Pada kondisi seseorang stres yang berkepanjangan dan tak pernah
terselesaikanmenyebabkan seseorang mengalami depresi. Depresi merupakan satu
masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih
dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya,
serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai
oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan
afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010).

2.1.2 Etiologi Depresi


Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Banyak usaha
untuk mengenali suatu penyebab gangguan biologis atau psikososial untuk depresi
(Kaplan 2010).

a. Faktor Biologi
 Norepinefrin.
Aktivasi dari reseptor adrenergic-alfa 2 dapat menyebabkan penurunan dari
jumlah norepinefrin yang dikeluarkan. Adanya noradrenergic yang hamper murni,
obat antidepresan yang efektif secara kliinis, sebagai contoh, desipramine mendukung
lebih lanjut peranan norepinefrin di dalam patofisiologi sekurangnya gejala depresi
(Kaplan, 2010)
Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam
patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi
adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan
konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin

7
menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang
meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion,
menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).

 Serotonin
Dengan efek yang telah diberikan oleh Serotonin Specific Reuptake Inhibitors
(SSRIs) sebagai contoh, fluoxetine dalam pengobatan depresi, serotonin telah
menjadi neurotransmitter amin biogenic yang paling sering dihubungkan dengan
depresi. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan beberapa pasien yang
bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan cerebrospinal
yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan di trombosit (Kaplan, 2010).

 Dopamin
Walaupun norepinefrin dan serotonin merupakan amin biogenic yang paling
sering dihubungkan dengan patofisiologi depresi, dopamine juga telah diperkirakan
memiliki peranan dalam depresi. Data menyatakan bahwa aktivitas dopamin mungkin
menurun pada depresi. Obat yang menurunkan dopamin sebagai contoh, reserpine
dan penyakit yang menurunkan konsentrasi dopamine (sebagi contoh, Parkinson)
adalah disertai dengan gejala depresif (Kaplan, 2010).

B. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental yang pada
umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah
hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara,
penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan
penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang
mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan,

8
kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari
episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor
lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan
bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan,
2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip
Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan
melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi
diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk
melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita
atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda
dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan
orang yang berkabung tidak demikian. Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan
binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-
ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari.
Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang
menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010).

9
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan
distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang
negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut
menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010).

2.1.3. Gambaran Klinis


 Kriteria Episode Depresif Berat
a. Lima atau lebih gejala di bawah telah ada selama periode waktu dua minggu dan
menunjukkan perubahan fungsi sebelumnya; setidaknya satu gejalanya adalah
mood menurun atau kehilangan minat/kesenangan. Tidak boleh memasukkan
gejala yang sudah jelas diakibatkan oleh kondisi medis umum, atau waham, atau
halusinasi yang tidak kongruen mood.
1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan oleh pengamatan sendiri maupun oranglain.
2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua aktivitas, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang
ditunjukkan laporan subjektif atau pengamatan orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat
badan bertambah, atau menurun maupun meningkatnya nafsu makan
hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari.
6. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan
hampir setiap hari.
8. Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau keragu-raguan
hampir setiap hari.
9. Pikiran berulang mengenai kematian, gagasan bunuh diri berulang tanpa
suatu rencana yang spesifik, atau upaya bunuh diri atau rencana spesifik
untuk melakukan bunuh diri.
b. Gejala tidak memenuhi kriteria gejala campuran
c. Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain.
d. Gejala tidak disebabkan oleh fungsi fisiologis zat tertentu.
e. Gejala sebaiknya tidak disebabkan berkabung (Sadock, 2010).

10
 Kriteria Gangguan depresif berat, episode tunggal
a. Adanya satu episode depresif berat.
b. Episode depresif berat sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan
skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak
tergolongkan.
c. Tidak pernah ada episode manik, episode hipomanik dan episode campuran
(Sadock, 2010).
 Kriteria gangguan depresif berat berulang
a. Adanya dua atau lebih episode depresif berat. (catatan: dianggap episode yang
berbeda harus ada interval setidaknya 2 bulan berturut-turut yang tidak
memenuhi kriteria episode depresif berat)
b. Episode depresif berat sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan
skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak
tergolongkan.
c. Tidak pernah ada episode manik, episode hipomanik dan episode campuran
(Sadock, 2010).
Gejala Depresif :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan perasaan bersalah dan tidak berguna, bahkan pada episode ringan
sekalipun
d. Pandangan masa depan suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Nafsu makan berkurang
Gejala "Somatik”
a. Kehilangan minat atau kesenangan terhadap kegiatan yang biasanya dapat
dinikmati
b. Tidak bereaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya
menyenangkan
c. Bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari biasanya

11
d. Depresi lebih parah pada pagi hari
e. Bukti obyektif dari retardasi atau agitasi psikomotor yang nyata
f. Kehilangan nafsu makan secara mencolok
g. Penurunan berat badan 5 persen atau lebih dari berat badan bulan terakhir
h. Penurunan libido yang mencolok.
2.1.4 Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosis
Gangguan depresi ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang merujuk pada ICD 10
(International ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi berat, sedang, dan ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala
serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Maslim,2013).
a. Gejala Utama
 Afek depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyta sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
b. Gejala Lain
 Konsentrasi dan perhatian menurun
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagagsan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan membahayakan diri atau bunuh diri
 Gangguan tidur
 Nafsu makan menurun

Pedoman Diagnostik
F32.0 Episode Depresif ringan
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
 Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
 Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
 Hanya sedikit kesulitas dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukan

12
F32.1 Episode Depresif Sedang
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
 Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
 Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
 Menghadapi kesulitan yang nyata dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
yang biasa dilakukan, pekerjaan, dan urusan rumah tangga

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa gejala Psikotik


 Semuda 3 gejala utama depresi harus ada
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
 Bila ada gejala penting (misalnya agitas atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu melaporkan
banyak gejala secara terperinci. Dalam hal ini, penilaian secara menyeluruh
terhadap depresif berat masih dapat dibenarkan.
 Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu,
tetapi gejala amat berat dan beronset cepat, maka dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
 Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, atau urusan rumah tangga. Kecuali pada taraf sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan gejala Psikotik


 Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
 Disertai dengan waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biassanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan waham atau
halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek
(mood congruent).

13
2.2 Terapi

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada sejumlah


tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik
yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus
dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien
selanjutnya (Kaplan, 2010).
Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik.
Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah
psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons
yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka
waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial
pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu (NIMH, 2002).
2.2.1 Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan bahwa pasien
individual mungkin berespons terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga
merupakan dasar untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan
(Kaplan, 2010).
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake
sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk
menormalkan neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan
norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi
dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem
neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan dibahas adalah
antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua
(SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) (Arozal, 2007).
a. Trisiklik

14
Antidepresan Trisiklik (TCA) bekerja dengan menghambat reuptake serotonin
dan norepinefrin secara tidak selektif di dalam otak (Kando et al., 2005). Efek
samping yang paling sering ditimbulkan oleh antidepresan trisiklik yaitu sedasi,
mulut kering, konstipasi, pandangan buram, retensi urin, takikardi, kerusakan
konduksi kardiak (Unutzer, 2007). Efek antikolinergik ini timbul akibat adanya
blokade reseptor kolinergik oleh antidepresan trisiklik (Kando et al., 2005).
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat. Golongan trisiklik ini dapat
dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder
(nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne). Dari
ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin
sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan
tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang
murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik
(Kaplan, 2010).
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di
otak. Secara biokimia, obat amin sekunder diduga bekerja sebagai penghambat
reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada
sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat kekurangan
norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat
kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal, 2007).
b. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan
ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria, akibatnya kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik
(Arozal, 2007). Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam
pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat
menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari
makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat
menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan

15
mengganggu metabolisme obat di hati. (Kaplan, 2010). MAOI meningkatkan
konsentrasi dari norepinefrin, serotonin, dan dopamin dalam neuronal sinapse melalui
inhibisi dari MAO enzim. Gambarannya mirip dengan yang ditunjukkan oleh TCA,
terapi kronis yang menyebabkan perubahan sensitivitas reseptor (yaitu, dari
downregulation B-adrenergik, L-adrenergik dan reseptor serotonergik) (Kando et al.,
2005).
c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada
gangguan depresif berat selain golongan trisiklik (Kaplan, 2010). Obat ini merupakan
golongan obat yang secara spesifik menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin
di dalam otak (Kando et al., 2005). SSRI memiliki efikasi yang setara dengan TCA
pada penderita depresi mayor. SSRIs dapat diberikan kepada pasien depresi yang
tidak berespon terhadap TCA. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram
dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung data
penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik
ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena
kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan
histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin
secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang,
kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital (Arozal, 2007).
d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama
dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat dari reuptake
norepinefrin (NIMH, 2002). Antidepresan golongan Serotonin/Norepinefrin Reuptake
Inhibitor (SNRI) misalnya vanlafaksin, duloksetin, dan milnasipran bekerja dengan
jalan mengeblok transporter monoamin secara lebih selektif daripada antidepresan
trisiklik, tidak menimbulkan efek konduksi jantung sebagaimana yang tidak
ditimbulkan oleh antidepresan trisiklik. Aksi ganda antidepresan ini mempunyai

16
efikasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi
remisi pada depresi yang parah (Kendo et al., 2005).
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa
alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi dengan
keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini
(Mann, 2005).

Gambar 2.1. Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama

2.2.2 Terapi Non Farmakologis


Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam pengobatan depresif
berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku (Kaplan, 2010).
NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan
sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons

17
yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja
yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan
depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan
farmakoterapi.
a. Terapi perilaku cognitif (Cognitif Behavioral Therapy, CBT)
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang memusatkan
pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi
ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif (Kaplan, 2010).
Dalam sebuah analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku
kognitif memiliki efek yang sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi
berat bagi banyak pasien. Sebagian besar keberhasilan terapi psikologis tergantung
pada keterampilan terapis. Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku
kognitif dengan antidepresan memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien,
khususnya untuk dhsthymia (depresi kronis). Bukti medis juga telah menemukan
bahwa manfaat dari terapu kognitif bertahan setelah perawatan telah berakhir. Terapi
perilaku kognitif telah terbukti untuk membantu mencegah untuk mencegah upaya
bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan riwayat perilaku bunuh diri
(Ikawati, 2011). Menurut Ikawati (2011) terapi kognitif mungkin sangat bermanfaat
bagi pasien berikut:

1. Pasien dengan depresi atipikal.


2. Remaja dengan gejala depresi berat ringan.
3. Wanita dengan depresi postpartu, non –psikotik.
4. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan dalam kasus ini, terapi harus
melibatkan seluruh keluarga.

b. Terapi interpersonal (IPT)


Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada
satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan
menggunakan dua anggapan: pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan

18
memiliki akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala
depresif sekarang (Kaplan, 2010).
Mendasarkan sebagian pada teori psikodinamik, terapi interpersonal mengakui
adanya akar depresi pada masa kanak-kanak, tetapi terapi tetap berfokus pada gejala
dan masalah-masalah pada saat ini yang mungkin menyebabkan gangguan depresi.
IPT tidak sebegitu spesifik seperti terapi kognitif atau perilaku. Terapis berusaha
untuk mengalihkan perhatian pasien, yang telah terdistordi oleh depresi, mengenai
interaksi sosial pasien dan keluarga sehari-harinya secara rinci. Tujuan dari metode
pengobatan ini adalah meningkatkan keterampilan komunikasi dan peningkatan harga
diri dalam waktu singkat (3-4 bulan janji dengan pertemuan setiap minggu). Diantara
bentuk depresi yang dapat diatasi dengan IPT adalah depresi yang disebabkan adanya
suasana berkabung, konflik terpendam dengan orang-orang yag memilki hubungan
yang dekat perubahan besar dalam hidup, dan keadaan terisolasi. Sebuah studi
metaanalisa dari 13 hasil penelitian ysng dilakukan pada kisaran 1974-2002
menunjukkan bahwa dalam 9 penelitian, IPT lebih unggul dengan plasebo. Selain itu,
IPT lebih efektif daripada CBT. Namun kombinasi IPT dan obat-obatan tidak secara
signifikan lebih efektif dibandingkan monoterapi obat untuk terapi akut atau terapi
pencegahan (Ikawati, 2011).

c. Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy, ECT)


Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah prosedur yang digunakan untuk
membantu mengobati penyakit-penyakit psikiatrik. Arus listrik dilewatkan melalui
otak untuk memicu kejang (periode singakat aktivitas otak tidak teratur), berlangsung
sekitar 40 detik. Pengobatan tertentu diberikan untuk mencegah kejang menyeluruh
seluruh tubuh (Ikawati, 2011). Menurut Ikawati (2011) ECT dapat dilakukan pada
pasien- pasien depresi yang memliki kondisi sebagai berikut :
1. Depresi berat dengan insomnia (sulit tidur), perubahan berat, perasaaan putus
asa atau rasa bersalah, dan pikir bunuh diri ( menyakiti atau membunuh diri
sendiri) atau pembunuhan (melukai atau membunuh orang lain).
2. Depresi berat yang tidak merespon antidepresan (obat-obatan yang digunakan
untuk mengobati depresi) atau konseling.

19
3. Pada pasien depresi berat yang tidak bisa menggunakan antidepresan.

4. Mania berat yang tidak berespon terhadap pengobatan. Gejala mania parah
antara lain termasuk agitasi, kebingungan, halusinasi atau delusi.

5. Pasien schizoprenia yang tidak berespon terhadap pengobatan.

Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara


sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan
antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala. Pasien
yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki
kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah
berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam
perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik,
fungsi keluarga yangstabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu
singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali
perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk
dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol
dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode
sebelumnya. (Kaplan, 2010).

2.3 Pencegahan
Beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi atautidak datang kembali
adalah sebagai berikut (Dirgayunita, 2016):
1. Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apayang bisa kita
lakukan.
2. Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kitamelakukan suatu
kesalahan atau mengalami kegagalan.
3. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lainataupun kehidupan orang
lain.
4. Pikirkan untuk menyimpan keputusan besarsampai sembuh dari depresi, seperti
menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah. Bicarakanlah dengan teman,

20
professiona(psikolog, konselor atau psikiater)atau orang yang kitasayangi atau
kita anggap mampu membantu untuk melihatgambaran besarnya.
5. Dukungan keluarga, social dengan mengatakan jika kitamengalami masalah
atau sedang mengalami depresi.
6. Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor
7. Tidak terlalu menyesali suatu kejadian, bersikap tenang dan tidak mudah marah
8. Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikirpositif.
9. Tidak menyendiri, menjauhi diri dari pergaulan, lebih bersosialisasi, melakukan
aktivitas dengan lingkungan sekitar
10. Lebih religious, mendekatkan diri kepada Tuhan YME

21
KASUS

Ibu Mawar (38 tahun) datang dengan keluhan kesulitan tidur yang dirasakan
sejak 2 bulan yang lalu. Pasien kesulitan tidur dan sering terjaga pada malam hari.
Jika terbangun, sulit untuk tidur lagi. Pasien mengaku tidak pernah tidur di waktu
lainnya, seperti tidur siang atau tidur sore. Kesulitan tidur yang dialami pasien mulai
muncul saat suaminya pergi dari rumah dan sudah 1 tahun ini tidak pernah pulang
kerumah dikarenakan menikah dengan wanita lain, hal ini baru diketahui 2 bulan
yang lalu sehingga meninggalkan pasien bersama ketiga anaknya sendiri. Anak
pertama perempuan bernama Ani (14 tahun) dan 2 orang adik cowoknya yang kembar
bernama Aldi (9) dan Aldo (9). Selain gangguan tidur, nafsu makan pasien juga ikut
menurun. Pasien merasakan dirinya sekarang amat lelah dan lesu serta tidak
bertenaga. Dahulu pasien sering mengikuti berbagai kegiatan seperti arisan, PKK, dan
lainnya namun pasien saat ini mengaku tidak berkeinginan melakukannya kembali.
Pasien juga mengaku enggan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga dan
mengurus anak-anaknya, tidak nafsu makan sehingga akhir-akhir ini mengalami
penurunan berat badan, merasa takut apakah dirinya dapat bertahan tanpa kehadiran
suaminya, kemudian dia merasa menjadi istri yang gagal dan tidak berguna bagi
keluarganya, serta sering merasa sedih dan kesepian. Pasien mengaku tidak pernah
mendengar bisikan-bisikan, mencium bau tidak sedap maupun melihat bayangan aneh
serta menyangkal adanya keinginan bunuh diri. Pada pemeriksaan psikiatri
didapatkan penampilan cukup rapi, kooperatif, kontak verbal (+) dan visual (+).
Emosi labil, waham (-), persepsi halusinasi (-), ilusi (-), psikomotor menurun.

22
A. P-Treatment
1. Penentuan Problem Pasien

Masalah utama : Gangguan tidur, yang berasal dari masalah keluarga, suami
jarang pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas  gangguan depresi sedang

Masalah tambahan:

• Lelah dan lesu tidak bertenaga


• Kehilangan minat dalam berbagai rutinitas
• Nafsu makan menurun
• Kawatir akan masa depan tanpa kehadiran suami disisinya
• Merasa gagal dan tidak berguna

Rencana Tujuan Terapi

 Mengobati keluhan gangguan emosi dan kognitif dengan menangani depresi


 Mengobati gangguan depresi dan mencegah perburukan episode depresi
 Mencegah kekambuhan
 Memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan

2. Pemilihan Terapi

Advise:

 Menghindari pemicu stress


 Perlunya bantuan keluarga dalam membantu kesembuhan

Terapi Non Farmakologis

23
 Terapi Kognitif dengan terapis dan pasien dengan tujuan untuk meringankan
gejala depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien
mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif terhadap dirinya,
mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan postif serta melatih
respons perilaku dan kognitif yang baru
 Terapi Keluarga dimana keluarga berperan dalam mengurangi dan
menghadapi stress, serta mencegah adanya kekambuhan. Terapi keluarga
mulai diindikasikan akibat adanya faktor keluarga sebagai penyebab depresi
pasien.
 Terapi Spiritual agar pasien lebih tenang dalam menjalani hidup.
 Menghindari diri dari faktor stressor.

Terapi Farmakologis

Diberikan obat golongan antidepressant

Golongan Efficacy Safety Suitability Cost


Obat

Antidepressan +++ + ++ +++


Tri siklik
Farmakodinamik Efek Samping Kontraindikasi Tofranil

menghambat pompa reuptake pengeluaran keringat Penyakit jantung Rp.260.546/


amin (norepinefrin atau berlebihan, Penglihatan koroner, 25mgx50x10
serotonin) yang menuju kabur, mulut kering, Myocard infark,
neuron presinaps. obstipasi, retensi urin, Galukoma,
hipotensi ortostatik, Retensi Urin,
Digunakan untuk jangka
Infark jantung, Hipertrofi
panjang karena meningkatkan
presipitasi gagal jantung, prostat,
alam perasaan. Gejala depresi
aritmia, takikardi, lemah Gangguan
akan hilang sekitar 2-3
dan lelah, Lanjut usia: fungsi hati,
minggu. Mekanisme tidak
pusing, hipotensi epilepsy,
jelas tetapi bersifat stimulant.
postural, sembelit, sukar pengguna

24
Farmakokinetik berkemih, edema, lithium, kelainan
tremor. Toksik: jantung, ginjal
A: di GIT
hiperpireksia, hipertensi, dan thyroid,
D:Disidtribusi luas dan konvulsi, koma. hamil dan
berikatan dengan protein Keracunan: gangguan laktasi.
plasma konduksi, aritmia.

M: oleh enzim sitokrom P450 Kategori ibu hamil : C


di liver

E: melalui urin

SNRI ++ +++ ++ +

Farmakodinamik Efek Samping Kontraindikasi

SNRI berikatan baik dengan muntah, mengantuk, Gangguan Efexor Rp.


pengangkut serotonin pusing, mulut
kering, hepar, 427.482/75
maupun pengangkut berkeringat, dan nyeri gangguan mg x 2 x 14
norepinefrin. NET (Nor kepala. Efek samping
elektrolit,
Epinephrine Transporter) yang jarang berupa
kehamilan dan
secara struktur sangat mirip hipertensi, tremor, dan
menyusui,
dengan pengangkut 5-HT. disfungsi seksual.
gangguan
Seperti pengangkut serotonin,
NET adalah suatu kompleks
fungsi ginjal,

12 ranah transmembran yang Keaman ibu hamil : C hipertensi,


secara alosteris mengikat penggunaan
norepinefrin. NET juga bersama MAOi
memiliki afinitas ringan di perhatikan
terhadap dopamin. dan penyakit

Farmakokinetik
jantung.

25
A:

D:

M: dimetabolisasi secara
ekstensif di hati melalui
isoenzim CYP2D6 menjadi O
desmetilvenlafaksin
(desvenlafaksin).

E:

SSRI +++ +++ +++ ++

Farmakodinamik Efek Samping Kontraindikasi Anexin

Selektif menghambat ambilan Efek samping minimal, Penyakit Rp.


serotonin, kurang mual, penurunan libido, jantung, 270.000,-/50
memperlihatkan pengaruh dan gangguan seksual myocard infark, mg x 3 x 10
terhadap system kolinergik, lainnya, sindrom Gangguan
Courage
adrnergik atau histaminergik. serotonin (digabung fungsi hati
Inhibitor spesifik p450 dengan MAOI), Rp. 22.000,-/
isoenzim. hipotensi minimal 20 mg x 30

Farmakokinetik Kategori ibu hamil: C

A: diabsorbsi di usus dalam


jangka waktu yang lama.

D: protein binding 95%

M: Di metabolism di hati
menjadi bentuk aktif

E: via urine

Atipikal ++ ++ ++ +
(lainnya)
FD: menghambat ambilan ES: mulut kering, mual, KI: Penyakit

26
serotonin di saraf, ambilan muntah, konstipasi, hati, penyakit
norepinefrin dan dopamine retensi urin, hipotensi jantung,
tidak dipengaruhi. ortostatik, takikardi myocard infark,
epilepsy,
FK: A: di absorpsi di GIT
gangguan renal,
dipengaruhi makanan
diskrasia,
D: plasma konsentrasi setelah
2 jam

M: Di metabolisme dihati
dalam bentuk aktif

E: di urine

Pada dasarnya semua obat anti depresi mempunyai efek primer (klinis/ efikasi)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping. Dipilih
golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal karena kurang memberikan
pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik atau histaminergik. Selain itu,
spectrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal
dose tinggi sehingga relatif aman.

Pilihan obat SSRI

Obat Eficacy Safety Suitability Cost

Sertraline +++ + ++ ++

Farmakodinamik : Efek Samping: Kontraindikasi: Anexin

bersifat lebih selektif sindrom Ekstrapiramidal, Gangguan hati, Rp.


terhadap SERT (transporter mulut kering, mual, gangguan ginjal, 270.000,-/50
serotonin) dan kurang selektif muntah, dyspepsia, Laktasi, dan anak mg x 3 x 10
terhadap DAT (transporter konstipasi, diare, anoreksia,

27
dopamine), penurunan berat badan, Hipersensitivitas, Antipres
ansietas, insomnia, penggunaan
FK: A: diabsorpsi lambat di Rp. 255.000/
halusinasi, ortostatik bersamaan
GIT, puncak kadar plasma 4,5 50mgx3 x10
hipotensi, retensi urine, dengan MAOI
-8,4 jam.
gangguan menstruasi dan Fatral
D: didistribusi luas di tubuh, jarang: eritema, dan
Rp. 255.000 /
iikatan proteinnya 98% pancreatitis
50mgx30
M: di metabolism di hati, t ½ Keamanan Ibu Hamil : C
Fridep
26 jam
Rp.247.500/5
E: di urine dan feses
0mgx30

Iglodep

Rp.246.000/5
0mgx3x10

Paroxetine +++ + ++ -

Farmakokinetik: Efek Samping : Kontraindikasi:


Laktasi, Anak,
A: cepat di absorpsi di GIT sindrom Ekstrapiramidal,
kehamilan,
mulut kering, mual,
D: ikatan protein plasmanya gangguan hati,
muntah, dyspepsia,
95% gangguan ginjal
konstipasi, diare, anoreksia,
M: di metabolism di hati oleh penurunan berat badan,
sitokrom p450 ansietas, insomnia,
halusinasi, ortostatik
E: t ½ 21 jam, via urine dan
hipotensi, retensi urine
feses

Farmakodinamik:
Menghambat secara spesifik
menghambat ambilan
serotonin.

28
Fluvoxamine +++ + + +

Farmakokinetik: Efek Samping: Kontraindikasi: Luvox


pasien dengan
A: diabsorpsi cepat di GIT, sindrom Ekstrapiramidal, Rp.
peningkatan
tidak dipengaruhi makanan, mulut kering, mual, 599.000/50m
enzim hati,
muntah, dyspepsia, gx60
D: didistribusi secara luas, Laktasi, geriatric,
konstipasi, diare, anoreksia,
dengan ikatan protein gangguan hati Rp.
penurunan berat badan,
plasmanya 80%, dan ginjal 399.000/100
ansietas, insomnia,
mgx30
M: di metabolism di hati halusinasi, ortostatik
menjadi metabolit inaktif, E: hipotensi, retensi urine,
melalui urine , 2% dalam bradikardi
bentuk awal, t ½ 15 jam
Keamanan Ibu Hamil : C
Farmakodinamik:
Menghambat secara selektif
ambilan serotonin

Fluoxetin +++ ++ + +++

Farmakokinetik: Efek Samping: Kontraindikasi: Antiprestin


kejang, Penyakit
A: cepat di absorbs di GIT sindrom Ekstrapiramidal, Rp.
jantung,gangguan
mulut kering, mual, 105.600/10m
D: Didistribusi secara luas hati dan ginjal,
muntah, dyspepsia, gx30
dengan protein binding 95% Hamil dan laktasi
konstipasi, diare, anoreksia,
Deprezac
M: di metabolisme di hati dan penurunan berat badan,
menghasilkan metabolit aktif ansietas, insomnia, Rp.
halusinasi, ortostatik 115.000/20m
E: melalui urine, t ½ 1-3 hari
hipotensi, retensi urine gx30
setelah pemberian jangka
pendek dan 4-6 setelah Keamanan Ibu Hamil : C Courage
penggunaan jangka panjang
Rp.

29
Farmakodinamik: 22.000/20mg
menghambat secara spesifik x30
ambilan serotonin
Elizac

Rp.
120.000/20m
gx5x6

Citalopram +++ + ++ -

Farmakokinetik: Efek Samping: Kontraindikasi:


Laktasi, anak,
A: diabsorpsi secara cepat di sindrom Ekstrapiramidal,
gangguan hati,
GIT, mulut kering, mual,
gangguan jantung
muntah, dyspepsia,
D: distribusi ke seluruh
konstipasi, diare, anoreksia,
tubuh, protein plasma < 80%,
penurunan berat badan,
M: di metabolism di hati ansietas, insomnia,
menjadi bentuk metabolit halusinasi, ortostatik
aktif dan inaktif, hipotensi, retensi urine,
peningkatan selera makan,
E: eksresi terutama lewat hati
penambahan berat badan,
dan dan sisanya lewat urine,
cardiotoxic
di eksresi dalam bentuk tidak
terkonjugasi, t ½ 36 jam

Farmakodinamik:

bekerja dengan
menghambatan secara
spesifik ambilan dari
serotonin

30
Dipilih fluoxetine karena efek samping obat hampir sama pada setiap golongan SSRI
tetapi fluoxetin lebih minimal dan costnya lebih murah daripada obat golongan SSRI
yang lain. Efikasi dan kontra indikasi dari semua obat golongan SSRI hampir sama.

3. Pemberian terapi

Non farmakologis:

 Menjelaskan kepada keluarga pasien pentinganya dukungan dan bantuan


dari keluarga pasien
 Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari faktor stressor
 Terapi Kognitif jika dibutuhkan yang digunakan untuk merubah pola pikir
pasien terhadap dirinya

Farmakologis

dr. Mentari Pagi


Jl. Vorvoo No. 58
SIP : 22/33/2018

Samarinda, 2 Agustus 2018

R/ Courage 20 mg caps No. X


S 1 dd caps I

Pro : Ny. Mawar


Usia : 38 tahun
4. Komunikasi Terapi

Informasi Penyakit

31
 Depresi merupakan suatu gangguan mood ditandai dengan gajala utama yaitu
afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi
dan gejala tambahan yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan berkurang, gangguan tidur, serta nafsu makan berkurang. Depresi
sendiri terbagi menjadi tiga derajat yaitu derajat ringan, sedang, dan berat.
Pada pasien ini terjadi depresi ringan
 Telah dikatakan gangguan depresi apabila terjadi selama 2 minggu atau lebih,
walau tidak selalu tetapi biasanya di cetuskan oleh suatu masalah. Dan dengan
adanya gangguan ini maka penderita tidak dapat beraktivitas seperti
sebelumnya.

Informasi terapi

 Pasien dianjurkan untuk berusaha menghindari faktor stressor agar keadaan


depresi ini tidak berlanjut menjadi lebih parah
 Menjelaskan pentingnya peran keluarga dalam pengobatan ini, untuk
mengingatkan pasien, mendekatkan diri pasien dengan keluarga, membuat
pasien lebih terbuka dan bisa beraktivitas bersama kembali
 Obat Courage diberikan 1 kali sehari pada pagi hari baik dengan atau tanpa
makanan selama 4-5 minggu
 Menjelaskan bahwa obat antidepresan baru memberikan efek optimal setelah
penggunaan beberapa minggu, dan kadang muncul bersama beberapa gejala
efek samping ringan (mual, diare, anoreksia) , dan akan berkurang seiring
berjalannya waktu.
 Sebelum obat habis segera kembali kedokter karena diusahakan tidak sampai
terjadi putus obat, dan penggunaan anti depresan butuh pemantauan baik
untuk memantau tercapai tidaknya efek optimal, ada tidaknya efek samping
maupun perlunya penurunan dosis perlahan dalam penggunaannya.

5. Monitoring dan evaluasi


 Pasien diminta kembali ke dokter sebelum obat habis, agar pengobatan tidak
sampai terputus

32
 Bila timbul efek samping yang berat segera kembali ke dokter jangan
menghentikan obat sendiri karena penggunaan obat ini perlu penurunan secara
perlahan
 Apabila gejala masih bertahan atau bertambah parah setelah pengobatan
selama 2 minggu konsultasikan kepada dokter untuk kemungkinan dirujuk
kepada dokter Spesialis Kesehatan Jiwa

BAB III

PENUTUP

33
3.1 Kesimpulan

1. Depresi merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan masalah


kejiwaan.
2. Penentuan derajat depresi berdasar pada tingkat akumulasi dari gejala utama
dan gejala lain yang tampak.
3. Pemilihan terapi dan waktu terapi yang tepat sangat menentukan dalam
keberhasilan penatalaksanaan depresi.
4. Terapi farmakologik bekerja untuk menormalkan kembali gangguan di
neurotransmiter.

DAFTAR PUSTAKA

34
Dirgayunita, A. (2016). Depresi : Ciri, Penyebab, dan Penanganannya. Journal An-
nafs: Kajian dan Penelitian Psikologi , 1 (1), 11-12.

Ikawati, Zullies. 2011. Farmakoterapi Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta : Bursa Ilmu.

Kando, J.C., Wells, B.G., and Hayes, P.E. 2005. Pharmacoterapy APathophysiologic
Approach: Depressive Disorders, 6th Ed. Vol. 2, 1235-1253. Appleton and
Lange.

Kaplan, HI, BJ Sadock, JA Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan


Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid I. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.

Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT Nuh Jaya

Unutzer, J. 2009. Late-Life Depression, The New England Journal of Medicine. Vol.
3 No. 22, 2269-2276.

35

Anda mungkin juga menyukai