Anda di halaman 1dari 13

1. Ubolluk Rattanasak dan Prinya Chindaprasirt. (2009).

Influence of NaOH

solution on the synthesis of fly ash geopolymer. Minerals Engineering 22,

1073–1078
Peneliti melakukan penelitian terhadap alumina dan silika dalam bentuk Al3+

dan ion Si4+ yang dilepaskan dari partikel abu terbang setelah dicampurkan

dengan natrium hidroksida pada konsentrasi alkali yang berbeda dan waktu

leaching sebelum membentuk geopolimer dengan larutan silikat. Material

yang digunakan yaitu Fly ash kelas C, perbandingan Na2SiO3 dengan NaOH

= 0.5 1 1.5 dan 2.0. Konsentrasi NaOH yang digunakan 5,10 dan 15 M, pasir

sungai yang lolos saringan no. 16 dengan modulus kehalusan 2.8 dan berat

jenis 2.65, perbandingan pasir dengan FA = 2.75 dimana sampel dicuring

oven selama 48 jam pada suhu 65ᵒC. Hasil yang diperoleh menunjukkan kuat

tekan mortar hingga 70 MPa pada konsentrasi NaOH 10M dan perbandingan

water glass/NaOH = 1. Pada 10 menit, konsentrasi Al mencapai 100ppm

untuk NaOH 10M dan 15M.


2. P. Priyadharshini, dkk. (2017). Excavated soil waste as fine aggregate in fly

ash based geopolymer mortar. Applied Clay Science 146, 81-91.


Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu curing dan

molaritas NaOH terhadap geopolimer mortar yang menggunakan 3 tipe tanah

plastis (low, medium, high plastic soil) dan Material yang digunakan yaitu fly

ash kelas F berdasarkan ASTM C 618 pasir sungai sebagai agregat halus

(filler), konsentrasi NaOH yang digunakan yaitu 6, 7, 8, 9, dan 10,

perbandingan fly ash/ agregat = 0.5 0.63 0.75 0.88 dan 1. Geopolimer mortar

dicuring oven pada suhu 60-90ᵒC selama 24 jam. Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan suhu curing dari 60ᵒC-90ᵒC juga meningkatkan


kuat tekan geopolimer mortar. Pengruh plastic soil sangat terasa karena

kombinasi tanah liat reaktif membantu geopolimerisasi pada suhu yang lebih

tinggi dan menghasilkan penguatan kekuatan yang kontinyu untuk semua

rasio fly ash/agregat, suhu dan molaritas NaOH. Peningkatan konsnetrasi

NaOH juga meningkatkan kuat tekan mortar pada molaritas 6 – 10 dengan

persentase peningkatan 78% - 128%.


3. Guades, Ernesto J. (2016). Experimental investigation of the compressive and

tensile strengths of geopolymer mortar: The effect of sand/fly ash (S/FA)

ratio. Construction and Building Materials 127, 484–493


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio pasir / FA pada kuat

tekan dan kuat tarik mortar geopolimer. Material yang digunakan yaitu fly ash

kelas F berdasarkan spesifikasi ASTM C 618, larutan aktivator (kombinasi

NaOH dan natrium silikat), agregat halus berupa pasir sungai yang lolos

saringan no. 10 dan tertahan pada saringan no.40 berdasarkan ASTM D 2847.

Menggunakan NaOH dengan konsentrasi 14M, rasio larutan aktivator/FA =

0.30 dan perbandingan Na2SiO3/NaOH = 1.0. perbandingan pasir/FA (S/FA)

= 0-6. Pada penelitian ini disiapkan campuran dari semen, pasir dan air

dengan rasio terhadap volume yaitu 1:3:1. Menggunakan mould silinder

berukuran 50mm x 100mm geopolimer mortar tsb dicuring pada suhu ruang

28-30ᵒC. Hasil yang diperoleh menunjukkan kuat tekan mortar umur 7 hari

berkisar 0.5-8.3 MPa dan kuat tekan umur 14 & 28 hari berkisar 0.7-12.4

MPa. Kuat tarik mortar umur 7 hari berkisar 0.2-0.9 MPa, umur 14 hari

berkisar 0.3-1.4 MPa dan umur 28 hari berkisar 0.2 hingga 2.1 MPa. Perlu

dicatat bahwa perbedaan kuat tekan pada hari curing yang berbeda dengan
rasio S/F adalah signifikan dimana specimen dengan rasio S/FA dari 4 hingga

6 tidak mengeras bahkan sampai 14 hari waktu curing.


4. Ghasan F. Huseien, dkk. (2017). Geopolymer mortars as sustainable repair

material: A comprehensive review. Renewable and Sustainable Energy

Reviews 80, 54–74.


Jurnal ini menyediakan gambaran menyeluruh tentang penelitian mutakhir

tentang geopolimer yang berkelanjutan dan perbaikan struktur beton, mortar

geopolimer hadir sebagai tantangan dan prospek sebagai bahan perbaikan

yang ditekankan. Pengikat geopolimer lebih disukai karena menghasilkan 70-

80% karbon dioksida lebih sedikit dengan sangat rendah emisi gas rumah

kaca dari semen Portland biasa. Pengikat baru ini sangat banyak dicari karena
kinerja ketahanan, keberlanjutan, dan kemandirian lingkungan. Geopolimer

(GPM) adalah produk bersih yang diperoleh dari daur ulang limbah industri

sebagai bahan bangunan yang lebih hijau.. Atribut penting dari geopolimer

termasuk pengurangan polusi, efektivitas biaya, ramah lingkungan, dan

kinerja tinggi atau daya tahan di lingkungan yang agresif membuatnya

menjadi bahan yang memiliki prospektif berkelanjutan di industry konstruksi.

Kuat tekan dan kuat lentur meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

NaOH.
5. Tanakorn Phoo-ngernkham, dkk. (2015). High calcium fly ash geopolymer

mortar containing Portland cement for use as repair material. Construction

and Building Materials 98, 482–488.

Penelitian ini bertujuan menyelidiki pemanfaatan mortar geopolimer dengan abu

terbang tinggi kalsium yang mengandung semen portland biasa untuk digunakan

sebagai bahan perbaikan beton semen portland. Material yang digunakan yaitu
high calcium FA, NaOH 6, 10 dan 14M, 0%, 5%, 10%, dan 15% semen portland,

Hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan geopolimer mortar memberikan

ikatan geser dan ikatan lentur yang cukup tinggi dibandingkan dengan

penggunaan pengikat perbaikan komersial, sehingga hal ini menunjukkan bahwa

produk tsb dapat digunakan sebagai produk alternative untuk perbaikan beton.

Geopolimer mortar dengan larutan NaOH 14M dan semen portland 10% adalah

campuran optimum untuk memperbaiki ikatan geser dan lentur.

6. S. Ilkentapar, dkk. (2017). Influence of duration of heat curing and extra rest

period after heat curing on the strength and transport characteristic of alkali

activated class F fly ash geopolymer mortar. Construction and Building

Materials 151, 363–369.

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh durasi curing panas dan

waktu istirahat setelah curing panas pada karakteristik kekuatan dan

karakteristik transport dari alali aktivator berbasis fly ash. Material yang

digunakan yaitu, abu terbang kelas F, pasir. Dioven pasda suhu 75ᵒC, selama

4 jam, 1, 2, 3, dan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kuat

tekan yang signifikan dari curing panas selama 4 jam hingga 7 hari. Dimana

kuat tekan setelah heat curing 4 jam yaitu 4.41 MPa, heat curing 1 hari 33,84

MPa, heat curing 2 hari 50.50, heat curing 3 hari 63.32 MPa, dan heat curing

7 hari 73.57 MPa.


7. Bokyeong Lee, dkk. (2017). Strength development properties of geopolymer

paste and mortar with respect to amorphous Si/Al ratio of fly ash.

Construction and Building Materials 151, 512–519.


Penelitian ini bertujuan mengetahui properties pengembangan kekuatan dari

geoplimer mortar dengan 20-40% pasir diganti dengan kalkulasi

perbandingan Si/Aldari kombinasi amorf konten Si dan Al yang terdapat pada

FA dan larutan aktivator. Material yang digunakan yaitu FA kelas F, larutan

sodium silikat, NaOH, dan pasir. Geopolimer dicuring pada suhu 70ᵒC pada

umur 1 hari, 20ᵒC pada umur 2-28 hari dan 70ᵒC dari umur 1 hingga 28 hari.

Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi rasio Si/Al flow mortar semakin

berkurang karena meningkatnya viskositas. kuat tekan geopolimer mortar

umur 28 hari yaitu, 23.7-26.4 MPa, yang mana mengkonfirmasi kemungkinan

penggunaan geopolimer mortar sebagai bahan konstruksi.


8. Alexandre S. de Vargas, dkk. (2011). The effects of Na2O/SiO2 molar ratio,

curing temperature and age on compressive strength, morphology and

microstructure of alkali-activated fly ash-based geopolymers. Cement &

Concrete Composites 33, 653–660.


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan

Na2O/SiO2, curing temperature dan umur pada kuat tekan. Material yang

digunakan yaitu Fly Ash kelas F, NaOH, dengan perbandingan FA/agregat =

1:3. Rasio Na2O/SiO2 yang digunakan yaitu 0.2, 0.3, dan 0.4. suhu curing

selama 24jam pada suhu 50, 65 dan 80ᵒC. Hasil yang diperoleh menunjukkan

mortar yang dibuat dengan menggunakan N/S 0.40M yang dicuring pada suhu

80ᵒC memiliki kuat tekan yang paling baik yaitu 22.5 MPa pada umur 180

hari.
9. Gökhan Görhan dan Gökhan Kürklü. (2014). The influence of the NaOH

solution on the properties of the fly ash-based geopolymer mortar cured at

different temperatures. Composites: Part B 58, 371–377.


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsentrasi larutan

alkali, suhu curing, dan waktu curing. Material yang digunakan yaitu FA kelas

F, NaOH (3M, 6M, dan 9M) . suhu curing 65 dan 85ᵒC selama 24 jam. dari

penelitin tersebut diketahui bahwa suhu curing dan waktu curing memiliki

pengaruh pada sifat fisik dari geopolimer mortar. Nilai kuat tekan maksimum

yaitu 21.3 MPa dari mortar 6M dengan suhu curing 85ᵒC selama 24 jam.
10. J.C. Swanepoel dan C.A. Strydom. (2002). Utilisation of fly ash in a

geopolymeric material. Applied Geochemistry 17, 1143–1148.


Material yang digunakan yaitu fly ash, kaolinite, larutan sodium silika,

NaOH, dan air. Mortar dicuring pada suhu 40, 50, 60, dan 70ᵒC selama 6, 24,

48, dan 72 jam. Hasil yang diperoleh yaitu, kondisi optmum terdapat pada

sampel yang dicuring pada suhu 60ᵒC selama 48 jam, dengan kuat tekan

maksimum 8 MPa setelah 28 hari.


11. P, Chindaprasirt, dkk. (2007). Workability and strength of coarse

high calcium fly ash geopolymer. Cement & Concrete Composites 29, 224–

229
Tujuan penelitian yaitu melakukan penelitian terhadap workability, dan

kekuatan geopolimer mortar yang dibuat dari abu terbang tinggi kalsium

lignite kasar. Material yang digunakan yaitu FA kelas F, NaOH (10, 15, 20M),

pasir sungai dengan berat jenis 2.65 pada kondisi SSD. Hasil yang diperoleh

yaitu flow geopolimer mortar berkisar dari 110±5% - 135±5%. Kuat tekan

mortar berkisar 10-65 MPa. Rasio optimum sodium silika dengan NaOH yang

menghasilkan kekuatan tinggi yaitu 0.67-1.0. konsentrasi NaOH antara 10M


dan 20M. curing optimum dalam oven pada suhu 75ᵒC dengan durasi curing

kurang dari 2 hari.


12. Atis, dkk. (2015). “Very high strength (120 MPa) class F fly ash geopolymer

mortar activated at different NaOH amount, heat curing temperature and

heat curing duration”. Construction and Building Materials 96, 673–678.


Pada pekerjaan laboratorium ini, kuat tarik tekan dan lentur yang tinggi dari

mortar geopolimer berbasis abu terbang teraktifasi alkali diteliti. Abu terbang

kelas F digunakan selama penelitian. NaOH digunakan sebagai media alkali

yang memberikan nilai pH tinggi. Selain itu, faktor-faktor yang

mempengaruhi kompresif dan kekuatan tarik lentur diselidiki. Sebanyak 216

sampel mortar geopolimer fly ash disiapkan. Panas suhu pengeringan, lama

pengeringan panas dan konsentrasi alkali (Na) dipilih sebagai pengaruh

parameter kekuatan. Parameter campuran mortar adalah 3 dan 1/3 untuk rasio

pasir-pengikat, dan rasio air- pengikat, masing-masing. Konsentrasi Na dari

campuran mortar diubah dari 4% menjadi 20% dengan kenaikan 2%.

Temperatur pengeringan panas berubah dari 45 menjadi 115 ° C dengan

kenaikan 10 ° C. Durasi rawat panas dipilih 24, 48 dan 72 jam. Untuk setiap

kombinasi parameter yang mempengaruhi, tiga spesimen prismatik dengan

dimensi mould yang digunakan 40 mm x 40 mm x 160 mm. Setelah masa

penyembuhan panas di oven laboratorium, sampel didinginkan dengan suhu

ruangan, kemudian kuat tekan dan lentur diukur seperti yang dijelaskan dalam

standar masing-masing. Kekuatan tarik tekan dan lentur sangat tinggi

diperoleh, yaitu setinggi 120 dan15 MPa masing-masing.


13. Wang, dkk. (2016). “Influence of phase change material on

mechanical and thermal properties of clay geopolymer

mortar”. Construction and Building Materials 120, 329–334.


Penelitian ini melaporkan sebuah rute baru dengan menyiapkan geopolimer

tanah liat yang termasuk PCM (Phase Change Material) dengan metode

absorpsi vacuum, dimana PCM diproduksi dengan parafin sebagai bahan

penyerap panas dan perlit sebagai bahan pendukung dengan metode adsorpsi

vakum. Parafin diimobilisasi dalam struktur jaringan tiga dimensi, selama

proses berlangsung Perubahan fasa dibuktikan dengan scanning electron

microscope (SEM), different scanning calorimetry (DSC), kuat tekan,

kerapatan kering dan konduktivitas termal. Material yang digunakan yaitu,

tanah liat, slag, dan aktivator alkali untuk membuat mortar geopolymer tanah

liat. Mould yang digunakan berukuran 70mm x 70mm x 70mm. Proporsi

parafin dalam komposit adalah 55,47% oleh massa, dan suhu perubahan fasa

dan panas laten masing-masing adalah 35,59 ° C dan 96,77 J / g. Kekuatan

tekan, kerapatan kering, dan koefisien konduktivitas termal masing-masing

adalah 8,0 MPa, 1678 kg / m3, dan 0,46 W m-1 K-1.


14. Saysunee Jumrat, Burachat Chatveera, dan Phadungsak

Rattanadecho. (2011).“Dielectric properties and temperature profile of fly

ash-based geopolymer mortar”. International Communications in Heat and

Mass Transfer 38, 242–248.


Dalam penelitian ini, sifat segar, sifat dielektrik dan profil suhu mortar

geopolimer berbasis fly ash diselidiki untuk mengamati pengaruh proporsi

campuran dan waktu setelah pencampuran. Sodium hidroksida (NaOH) dan

natrium silikat (Na2SiO3) digunakan sebagai aktivator dengan rasio 0.5, 1.0,
dan 2.0. Perbandingan fly ash dengan larutan alkali adalah 2.0 dan 2.5. Benda

uji dicetak pada mould berukuran 5 x 5 x 5 cm. Hasil dari sifat segar

mengungkapkan bahwa air yang ditambahkan dapat meningkatkan

kemampuan kerja mortar geopolimer. Hal ini juga menemukan bahwa setting

time mortar geopolymer kurang dari mortar semen. Untuk sifat dielektrik dan

suhu permukaan, mortar diukur selama 24 jam periode geopolimerisasi pada

suhu kamar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sifat dielektrik dan

suhu permukaan mortar geopolimer cenderung menurun seiring bertambahnya

waktu setelah pencampuran. Dan mortar geopolimer memiliki nilai tertinggi

sifat dielektrik dan suhu permukaan tepat setelah pencampuran. Selain itu,

sifat dielektrik (εr 'dan εr ") spesimen dengan konstituen cair yang lebih juga

lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perawatan mortar

geopolymer berbasis fly ash dengan energi microwave tergantung pada

proporsi campuran dan waktu setelah pencampuran.


15. Vanchai Sata, Apha Sathonsaowaphak dan Prinya Chindaprasirt.

(2012). “Resistance of lignite bottom ash geopolymer mortar to sulfate and

sulfuric acid attack”. Cement & Concrete Composites 34, 700–70.


Jurnal ini menyajikan penelitian tentang kekuatan tekan dan daya tahan

mortar geopolimer abu layang lignit dalam asam sulfat 3% dan larutan

natrium sulfat 5%. Tiga kehalusan abu layang yaitu, abu layang halus, sedang

dan kasar digunakan untuk membuat mortar geopolimer. Sodium silikat,

natrium hidroksida dan suhu curing 75 ° C selama 48 jam digunakan untuk

mengaktifkan geopolimerisasi. Hasilnya dibandingkan dengan mortar semen

Portland dan abu terbang. Ditemukan bahwa abu layang halus lebih reaktif
dan memberi mortar geopolimer kekuatan tekan lebih tinggi dibandingkan

dengan abu layang yang kasar. Semua mortar geopolimer layang kurang

rentan terhadap serangan oleh larutan natrium sulfat dan asam sulfat daripada

mortar semen Portland.


16. Apha Sathonsaowaphak, Prinya Chindaprasirt dan Kedsarin Pimraksa. (2009).

“Workability and strength of lignite bottom ash geopolymer mortar”. Journal

of Hazardous Materials 168, 44–50.


Dalam tulisan ini, abu laying lignit limbah dari pembangkit listrik digunakan

sebagai bahan sumber pembuatan geopolimer. Sodium silikat dan natrium

hidroksida (NaOH) digunakan sebagai cairan untuk campuran dan perawatan

panas digunakan untuk mengaktifkan geopolimerisasi. Kehalusan abu layang,

rasio cairan alkalin / abu, rasio natrium silikat / NaOH dan konsentrasi NaOH

dipelajari. Efek dari penambahan air, NaOH dan napthalene berbasis

superplasticizer pada kemampuan kerja dan kekuatan mortar geopolimer juga

dipelajari. Kekuatan yang relatif tinggi geopolimer mortir 24,0-58,0 MPa

diperoleh dengan menggunakan ground bottom ash dengan 3% tertahan pada

saringan no. 325 dan ukuran partikel rata-rata dari 15.7 µm, menggunakan

rasio cairan alkali / abu 0,429-0,709, rasio natrium silikat / NaOH 0,67-1,5
dan 7.5-12,5 M NaOH. Peningkatan volume air juga meningkatkan

kemampuan kerja mortar geopolimer, hal ini lebih efektif dibandingkan

penggunaan napthalene berbasis superplasticizer dengan sedikit penurunan

kekuatan yang serupa. Penambahan larutan NaOH sedikit meningkatkan

kemampuan kerja campuran sambil mempertahankan kekuatan dari mortar

geopolimer. Kuat tekan maksimum yang diperoleh yaitu 53 MPa dengan rasio

sodium silika / NaOH 1.50 dengan konsentrasi NaOH 12.5 M.


17. J. Temuujin, A. van Riessen, dan K.J.D. MacKenzie. (2010).

“Preparation and characterisation of fly ash based geopolymer mortars”.

Construction and Building Materials 24, 1906–1910.


Penelitian ini bertujuan mempelajari sifat fisik dan mekanik Mortar

geopolimer dengan variasi jumlah agregat pasir. Pengikat geopolimer dengan

perbandingan berat agregat pasir divariasikan dari 9 sampai 1. Konsentrasi

NaOH yang digunakan yaitu 14 M. Benda uji dirawat pada suhu 70ᵒC selama

24 jam. Kekuatan tekan dan modulus Young dari mortar geopolimer berbasis

abu terbang adalah 60 MPa dan 2,27 GPa dan nilai ini tidak berubah secara

signifikan dengan penambahan agregat pasir hingga 50%. Pengikat

geopolimer menunjukkan ikatan yang kuat dengan agregat pasir. Peningkatan

konten pasir tanpa meningkatkan jumlah aktivator alkali menghasilkan

penurunan tingkat geopolimerisasi di dalam sistem pengikat.


18. H.M. Khater dan H.A. Abd el Gawaad. (2016). “ Characterization of

alkali activated geopolymer mortar doped with MWCNT”. Construction and

Building Materials 102, 329–337.


Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multi-walled carbon

nanotubes (MWCNTs) terhadap sifat dari mortar geopolymeric slag. Matriks

geopolimer mengandung penambahan MWCNT yang berbeda (0,0, 0,1, 0,2,

0,3 dan 0,4% terhadap berat pengikat yang digunakan) disintesis. Bahan

disiapkan pada rasio air / pengikat pada kisaran 0,34-0,39% tergantung pada

jumlah MWCNT; menggunakan NaOH 6% sebagai aktivasi alkali, sedangkan

Superplasticizer Gelenium Ace-30 digunakan dengan perbandingan 1,4-2,2%

dari berat kering total. Perawatan dilakukan pada suhu 40°C dan 100% R.H.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan MWCNT meningkatkan


struktur amorf geopolimer yang dihasilkan dengan penurunan pengeringan

yang ditandai penyusutan serta penyerapan air khususnya dengan

menggunakan MWCNT 0,1%; Peningkatan WCNT selanjutnya menghasilkan

aglomerasi MWCNT di dalam matriks dan, oleh karena itu, menghambat

perambatan reaksi geopolimerisasi dan berpengaruh negatif terhadap struktur

geopolimer yang terbentuk. XRD, FTIR, dan SEM nanocomposites mortar

dengan konsentrasi MWCNT 0,1 dan 0,4-wt.% mengkonfirmasi adanya

peningkatan amorf geopolimer dan CSH sampai 0,1% dimana MWCNT

secara individual menyebar ke seluruh wilayah matriks geopolimer dengan

kerapatan seragam.
19. Daniel L.Y. Kong dan Jay G. Sanjayan. (2010). “ Effect of

elevated temperatures on geopolymer paste, mortar

and concrete”. Cement and Concrete Research 40, 334–339.

Geopolimer umumnya diyakini memberikan ketahanan api yang baik karena

memiliki sifat seperti keramik. Studi eksperimental Sebelumnya pada

geopolimer di bawah suhu tinggi terutama difokuskan pada metakaolin


Berbasis geopolimer Jurnal ini menyajikan hasil penelitian tentang pengaruh

suhu tinggi terhadap geopolimer pasta, mortar dan beton yang dibuat

menggunakan fly ash sebagai prekursor. Geopolimer disintesis dengan sodium

silikat dan larutan kalium hidroksida. Berbagai parameter percobaan telah

diperiksa seperti ukuran spesimen, ukuran agregat, tipe agregat dan tipe

superplasticizer. Penelitian ini mengidentifikasi ukuran specimen dan ukuran

agregat sebagai dua faktor utama yang mengatur perilaku geopolimer pada

suhu tinggi (800 ° C). Ukuran agregat lebih besar dari 10 mm menghasilkan
kinerja kekuatan baik pada suhu tinggi. Kerugian kekuatan pada beton

geopolimer pada suhu tinggi disebabkan oleh ketidakcocokan thermal antara

matriks geopolimer dan agregat.


20. Rovnanik, Pavel. (2010). “Effect of curing temperature on

the development of hard structure of metakaolin-

based geopolymer”. Construction and Building Materials 24, 1176–1183.

Sifat mortar geopolimer berbasis metakaolin secara langsung tidak hanya

dipengaruhi oleh permukaan spesifik dan komposisi awal dan jenis

metakaolin serta komposisi dan jumlah relatif aktivator alkali yang digunakan
tetapi juga bergantung pada kondisi selama periode awal reaksi

geopolimerisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu

pengawetan (10, 20, 40, 60 dan 80 ° C) dan waktu pada kuat tekan dan

kekuatan lentur, distribusi pori dan struktur mikro bahan metakaolin alkali

yang diaktifkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan campuran

segar pada suhu tinggi mempercepat pengembangan kekuatan tapi sifat

mekanik 28 hari memburuk dibandingkan dengan hasil yang diperoleh untuk

campuran yang dirawat pada suhu lingkungan atau sedikit menurun. pengaruh

suhu perawatan pada struktur mikro matriks geopolimer diverifikasi dalam hal

distribusi pori, dipelajari dengan cara porosimetri intrusi merkuri. Studi ini

mengungkapkan kecenderungan untuk meningkatnya ukuran pori dan volume

pori kumulatif dengan kenaikan suhu, yang tercermin dalam sifat mekanik.

Hal ini juga menunjukkan kemungkinan untuk memantau reaksi

geopolimerisasi dengan cara spektroskopi inframerah.

Anda mungkin juga menyukai