Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Sosial Pendidikan


Sebelum sosiologi mucul, sebetulnya telah ada perhatian dari para intelektual
terhadap masalah-masalah serta isu-isu yang berhubungan dengan masyarakat dan
perilaku manusianya. Para ahli Filsafat Pencerahan (Englightenment) pada abad ke-18
sudah menekankan peranan akal budi dalam memahami perilaku manusia dan dalam
memberikan landasan-landasan untuk hukum-hukum dan organisasi negara.
Pemikiran mereka lebih ditekankan pada dobrakan utama terhadap pemikiran abad
pertengahan yang bergaya skolastik atau dogmatis, dimana perilaku manusia dan
organisasi masyarakat itu sudah dijelaskan dalam hubungannya dengan kepercayaan-
kepercayaan agama.1
Ibnu Khaldun (1332-1406), seorang sejarawan dan filsuf sosial Islam
terkemuka asal Tunisia sudah merumuskan suatu model tentang suku bangsa
nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus bertipe menetap dalam suatu
hubungan yang kontra. Karya Khaldun tersebut dituangkan dalam bukunya yang
berjudul al Muqadimah, tentang sejarah dunia dan sosial budaya yang dipandang
sebagai karya besar dibidang tersebut. Dari kajiannya tentang watak masyarakat
manusia, Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan noamden lebih dahulu ada
dibanding kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini mempunyai karakteristik
tersediri. Menurut pengamatannya politik tidak akan timbul kecuali dengan
penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas.
Teori sosial Khaldun terkenal dengan “siklus peradapan”. Menurut Khaldun,
setiap peradapan berkembang melalui empat fase, yaitu : fase primitif atau nomaden,
fase urbanisasi, fase kemewahan dan fase kemunduran yang mengantarkan
kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun sering disebut
dengan fase perintis,pembangunan,penikmat, dan penghancur. Pada mulanya,
sosiologi masih menjadi bagian tak terpisahkan dari filsafat. Pada wakktu itu, filsafat
mencakup segala usaha-usaha pemikiran mengenai masyarakat. Filsafat bahkan
mendapat julukan sebagai “induk dari ilmu pengetahuan” atau “master scientiarum”.
Lama kelamaan, dengan perkembangan zaman dan tumbuhannya peradaban manusia,

1
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si., Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016, hlm. 23.

1
berbagai ilmu pengetahuan, yang semula tergabung dalam filsafat memishkan diri dan
berkembang mengajar tujuan msing-masing. Sosiologi termasuk cabang ilmu yang
memisahkan dari filsafat. 2
Lahirnya sosiologi sebagai ilmu sosial tidak lepas dari peranan seorang tokoh
brilian, yakni Auguste Cemte (1798-1867). Ia adalah orang pertama yang
mencetuskan nama sosiologi dalam bukunya Course secara kreatif menyusun sintesa
berbagai macam aliran pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu
tentang masyarakat dengan dasar filsafat empiris yang kuat.3
Sejarah perkembangan sosiologi pendidikan bermula dari sosiologi yang
muncul pada abad 19. Berdasarkan sejarah lahir dan berkembangnya, sosiologi
pendidikan merupakan disiplin ilmu yang relatif masih muda. Umtuk mencari tokoh
dan pelopornya belum ada standar yang memadai, oleh karena itu yang dimaksud
dengan pelopor dan tokoh sosiologi pendidikan disini, hanya didasarkan pada para
ahli sosiologi yang mempunyai perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap
pendidikan. Sejarah berdirinya sosiologi pendidikan tidak terlepas dari peran tokoh
sebagai berikut :

1 .Lester Frank Word (1841-1913)

Lester Frank Word adalah seorang pelopor sosiologi dari Amerika Serikat
yang diangkap sebagai pencetus gagasan tentang lahirnya sosiologi pendidikan .
sumbangan Word yang penting terhadap sosiologi pendidikan adalah pemikirannya
tentang evolusi sosial. Evolusi sosial adalah perkembangan masyarakat secara gradual
yang menunjukan proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-
hari dalam tiap masyarakat. Misalnya, adat serta peraturan diubah sesuai dengan
desakan keperluan-keperluan baru dari individu-individu dalam masyarakat.

2. John Dewey (1859-1852)

Gagasan Lester Frank Word tersebut dikembangkan oleh John Dewey,


seorang tokoh pragmatisme, ahli penididkan, dan sekaogus pelopor sosiologi
pendidikan. Dalam karya termasyhurnya yang berjudul School snd Society yang terbit
pada tahun 1899, menekankan sekolah sebagai institusi sosial. Ia memandang bahwa
hubungan anara lembaga pendidikan dan masyarakat sangat penting. Dewey meneliti

2
Ibid., hlm. 24
3
Ibid., hlm. 25

2
tentang kehidupan anak-anak kota yang tampak acuh dan buta terhadap produk yang
dimanfaatkan setiap hari, seperti pakaian, gas, peralatan rumah tangga, dan
sebagainya. Mereka hanya tinggal memakai tanpa tahu bagaimana cara membuatnya.
Kondisi yang seperti ini dapat diperbaiki melalui jembatan lembaga pendidikan.

Dewey memandang bahwa tipe dari pragmatismenya diasumsikan sebagai


sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Pendidikan
dipandang sebagai wahana yang strategis dan sentral dalam upaya kelansungan hidup
dimasa sepan. Penididkan Nasional Amerika, menurut Dewey, hanya mengulang-
ulang sesuatu yang sudah lampau, yang sebenarnya tidak layak lagi untuk diajarkan
kepada anak didik. Penididkan yang demkian hanya mengebiri intelektualitas anak
didik.

Dalam bukunya Democracy and Education (1916), Dewey menawarkan suatu


konsep pendidikan yang adaptif dan progesif bagi perkembangan masa depan.

Dari kutipan di atas dapat dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus
mampu membekali anak didik sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lingkungan
sosialnya. Sehingga, apabila anak didik tersebut telah lulus dari lembaga sekolah, ia
bisa beradaptasi dengan masyarakat.4

Untuk merealisaikan konsepnya tersebut. Dewey menawarkan duan metode


pendekatan dalam pengajaran yaitu:

a). Problem Solving Method

Anak dihadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang


menantang, dan masalah-masalah yang menantang , dan anak didik diberi
kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai
dengan perkembangan kemampuannya. Dalam proses belajar mengajar seperti
itu, guru bukanlah satu-satunya sumber, bahkan kedudukan seorang guru
hanya membantu siswa dalam emecahkan kesulitan yang dihadapinya. Dengan
metode semacam ini, dengan sendirinya pola lama yang hanya mengandalkan
guru sebagai satu-satunya pusat informasi (metode pedagogy) diambil alih

4
Ibid., hlm. 30

3
kedudukanya oleh metode andragogy yang lebih menghargai perbedaan
individu anak didik.

b). Learning by Doing

Konsep ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara dunia


pendidikan dengan kebutuhan dalam masyarakat. Supaya anak didik bila telah
menyelesaikan pendidikannya bisa eksis dalam masyarakat dengan
keterampilan-keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.5

3. Emile Durkheim (1858-1917)

Salah seorang toko penting dalam hazanah perkembangan sosisologi


pendidikan adalah Emile Durkheim, terutama dengan pandangannya terhadap
pendidikan sebagai suatu social thing (ikhitiar sosial). Atas dasar pandangan ini,
Durkheim mengatakan bahwa “pendidikan itu bukanlah hanya satu bentuk, baik
dalam artian ideal maupun aktualnya, tetapi bermacam-macam . keragamaan bentuk
dimaksud sebenarnya mengikuti banyaknya perbedan lingkingan dimasyarakat
sendiri.

Seperti yang dijelaskan pada uraian sebelumnya, bahwa teori pemikiran


Durkheim terangkum dalam onsep “solidaritas sosial”. Solidaritas sosial ia bagi
menjadi dua, yakni solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas Mekanik didasarkan pada susatu kesadran kolektif bersama, yang
menunjuk pada tolalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada
pada warga masyarakat yang sama itu. Indikator yang paling jelas untuk
solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dankerasnya hukum-hukum yang
bersifat menkan (repressive). Ciri khas yang penting dari soldaritas mekanik
adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pasa suatu tingkah homogenetis yang
tinngi dalam keprcayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas itu hanya
mungkin kalau pembagian kerja bersifat sanagat minim.
b. Solidaritas Organik

5
Ibid., hlm. 31

4
Solidaritas Organik didasarkan pada tingkat saling ketrgantungan yang tinggi.
Saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai
hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang
memungkinkan dan juga menggairahkan bertambahnya perbedaan dikalangan
individu. Durkheim mempertahankan bahw akuatnya solidaritas organik itu
ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan daripada yang bersifat
reepresif. Dalam sistem organik, kemarahan kolektifyang timbul karena perilaku
menyimpang menjadi kecil kemungkinannya, karena kesadaran kolektif tidak
terbangun dengan kuat.6

Selain itu, Durkhrim juga membandingkan sifat pokok dari masyarakat yang
didasarkan pada solidaritas mekanik dengan sifat masyarakat yang didsarkan pada
soidaritas organik.
Perbandingan tersebut yaitu:

Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik

 Pembagian kerja rendah  Pembagian kerja tinggi


 Kesadran kolektif tinggi  Kesadran kolektif lemah
 Hukum represif dominan  Hukum resitutif dominan
 Individualitas rendah  Individualitas tinggi
 Konsensus terhadap pola-pola  Konsensus terhadap nilai abstrak
normatif itu penting dan umum itu penting
 Peranan komunitas dalam  Badan kontrol sosial yang
menghukum orang yang menghukum orang yang
menyimpang menyimpang
 Salin ketergantungan itu rendah  Saling ketergantungan yang
 Bersufat primitif atau pedesaan tinggi
 Bersifat industri-perkotaan

Pandangan sosiologi Durkheim diatas, berpengaruh terhadap


pandangan pendidikan. Dia mengatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan

6
Ibid., hlm. 32

5
dan lingkungan sosialnya merupakan penentu cita-cita yang dilaksanakan
lembaga pendidikan. Susatu masyarakat bisa bertahan hiudp hanya kalau
terdapat suatu tingkat homogenitas yang memadai di kalangan warganya.
Keseragaman yang esensial dituntut dalam kehidupan bersama, dapat
diupayakan memalu pendidikan sememnjak dini di kalangan anak-anak.
Keanekaragaman pun dapat dijamin oleh upaya pendidikan dengan jalan
pengadaan pendidikan yang beraneka ragam, baik jenjang pendidikan maupun
spesialisasinya. Pandangan Durkheim tentang pendidikan ini menekankan
bahwa pendidikan bukanlah hanya satu model tetapi bermacam-macam.
Dengan demikian, masyarakat secara keseluruhan dan lingkungan sosisalnya
dapat menentukan tipe-tipe pendidikannya.

Adanya beragam saluran pendidikan menurut Durkheim sebagai srana


untuk memenuhi salah satu hak asai manusia (pendidikan). Pendidikan
merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri dan kesadaran
sosial,menjadi satu paduan yang stabil, displin, dan utuh secara bermakna.
Pandangan sosisologi pendidikan Durkheim dapat dilihat pada bberpa
karyanya, antara lain: Education and Society (1956), Moral Education (1961),
dan Evolution of Education Thought (1977).7

4. Kari Manheim (1893-1947)

Dalam perkembangan selanjutnya, Kari Mannheim sebagai sosisolog yang


memasuki menekuni dunia pendidikan, memandang bhwa pendidikan adalah sebagai
salah satu elemen dinamis dalam sosiologi ia nyatakan dalam statemenya bahwa “ahli
sosiologi tidak memandang pedidikan semata-mata sebagai alat merealisasikan cita
abstrak suatu kebudayaan atau seb alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai
sutau bagian dalam proses mempengaruhi manusia. Terlebih lahi jika pendidikan
dihadapkan kepada kecenderungan perkembangan masyarakat yang sngat bergam
sesuai dengan tahap pertumbuhannya.

Pemikiran sosisologi Mannheim terkenal dengan sebutan sosiologi


pengetahuan. Sosisologi pengetahuan adalah sosisologi yang mengkaji hubungan
masyarakat dan pengetahuan. Menurut Mannheim, penggunaaan pendekatan sosiologi

7
Ibid., hlm. 32

6
terhadap permaslahan-permaslahan pendidikan, tidak saja dapat membawa nilai posiif
di dalam perumusan tujuan pendiddikan, akan tetapi dapat pula membantu pada
pengembangan konten dan metodologi. Dalam konteks sosiologi pengetahuan ini,
pendidikan mempunyai peran penting dalam perkembangan masyarakat. Pendidikan
hanya dapat dipahami dalam konteks unutk membentuk masyarakat seperti apa yang
kita inginkan.8

5). George Payne

George Payne, yang kerap disebut bapak sosiologi peniddikan,


mengemukakan secara konsepsional sosiologi pendidikan adalah “by education
sociology, we the science with desribes andexlains the institution, social group, and
social processes, that is the special realitionships in which or trought which the
idividual gains and organizez experiences”.

Payne menegaskan bahwa, didalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok


sosial, terdapat apa yang dinamakan hubungan-hubungan sosial, terdapat apa yang
dinamakan, diamana dengan interaksi sosisal individu memperoleh dan mengorganisir
pengalamn –pengalamannya. I ilah yang merupakan aspek-aspek atau prinsip-prinsip
sosiologisnya.

Payne secara spesifik memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang


konsprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu yang diterapkan. Bagi
Payne, sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang
sosiologi yang dapat dikeakan analisis sosiologisnya. Tuuan utamanya ialah
memeberikan guru-guru para penelitu dan orang lain yang menaruh perhatian akan
pendidikan, latihan yang serasi dan efektif dalam sosiologi yang dapat memebrikan
sumbangsih kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang pedidikan.9

B. Teori-teori dalam Sosiologi

Ada 2 teori utama yang tergabung dalam paradigma fakta sosial ini, yaitu :

8
Ibid., hlm. 34
9
Ibid., hlm. 35

7
1. Teori Struktural Fungsional
Teori fungsionalisme struktural menekankan kepada keteraturan dan
mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Menurut teori
ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen yang saling berikatan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan
yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian
yang lain. Asumsi dasarnya bahwa setiap struktur dalam sistem sosial adalah
fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak fungsional maka struktur
itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. 10
Penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur
adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-
lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik, penganut teori fungsionalisme
struktural memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara
melestarikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan. Robert K.
Merton sebagai penganut teori ini berpendapat bahwa objek analisa sosiologi
adalah fakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial,
organisasi kelompok, pengendalian sosial. 11
Selain itu, teori ini memanfaatkan struktur dan fungsi untuk meningkatkan
produktivitas kelompok. Yang dimaksud dengan struktur ialah bagian-bagian
kelompok dengan peranan dan posisinya masing-masing. Bila struktur itu
disempurnakan dan fungsinya ditingkatkan, maka diyakini kerja kelompok akan
menjadi lebih baik yang membuat produktivitasnya menjadi meningkat. Teori ini
kemudian dikembangkan menjadi teori Pluralis, artinya masing-masing bagian
kelompok diberi kebebasan lebih besar dari semula dalam berinisiatif,
mengembangkan ide, yang kemudian dimusyawarahkan dan disaring dalam
kelompok. Teori ini dapat diaplikasikan di kantor pendidikan dalam rangka
meningkatkan prestasi kerja para personalia pendidikan.12
Hal penting yang dapat disimpulkan bahwa masyarakat menurut kacamata
teori fungsional senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-
angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap
struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula dengan

10 Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm. 42-43.
11
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm.43
12
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hlm. 160.

8
institusi yang ada, diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan serta
kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi dinamika dalam
keseimbangan. 13
2. Teori Struktural Konflik
Teori ini dibangun untuk menentang secara langsung terhadap teori
fungsionnalisme struktural. Tokoh utama teori ini adalah Ralp Dahrendorf.
Proposisi yang dikemukakan oleh pemganut teori konflik bertentangan dengan
proposisi yang dikemukakan oleh penganut teori fungsionalisme struktural.
Perbedaan proposisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut
Menurut teori fungsionalisme struktural:
a. Masyarakat berada pada kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam konndisi
keseimbngan.
b. Setiap elemen atau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas.
c. Anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai, dan
moralitas umum.
d. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi latent, fungsi
manifest, dan keseimbangan (equilibrium).

Menurut teori konflik:

a. Masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh


pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya.
b. Setiap elemen memberikan sumbangan terhadap desintegrasi sosial.
c. Keteraturan dalam masyarakat hanyalah disebabkan karena adanya tekanan
atau pemaksaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.
d. Konsep-konsep sentral teori konflik adalah wewenang dan posisi keduanya
merupakan fakta sosial. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak
merata tanpa terkecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara
sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari adanya berbagai
posisi dalam masyarakat.

Konflik bukan berarti tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Pierre van
Berghe (1963) mengemukakan empat fungsi konflik:

1) Sebagai alat untuk memelihara solidaritas.


13
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm. 43.

9
2) Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain.
3) Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi.
4) Fungsi komunikasi. Sebelum konflik, kelompok tertentu mungkin tidak
mengetahui posisi lawan. Tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara
kelompok menjadi lebih jelas. Individu dan kelompok tahu secara pasti dimana
mereka berada dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik untuk
bertindak dengan lebih tepat.

Kesimpulan penting yang dapat diambil adalah bahwa teori konflik ini ternyata
terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat
disampingmu konflik itu sendiri. Masyarakat selalu dipandang dalam kondisi konflik.
Mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku umum yang menjamin
terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah aman
pertikaian dan pertentangan. Seperti membenarkan Hobbes yang mengatakan: belum
omnium cinta omben (perang antara semua melawan semua).14

C. Hubungan Sosiologi dan pendidikan.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara amnesia dalam kelompok-
kelompok dam striktur sosialnya. Jadi, sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu
berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit
masyarakat atau social di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang ain.

Sosiologi mempunyai ciri-ciri utama sosiologi sebagai berikut:

1. Empiris adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan
dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk
budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi
muda.
3. Komulatif sebagai akibat dari penciptaan terus-menerus sebagai konsekuensi dan
terjadinya perubahan di masyarakat yang membuat teori-teiri itu akan berkomulasi
mengarah kepada teori yang lebih baik.

14
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm. 43-44.

10
4. Nonetis, karena teori itu menceritakan a adanya tentang masyarakat beserta individu-
individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.15

Sejalan dengan lahirnya pemikiran tentang pendidikan kemasyarakatan, maka pada


abad ke-20 sosiologi memegang peranan penting alam dunia pendidikan. Pendidikan
yang diinginkan kemasyarakatan ini ialah proses pendidikan yang bisa mempertahankan
dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Untuk mewujudkan cita-
cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep atau teori sosiologi
memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka bisa memiliki
kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, daan akrab sesame teman. Para guru dan
pendidik lainnya akan menerapakan konsep sosiologi di lembaga pendidikannya masing-
masing.16

Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah
sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologiyang terdapat pada
pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi:

1. Interaksi siswa-siswa.
2. Dinamika kelompok-kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah.
3. Struktur dan fungsi system pendidikan.
4. Sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.

Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Pertama-tama adalah tentang


konsep proses sosoal, yaitu suatu cara berhubungan antar individu atau antar
kelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan
tertentu. Proses sosial atau sosialisasi ini menjadikan seseorang tau kelompok yang
belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi atau
sosialisasiya semakin meningkat.

Proses sosial dimulai dari interaksi social dan dalam proses sosial itu selalu
terjadi insteraksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut:

1. Imitasi
2. Sugesti.
3. Identifikasi.

15
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hlm. 151
16
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hlm. 152

11
4. Simpati.

Proses sosial bisa terjadi karena salah satu faktor di atas atau gabungan beberapa
daripadanya.

Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Kalau
anak meniru orang tuanya atau gurunya berpakaian rapi, maka nak ini sudah
mensosialisasikan diri secara positif baik terhadap orang tuanya maupun terhadap
gurunya. Kalau anak meniru orang lain meminum minuman keras, maka ia
melakukan sosialisasi negatif.17

Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada
pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
Di sekolah yang berwibawa misalnya, guru, yang berwewenang misalnya kepala
sekolah, dan yang mayoritas misalnya pendapat sebagian besar temannya. Sugesti ini
memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak terlalu
sering mensosialisasi lewat sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional
terhambat.

Seorang anak dapat mensosialisasikan diri lewat identid=fikasi. Ia berusaha


atau mencoba menyaakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun
dibawah sadar. Kata identifikasi berasal dari kata identic yang artinya sama. Seorang
anak bisa saja mengidentifikasi gurunya dalam lompat tinggi sebab guru itu juara
dalam lompat tinggi atau anak lain akan mengidentifikasi guru putri yang paling
sedikit dalam caranya berdandan.

Simpati adalah factor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial.
Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Factor
perasaan memegang peranan penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrab
perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar ismpati ini mudah muncul,
sosioalisasi terjadi, dan anak-anak akan tertib mematuhi peraturan-peraturan kelas
dalam belajar.

Keempat faktor di atas yang mendasari sosialisasi anak-anak adalah suatu


tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses sosial. Hati mereka
paling terlibat adalah pada faktor terakhir, yaitu simai.pada imitasi mereka sekedar
17
Ibid., hlm. 153

12
meniru, pada sugesti karena kena pengaruh dari luar, dan pada identifikasi sudah ada
upaya untuk menyamakan diri. Proses sosial ini ada kalanya disebabkan atau didasari
oleh sakah satu atau bebrapa factor itu, tetapi sering ula terjadi didasari oleh keempat
faktor itu secara berturut-turut mulai dari imitasi sampai dengan imitasi.18

Untuk memudahkan terjadi sosialisasi dalam pendidikan , maka guru perlu


menciptakan situasi, terutama pada dirinya sendiri agar factor-faktir yang medasari
sosialisasi itu muncul pada diri anal-anak. Misalnya guru harus bisa menjadi contoh
dalam berperilaku agar ditiru, diidentifikasi, dananak-anak merasa simpati kepadanya.
Begitu halnya dengan kondisi kelas, perlu dibina dengan baik agar sosialisasi anak-
anak tidak terhambat.

Dalam proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu suatu hubungan sosial yang
dinamis. Interaksi sosial akan terjadi apabial memenuhi dua syarat sebagai berikut:

1. Kontak sosial.
2. Komunikasi.

Baik kontak sosial maupun komunikasi dapat menghasilkan interaksi sosial


yang positif dan dapat pula negatif. Hal ini bergantung kepada hasil akhir dari
interaksi sosial itu.

Kontak sosial data berlangsung dalam tiga bentk, yaitu:

1. Kontak antar individu. Misalnya siswa dengan guru.


2. Kontak antara individu dengan kelompok atau sebaliknya. Misalnya guru
yang mengajar di kelas.
3. Kontak antara kelompok. Misalnya rapat wali murid dengan para guru.19

Komunikasi ialah proses penyampaian pikiran dan perasaam seseorang kepada


orang lain atau sekelommpok orang. Ada sejumlah alat yang dapat dipakai
mengadakan komunikasi. Aat-alat yang dimakssud adalah:

1. Melalui pembicaraan, dengan segala macam nada, seperti berbisik-bisik,


halus, kasar, dan keras bergantung kepada tujuan pembicaraan dan sifat
orang yang berbicara.

18
Ibid., hlm. 154
19
Ibid., hlm. 155

13
2. Melalui mimik, seperti raut muka, pandangan, dan sikap.
3. Dengan lambing, contohnya ialah bicara isyarat untuk orang-orang tuna
rungu, menempelkan telunjuk di depan mulut, mengglengkaan kepala, dan
sebagainya.
4. Dengan alat-alat, yaitu alat-alat elektronik, seperti radio, televise, telepon,
dan sejumlah media cetak seperti buku, majalah, dan sebagainya.

Keempat alat komunikasi itu bisa dipakai dalam pendidikan. Namun perlu
dipilih agar cocok dengan materi yang dipelajari anak-anak dan dengancara
mempelajarinya.

Ada sejumlah bentuk interaksi sosial, yaitu sebagai berikut:

1. Kerja sama, misalnya kerja sama dalam kelompok belajar pada anak-anak.
2. Akomodasi, ialah usaha untuk meredakan pertentangan, mencari
kestabilan, serta kondisi berimbang diantara para anggota. Contohnya ialah
interaksi orang tua siswa yang tidak setuju dengan kenaikan SPP dengan
guru0guru atau kepala sekolah yang akhirnya melahirkan kesepakatan
tertentu.
3. Asimilasi atau Akulturasi, ialah usaha menguranggi perbedaan pendapat
anatar anggota serta usaha untuk meningkatkan erssatuan pikiran, sikap,
dan tindakan dengan memperhatikan tujuan-tujuan bersama. Demokrasi
dalam pendidikan, pakaian seragam, dan perlakuan sama di sekolah adalah
upaya memperlancar asimilasi dalam dunia pendidikan. Factor-faktor yang
yang dpat mempermudah terjadinya akulturasi, yaitu:
a. Toleransi.
b. Menghargai kebudayaan orang lain.
c. Sikap terbuka.
d. Demokrasi dalam banyak hal.
e. Ada kepentingan yang sama.
4. Persaingan, sebagai bentuk interaksi sosial yang negatiif. Misalnya
persaingan untuk mendapatkan nilai akademik tertinggi dan persaingan
dalam berbagai perlombaan. Kadang-kadang persaingan dapat juga
meningkatkan daya juang seseorang. Namun, persaingan dalam
pendidikan lebih banyak negatifnya daripada positifnya.

14
5. Pertikaian, adalah proses sosial yang menunjukkan pertentangan atau
konflik satu dengan yang lain. Banyak hal yang dapat menimbulakn
konflik seperti perbedaan kepentingan, kebudayaan, dan pendapat. Dapat
juga disebabkan karena perbedaan tingkat sosial, atau karena rasa iri dan
cemburu. Sekolah eharusnya berusaha meniadakan sumber-sumber
pertentangan ini.20

Kelompok sosial berarti himpunan sejumlah orang, paling sdedikit dua orang
yang hidup bersama, karena cita0ctita yang sama. Ada beberapa persyaratan untuk
terjadinya kelompok sosial, yaitu:

1. Setiapp anggota memiliki kesadaran sebagai bagian dari kelompok.


2. Ada interaksi atau hubungan timbal balik antara anggota.
3. Mempunyai tujuan yang sama.
4. Membentuk norma yang mengatur ikatan kelompok.
5. Terjadi struktur dalam kelompok yang membentuk peranan dan status
sebagai dasar kegiatan dalam kelompok.21

Dalam kelompok sosial dibedakan antara kelompok primer dan sekunder.


Kelompok primer akan terjadi manakala hubungan antar anggota cuku erat, kenal,
dan akrab satu dengan yang lain. Pada umumnya jumlah anggota kelompok ini kecil,
misalnya kelas dan kelompok belajar di rumah. Sedangkan kelompok sekunder adalah
kelomok yang anggotanya cuup banyak sehingga sering mereka tidak kenal satu
dengan yang lainnya. Contohya dosen-dosen suatu perguruan tinggi yang besar dan
beberapa organisasi profesi.

Ada istilah lain yang berhubungan dengan kelompok sosial,yaitu kelompok


formal dan kelompok informal. Dikatakan kelompok formal sebab kelompok itu
memiiki aturan-aturan yang jelas yang sengaja diciptakan untuk menegakkan
kelompok itu. Sebaliknya kelompok informal adalah kelompok yang tidak punya
peraturan seperti itu. Mereka berkelompok karena kepentingan yang sama di tempat
yang sama. Kelompok-kelompok dalam dunia pendidikan pada umumnya bersifat
formal.22

20
Ibid., hlm. 157
21
Ibid., hlm. 158
22
Ibid., hlm 159

15
D. Tujuan sosiologi pendidikan

Francis brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan


pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memperoleh
dan mengordinasi pengalamannya pengertian diatas dapat kita disebutkan beberapa
konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:

a) sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses perkembangan anak. Baik dalam


lingkungan keluarga , sekolah, maupun masyarakat.
b) sosiologi pendidkan bertujuan menganalisi perkembangan dan kemajuan sosial.
Karna banyak yang beranggapan pendidikan dalam lingkup masyarakt sangat
memberikan pengaruh besar terhadap kemjuan masyarakat.
c) sosiologi pendidikan bertujuan menganalisi status pendidikan dalam masyarakat.
Berdirinya suatu lebaga oendidikan itu berada sering disesuikan oleh daerah tersebut.
d) sosiologi bertujuan menganalisis partisipasi orang terdidik/ pendidikan dalam
kegiatan sosial. Ukuran oendidikan masyarakat terhadap suatu wilayah sering
menjadi ukuran tentang majunya suatu wilayah tersebut.
e) sosiologi pendidikan bertujuan membantu menetukan tujuan pendidikan
f) sosiologi pendidikan berutama kepada uru .latian latian yang efektif dalam bidang
sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangan ilmu- ilmunya.23
E. Pokok-pokok penelitian sosiologi pendidikan

Menurut sistem nasution ada beberapa pokok penelitian sosiologi pendidikan,yaitu:

a. hubungan sistem pendidikan dengan aspek- aspek lain dalam masyarakat, meliputi,
1. fungsi pendidikan dalam budaya
2. hubungan sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial de9an sistem
kekuasaan
3. fungsi sistem pendidikan dalamm proses perubahan sosial
4. hubungan dengan sistem tingkat/status sosial
5. fungsi sistem pendidikan formal bertalian den9an kelompok rasial,
kultural,dan sebagainya
b. hubungan manusia dalam sekolah

23
Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 50

16
1. hakikat kebudayaan sekolahsejauh ada perbedaannya dengan sekolah yang ada
diluar
2. pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi berbagai hubungan antara berbagai unsur sekolah, kepemimpinan dan
hubungan kekuasaan
c. pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak sekolah
1. peran sosia dan guru-guru
2. hakikat kepribadian guru
3. pengaruh kepribadian guru trhadap kelakuan siswa nya
4. fungsi sekolah dalam sosialisasi murid.
d. sekolah dalam masyarakat
1. pengaruh masyarakat dan oranisasi
2. analisa organisasi yang trdapat dalam sistem sosial dalam masyarakat di luar
sekolah
3. hubungan antar manusia di sekolah maupun luar dalam pelaksanaan
pendidikan
4. faktor-faktor demologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi
sekolah.24

24
Ibid., hlm. 53

17

Anda mungkin juga menyukai