PEMBAHASAN
1
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si., Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016, hlm. 23.
1
berbagai ilmu pengetahuan, yang semula tergabung dalam filsafat memishkan diri dan
berkembang mengajar tujuan msing-masing. Sosiologi termasuk cabang ilmu yang
memisahkan dari filsafat. 2
Lahirnya sosiologi sebagai ilmu sosial tidak lepas dari peranan seorang tokoh
brilian, yakni Auguste Cemte (1798-1867). Ia adalah orang pertama yang
mencetuskan nama sosiologi dalam bukunya Course secara kreatif menyusun sintesa
berbagai macam aliran pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu
tentang masyarakat dengan dasar filsafat empiris yang kuat.3
Sejarah perkembangan sosiologi pendidikan bermula dari sosiologi yang
muncul pada abad 19. Berdasarkan sejarah lahir dan berkembangnya, sosiologi
pendidikan merupakan disiplin ilmu yang relatif masih muda. Umtuk mencari tokoh
dan pelopornya belum ada standar yang memadai, oleh karena itu yang dimaksud
dengan pelopor dan tokoh sosiologi pendidikan disini, hanya didasarkan pada para
ahli sosiologi yang mempunyai perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap
pendidikan. Sejarah berdirinya sosiologi pendidikan tidak terlepas dari peran tokoh
sebagai berikut :
Lester Frank Word adalah seorang pelopor sosiologi dari Amerika Serikat
yang diangkap sebagai pencetus gagasan tentang lahirnya sosiologi pendidikan .
sumbangan Word yang penting terhadap sosiologi pendidikan adalah pemikirannya
tentang evolusi sosial. Evolusi sosial adalah perkembangan masyarakat secara gradual
yang menunjukan proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-
hari dalam tiap masyarakat. Misalnya, adat serta peraturan diubah sesuai dengan
desakan keperluan-keperluan baru dari individu-individu dalam masyarakat.
2
Ibid., hlm. 24
3
Ibid., hlm. 25
2
tentang kehidupan anak-anak kota yang tampak acuh dan buta terhadap produk yang
dimanfaatkan setiap hari, seperti pakaian, gas, peralatan rumah tangga, dan
sebagainya. Mereka hanya tinggal memakai tanpa tahu bagaimana cara membuatnya.
Kondisi yang seperti ini dapat diperbaiki melalui jembatan lembaga pendidikan.
Dari kutipan di atas dapat dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus
mampu membekali anak didik sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lingkungan
sosialnya. Sehingga, apabila anak didik tersebut telah lulus dari lembaga sekolah, ia
bisa beradaptasi dengan masyarakat.4
4
Ibid., hlm. 30
3
kedudukanya oleh metode andragogy yang lebih menghargai perbedaan
individu anak didik.
a. Solidaritas Mekanik
Solidaritas Mekanik didasarkan pada susatu kesadran kolektif bersama, yang
menunjuk pada tolalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada
pada warga masyarakat yang sama itu. Indikator yang paling jelas untuk
solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dankerasnya hukum-hukum yang
bersifat menkan (repressive). Ciri khas yang penting dari soldaritas mekanik
adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pasa suatu tingkah homogenetis yang
tinngi dalam keprcayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas itu hanya
mungkin kalau pembagian kerja bersifat sanagat minim.
b. Solidaritas Organik
5
Ibid., hlm. 31
4
Solidaritas Organik didasarkan pada tingkat saling ketrgantungan yang tinggi.
Saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan itu bertambah sebagai
hasil dari bertambahnya spesialisasi dalam pembagian pekerjaan, yang
memungkinkan dan juga menggairahkan bertambahnya perbedaan dikalangan
individu. Durkheim mempertahankan bahw akuatnya solidaritas organik itu
ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat memulihkan daripada yang bersifat
reepresif. Dalam sistem organik, kemarahan kolektifyang timbul karena perilaku
menyimpang menjadi kecil kemungkinannya, karena kesadaran kolektif tidak
terbangun dengan kuat.6
Selain itu, Durkhrim juga membandingkan sifat pokok dari masyarakat yang
didasarkan pada solidaritas mekanik dengan sifat masyarakat yang didsarkan pada
soidaritas organik.
Perbandingan tersebut yaitu:
6
Ibid., hlm. 32
5
dan lingkungan sosialnya merupakan penentu cita-cita yang dilaksanakan
lembaga pendidikan. Susatu masyarakat bisa bertahan hiudp hanya kalau
terdapat suatu tingkat homogenitas yang memadai di kalangan warganya.
Keseragaman yang esensial dituntut dalam kehidupan bersama, dapat
diupayakan memalu pendidikan sememnjak dini di kalangan anak-anak.
Keanekaragaman pun dapat dijamin oleh upaya pendidikan dengan jalan
pengadaan pendidikan yang beraneka ragam, baik jenjang pendidikan maupun
spesialisasinya. Pandangan Durkheim tentang pendidikan ini menekankan
bahwa pendidikan bukanlah hanya satu model tetapi bermacam-macam.
Dengan demikian, masyarakat secara keseluruhan dan lingkungan sosisalnya
dapat menentukan tipe-tipe pendidikannya.
7
Ibid., hlm. 32
6
terhadap permaslahan-permaslahan pendidikan, tidak saja dapat membawa nilai posiif
di dalam perumusan tujuan pendiddikan, akan tetapi dapat pula membantu pada
pengembangan konten dan metodologi. Dalam konteks sosiologi pengetahuan ini,
pendidikan mempunyai peran penting dalam perkembangan masyarakat. Pendidikan
hanya dapat dipahami dalam konteks unutk membentuk masyarakat seperti apa yang
kita inginkan.8
Ada 2 teori utama yang tergabung dalam paradigma fakta sosial ini, yaitu :
8
Ibid., hlm. 34
9
Ibid., hlm. 35
7
1. Teori Struktural Fungsional
Teori fungsionalisme struktural menekankan kepada keteraturan dan
mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Menurut teori
ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau
elemen yang saling berikatan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan
yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian
yang lain. Asumsi dasarnya bahwa setiap struktur dalam sistem sosial adalah
fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, kalau tidak fungsional maka struktur
itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. 10
Penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur
adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-
lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik, penganut teori fungsionalisme
struktural memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara
melestarikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan. Robert K.
Merton sebagai penganut teori ini berpendapat bahwa objek analisa sosiologi
adalah fakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial,
organisasi kelompok, pengendalian sosial. 11
Selain itu, teori ini memanfaatkan struktur dan fungsi untuk meningkatkan
produktivitas kelompok. Yang dimaksud dengan struktur ialah bagian-bagian
kelompok dengan peranan dan posisinya masing-masing. Bila struktur itu
disempurnakan dan fungsinya ditingkatkan, maka diyakini kerja kelompok akan
menjadi lebih baik yang membuat produktivitasnya menjadi meningkat. Teori ini
kemudian dikembangkan menjadi teori Pluralis, artinya masing-masing bagian
kelompok diberi kebebasan lebih besar dari semula dalam berinisiatif,
mengembangkan ide, yang kemudian dimusyawarahkan dan disaring dalam
kelompok. Teori ini dapat diaplikasikan di kantor pendidikan dalam rangka
meningkatkan prestasi kerja para personalia pendidikan.12
Hal penting yang dapat disimpulkan bahwa masyarakat menurut kacamata
teori fungsional senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-
angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap
struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula dengan
10 Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm. 42-43.
11
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm.43
12
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hlm. 160.
8
institusi yang ada, diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan serta
kepincangan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi dinamika dalam
keseimbangan. 13
2. Teori Struktural Konflik
Teori ini dibangun untuk menentang secara langsung terhadap teori
fungsionnalisme struktural. Tokoh utama teori ini adalah Ralp Dahrendorf.
Proposisi yang dikemukakan oleh pemganut teori konflik bertentangan dengan
proposisi yang dikemukakan oleh penganut teori fungsionalisme struktural.
Perbedaan proposisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut
Menurut teori fungsionalisme struktural:
a. Masyarakat berada pada kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam konndisi
keseimbngan.
b. Setiap elemen atau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas.
c. Anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai, dan
moralitas umum.
d. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi latent, fungsi
manifest, dan keseimbangan (equilibrium).
Konflik bukan berarti tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Pierre van
Berghe (1963) mengemukakan empat fungsi konflik:
9
2) Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain.
3) Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi.
4) Fungsi komunikasi. Sebelum konflik, kelompok tertentu mungkin tidak
mengetahui posisi lawan. Tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara
kelompok menjadi lebih jelas. Individu dan kelompok tahu secara pasti dimana
mereka berada dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik untuk
bertindak dengan lebih tepat.
Kesimpulan penting yang dapat diambil adalah bahwa teori konflik ini ternyata
terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat
disampingmu konflik itu sendiri. Masyarakat selalu dipandang dalam kondisi konflik.
Mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku umum yang menjamin
terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah aman
pertikaian dan pertentangan. Seperti membenarkan Hobbes yang mengatakan: belum
omnium cinta omben (perang antara semua melawan semua).14
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara amnesia dalam kelompok-
kelompok dam striktur sosialnya. Jadi, sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu
berhubungan satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit
masyarakat atau social di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang ain.
1. Empiris adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan diciptakan
dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu bentuk
budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi
muda.
3. Komulatif sebagai akibat dari penciptaan terus-menerus sebagai konsekuensi dan
terjadinya perubahan di masyarakat yang membuat teori-teiri itu akan berkomulasi
mengarah kepada teori yang lebih baik.
14
Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si, Sosiologi Pendidikan, Madani, Malang, 2016,hlm. 43-44.
10
4. Nonetis, karena teori itu menceritakan a adanya tentang masyarakat beserta individu-
individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.15
Salah satu bagian sosiologi yang dapat dipandang sebagai sosiologi khusus adalah
sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan ini membahas sosiologiyang terdapat pada
pendidikan. Wuradji (1988) menulis bahwa sosiologi pendidikan meliputi:
1. Interaksi siswa-siswa.
2. Dinamika kelompok-kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah.
3. Struktur dan fungsi system pendidikan.
4. Sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
Proses sosial dimulai dari interaksi social dan dalam proses sosial itu selalu
terjadi insteraksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh faktor-faktor berikut:
1. Imitasi
2. Sugesti.
3. Identifikasi.
15
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hlm. 151
16
Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan Kependidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2009,hlm. 152
11
4. Simpati.
Proses sosial bisa terjadi karena salah satu faktor di atas atau gabungan beberapa
daripadanya.
Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Kalau
anak meniru orang tuanya atau gurunya berpakaian rapi, maka nak ini sudah
mensosialisasikan diri secara positif baik terhadap orang tuanya maupun terhadap
gurunya. Kalau anak meniru orang lain meminum minuman keras, maka ia
melakukan sosialisasi negatif.17
Sugesti akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada
pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
Di sekolah yang berwibawa misalnya, guru, yang berwewenang misalnya kepala
sekolah, dan yang mayoritas misalnya pendapat sebagian besar temannya. Sugesti ini
memberi jalan bagi anak itu untuk mensosialisasi dirinya. Namun kalau anak terlalu
sering mensosialisasi lewat sugesti dapat membuat daya berpikir yang rasional
terhambat.
Simpati adalah factor terakhir yang membuat anak mengadakan proses sosial.
Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Factor
perasaan memegang peranan penting dalam simpati. Sebab itu hubungan yang akrab
perlu dikembangkan antara guru dengan peserta didik agar ismpati ini mudah muncul,
sosioalisasi terjadi, dan anak-anak akan tertib mematuhi peraturan-peraturan kelas
dalam belajar.
12
meniru, pada sugesti karena kena pengaruh dari luar, dan pada identifikasi sudah ada
upaya untuk menyamakan diri. Proses sosial ini ada kalanya disebabkan atau didasari
oleh sakah satu atau bebrapa factor itu, tetapi sering ula terjadi didasari oleh keempat
faktor itu secara berturut-turut mulai dari imitasi sampai dengan imitasi.18
Dalam proses sosial terdapat interaksi sosial, yaitu suatu hubungan sosial yang
dinamis. Interaksi sosial akan terjadi apabial memenuhi dua syarat sebagai berikut:
1. Kontak sosial.
2. Komunikasi.
18
Ibid., hlm. 154
19
Ibid., hlm. 155
13
2. Melalui mimik, seperti raut muka, pandangan, dan sikap.
3. Dengan lambing, contohnya ialah bicara isyarat untuk orang-orang tuna
rungu, menempelkan telunjuk di depan mulut, mengglengkaan kepala, dan
sebagainya.
4. Dengan alat-alat, yaitu alat-alat elektronik, seperti radio, televise, telepon,
dan sejumlah media cetak seperti buku, majalah, dan sebagainya.
Keempat alat komunikasi itu bisa dipakai dalam pendidikan. Namun perlu
dipilih agar cocok dengan materi yang dipelajari anak-anak dan dengancara
mempelajarinya.
1. Kerja sama, misalnya kerja sama dalam kelompok belajar pada anak-anak.
2. Akomodasi, ialah usaha untuk meredakan pertentangan, mencari
kestabilan, serta kondisi berimbang diantara para anggota. Contohnya ialah
interaksi orang tua siswa yang tidak setuju dengan kenaikan SPP dengan
guru0guru atau kepala sekolah yang akhirnya melahirkan kesepakatan
tertentu.
3. Asimilasi atau Akulturasi, ialah usaha menguranggi perbedaan pendapat
anatar anggota serta usaha untuk meningkatkan erssatuan pikiran, sikap,
dan tindakan dengan memperhatikan tujuan-tujuan bersama. Demokrasi
dalam pendidikan, pakaian seragam, dan perlakuan sama di sekolah adalah
upaya memperlancar asimilasi dalam dunia pendidikan. Factor-faktor yang
yang dpat mempermudah terjadinya akulturasi, yaitu:
a. Toleransi.
b. Menghargai kebudayaan orang lain.
c. Sikap terbuka.
d. Demokrasi dalam banyak hal.
e. Ada kepentingan yang sama.
4. Persaingan, sebagai bentuk interaksi sosial yang negatiif. Misalnya
persaingan untuk mendapatkan nilai akademik tertinggi dan persaingan
dalam berbagai perlombaan. Kadang-kadang persaingan dapat juga
meningkatkan daya juang seseorang. Namun, persaingan dalam
pendidikan lebih banyak negatifnya daripada positifnya.
14
5. Pertikaian, adalah proses sosial yang menunjukkan pertentangan atau
konflik satu dengan yang lain. Banyak hal yang dapat menimbulakn
konflik seperti perbedaan kepentingan, kebudayaan, dan pendapat. Dapat
juga disebabkan karena perbedaan tingkat sosial, atau karena rasa iri dan
cemburu. Sekolah eharusnya berusaha meniadakan sumber-sumber
pertentangan ini.20
Kelompok sosial berarti himpunan sejumlah orang, paling sdedikit dua orang
yang hidup bersama, karena cita0ctita yang sama. Ada beberapa persyaratan untuk
terjadinya kelompok sosial, yaitu:
20
Ibid., hlm. 157
21
Ibid., hlm. 158
22
Ibid., hlm 159
15
D. Tujuan sosiologi pendidikan
a. hubungan sistem pendidikan dengan aspek- aspek lain dalam masyarakat, meliputi,
1. fungsi pendidikan dalam budaya
2. hubungan sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial de9an sistem
kekuasaan
3. fungsi sistem pendidikan dalamm proses perubahan sosial
4. hubungan dengan sistem tingkat/status sosial
5. fungsi sistem pendidikan formal bertalian den9an kelompok rasial,
kultural,dan sebagainya
b. hubungan manusia dalam sekolah
23
Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 50
16
1. hakikat kebudayaan sekolahsejauh ada perbedaannya dengan sekolah yang ada
diluar
2. pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang antara lain
meliputi berbagai hubungan antara berbagai unsur sekolah, kepemimpinan dan
hubungan kekuasaan
c. pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak sekolah
1. peran sosia dan guru-guru
2. hakikat kepribadian guru
3. pengaruh kepribadian guru trhadap kelakuan siswa nya
4. fungsi sekolah dalam sosialisasi murid.
d. sekolah dalam masyarakat
1. pengaruh masyarakat dan oranisasi
2. analisa organisasi yang trdapat dalam sistem sosial dalam masyarakat di luar
sekolah
3. hubungan antar manusia di sekolah maupun luar dalam pelaksanaan
pendidikan
4. faktor-faktor demologi dalam masyarakat yang bertalian dengan organisasi
sekolah.24
24
Ibid., hlm. 53
17