PBL Chornic Myeloid Leukemia
PBL Chornic Myeloid Leukemia
Pembimbing :
Disusun oleh :
TAHUN 2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit mieloproliferatif menahun
dengan kelainan klonal akibat perubahan genetik pada pluripoten sel stem. Kelainan
tersebut mengenai lineage mieloid, monosit, eritroid, megakariosit. Perubahan
patologik yang terjadi berupa gangguan adhesi sel imatur di sumsum tulang, aktivasi
mitosis sel stem dan penghambatan apoptosis yang mengakibatkan terjadinya
proliferasi sel mieloid imatur di sumsum tulang, darah tepi dan terjadi hematopoiesis
ekstramedular.1
Penyakit ini ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,
sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan
diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), metamielosit,
mielositsampai granulosit.3
KLASIFIKASI
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda yaitu
Leukemia mieloid kronik Ph positif (CML, Ph +/ Leukemia Granulositik
Kronik; CGL)
Leukemia mieloid kronik Ph negatif (CML, Ph -)
Leukemia mieloid kronik juvenilis
Leukemia netrofilik kronik
Leukemia eosinofilik
Leukemia mielomonositik kronik (CMML)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian leukemia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukemia pada
dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Umumnya menyerang
usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih
progresif.2,1 Pada anak-anak dapat di jumpai dengan bentuk juvenile CML. Angka
kejadian pada pria : wanita adalah 3 : 2, secara umum didapatkan 1 - 1,5/100.000
penduduk di seluruh negara.1
3
CML merupakan bentuk leukemia kronik yang paling sering dijumpai di
Indonesia sedangkan di negara Barat yang lebih sering ditemukan dalam bentuk CLL.
Di Jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan
Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chemobil meledak. Beberapa
melaporan penyebab CML selain akibat paparan radiasi, bom atom adalah ankylosing
spondilitis pasca penyinaran.2,1
2.3 PATOGENESIS
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal
translocation 9,22 (t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom 22
abnormal yang disebabkan oleh translokasi sebagian materi genetik pada bagian
lengan panjang (q) kromosom 22 kekromosom 9, dan translokasi resiprokal bagian
kromosom 9, termasuk onkogen ABL, ke region klaster breakpoint (breakpoint
cluster region, BCR) yang merupakan titik pemisahan tempat putusnya kromosom
yang secara spesifik terdapat pada kromosom 22.
4
panjang kromosom 22. Titik putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2. Titik putus
BCR adalah salah satu di antara dua titik di region kelompok titik putus utama (M-
BCR) pada CML atau pada beberapa kasus ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini
akan mentranskripsikan chimeric RNA sehingga terbentuk chimeric protein (protein
210 kd). Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama
melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasi
pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menyebabkan proliferasi pada
seri mieloid
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.
Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan
tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan
membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik).
Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi,
virus onkogenik, maupun herediter. 4
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum
tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen
(kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam
sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka
dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat
radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang
berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada
sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum
tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih
dibentuk pada banyak organ ekstra medula.4,5
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain
tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi
granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di
sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.
Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat
pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat
leukemia meningeal.6
5
2.4 FASE PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit CML dibagi 3 fase, yaitu :3,5,7
1. Fase kronis
Pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blas dan sel promielosit kurang dari
10% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan produksi
granulosit berlebihan yang didominasi oleh neutrofil segmen. Gejala yang
dialami ringan dan relatif mempunyai respons baik terhadap terapi
konvensional.11
2. Fase akselerasi atau transformasi akut
Fase ini sangat progresif, mempunyai blas lebih dari 10% tetapi kurang dari
20%. Pada fase ini jumlah leukosit bisa mencapai 300 ribu/mm3 yang
didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan
kromosom lebih dari satu (selain kromosom Philadelphia)11
3. Fase blastik atau krisis blastik
Pada fase ini pasien mempunyai blas lebih dari 20% pada darah serta sumsum
tulangnya. Sel blas telah menyebar ke jaringan lain dan organ di luar sumsum
tulang. Pada pasien ini, penyakit berubah menjadi leukemia mieloblastik akut
atau leukemia limfositik akut. 7,8
6
g. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check
up atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
2. Fase accelerasi terdiri atas11 :
Kriteria untuk mendiagnosis fase ini adalah adanya sel blast >15%,
sel blast dan promyelocytes sebanyak >30%, basophil >20%, platelet
<100x109 .Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan,
di sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam,
lelah. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan
trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan
di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).
7
70% dari fase blastik mempunyai fenotipe myeloid, 25% limfoid, 5%
undifferentiated. Prognosis lebih baik untuk fenotipe limfoid dari yang
myeloid dan undifferentiated. 11
2.6 DIAGNOSIS
i. Anamnesis
Anamnesis yang cermat dan teliti, dapat ditemukan gejala klinis yang
berhubungan dengan hipermetabolisme, seperti penurunan berat badan,
kelelahan, anoreksia, keringat malam, splenomegali disertai rasa nyeri atau rasa
tidak nyaman, rasa penuh di daerah abdomen, rasa penuh dengan jumlah
makanan yang sedikit, gangguan pencernaan, gejala gangguan trombosit :
perdarahan, memar, epistaksis, menorhagia. Simptom-simptom ini adalah tidak
spesifik untuk mendiagnosis CML karena dapat juga dilihat pada penyakit
kanker dan non-kanker lain. 11
ii. Pemeriksaan fisik
Ditemukan tanda-tanda seperti : pucat, organomegali (splenomegali-
hepatomegali), limfadenopati, purpura atau perdarahan pada retina sebagai
akibat gangguan fungsi trombosit.11
iii. Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/dL
b. Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian
biasanya lebih dari 100.000/mm3.
2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast
sampai netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil
(hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit, promielosit, dan
mieloblast juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel darah merah
bernukleus.3,7,9
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal
lebih sering meningkat.
8
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu
rendah.
c. Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip
dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri
myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit.
Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase kronik normal
atau meningkat.11
2) Sitogenikkonvensional : Pemeriksaan ini menilai kromosome yang
juga dikenali sebagai karyotype. Pemeriksaan ini akan mengambil
waktu karena proses divisi dari sel dalam sumsum tulang akan
mengambil jangka waktu yang cukup lama. Sel-sel normal memiliki
23 kromosome, namun pasien dengan CML memiliki kromosome
yang abnormal yaitu Philadelphia (Ph1) kromosom yang terlihat
sebagai kromosome 22 tetapi lebih pendek. Keadaan ini terjadi
karena perubahan posisi dari kromosome 9 dan 22. Pemeriksaan ini
membantu diagnosis CML namun, jika hasil ini negative
pemeriksaan oncogene BCR-ABL dapat membantu.11
3) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction), pemeriksaan yang
supersensitive dapat mendeteksi adanya oncogene BCR-ABL pada
3,8
99% kasus PCR juga boleh digunakan untuk memantau progress
pengobatan, dengan adanya BCR-ABL membuktikan leukemia
masih ada. 11
9
c. Thrombositopenia persisten (<100x109/L) yang tidak dihubungkan dengan
terapi, atau thrombositosis (>1000x109/L) yang tidak responsif terhadap
terapi.
d. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
e. Bukti sitogenik evolusi klonal 3,5
2. Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO :
a. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang
berinti.
b. Proliferasi blast ekstrameduler.
c. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang 3
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa
tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun
setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai
jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa
aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya
leukemia akut
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
biasanya perlu diberikan seumur hidup. Dosis mulai dititrasi dari 500
mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk
mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit
Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat
menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup
10
menjadi 1-2 tahun. IFN-α biasanya digunakan bila jumlah leukosit
telah terkendali oleh hidroksiurea. IFN-α merupakan terapi pilihan bagi
kebanyakan penderita leukemia Mielositik (CML) yang terlalu tua
untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau yang tidak memiliki
sumsum tulang donor yang cocok. Interferon alfa diberikan pada rata-
rata 3-5 juta IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah
untuk mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l).
Hampir semua pasien menderita gejala penyakit ”mirip flu” pada
beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa
anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%)
mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan hilangnya kromosom
Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat
dideteksi melalui PCR. (Victor et al., 2005).
3) Imatinib (Gleevec), nilotinib (Tasigna), dasatinib (Sprycel) adalah obat
tyrosine-kinase inhibitor yang merupakan pengobatan standar bagi
pasien CML pada fase kronik. 11
4) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT)
sebelum usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok
memungkinkan kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau
kurang pada fase akselerasi 6
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti
leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I
(Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini,
sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan
hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. 3,10
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-
sinar tenaga tinggi secara external radiation therapy untuk
menghilangkan gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan
sebelum transplantasi sumsum tulang
11
2.9 PROGNOSIS
Prognosis dari CML dikatakan buruk apabila11:
Ditemukan pada fase accelerasi atau fase blast
Spleenomegaly
Area-area bone damage akibat leukemia
Peningkatan jumlah basofil dan eosinophil dalam sampel darah
Jumlah platelet yang terlalu tinggi atau rendah
Usia lebih dari 60 tahun
Perubahan kromosome multipel
12
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : AB
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jln. Bukit Tunggal gg wilis no. 12b
Tanggal MRS : 20 Maret 2017
TanggalPemeriksaan : 18 April 2017
II.ANAMNESIS
Pasien datang ke RSUP Sanglah dalam keadaan sadar pada tanggal 20 Maret
2017, ditemani oleh ibunya dengan keluhan gusi berdarah. Pasien mengatakan
gusinya tidak berhenti mengeluarkan darah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengatakan gusinya mengeluarkan darah secara tiba-tiba. Ketika terjadi
gusi berdarah tersebut pasien hanya menembelnya dengan menggunakan kapas agar
perdarahannya berhenti, perdarahannya tersebut terjadi sepanjang hari dengan volume
yang tidak diketahui. Gusi berdarah tersebut membuat pasien merasa tidak nyaman,
namun tidak sampai mengganggu aktivitas pasien.
Pasien juga mengeluhkan sering merasakan lemas sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien merasakan tidak enak diseluruh badan dan sering kecapekan padahal tidak
melakukan aktifitas yang berat sama sekali. Lemas badan dikatakan makin sering dan
memberat sejak 2 minggu terakhir sehingga untuk melakukan kegiatan sehari-hari
dikatakan melelahkan. Perasaan lemas badan dan kecapekan ini sangat membatasi
aktifitas pasien.
13
Pasien juga mengeluhkan gangguan penglihatan, pasien mengatakan
penglihatannya kabur sejak 1 minggu setelah masuk rumah sakit, penglihatan kabur
dikatakan terjadi padi mata kanan pasien. Selain hal tersebut pasien juga mengatakan
mengalami keringat dingin sehari selama 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan
ibu pasien juga mengatakan pasien sangat pucat selama 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Penurunan berat badan saat ini disangkal oleh pasien dan riwayat BAB
dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit CML yang telah ditegakkan diagnosisnya pada
tahun 2013, sedangkan riwayat alergi obat, hipertensi, penyakit jantung disangkal
oleh pasien.
Di keluarga pasien tidak ada yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Namun Ibu dan Ayah pasien mempunyai penyakit Hipertensi, dimana Ayah pasien
juga pernah mengalami stroke.
Pasien mengatakan pernah bekerja sebagai waiter diskotik di embargo kuta selama 10
tahun. Pasien tidak memiliki riwayat merokok, dan minum-minuman alkohol,
ditempat kerja pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan
Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan CML-nya, berupa tasigna, konsumsi obat
lain disangkal oleh pasien.
14
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu aksila : 36,6o C
VAS : 0/10
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 19,27 kg/m2
15
Auskultasi : Ves Ves Ronchi - - Wheezing - -
Ves Ves - - - -
Ves Ves - - - -
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-) scar (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : traube space redup, limfa teraba (schuffner IV), liver span 11 cm di
midclavicula line kanan dan 6 cm di midsternal line
- Perkusi : timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas : Hangat + + Edema - -
+ + - -
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Hematologi (Tanggal 25-03-2017)
Parameter Hasil Remaks Nilai Rujukan
WBC : 229.80 (Critical Value) (4.1-11.0 103/µL)
NE% : 89.05 (Tinggi) (47-80%)
LY% : 1.70 (Rendah) (13-40 %)
MO% : 2.04 (2.0-11.0 %)
EO% : 4.00 (0.0-5.0 %)
BA% : 3.21 (Tinggi) (0.0-2.0 %)
NE# : 204.60 (Critical Value) (2.50-7.50 103/µL)
LY# : 3.91 (1.00-4.00 103/µL)
MO# : 4.69 (Tinggi) (0.10-1.20.103/µL)
EO# : 9.18 (Tinggi) (0.00-0.50 103/µL)
BA# : 7.39 (Tinggi) (0.0-0.1103/µL)
RBC : 2.16 (Rendah) (4.5-5.9 106/µL)
HGB : 6.98 (Rendah) (13.5-17.5 g/dL)
HCT : 25.95 (Rendah) (41.0-53.0 %)
MCV : 89.22 (80-100 fL )
MCH : 27.61 (26.0-34.0 pg)
MCHC : 30.95 (Rendah) (31-36 g/dL)
RDW : 15.13 (Tinggi) (11.6-14.8.%)
PLT : 15.05 (Critical Value) (150-440.103/µL)
16
LABORATORIUM
Hematologi (Tanggal 02-04-2017)
Parameter Hasil Remaks Nilai Rujukan
WBC : 90.90 (Critical Value) (4.1-11.0 103/µL)
NE% : 88.37 (Tinggi) (47-80%)
LY% : 3.27 (Rendah) (13-40 %)
MO% : 2.77 (2.0-11.0 %)
EO% : 2.88 (0.0-5.0 %)
BA% : 2.73 (Tinggi) (0.0-2.0 %)
NE# : 80.32 (Critical Value) (2.50-7.50 103/µL)
LY# : 2.97 (1.00-4.00 103/µL)
MO# : 2.51 (Tinggi) (0.10-1.20.103/µL)
EO# : 2.61 (Tinggi) (0.00-0.50 103/µL)
BA# : 2.48 (Tinggi) (0.0-0.1103/µL)
RBC : 3.11 (Rendah) (4.5-5.9 106/µL)
HGB : 8.04 (Rendah) (13.5-17.5 g/dL)
HCT : 27.96 (Rendah) (41.0-53.0 %)
MCV : 89.95 (80-100 fL )
MCH : 25.88 (Rendah) (26.0-34.0 pg)
MCHC : 28.77 (Rendah) (31-36 g/dL)
RDW : 17.15 (Tinggi) (11.6-14.8.%)
PLT : 52.26 (Rendah) (150-440.103/µL)
Tanggal 23-03-2017
HEMATOLOGI
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit Normokromik normositer, anisitosis
Leukosit Kesan Jumlah sangat meningkat, differential count:
neutropilia. Dijumpai semua sel-sel myloid series
(myloblast, promielosit, mielosit, metamielosit, stab,
segmen)
Trombosit Kesan jumlah menurun, giant trombosit negatif
Kesan Anemia normokromik, hiperleukositosis, trombositopenia
Saran Pemeriksaan bone marrow aspiration
17
Tanggal: 30-03-2017
PARAMETER
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan Remaks Metode
D-dimer 2.53 <0.5 Tinggi Particle Enhanced
Turbidimet
ric Assay
Tanggal: 30-03-2017
PARAMETER
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan Remaks Metode
PPT 13.6 detik 10.8-14.4 Mechanic
INR 1.10 detik 0.9-1.1
APIT 28.9 detik 24-36 Mechanic
III. Diagnosis
Chornic Myeloid Leukemia
- Anemia ringan
- Trombositopenia
- Splenomegali
- Leukositosis
IV. Terapi
- IVFD Nacl 0,9 %
- Nilotinib 400 mg pagi (i.o)
- Nilotinib 200 mg malam (i.o)
- Transfusi PRC 1-2 koft hingga Hb ≥ 10
- Transfusi TC hingga pendarahan berhenti
- Konsul ke bagian mata
V. Monitoring
- DL
- Pendarahan di gusi
- Vital sign
- Keluhan
KIE:
- KIE tentang penyakit pasien dan komplikasi yang dapat terjadi.
- KIE pasien dan keluarga pasien tentang kondisi pasien saat ini.
- KIE tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping yang dapat terjadi.
18
BAB IV
DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Menu makan
pasien tidak selalu sama, namun dapat dibuat gambaran umum menu untuk masing-
masing jadwal makan sebagai berikut:
Sarapan : nasi, daging ayam, tempe/tahu atau telur, sayur
Makan siang : nasi dan daging ayam, sayur
Makan malam : nasi, daging ayam atau ikan laut, sayur
19
Pasien sesekali makan sepotong roti dan buah diantara waktu makan besar.
Buah yang sering dikonsumsi pasien adalah pisang dan pepaya.
Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 1.522,1 + 304,42 +
152,21 = 1.978,73 kalori/hari.
Untuk memudahkan perhitungan maka dipakai kebutuhan kalori penderita
adalah 2.000 kalori/hari.
20
Distribusi Makanan
Jumlah kalori per hari pasien ini dibagi dalam 3 porsi makan utama
dan 2 porsi makanan selingan, yaitu:
a. Makan pagi : 20% x 2.000 kalori = 400 kalori
b. Makan siang : 30% x 2.000 kalori = 600 kalori
c. Makan malam : 25% x 2.000 kalori = 500 kalori
d. Asupan di sela makan pagi dan siang : 15% x 2.000 = 300 kalori
e. Asupan di sela makan siang dan malam : 10% x 2.000 = 200 kalori
Distribusi makanan berdasarkan komponen makanan adalah:
Karbohidrat Protein Lemak
Waktu makan Total
(50% x kalori) (20% x kalori) (30% x kalori)
Makan Pagi 400 kalori 200 kalori 80 kalori 120 kalori
Makan Siang 600 kalori 300 kalori 120 kalori 180 kalori
Makan Malam 500 kalori 250 kalori 100 kalori 150 kalori
Selingan 1 300 kalori
Selingan 2 200 kalori
Waktu
Karbohidrat Protein Lemak
Makan
Makan Pagi Nasi putih 1 ¼ gelas Protein hewani Daging ayam goreng
Daging ayam goreng 1 1 ¼ potong
potong
Protein Nabati
Tempe goreng 3
potong sedang
21
Selingan 1 Roti coklat 2 ½ potong
Makan siang Nasi putih 1 ¾ gelas Protein hewani Telur ayam 2 ½ butir
Daging sapi 1 potong Daging sapi 1 potong
Protein Nabati
Tempe 4 potong
sedang
Selingan 2 Roti manis 2 potong
Pepaya 2 potong sedang, Pisang 2 biji
Makan Nasi putih 1 ½ gelas Protein hewani Daging ayam paha 1
Malam Daging ayam paha 1 potong
potong Telur ayam 2 butir
Ati ayam 2 ½ potong
Protein Nabati
Tahu goreng 3 potong
sedang
2. Lingkungan
Pasien tinggal di sebuah rumah yang berlokasi Jln. Bukit
Tunggal gg wilis no. 12b. Pasien tinggal bersama ibu, ayah, istri, adik
dan kedua anaknya. Pasien beserta keluarga tinggal di satu bangunan
yang sama di rumah tersebut dengan luas bangunan sekitar 100 m2.
Lantai rumah pasien terbuat dari keramik dan beratapkan genteng. Pada
teras rumah pasien di gunakan sebagai tempat parkir kendaraan dari
keluarga pasien, di teras rumah pasien juga menggantungkan beberapa
burung peliharaannya untuk menyalurkan hobby pasien. Lingkungan
tempat tinggal pasien sangat bersih namun pada bagian luar rumah
pasien terkesan kumuh.
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduknya.
Rumah pasien terdiri dari lima ruangan yaitu dapur, dua kamar tidur,
serta satu kamar mandi yang berada di sebelah dapur dan ruang tamu.
Pada ruang tamu terdapat sofa untuk menerima tamu yang berkunjung
ke rumah pasien. Keadaan dapur beserta ruang tamu tampak rapi dan
bersih serta terdapat dua buah ventilasi berukuran sedang dimasing-
masing ruangan. Kamar tidur pasien kira-kira berukuran 3 x 4 m2. Pada
kamar tidur pasien terdapat jendela maupun ventilasi yang cukup ideal
22
dengan ukuran kamar. Penerangan kamar tidur pasien baik. Kamar tidur
pasien bersih dan tertata rapi. Kamar mandi pasien terlihat bersih dengan
penerangan yang cukup baik.
Sumber air yang digunakan untuk MCK setiap hari berasal dari
PDAM yang airnya dialirkan langsung menuju kamar mandi dan dapur.
Sumber air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari oleh pasien
adalah aqua.
23
Kondisi rumah pasien terutama pada ruang tamu dan kamar tidur
cukup mendukung untuk menjaga kesehatan pasien karena cukup rapi,
bersih, dan sirkulasi udara baik. Ventilasi yang berukuran sedang dan
jendela yang sering dibuka ketika pasien berada di rumah menyebabkan
sirkulasi udara lancar dimana mengurangi risiko penyebaran penyakit
menular seperti infeksi saluran pernafasan.
24
b. Mengatur pola makan dengan gizi seimbang dan teratur sesuai dengan
pola makan yang telah dianjurkan serta pengolahan makanan yang tepat
melalui tindakan kebersihan dasar.
KIE yang diberikan:
Dengan mengonsumsi makanan yang mencukupi kebutuhan
pasien sehari-hari, pasien dapat beraktivitas tanpa hambatan serta
memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik.
Membiasakan diri dengan pola makan yang dianjurkan dapat
membantu mengurangi gejala-gejala kekurangan darah.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau memakan
makanan.
c. Mendekatkan diri kepada Tuhan serta selalu optimis dalam
menghadapi penyakit yang dialami.
KIE yang diberikan:
Senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan bersembahyang sesuai dengan keyakinannya.
Pasien harus selalu optimis dalam menjalani kehidupan meskipun
penyakitnya belum dapat disembuhkan serta tetap menjalani
kehidupan sosial dengan kerabat maupun sahabat.
Kepada anggota keluarga yang lain agar tetap mendukung
pengobatan pasien serta tetap menjaga kebersihan lingkungan
25
BAB V
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSAKA
27
Lampiran 1
Denah Rumah Pasien
KAMAR
TIDUR
KAMAR
TIDUR
S
Ruang
Tamu
Teras Rumah
DAPUR
KAMAR
Pintu Gerbang MANDI
28
Lampiran 2
Dokumentasi
A B
C D
29
E F
G H
Gambar G. Jalan depan rumah pasien ; H. Foto bersama pasien
30
I J
K
Gambar K. Kamar Mandi
31