Anda di halaman 1dari 31

PBL

Chornic Myeloid Leukemia

Pembimbing :

Dr. Ni Made Renny Anggreni Rena, Sp.PD

Disusun oleh :

Calvin Jonathan (1302006179)

Sintia Sugiarta Rahmasari (1302006153)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Myelogenous leukemia kronis (CML) merupakan suatu jenis kanker yang
disebabkan oleh gangguan pada hematopoietic stem cell. CML adalah bentuk
leukemia yang ditandai dengan peningkatan dan pertumbuhan yang tak terkendali dari
sel myeloid pada sumsum tulang. CML merupakan gangguan stem sel sumsum tulang
klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan
basofil) dan prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit myeloproliferatif
dengan translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia.1
Kejadian leukemia mielositik kronik mencapai 15% dari semua leukemia pada
dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Menurut data
Surveillance, Epidemiology and End Results, dan Medical Research Data CML pada
umumnya lebih cenderung terjadi pada usia 53-60 tahun, namun usia rata-rata
dianggap sebagai usia 40 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan
biasanya lebih progresif. Penyebab dari CML adalah tidak jelas dengan peran penting
dari faktor genetic dan lingkungan, seperti paparan terhadap radiasi dan sebagainya.2
Dalam perjalanan penyakitnya, CML dapat dibagi kepada biphasic dan
triphasic course. Proses awalnya adalah kronik dan berlanjut ke fase blastik terminal.
Leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase, yaitu: fase kronik, fase akselerasi,
dan fase krisis blast. Pada umumnya, saat pertama kali diagnosis ditegakkan, pasien
masih dalam fase kronik, bahkan seringkali diagnosis leukemia mielositik kronik
ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan pra-operasi, dimana ditemukan
leukositosis hebat tanpa gejala infeksi.3 Selanjutnya untuk penegakan diagnosis
memerlukan pemeriksaan hapusan darah tepi, serta pemeriksaan sumsum tulang.1,3
Oleh karena pentingnya diagnosis penyakit ini, penulis menyusun makalah mengenai
leukemia mielositik kronik ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit mieloproliferatif menahun
dengan kelainan klonal akibat perubahan genetik pada pluripoten sel stem. Kelainan
tersebut mengenai lineage mieloid, monosit, eritroid, megakariosit. Perubahan
patologik yang terjadi berupa gangguan adhesi sel imatur di sumsum tulang, aktivasi
mitosis sel stem dan penghambatan apoptosis yang mengakibatkan terjadinya
proliferasi sel mieloid imatur di sumsum tulang, darah tepi dan terjadi hematopoiesis
ekstramedular.1
Penyakit ini ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,
sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan
diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), metamielosit,
mielositsampai granulosit.3
KLASIFIKASI
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda yaitu
 Leukemia mieloid kronik Ph positif (CML, Ph +/ Leukemia Granulositik
Kronik; CGL)
 Leukemia mieloid kronik Ph negatif (CML, Ph -)
 Leukemia mieloid kronik juvenilis
 Leukemia netrofilik kronik
 Leukemia eosinofilik
 Leukemia mielomonositik kronik (CMML)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian leukemia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukemia pada
dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Umumnya menyerang
usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih
progresif.2,1 Pada anak-anak dapat di jumpai dengan bentuk juvenile CML. Angka
kejadian pada pria : wanita adalah 3 : 2, secara umum didapatkan 1 - 1,5/100.000
penduduk di seluruh negara.1

3
CML merupakan bentuk leukemia kronik yang paling sering dijumpai di
Indonesia sedangkan di negara Barat yang lebih sering ditemukan dalam bentuk CLL.
Di Jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan
Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chemobil meledak. Beberapa
melaporan penyebab CML selain akibat paparan radiasi, bom atom adalah ankylosing
spondilitis pasca penyinaran.2,1

2.3 PATOGENESIS
Pada CML dijumpai Philadelphia chromosom (Ph1 chr) suatu reciprocal
translocation 9,22 (t9;22). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom 22
abnormal yang disebabkan oleh translokasi sebagian materi genetik pada bagian
lengan panjang (q) kromosom 22 kekromosom 9, dan translokasi resiprokal bagian
kromosom 9, termasuk onkogen ABL, ke region klaster breakpoint (breakpoint
cluster region, BCR) yang merupakan titik pemisahan tempat putusnya kromosom
yang secara spesifik terdapat pada kromosom 22.

Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan panjang


kromosom 9 mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen BCR pada lengan

4
panjang kromosom 22. Titik putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2. Titik putus
BCR adalah salah satu di antara dua titik di region kelompok titik putus utama (M-
BCR) pada CML atau pada beberapa kasus ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini
akan mentranskripsikan chimeric RNA sehingga terbentuk chimeric protein (protein
210 kd). Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama
melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan proliferasi
pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini menyebabkan proliferasi pada
seri mieloid
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat.
Normalnya, produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan
tubuh. Apabila mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan
membelah diri sampai ke tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik).
Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena kerusakan sumsum tulang akibat radiasi,
virus onkogenik, maupun herediter. 4
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum
tulang. Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen
(kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam
sumsum tulang, khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka
dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat
radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang
berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada
sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum
tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih
dibentuk pada banyak organ ekstra medula.4,5
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain
tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi
granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di
sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.
Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat
pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat
leukemia meningeal.6

5
2.4 FASE PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit CML dibagi 3 fase, yaitu :3,5,7
1. Fase kronis
Pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blas dan sel promielosit kurang dari
10% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan produksi
granulosit berlebihan yang didominasi oleh neutrofil segmen. Gejala yang
dialami ringan dan relatif mempunyai respons baik terhadap terapi
konvensional.11
2. Fase akselerasi atau transformasi akut
Fase ini sangat progresif, mempunyai blas lebih dari 10% tetapi kurang dari
20%. Pada fase ini jumlah leukosit bisa mencapai 300 ribu/mm3 yang
didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan
kromosom lebih dari satu (selain kromosom Philadelphia)11
3. Fase blastik atau krisis blastik
Pada fase ini pasien mempunyai blas lebih dari 20% pada darah serta sumsum
tulangnya. Sel blas telah menyebar ke jaringan lain dan organ di luar sumsum
tulang. Pada pasien ini, penyakit berubah menjadi leukemia mieloblastik akut
atau leukemia limfositik akut. 7,8

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis CML, tergantung pada fase yang dijumpai pada penyakit tersebut,
yaitu :3
1. Fase kronik terdiri atas :
a. Gejala hiperkatabolik: berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat
pada malam hari.
b. Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.
c. Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.
d. Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia
akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.
e. Gangguan penglihatan dan priapismus.
f. Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat,
dispneu dan takikardi.

6
g. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check
up atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
2. Fase accelerasi terdiri atas11 :
Kriteria untuk mendiagnosis fase ini adalah adanya sel blast >15%,
sel blast dan promyelocytes sebanyak >30%, basophil >20%, platelet
<100x109 .Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan,
di sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam,
lelah. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan
trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan
di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).

3. Fase Blast (Krisis Blast) :


Fase ini secara morfologi adalah sama seperti leukemia akut. Untuk
mendiagnosis seseorang pada fase ini memerlukan adanya minimal 20% sel
blast pada sumsum tulang menurut WHO. Pada beberapa penderita fase ini
ditandai dengan temuan deposit extrameduler dari sel-sel leukemik dan paling
sering di Sistem Saraf Pusat (SSP), kelenjar limfe, kulit dan tulang. Biasanya
pasien pada fase blastik akan meninggal dalam janka waktu 3-6 bulan. Sekitar

7
70% dari fase blastik mempunyai fenotipe myeloid, 25% limfoid, 5%
undifferentiated. Prognosis lebih baik untuk fenotipe limfoid dari yang
myeloid dan undifferentiated. 11

2.6 DIAGNOSIS
i. Anamnesis
Anamnesis yang cermat dan teliti, dapat ditemukan gejala klinis yang
berhubungan dengan hipermetabolisme, seperti penurunan berat badan,
kelelahan, anoreksia, keringat malam, splenomegali disertai rasa nyeri atau rasa
tidak nyaman, rasa penuh di daerah abdomen, rasa penuh dengan jumlah
makanan yang sedikit, gangguan pencernaan, gejala gangguan trombosit :
perdarahan, memar, epistaksis, menorhagia. Simptom-simptom ini adalah tidak
spesifik untuk mendiagnosis CML karena dapat juga dilihat pada penyakit
kanker dan non-kanker lain. 11
ii. Pemeriksaan fisik
Ditemukan tanda-tanda seperti : pucat, organomegali (splenomegali-
hepatomegali), limfadenopati, purpura atau perdarahan pada retina sebagai
akibat gangguan fungsi trombosit.11
iii. Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin :
1) Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
2) Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/dL
b. Gambaran darah tepi :
1) Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian
biasanya lebih dari 100.000/mm3.
2) Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast
sampai netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil
(hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit, promielosit, dan
mieloblast juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel darah merah
bernukleus.3,7,9
3) Jumlah basofil dalam darah meningkat.
4) Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal
lebih sering meningkat.

8
5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu
rendah.
c. Gambaran sumsum tulang
1) Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip
dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri
myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit.
Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase kronik normal
atau meningkat.11
2) Sitogenikkonvensional : Pemeriksaan ini menilai kromosome yang
juga dikenali sebagai karyotype. Pemeriksaan ini akan mengambil
waktu karena proses divisi dari sel dalam sumsum tulang akan
mengambil jangka waktu yang cukup lama. Sel-sel normal memiliki
23 kromosome, namun pasien dengan CML memiliki kromosome
yang abnormal yaitu Philadelphia (Ph1) kromosom yang terlihat
sebagai kromosome 22 tetapi lebih pendek. Keadaan ini terjadi
karena perubahan posisi dari kromosome 9 dan 22. Pemeriksaan ini
membantu diagnosis CML namun, jika hasil ini negative
pemeriksaan oncogene BCR-ABL dapat membantu.11
3) Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction), pemeriksaan yang
supersensitive dapat mendeteksi adanya oncogene BCR-ABL pada
3,8
99% kasus PCR juga boleh digunakan untuk memantau progress
pengobatan, dengan adanya BCR-ABL membuktikan leukemia
masih ada. 11

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Pemeriksaan darah tepi dan sumsung tulang merupakan situasi klinis yang dapat
menegakkan diagnosis adanya CML, tetapi pada beberapa pasien CML kadang tidak
ditemukan kromosom Ph. Sehingga di butuhkan suatu standar untuk menegakkan
suatu diagnosis.
1. Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO :
a. Blast 10-19% dari WBC pada darah tepi dan atau dari sel sumsum tulang
berinti.
b. Basofil darah tepi >20%.

9
c. Thrombositopenia persisten (<100x109/L) yang tidak dihubungkan dengan
terapi, atau thrombositosis (>1000x109/L) yang tidak responsif terhadap
terapi.
d. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.
e. Bukti sitogenik evolusi klonal 3,5
2. Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO :
a. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang
berinti.
b. Proliferasi blast ekstrameduler.
c. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang 3

Diagnosis banding CML fase kronik meliputi leukemia mielomonositik kronik,


trombositosis esensial, leukemia netrofilik kronikmanakaa diagnosis banding CML
fase krisis blast: leukemia mieloblastik akut, sindrom mielodisplasia. 2,5

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa
Penatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :
a. Fase Kronik
1) Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa
tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun
setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai
jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa
aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya
leukemia akut
2) Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi
biasanya perlu diberikan seumur hidup. Dosis mulai dititrasi dari 500
mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk
mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit
Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat
menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup

10
menjadi 1-2 tahun. IFN-α biasanya digunakan bila jumlah leukosit
telah terkendali oleh hidroksiurea. IFN-α merupakan terapi pilihan bagi
kebanyakan penderita leukemia Mielositik (CML) yang terlalu tua
untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau yang tidak memiliki
sumsum tulang donor yang cocok. Interferon alfa diberikan pada rata-
rata 3-5 juta IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah
untuk mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l).
Hampir semua pasien menderita gejala penyakit ”mirip flu” pada
beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa
anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%)
mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan hilangnya kromosom
Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat
dideteksi melalui PCR. (Victor et al., 2005).
3) Imatinib (Gleevec), nilotinib (Tasigna), dasatinib (Sprycel) adalah obat
tyrosine-kinase inhibitor yang merupakan pengobatan standar bagi
pasien CML pada fase kronik. 11
4) Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT)
sebelum usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok
memungkinkan kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau
kurang pada fase akselerasi 6
b. Fase Akselerasi dan Fase Blast
Terapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti
leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I
(Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini,
sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan
hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. 3,10
2. Non-Medikamentosa
a. Radiasi
Terapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-
sinar tenaga tinggi secara external radiation therapy untuk
menghilangkan gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan
sebelum transplantasi sumsum tulang

11
2.9 PROGNOSIS
Prognosis dari CML dikatakan buruk apabila11:
 Ditemukan pada fase accelerasi atau fase blast
 Spleenomegaly
 Area-area bone damage akibat leukemia
 Peningkatan jumlah basofil dan eosinophil dalam sampel darah
 Jumlah platelet yang terlalu tinggi atau rendah
 Usia lebih dari 60 tahun
 Perubahan kromosome multipel

12
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : AB
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jln. Bukit Tunggal gg wilis no. 12b
Tanggal MRS : 20 Maret 2017
TanggalPemeriksaan : 18 April 2017

II.ANAMNESIS

Keluhan Utama: Gusi berdarah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUP Sanglah dalam keadaan sadar pada tanggal 20 Maret
2017, ditemani oleh ibunya dengan keluhan gusi berdarah. Pasien mengatakan
gusinya tidak berhenti mengeluarkan darah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengatakan gusinya mengeluarkan darah secara tiba-tiba. Ketika terjadi
gusi berdarah tersebut pasien hanya menembelnya dengan menggunakan kapas agar
perdarahannya berhenti, perdarahannya tersebut terjadi sepanjang hari dengan volume
yang tidak diketahui. Gusi berdarah tersebut membuat pasien merasa tidak nyaman,
namun tidak sampai mengganggu aktivitas pasien.
Pasien juga mengeluhkan sering merasakan lemas sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien merasakan tidak enak diseluruh badan dan sering kecapekan padahal tidak
melakukan aktifitas yang berat sama sekali. Lemas badan dikatakan makin sering dan
memberat sejak 2 minggu terakhir sehingga untuk melakukan kegiatan sehari-hari
dikatakan melelahkan. Perasaan lemas badan dan kecapekan ini sangat membatasi
aktifitas pasien.

13
Pasien juga mengeluhkan gangguan penglihatan, pasien mengatakan
penglihatannya kabur sejak 1 minggu setelah masuk rumah sakit, penglihatan kabur
dikatakan terjadi padi mata kanan pasien. Selain hal tersebut pasien juga mengatakan
mengalami keringat dingin sehari selama 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan
ibu pasien juga mengatakan pasien sangat pucat selama 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Penurunan berat badan saat ini disangkal oleh pasien dan riwayat BAB
dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit CML yang telah ditegakkan diagnosisnya pada
tahun 2013, sedangkan riwayat alergi obat, hipertensi, penyakit jantung disangkal
oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Namun Ibu dan Ayah pasien mempunyai penyakit Hipertensi, dimana Ayah pasien
juga pernah mengalami stroke.

Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien mengatakan pernah bekerja sebagai waiter diskotik di embargo kuta selama 10
tahun. Pasien tidak memiliki riwayat merokok, dan minum-minuman alkohol,
ditempat kerja pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Pengobatan

Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan CML-nya, berupa tasigna, konsumsi obat
lain disangkal oleh pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanda-Tanda Vital (19/02/2017)
Kondisi Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Gizi : Baik
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit

14
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu aksila : 36,6o C
VAS : 0/10
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 19,27 kg/m2

Pemeriksaan Umum (18/04/2017)

Kepala : Bentuk normal, gerak normal


Wajah : Penampakan muka normal, malar rash (-), hemiparesis (-)
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, edema palpebra -/-, reflek pupil +/+ isokor
THT :
- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal
- Hidung : Sekret tidak ada
- Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-)
- Bibir : Basah, stomatitis (-)
Leher : JVP + 0 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks : Simetris
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi : batas atas jantung ICS 2 sinistra
batas bawah jantung setinggi ICS 5 sinistra
batas kanan jantung parasternal line dekstra
batas kiri jantung midclavicula line sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal regular murmur (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Taktil fremitus N/N, pergerakan simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

15
Auskultasi : Ves Ves Ronchi - - Wheezing - -
Ves Ves - - - -
Ves Ves - - - -
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-) scar (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : traube space redup, limfa teraba (schuffner IV), liver span 11 cm di
midclavicula line kanan dan 6 cm di midsternal line
- Perkusi : timpani (+), ascites (-)
Ekstremitas : Hangat + + Edema - -
+ + - -
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Hematologi (Tanggal 25-03-2017)
Parameter Hasil Remaks Nilai Rujukan
WBC : 229.80 (Critical Value) (4.1-11.0 103/µL)
NE% : 89.05 (Tinggi) (47-80%)
LY% : 1.70 (Rendah) (13-40 %)
MO% : 2.04 (2.0-11.0 %)
EO% : 4.00 (0.0-5.0 %)
BA% : 3.21 (Tinggi) (0.0-2.0 %)
NE# : 204.60 (Critical Value) (2.50-7.50 103/µL)
LY# : 3.91 (1.00-4.00 103/µL)
MO# : 4.69 (Tinggi) (0.10-1.20.103/µL)
EO# : 9.18 (Tinggi) (0.00-0.50 103/µL)
BA# : 7.39 (Tinggi) (0.0-0.1103/µL)
RBC : 2.16 (Rendah) (4.5-5.9 106/µL)
HGB : 6.98 (Rendah) (13.5-17.5 g/dL)
HCT : 25.95 (Rendah) (41.0-53.0 %)
MCV : 89.22 (80-100 fL )
MCH : 27.61 (26.0-34.0 pg)
MCHC : 30.95 (Rendah) (31-36 g/dL)
RDW : 15.13 (Tinggi) (11.6-14.8.%)
PLT : 15.05 (Critical Value) (150-440.103/µL)

16
LABORATORIUM
Hematologi (Tanggal 02-04-2017)
Parameter Hasil Remaks Nilai Rujukan
WBC : 90.90 (Critical Value) (4.1-11.0 103/µL)
NE% : 88.37 (Tinggi) (47-80%)
LY% : 3.27 (Rendah) (13-40 %)
MO% : 2.77 (2.0-11.0 %)
EO% : 2.88 (0.0-5.0 %)
BA% : 2.73 (Tinggi) (0.0-2.0 %)
NE# : 80.32 (Critical Value) (2.50-7.50 103/µL)
LY# : 2.97 (1.00-4.00 103/µL)
MO# : 2.51 (Tinggi) (0.10-1.20.103/µL)
EO# : 2.61 (Tinggi) (0.00-0.50 103/µL)
BA# : 2.48 (Tinggi) (0.0-0.1103/µL)
RBC : 3.11 (Rendah) (4.5-5.9 106/µL)
HGB : 8.04 (Rendah) (13.5-17.5 g/dL)
HCT : 27.96 (Rendah) (41.0-53.0 %)
MCV : 89.95 (80-100 fL )
MCH : 25.88 (Rendah) (26.0-34.0 pg)
MCHC : 28.77 (Rendah) (31-36 g/dL)
RDW : 17.15 (Tinggi) (11.6-14.8.%)
PLT : 52.26 (Rendah) (150-440.103/µL)

Tanggal 23-03-2017
HEMATOLOGI
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit Normokromik normositer, anisitosis
Leukosit Kesan Jumlah sangat meningkat, differential count:
neutropilia. Dijumpai semua sel-sel myloid series
(myloblast, promielosit, mielosit, metamielosit, stab,
segmen)
Trombosit Kesan jumlah menurun, giant trombosit negatif
Kesan Anemia normokromik, hiperleukositosis, trombositopenia
Saran Pemeriksaan bone marrow aspiration

17
Tanggal: 30-03-2017
PARAMETER
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan Remaks Metode
D-dimer 2.53 <0.5 Tinggi Particle Enhanced
Turbidimet
ric Assay
Tanggal: 30-03-2017
PARAMETER
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan Remaks Metode
PPT 13.6 detik 10.8-14.4 Mechanic
INR 1.10 detik 0.9-1.1
APIT 28.9 detik 24-36 Mechanic

III. Diagnosis
Chornic Myeloid Leukemia
- Anemia ringan
- Trombositopenia
- Splenomegali
- Leukositosis
IV. Terapi
- IVFD Nacl 0,9 %
- Nilotinib 400 mg pagi (i.o)
- Nilotinib 200 mg malam (i.o)
- Transfusi PRC 1-2 koft hingga Hb ≥ 10
- Transfusi TC hingga pendarahan berhenti
- Konsul ke bagian mata
V. Monitoring
- DL
- Pendarahan di gusi
- Vital sign
- Keluhan
KIE:
- KIE tentang penyakit pasien dan komplikasi yang dapat terjadi.
- KIE pasien dan keluarga pasien tentang kondisi pasien saat ini.
- KIE tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping yang dapat terjadi.

18
BAB IV
DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH

4.1 Daftar Permasalahan


Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala penderita dalam
hal menghadapi penyakitnya antara lain:
1. Pasien sering kali tidak tepat waktu dalam meminum obat di rumah.
2. Pasien kerap kali menunda kontrol ke rumah sakit.

4.2 Analisis Kebutuhan Penderita


4.2.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis
1. Kecukupan Gizi
Nutrisi Harian Pasien
Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu
Karbohidrat
Nasi 1 gelas 3 kali 21 kali
Roti 1 potong 1 kali 7 kali
Mie - - -
Lainnya - - -
Protein
Hewani 1 potong 3 kali 21 kali
Nabati 2 potong 2 kali 14 kali
Sayur 1 gelas 3 kali 21 kali
Buah 1 buah 1 kali 6 kali
Susu - - -

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Menu makan
pasien tidak selalu sama, namun dapat dibuat gambaran umum menu untuk masing-
masing jadwal makan sebagai berikut:
 Sarapan : nasi, daging ayam, tempe/tahu atau telur, sayur
 Makan siang : nasi dan daging ayam, sayur
 Makan malam : nasi, daging ayam atau ikan laut, sayur

19
Pasien sesekali makan sepotong roti dan buah diantara waktu makan besar.
Buah yang sering dikonsumsi pasien adalah pisang dan pepaya.

 Analisis Kebutuhan Kalori


Kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Brocca dengan pertama-tama menentukan berat badan ideal (BBI).
BBI = ((TB – 100) – 10%) x 1 kg
= ((165 – 100) – 10%) x 1 kg
= 58,5 kg
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, berat badan
pasien saat ini adalah 55 kg dengan BMI = 20,2 kg/m2, atau dengan kata lain
95% dari BBI, pasien termasuk kategori normal. Selanjutnya dilakukan
penghitungan kebutuhan kalori basal dengan Rumus Harris Benedict dan
penyesuaian terhadap kebutuhan kalori pasien sesuai kondisi pasien.
1. Kebutuhan kalori basal (jenis kelamin  laki-laki)
= 66 + 13,7 BB + 5 TB – 6,8 U
= 66 + 13,7 (55) + 5 (165) – 6,8 (18)
= 66 + 753,5 + 825 – 122,4
= 1.522,1 kalori
2. Penyesuaian
a. Tingkat aktivitas  sedang, maka ditambahkan 20% dari
kebutuhan kalori basal
20% x 1.522,1 = 304,42 kalori
b. Pasien dengan anemia  ditambahkan 10% dari kebutuhan
kalori basal
10% x 1.522,1 = 152,21 kalori

Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 1.522,1 + 304,42 +
152,21 = 1.978,73 kalori/hari.
Untuk memudahkan perhitungan maka dipakai kebutuhan kalori penderita
adalah 2.000 kalori/hari.

20
 Distribusi Makanan
Jumlah kalori per hari pasien ini dibagi dalam 3 porsi makan utama
dan 2 porsi makanan selingan, yaitu:
a. Makan pagi : 20% x 2.000 kalori = 400 kalori
b. Makan siang : 30% x 2.000 kalori = 600 kalori
c. Makan malam : 25% x 2.000 kalori = 500 kalori
d. Asupan di sela makan pagi dan siang : 15% x 2.000 = 300 kalori
e. Asupan di sela makan siang dan malam : 10% x 2.000 = 200 kalori
Distribusi makanan berdasarkan komponen makanan adalah:
Karbohidrat Protein Lemak
Waktu makan Total
(50% x kalori) (20% x kalori) (30% x kalori)
Makan Pagi 400 kalori 200 kalori 80 kalori 120 kalori
Makan Siang 600 kalori 300 kalori 120 kalori 180 kalori
Makan Malam 500 kalori 250 kalori 100 kalori 150 kalori
Selingan 1 300 kalori
Selingan 2 200 kalori

 Pemilihan Jenis Makanan


Dengan penghitungan tersebut maka dicoba untuk memberikan suatu
pola jadwal yang mencakup pilihan jenis makanan dan jumlah makanan.

Berdasarkan data dari poliklinik gizi RSUP Sanglah maka penulis


mencoba menyusun pola makanan yang sudah diubah ke dalam bentuk
ukuran yang dapat dimengerti oleh pasien. Pemilihan jenis makanan pun
disesuaikan dengan makanan yang tersedia dan terjangkau bagi pasien.

Waktu
Karbohidrat Protein Lemak
Makan
Makan Pagi Nasi putih 1 ¼ gelas Protein hewani Daging ayam goreng
Daging ayam goreng 1 1 ¼ potong
potong
Protein Nabati
Tempe goreng 3
potong sedang

21
Selingan 1 Roti coklat 2 ½ potong
Makan siang Nasi putih 1 ¾ gelas Protein hewani Telur ayam 2 ½ butir
Daging sapi 1 potong Daging sapi 1 potong
Protein Nabati
Tempe 4 potong
sedang
Selingan 2 Roti manis 2 potong
Pepaya 2 potong sedang, Pisang 2 biji
Makan Nasi putih 1 ½ gelas Protein hewani Daging ayam paha 1
Malam Daging ayam paha 1 potong
potong Telur ayam 2 butir
Ati ayam 2 ½ potong
Protein Nabati
Tahu goreng 3 potong
sedang

2. Lingkungan
Pasien tinggal di sebuah rumah yang berlokasi Jln. Bukit
Tunggal gg wilis no. 12b. Pasien tinggal bersama ibu, ayah, istri, adik
dan kedua anaknya. Pasien beserta keluarga tinggal di satu bangunan
yang sama di rumah tersebut dengan luas bangunan sekitar 100 m2.
Lantai rumah pasien terbuat dari keramik dan beratapkan genteng. Pada
teras rumah pasien di gunakan sebagai tempat parkir kendaraan dari
keluarga pasien, di teras rumah pasien juga menggantungkan beberapa
burung peliharaannya untuk menyalurkan hobby pasien. Lingkungan
tempat tinggal pasien sangat bersih namun pada bagian luar rumah
pasien terkesan kumuh.
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduknya.
Rumah pasien terdiri dari lima ruangan yaitu dapur, dua kamar tidur,
serta satu kamar mandi yang berada di sebelah dapur dan ruang tamu.
Pada ruang tamu terdapat sofa untuk menerima tamu yang berkunjung
ke rumah pasien. Keadaan dapur beserta ruang tamu tampak rapi dan
bersih serta terdapat dua buah ventilasi berukuran sedang dimasing-
masing ruangan. Kamar tidur pasien kira-kira berukuran 3 x 4 m2. Pada
kamar tidur pasien terdapat jendela maupun ventilasi yang cukup ideal

22
dengan ukuran kamar. Penerangan kamar tidur pasien baik. Kamar tidur
pasien bersih dan tertata rapi. Kamar mandi pasien terlihat bersih dengan
penerangan yang cukup baik.
Sumber air yang digunakan untuk MCK setiap hari berasal dari
PDAM yang airnya dialirkan langsung menuju kamar mandi dan dapur.
Sumber air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari oleh pasien
adalah aqua.

3. Akses Pelayanan Kesehatan


Pasien biasanya melakukan kontrol ke rumah sakit apabila
sudah waktunya untuk kontrol yaitu setiap seminggu sekali dan apabila
gejala-gejala yang diarasakan pasien semakin memberat dan persediaan
obat-obatan sudah habis. Jarak antara rumah pasien dengan rumah sakit
(RSUP Sanglah Denpasar) yaitu sekitar 8 kilometer dan pasien juga
dapat melakukan control di rumah sakit Wangaya yang berjarak 15
kilometer dari rumah pasien. Transportasi yang biasa digunakan pasien
untuk menuju tempat pelayanan kesehatan adalah sepeda motor dan
diantar oleh ibu atau istri pasien.

4.2.2 Kebutuhan Biopsikososial


1. Lingkungan Biologis
Dalam lingkungan biologis/ keluarga pasien, tidak terdapat
anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.
Kekebalan tubuh pasien sangat penting untuk mencegah timbulnya
penyakit penyerta pada pasien seperti infeksi yang dapat memperburuk
kondisi pasien. Lingkungan tempat tinggal yang padat penduduk dan
selokan yang tersumbat dapat menjadi sarang nyamuk dan lalat. Nyamuk
dan lalat dapat menjadi vektor dari virus maupun bakteri penyebab
infeksi yang dapat memperburuk kondisi pasien apabila kekebalan tubuh
pasien menurun. Akan tetapi pada lingkungan pasien sendiri sangat jauh
dari kriteria tersebut, menurut pasien warga masyarakat setempat rutin
melakukan pencegahan penyakit menular seperti program 3M dan
sanitasi lingkungan lainnya.

23
Kondisi rumah pasien terutama pada ruang tamu dan kamar tidur
cukup mendukung untuk menjaga kesehatan pasien karena cukup rapi,
bersih, dan sirkulasi udara baik. Ventilasi yang berukuran sedang dan
jendela yang sering dibuka ketika pasien berada di rumah menyebabkan
sirkulasi udara lancar dimana mengurangi risiko penyebaran penyakit
menular seperti infeksi saluran pernafasan.

2. Faktor Psikososial dan Kultural


Saat ini pasien sudah tidak bekerja karena sakit yang diderita
pasien. Namun pasien terkadang jualan burung di toko online, pasien
juga sering membantu ibu atau istrinya untuk membersihkan rumah,
terkadang pasien juga mengantar anak-anaknya untuk sekolah.
Hubungan pasien dengan tetangga-tetangganya sangat baik. Anggota
keluarga pasien memahami kondisi pasien serta selalu mendukung
kesembuhan pasien. Selama pasien menjalani perawatan ke rumah sakit,
ibu atau istri pasien yang selalu menemani pasien ketika berobat.

4.3 Saran dan KIE


a. Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk dengan kebersihan yang
sudah baik serta akses terhadap pelayanan kesehatan cukup dekat.
KIE yang diberikan:
 Menjelaskan kembali tentang penyakit yang diderita pasien yaitu
tentang Chronic Myeloid Leukemia.
 Meminta pasien dan keluarga agar tetap rutin menjalani pengobatan
dan kontrol ke rumah sakit dengan selalu menjadwalkan kunjungan
poliklinik.
 Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga membersihkan pekarangan
beserta saluran air secara rutin setiap minggu untuk mencegah
terbentuknya sarang nyamuk dan lalat.
 Menutup tempat penampungan air yang berada di rumah pasien
serta membuang sampah pada tempatnya.

24
b. Mengatur pola makan dengan gizi seimbang dan teratur sesuai dengan
pola makan yang telah dianjurkan serta pengolahan makanan yang tepat
melalui tindakan kebersihan dasar.
KIE yang diberikan:
 Dengan mengonsumsi makanan yang mencukupi kebutuhan
pasien sehari-hari, pasien dapat beraktivitas tanpa hambatan serta
memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik.
 Membiasakan diri dengan pola makan yang dianjurkan dapat
membantu mengurangi gejala-gejala kekurangan darah.
 Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau memakan
makanan.
c. Mendekatkan diri kepada Tuhan serta selalu optimis dalam
menghadapi penyakit yang dialami.
KIE yang diberikan:
 Senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan bersembahyang sesuai dengan keyakinannya.
 Pasien harus selalu optimis dalam menjalani kehidupan meskipun
penyakitnya belum dapat disembuhkan serta tetap menjalani
kehidupan sosial dengan kerabat maupun sahabat.
 Kepada anggota keluarga yang lain agar tetap mendukung
pengobatan pasien serta tetap menjaga kebersihan lingkungan

25
BAB V
KESIMPULAN

Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit mieloproliferatif menahun


dengan kelainan klonal akibat perubahan genetik pada pluripoten sel stem. Kejadian
leukemia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua
terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Umumnya menyerang usia 40-50 tahun,
walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif.2,1 Pada anak-
anak dapat di jumpai dengan bentuk juvenile CML. Angka kejadian pada pria : wanita
adalah 3 : 2, secara umum didapatkan 1 - 1,5/100.000 penduduk di seluruh negara.1
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda yaitu
Leukemia mieloid kronik Ph positif (CML, Ph +/ Leukemia Granulositik Kronik;
CGL), Leukemia mieloid kronik Ph negatif (CML, Ph -), Leukemia mieloid kronik
juvenilis, Leukemia netrofilik kronik, Leukemia eosinofilik, Leukemia
mielomonositik kronik (CMML). Manifestasi klinis CML, tergantung pada fase yang
dijumpai pada penyakit tersebut, yaitu fase kronik, fase blast, dan fase akselerasi.
Terapinya meliputi terapi medikamentosa sesuai dengan fase-fasenya seperti
pada Fase Kronik diberikan Busulphan (Myleran), Hydroxiurea, Imatinib (Gleevec),
nilotinib (Tasigna), dasatinib (Sprycel) , dan Transplantasi sumsum tulang alogenik
(stem cell transplantation, SCT). Apabila pada fase akselerasi dan blast diberikan
penambahan STI 57I (Gleevec. Untuk terapi Non-Medikamentosa bisa dilakukan
Radiasi. Prognosis dikatakan buruk apabiladitemukan pada fase accelerasi atau fase
blast, Spleenomegaly, Area-area bone damage akibat leukemia, Peningkatan jumlah
basofil dan eosinophil dalam sampel darah, Jumlah platelet yang terlalu tinggi atau
rendah, Usia lebih dari 60 tahun, dan Perubahan kromosome miltipel. Penderita
Leukemia myeloid kronik perlu diberikan konseling mengenai penyakitnya agar
penderita paham akan kondisi kesehatannya. Dukungan dari keluarga serta kerabat
dan pendekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa akan mendorong pasien untuk tetap
optimis dalam menjalani kehidupan.

26
DAFTAR PUSAKA

1. Sawyers CL. Chronic myeloid leukemia. N Engl J Med. 2004;340(17):1330-


40. [Medline].
2. Rohrbacher M and Hasford J. Epidemiology of chronic myeloid leukaemia
(CML). Advances in Biology and Therapy of Chronic Myeloid Leukaemia
2009; 22(3) 295–302.
3. BaktaIM.Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar: EGC.2006:24,122
4. RottyWAL.LeukemiaLimfositik Kronik.Dalam: Sudoyo, AW dkk (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2 Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.2009:1276-1282
5. ByrdJC,BloomfieldCD,danWetzlerM.Acute andChronicMyeloidLeukemia.

Dalam:Fauci,A.S. dkk(editor).Harrison’s Principles ofInternal Medicine17th


Edition.USA:TheMcGraw-Hill Companies,2008:965-975

6. Turgoen LM. Clinical Hematology Theory and Procedures5th


Ed.Philadelpia:LippincottWilliams andWilkins,2012:307 –341
7. PatologiRobbinsVol.2Ed.7.TerjemahanPendit, B,Udkk.Jakarta.EGC.2007:90-
110.11.
8. Hoffbrand A.V, Pettit J. E, Moss P.A.H. Leukemia mieloid kronik dan
mielodisplasia. Dalam: Mahanani Dewi Asih, editor. Kapita Selekta
Hematologi, 4th edition. Jakarta: EGC; 2005: 167-76
9. CieslaB.HematologyInPractica.Philadelpia:F.A. Davis.2007:160–181
10. Druker BJ, Sawyers CL, Kantarjian H, et al. Activity of a specific inhibitor of
the BCR-ABL tyrosine kinase in the blast crisis of chronic myeloid leukemia
and acute lymphoblastic leukemia with the Philadelphia chromosome. N Engl
J Med. 2001;344(14):1038-42. [Medline]. [Full Text]
11. Chronic Myeloid Leukemia. American Cancer Society. 2017

27
Lampiran 1
Denah Rumah Pasien

KAMAR
TIDUR
KAMAR
TIDUR
S
Ruang
Tamu
Teras Rumah
DAPUR

KAMAR
Pintu Gerbang MANDI

28
Lampiran 2
Dokumentasi

A B

Gambar A. Hasil BCR/ABL ; B. Tempat cuci perabotan rumah

C D

Gambar C. Tempat cuci perabotan rumah ; D. Dapur

29
E F

Gambar E. Kamar tidur pasien; F. Kamar tidur ibu pasien

G H
Gambar G. Jalan depan rumah pasien ; H. Foto bersama pasien

30
I J

Gambar I. Ruang tamu ; J. Teras Rumah

K
Gambar K. Kamar Mandi

31

Anda mungkin juga menyukai