OLEH:
ALFIAN MUSA
G3A017217
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
2. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Tanda dan Gejala menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah:
1) Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor.
b) Rambut dan kulit kotor.
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi
2) Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif.
b) Menarik diri, isolasi diri.
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3) Sosial
a) Interaksi kurang
b) Kegiatan kurang
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d) Cara makan tidak teratur
e) BAK dan BAB di sembarang tempat
3. Pohon Masalah
Isolasi sosial
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
B. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara
lain klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya
keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan.
Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal
menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan
kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus
eksternal. Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
Tanda dan gejala :
a. Aspek fisik :
Makan dan minum kurang
Tidur kurang atau terganggu
Penampilan diri kurang
Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
Merasa malu, bersalah
Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
Duduk menyendiri
Selalu tunduk
Tampak melamun
Tidak peduli lingkungan
Menghindar dari orang lain
Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
Putus asa
Merasa sendiri, tidak ada sokongan
Kurang percaya diri
D. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Tabel 1 Fasetingkat Halusinasi (Stuart &Laraira, 2005)
Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
FASE 1 Klien mengalami perasaan Tersenyum dan tertawa
Comforting seperti ansietas, kesepian, tidak sesuai menggerekan
Ansietas sebagai rasa bersalah dan takut bibir tanpa suara
halusinasi mencoba untuk befokus mengegerkan mata yang
menyenangkan pada pikiran menyengkan cepat dan respon verbal
untuk meredakan ansietas yang lambat jika
individu mengenal bahwa Sedang asik sendiri
pikiran-pikiran dan meningkat tanda-tanda
pengalaman sensor berada sarat otonomi
dalam kondisi kesadaran
jika ansietas dapat ditangani
psikotik.
FASE II Pengalaman sensasi Ansietas seperti
Complementing menjijikan dan peningkatan denyut
Ansietas berat menakutkan,klien mulai jantung pernafasan dan
halusinasi lepas kendali dan mungkin tekanan darah, rentang
memberatkan mencoba untuk mengambil perhatian menyempit asik
jaraknya dengan sumber dengan penglaman sensori
yang dipersepsikan klien dan kehilangan
mungkin mengalami kemampuan membedakan
pengamalan sensori dan halusinasi dan realita
menarik diri dari orang lain,
psikotik ringan
FASE III Klien berhenti Kemampuan dikendalikan
Controling menghentikan perlawanan halusinasi akan lebih
Ansietas berat terhadap halusinasi dan ditakuti, kerusakan
pengalamn menyerah pada halusnasinya berhubungan
sensorsi menjadi menjadi menarik, klien dengan orang lain, rentang
berkuasa mengalami pengalaman perhatian hanya beberapa
kesepian jika sensori detik / menit adanya tanda-
halusinasinya berhenti tanda fisik ansietas berat
psikotik berkeringat, tremor, tidak
mampu memahami
peraturan.
FASE IV Pengalaman sensori menjadi Perilaku tremor akibat
Conquering mengancam jika klien panik, potensi kuat suicida
panik mengikuti perintah / nomicide aktifitas
Ansietas panik halusinasi berakhir dari merefleksikan halusinasi
pengalaman beberapa jam / hari jika perilaku isi, seperti
sensori intervensi terapeutif psikoti kekerasan, agitas menarik
menaklukan berat. diri katafonici, tidak
mampu merespon terhadap
pemerintah, yang komplek
tidak mampu berespon
lebih dari satu orang
E. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Tanda dan gejala :
1) Muka merah
2) Pandangan tajam
3) Otot tegang
4) Nada suara tinggi
5) Berdebat
6) Memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
F. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Akibat
H. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
I. Rencana Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah
ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa Komunitas Desa Siaga:
CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Maramis, W.F.(2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ketujuh. Surabaya : Airlangga
Universitas Press
Stuart & Laraia. (2005). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Eighth Edition.
Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA
Stuart, GW.( 2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide to
Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh. Jakarta: EGC
HDR
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah adalah
penilaian yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan serta merasa tidak percaya pada
diri sendiri.
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20) Perasaan malu terhadap
diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih
karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
1. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke
rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
2. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh
dan tidak tahu apa-apa
3. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang
lain, lebih suka sendiri.
4. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih
alternatif tindakan.
5. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien ingin mengakhiri kehidupan.
B. Penyebab
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sem-
barangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan
kateter, pemeriksaan perneal).
2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di-
rawat/ sakit/ penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pe-
meriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
C. Tanda dan Gejalanya
1) Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang
lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu.
2) Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.
D. Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 :
336).
E. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri
a. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak diam.
b. Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak jelas.
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik
diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih karena keadaan tubuhnya,
Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang
cacat
b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, Suara pelan dan tidak
jelas, Tampak menangis
G. Diagnosa Keperawatan
1. harga diri rendah
2. gangguan citra tubuh
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat
harga dirinya.
Tujuan khusus :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan
topik pembicaraan)
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
Azis R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL
B. Penyebab
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
Gejala Klinis :
E. Pohon Masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Core problem
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
2) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
Tujuan Umum :
Tujuan khusus :
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Tindakan:
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
1) Kegiatan mandiri
2) Kegiatan dengan bantuan sebagian
3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan:
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
B. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
C. Manifestasi Klinis
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial
5. Percaya diri kurang
6. Mencederai diri
D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
E. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
H. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara
dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri,
edisi 3. Jakarta: EGC.
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
E. Pohon Masalah
F. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan
a) Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
b) Koping tidak efektif
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
c) Menarik diri
DS : menyatakan minder, suka menyendiri
DO : nampak murung, tidak berkomunikasi dengan orang lain
2. Data Yang Dikaji
a. Pengkajian Tingkat Resiko Bunuh Diri
Intensitas Risiko
Perilaku atau gejala
Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi: menarik Perasaan depresi yang Perasaan tidak berdaya, Tidak berdaya, putus asa,
diri samar, tidak manarik putus asa, menarik diri. manarik diri, protes pada
diri. diri sendiri.
Tidak baik pada semua
4. Fungsi sehari-hari Umumnya baik pada Baik pada beberapa
aktivitas
semua aktivitas aktivitas
Beberapa Sedikit Kurang
5. Sumber-sumber
Sebagian besar
6. Strategi koping Umumnya konstruktif Sebagian konstruktif
destruktif.
7. Orang penting/
Beberapa Sedikit atau hanya satu Tidak ada
dekat
8. Pelayanan Ya, umumnya Bersikap negatif
Tidak, sikap positif
psikiatri yang lalu memuaskan terhadap pertolongan.
9. Pola hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10. Pemakai alkohol
dan obat Tidak sering Sering Terus menerus
11. Percobaan bunuh Tidak, atau yg tidak Dari tidak s.d. cara yg Dari tidak sampai
diri sebelumnya fatal agak fatal berbagai cara yg fatal.
12. Disorientasi dan
disorganisasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
13. Bermusuhan
Tidak tahu atau sedikit Beberapa Jelas atau ada
14. Rencana bunuh Samara, kadang- Sering dipikirkan Sering dan konstan
diri kadang ada fikiran, kadang-kadang ada ide dipikirkan dgn rencana
tidak ada rencana untuk merencanakan. yg spesifik.
b. Pengkajian Faktor Resiko Bunuh Diri
a) Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b) Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c) Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah
d) Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh
diri / penyalahgunaan zat
e) Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan social
f) Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri
g) Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
2. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
WAHAM
B. Penyebab
1. Pengertian
Tanda dan gejala
a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, curiga,
keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
c. Takut, kadang panik
d. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
e. Ekspresi tegang, mudah tersinggung
2. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri : harga diri rendah.
Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
Waham dapat dicetuskan oleh tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan tidak
berguna, putus asa, tidak berdaya.
C. Pohon masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi
verbal
Gangguan konsep
diri: harga diri rendah
E. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan isi pikir : waham
b. Gagguan konsep diri : harga diri rendah
F. Rencana Keperawatan
Diagnosa I: Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat
akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan
keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2.2 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini yang realistis.
2.3 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan diri).
2.4 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
4.2 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
4.3 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
5.2 Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
5.3 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
6.1 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
6.2 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP.2000