Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya memerlukan asuhan
yang terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap
terminal dapat mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit
atau terapi kuratif atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan
masalah-masalah psikososial,spiritual dan budaya yang berkaitan dengan
kematian dan proses kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat
diberikan kelonggaran dalam melayani anggota keluarga pasien yang sakit
terminal atau membantu meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Tujuan rumah sakit untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus
mempertimbangkan tempat asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti
hosepice atau unit asuhan paliatif), tipe pelayanan yang diberikan dan
kelompok pasien yang dilayani. Rumah sakit mengembangkan proses untuk
mengelola pelayanan akhir hidup. Proses tersebut adalah
- Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan
dikelola secara tepat
- Memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan
hormat dan respek
- Melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai
kebutuhan untuk mengidentifikasi gejala-gejala
- Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola
gejala-gejala
- Mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala

II. Prinsip Pelayanan Pasien pada Tahap Terminal


A. Rumah sakit memberikan dan mengatur pelayanan akhir kehidupan
B. Asuhan pasien dalam proses kematian harus meningkatkan
kenyamanan dan kehormatannya

III. Maksud dan Tujuan pelayanan pada tahap terminal (Akhir Hidup)
pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf
harus sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir
kehidupannya. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien
mengarahkan semua aspek asuhan selama stadium akhir hidup. Asuhan
akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit termasuk :
A. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga
B. Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ
C. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya

1
D. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek
pelayanan
E. Memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual
dan budaya dari pasien dan keluarga.

Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan
pasien yang unik pada akhir hidupnya (lihat HPK 2.5, maksud dan tujuan).
Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir kehidupan, berdasarkan
evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.

IV. Defenisi
A. Kondisi terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau
penyakit dimana terjadi kerusakan organ multipel yang dengan
pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini tak memungkinkan lagi
dapat dilakukan perbaikan sehinggan akan menyebabkan kematian
dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang /mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan / sekarat pasien
B. Pasien tahap terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang
makin lama makin memburuk
C. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik
dalam keadaan sehat ataupun sakit
D. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah
henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktifitas otak terhenti tetapi
tidak irreversibel
E. Mati biologis adalah proses mati/rusaknya semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru, dan hati yang dapat nekrotik
selama beberapa jam atau hari.
F. Mati batang otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi
syaraf/neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak
dan cerebelum
G. Alat bantu nafas (ventilator) adalah alat yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan proses oksigenasi
H. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup
I. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
J. Mengelola akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup atau penundaan bantuan hidup
K. Informed consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju
(consent) atau ijin seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas,
rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang
cukup (informed) tentang tindakan kedokteran yang dimaksud

2
L. Donasi organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor
kepada recipien
M. Perawatan paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau
mempertahankan kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

BAB II

RUANG LINGKUP

I. Aspek Keperawatan
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai
dari titik aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskan
meningggal dunia atau mati. Seseorang dinyatakan meninggal/mati apabila
fungsi jantung dan paru terhenti, kematian sistemik atau kematian sistem

3
tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit dan otak merupakan organ besar
pertama yang menderita kehilangan fungsi yang irreversibel selanjutnya
organ-organ lain akan mati.
Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung
kondisi fisik, psikologi, sosial yang dialaminya, sehingga dampak yang
ditimbulkan pada tiap individual juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat
kebutuhan dasar yang di tunjukkan oleh pasien terminal. Menurut Elisabeth
Kubler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :
1. Denial (fase penyangkalan/pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang
parah dan ia tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran
dan bahkan mungkin mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan
mekanisme pertahanan yang acapkali ditemukan pada hampir setiap
pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan tentang
keadaan dirinya.
2. Anger (fase kemarahan)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa
ia akan meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui bahwa
kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali
disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. Kemarahan
ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari
kesalahan pada pelayanan dirumah sakit atau dirumah. Umumnya
pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien
sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang
dibutuhkan pasien adalah pengertian, bukan argumentasi-
argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh karena
kemarahannya.

3. Bargaining (fase tawar menawar)


Ini adalah fase dimana pasien akan mulai menawar untuk dapat
hidup sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka
bisa menjanjikan macam-macam hal kepada Tuhan.
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.
Penderita merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa
harapan.
5. Acceptance (fase menerima/pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus-menerus bertahan menolak
kenyataan yang ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu
tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa kematian
sudah dekat. Mereka mulai kehilangan gairah untuk berkomunikasi

4
dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan
disekitarnya.

Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik


fisik, psikologis, maupun sosial spiritual, antara lain :
1. Problem oksigenasi : nafas tidak teratur, cepat atau lambat,
pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan
mental, agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi sekret, nadi irreguler
2. Probelm eliminasi : konstipasi, imobilitas memperlambat peristaltik,
kurang diet serat dan asupan makanan juga mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fecal bisa juga terjadi oleh karena
pengobatan atau kondisi penyakit (misalnya : Ca. Colon), retensi
urine, inkontinensia urine terjadi akibat penurunan kesadaran atau
kondisi penyakit (misalnya : trauma medula spinalis), oliguria terjadi
seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misalnya
gagal ginjal.
3. Problem nutrisi cairan : asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltik menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering
dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4. Problem suhu : ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus
memakai selimut.
5. Problem sensori : penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang
saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi
menurun, penglihatan kabur, sensasi menurun.
6. Problem nyeri : ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intravena, pasien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
7. Problem kulit dan mobilitas : seringkali tirah baring lama
menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Problem psikologis : pasien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa.
II. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death,
perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan
sosial, terkait hal ini memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien
sangat penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan
sembuh, sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih
sayang di akhir kehidupan pasien tersebut
III. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam bidang kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun

5
jantung mungkin masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator)
dipertahankan. Akan tetapi banyak pula yang memakai konsep mati
batang otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam penentuan mati.
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
keperawatan dan kedokteran maka banyak pilihan pengobatan yang
berguna memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap terminal. Pilihan
ini seringkali menimbulkan dilema terutama bagi keluarga pasien karena
mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan
dan hanya akan menambah penderitaan pasien. Keluarga menginginkan
sebuah proses dimana berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian
ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa
pasien akan meninggal akibat penyakit yang mendasarinya.
Ketika keluarga meminta dokter dan perawat menghentikan bantuan
hidup atau menunda bantuan hidup terhadap pasien tersebut, maka
dokter dan perawat harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi
tersebut dokter dan perawat memiliki legalitas dimata hukum dengan
syarat sebelum keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada keluarga
pasien tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusan
keluarga/wali tertulis dalam inform consent atau DNR (Do Not
Recucitation)

BAB III

TATA LAKSANA

I. Aspek Keperawatan
1. Asessmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:
a. Asesmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga :
1) Closed awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa
akan segera sembuh
2) Mutual pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal
pasien dan tidak membicarakannya lagi, kadang-kadang
keluarga menghindari percakapan tentang kematian demi
menghindarkan dari tekanan.
3) Open awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses
kematian dan tidak merasa keberatan untuk
membicarakannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan
untuk menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat

6
berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman. Pada
tahapan ini, perawat atau dokter dapat menyampaikan isu
yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi organ
atau DNR (do not recucitation)
b. Asesmen faktor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan
pada berbagai masalah, menurunnya fisik, perawatan harus
mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien
terminal, meliputi :
1) Pernafasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur
b) Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing, stridor dll.
c) Apakah terjadi sesak nafas
d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlahnya,
warna, bau dan jenisnya
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator atau tidak)
2) Kardiovaskuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler
b) Bagaimana akral, apakah dingin, hangat, kering, pucat,
basah dan merah
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba,
lemah teraba, hilang timbul atau tidak teraba
d) Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada lokasinya
dimana
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya
dalam CmH20
f) Berapa tekanan darah dan MAP dalam ukuran mmhg
g) Lain-lain bila ada
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS dan kesadaran pasien
b) Berapa ukuran ICP dalam CmH20
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala dan muntah
proyektil
d) Bagaimana konjuntiva apakah anemis atau kemerahan
e) Lain-lain bila ada.
4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, kotor atau bersih
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
c) Bagaimana cara BAK, apakah spontan atau dengan
bantuan dower cateter
d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc/jam,
bagaimana warna dan baunya
5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
d) Apakah mulut bersih, kotor atau berbau
e) BAB berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi, warna dan bau dari feces
6) Musculoskeletal/Integumen

7
a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas atau
terbatas
b) Bagaimana warna kulit, apak icterus, sianotik,
kemerahan, pucat atau hiperpigmentasi
c) Apakah ada edema atau tidak, bila ada lokasinya dimana
d) Apakah ada decubitus atau tidak, bila ada dimana
lokasinya
e) Apakah ada luka atau tidak, bila ada dimana lokasinya
dan apa jenis lukanya
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana
lokasinya
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasi
fraktur dan jenis frakturnya
h) Apakah ada jalur infus atau tidak, bila ada dimana
lokasinya.
c. Asesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien, bila nyeri sangat
mengganggu, maka segera lakukan manajemen nyeri yang
memadai.
d. Asesmen faktor kulturopsikososial
1) Tahap denial : asesmen pengetahuan pasien, kecemasan
pasien dan penerimaan pasien terhadap penyakit,
pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap anger : pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak
terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri
sendiri.
3) Tahap bargaining : pasien mulai menerima keadaan, dan
berusaha mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang
4) Tahap depresi : asesmen potensial bunuh diri, gunakan
kalimat terbuka untuk mendapatkan data dari pasien
5) Tahapan acceptance : asesmen keinginan pasien untuk
istirahat/menyendiri
e. Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seorang
yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada
saat pasien sedang berada di tahap bargaining.
Intervensi Keperawatan :
1) Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur
pasien
2) Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
3) Lakukan suction bila terjadi penumpukan secret pada jalan
nafas
4) Berikan nutrisi dan cairan yang adequat
5) Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan atau
infeksi kornea
6) Lakukan oral hygiene

8
7) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan
masage pada daerah penonjolan tulang dengan
menggunakan minyak atau lotion untuk mencegah decubitus
8) Lakukan manajemen nyeri yang memadai
9) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien
berdoa
10) Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada
keluarga yang berduka
11) Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terhadap asuhan pasien, seperti penghentian
bantuan hidup atau penundaan bantuan hidup

II. Aspek Medis


a. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai
berikut :
1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti nafas atau henti jantung. RJPO diindikasikan
untuk pasien yang tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda-
tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
2) Pemakaian alat ventilasi mekanik (ventilator)
Pemaiakaian ventilator ditujukan untuk keadaan tertentu karena
penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal nafas.
3) Pemberian nutrisi
a) Feeding tube : seringkali pasien sakit terminal tidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu
dilakukan pemasangan feeding tube untuk memenuhi nutrisi
pasien
b) Parenteral Nutrision : sebuah upaya untuk mengirim nutrisi
secara langsung kedalam pembuluh darah, yang berguna
untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
4) Tindakan dialisis
Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami
penurunan fungsi ginjal baik yang akut maupun yang kronik dengan
LFG , 15 ml/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat
menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang
disebut sebagai uremia.
5) Pemberian antibiotika
Pasien terminal memiliki resiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini seringkali ditemukan
pada saluran nafas, saluran kemih, peredaran darah atau daerah
trauma/operasi . infeksi tersebut menyebabkan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa perawatan dan pembengkakan
biaya perawatan. Penyebab meningkatnya resiko infeksi ini bersifat

9
multifaktorial meliputi penurunan fungsi imun, gangguan bacteri
usus, penggunaan antibiotika spectrum luas, katekolamin,
penggunaan preparat darah, atau alat kesehatan yang digunakan
(seperti ventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk
hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima
bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.
b. Withdrawing life support adn withholding life support
Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghential bantuan hidup
(Withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup
(withholding life support) yang dilakukan pada pasien yang
dirawat di ruang intensif care. Keputusan withdrawing atau
withholding adalah keputusan medis dan etis yang dilakukan oleh
3 dokter yaitu dokter anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 orang dokter lain yang di tunjuk oleh komite
medis rumah sakit.
Adapun persyaratan withdrowing dan withholding life support
adalah
1) Informed consent :
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan khusus
penghentian atau penundaan bantuan hidup pada seorang
pasien, maka harus mendapatkan persetujuan dari keluarga
terdekat. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup
oleh keluarga terdekat pasien harus diberikan secara tertulis
(written consent) dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam “formulir pernyataan pemberian informasi kondisi
terminal” yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana
pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapatkan
penjelasan dari tim DPJP yang bersangkutan mengenai
beberapa hal sebagai berikut :
a) Diagnosis
(1) Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis sampai
saat tersebut
(2) Indikasi dan keadaan klinis pasien yang
membutuhkan penghentian/penundaan bantuan hidup
b) Terapi yang sudah diberikan
c) Prognosis
(1) Prognosis tentang hidup matinya (ad vitam)
(2) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)
(3) Prognosis tentang kesembuhannya (ad senationam)
2) Kondisi terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-
pasien yang jika diterapi hanya memperlambat waktu
kematian dan bukan memperpanjang kehidupan. Untuk
pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan

10
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan,
hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar pasien
merasa nyaman dan bebas nyeri.
3) Mati Batang otak (MBO)
Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan
kerusakan fungsi batang otak yang irreversibel. Setelah
kriteria mati batang otak (MBO) yang ada terpenuhi, pasien
ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua
terapi dihentikan. Adapun proses pengujian MBO sebagai
berikut :
a) Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas
yang menetap (irreversibel) yaitu :
(1) Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
(2) Tidak ada refleks kornea
(3) Tidak ada refleks vestibulo-okuler
(4) Tidak ada respon motor terhadap rangsangan adekuat
pada area somatik
(5) Tidak ada refleks muntah (gag refleks), refleks batuk
karena rangsangan oleh kateter isap yang
dimasukkan kedalam trachea
(6) Tes henti nafas positif
b) Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif,
tes diulangi lagi 25 menit kemudian
c) Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati
walaupun detak jantung masih berdenyut dan ventilator
harus segera dihentikan
d) Pasien dinyatakan mati batang otak bukan sewaktu mayat
dilepas dari ventilator atau jantung berhenti berdenyut.

BAB IV

DOKUMENTASI

A. Formulir assesment tahap terminal


B. Formulir informed consent
C. Formulir persetujuan tindakan kedokteran
D. Formulir penolakan tindakan kedokteran
E. Formulir pernyataan pemberian informasi kondisi terminal

11

Anda mungkin juga menyukai