Anda di halaman 1dari 11

Farmakologi Dasar

1. 1. 1 SAINAL EDI KAMAL, S.Si., M.Kes., Apt.


2. 2. PENDAHULUAN Farmakologi : Pharmacon (Obat) & Logos (Ilmu Pengetahuan)
Ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada sistem biologi. Obat : bahan atau
sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
kondisi patologi dalam rangka penetapan diagnosi, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dari sakit, gejala sakit atau penyakit untuk meningkatkan kesehatan dan
kontrasepsi.
3. 3. Sejarah Farmakologi  Sejak saman dahulu obat-obatan telah digunakan untuk
mengobati penyakit pada manusia dan hewan  Clandius Galen (129-200 M) : Para
empiris mengatakan bahwa semua ditemukan oleh pengalaman. Bagaimanapun kami ,
berpendapat bahwa hal ituditemukan sebagian oleh pengalaman , sebagian olehTeori.
Baik pengalaman maupun teori saja sangat tepat untuk menemukan semua.
4. 4. Theophrastus von Hohenheim (1493-1541 M), disebut Paracelsus : Segala hal adalah
racun, tidak ada yang tanpa racun; dosis saja menyebabkan hal tidak menjadi racun. 
Johann JakobWepfer (1620-1695) adalah orang pertama yang memverifikasi dengan
hewan percobaan pernyataan tentang tindakan farmakologis atau toksikologi.
5. 5.  Rudolf Buchheim (1820-1879) mendirikan lembaga pertama farmakologi
diUniversitas Dorpat (Tartu, Estonia) pada tahun 1847, mengantarkan farmakologi
sebagaidisiplin ilmiah independen • Oswald Schmiedeberg (1838-1921), Konsep dasar
seperti hubungan aktivitas struktur, reseptor obat, dan toksisitas selektif muncul dari kerja
6. 6.  John J. Abel (1857-1938) adalah salah satu orang pertama Amerika yang melatih di
Schmiedeberg itu laboratorium dan pendiri Journal of Pharmacology and
ExperimentalTherapeutics (diterbitkan dari 1909 sampai sekarang).
7. 7.  Akhir abad 19 : obat-obatan berasal dari produk alam berupa tanaman segar atau
kering  Untuk pengamanan produk medis, maka dikeringkan atau direndam dalam
alkohol atau minyak tumbuhan  Sintesis obat, isolasi dari tanaman  Uji preklinik, uji
klinik, tosisitas
8. 8. Raw Opium Preparation of opium tincture Morphine Codeine Narcotine Papaverine,
etc
9. 9. Peranan Farmakologi • Pekerjaan Kefarmasian : pembuatan (pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengolahan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional • Peran Farmakologi : sebagai bagian dari kontrol kualitas
serta pengembangan obat tahap praklinik dan klinik
10. 10. Kerja Obat Efek obat terjadi karna interaksi fisiko- kimiawi antara obat atau metabolit
aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh. Untuk mencapai tempat kerjanya
maka obat harus melalui 3 proses : 1. Fase Farmasetik 2. Fase Farmakokinetik 3. Fase
Farmakodinamik
11. 11. Fase Farmasetika Fase yang dipengaruhi antara lain oleh cara pembuatan obat, bentuk
sediaan obat dan zat tambahan yang digunakan. Tablet terdegradasi granul Partikel kecil
pelepasan zat aktif Zat aktif terdisolusi absorpsi Larutan ˃ suspensi ˃ serbuk ˃ kapsul ˃
tablet ˃ tablet salut
12. 12. . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ....
. . .. .. ..... . .. .. ...... .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... .. . .. ..... . .
. .. ..... . .. .. ..... . .. .. ..... . .. .. . . . . . TABLET DISINTEGRASI DISOLUSI
13. 13. Fase Farmakokinetik Mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat
dari dalam tubuh atau mempelajari pengaruh tubuh terhadap obat
14. 14. 1. Absorpsi Adalah proses masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik. a. Kelarutan
Kecepatan melarut dari suatu obat akan menentukan kecepatan absorpsi obat
15. 15. Lipid bilayer
16. 16. b. pH : derajat keasaman atau kebasahan Obat yang bersifat asam lemah akan mudah
menembus membran sel pada suasana asam atau obat relatif tidak terionisasi. Aspirin
mudah menembus membran lambung dari pada membran usus Obat yang bersifat basa
lemah akan mudah diabsorpsi di usus halus
17. 17. c. Tempat Absorpsi Obat dapat diabsorpsi pada kulit, membran mukosa, lambung dan
usus halus. Absorpsi obat menembus lapisan sel tunggal seperti pada ephitelium intestinal
akan lebih cepat dibandingkan membran kulit yang berlapis-lapis
18. 18. d. Sirkulasi Darah Obat baiknya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi
darah. Pemberian melalui sublingual lebih cepat diabsorpsi dari sub kutan (sirkulasi darah
kurang)
19. 19. MEMBRAN Pasif Aktif Pinositosis Usus Sel
20. 20. 2. Distribusi Merupakan proses dimana obat berada dalam cairan tubuh dan jaringan
tubuh. Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas obat pada jaringan dan
protein. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi obat adalah fungsi kardiovaskuler.
21. 21. PERSENTASI PENGIKATAN DENGAN PROTEIN DAN WAKTU PARUH
OBAT TERTENTU OBAT % Terikat t1/2, jam Furosemida 95 1,5 Aspirin 49 0.25-2
Digoxin 25 36 Eritromisin 70 3 Lorazepam 92 15 Quinidin 70 6 Rifampisin 89 2 Teofilin
60 9
22. 22. Organ (jantung, ginjal, hati) yang mendapat suplai darah lebih banyak atau cepat akan
menerima obat lebih banyak dan cepat dari organ lain (tulang, abses). Pada saat obat
masuk ke sirkulasi sistemik , sebagian besar akan terikat oleh protein plasma (albumin),
ikatan ini membentuk molekul besar sehingga tdk dapat menembus membran.
23. 23. Hanya obat bebas yg mencapai sasaran dan mengalami metabolisme sehingga mudah
diekskresikan. Berkurangnya obat bebas (tidak terikat) akan menyebabkan pelepasan obat
yang terikat oleh protein, jadi terjadi keseimbangan yg dinamis. Perbandingan obat bebas
dan obat terikat menentukan durasi obat
24. 24. Obat lipofil mempunyai afinitas yang tinggi terhadap jaringan, sehingga cenderung
terakumulasi, apabila aliran darah sedikit di jaringan, maka distribusi obat terhambat.
Pemberian obat yang terlalu cepat berpotensi menimbulkan toksik.
25. 25. 3. Metabolisme Merupakan reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologis yang
dikalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat. Kebanyakan metabolisme menggunakan enzim sitokrom P450 (hepar
dan GI)
26. 26. Waktu Paruh Dilambangkan dengan t½ adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh
konsentrasi obat untuk dieleminasi. Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh
sebelum lebih dari 90% obat dieleminasi.
27. 27. WAKTU PARUH ASPIRIN 650 mg JUMLAH t1/2 Wkt Eliminasi (Jam) Dosis yg
tersisa (mg) %tase yg tersisa 1 3 325 50 2 6 162 25 3 9 81 12.5 4 12 40.5 6.25 5 15 20.25
3.125 6 18 10.125 1.562
28. 28. 4. Ekskresi Ginjal adalah organ utama dalam ekskresi obat atau metabolitnya. Organ
lain tempat ekskresi adalah instestinal (feses), paru-paru, kulit, keringat, air liur dan air
susu. Kecepatan ekskresi dilihat dari nilai t½, obat yg panjang t½nya maka frekuensinya
pemakaiannya relatif panjang.
29. 29. Proses ekskresi obat dalam ginjal meliputi : a. Filtrasi glomelurus Obat bebas akan
mengalami filtrasi glomelurus masuk ke tubulus. Kelarutan dan pH tidak berpengaruh
Dipengaruhi oleh ukuran partikel
30. 30. b. Reabsorpsi tubulus Di tubulus kebanyakan obat mengalami reabsorpsi ke sirkulasi
sistemik kembali, terutama zat non polar atau bentuk non ion. c. Sekresi tubulus Obat
yang tdk mengalami FG dapat masuk ke tubulus melalui sekresi di tubulus proksimal.
31. 31. Fase Farmakodinamik Mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau
mempelajari pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. a. Berinteraksi dengan reseptor
Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak. Semakin
banyak reseptor yg diduduki maka intensitas efek semakin meningkat
32. 32. b. Berinteraksi dgn enzim Obat dapat menimbulkan efek karna mengikat enzim yg
dikeluarkan oleh tubuh. Obat DM : memperbanyak insulin c. Kerja non spesifik Obat
yang bekerja tanpa mengikat reseptor. Misalnya alkohol mendenaturasi protein, norit
mengikat racun atau bakteri
33. 33. Conc Waktu To T1 T2 T3 MEC To - T1 = Mula To – T2 = Puncak, T1 – T3 = Lama
Kerja Obat
34. 34. Indeks Terapetik dan Batasan Terapetik • Mengukur batas keamanan suatu obat ,
yaitu dengan mengukur ratio dosis terapetik efektif dan dosis lethal • Atau = IT • IT kecil
= batas keamanan tipis • IT besar = batas keamanan lebar • IT kecil = diperlukan batas
terapetik berulang, misal ; 3 X 1 dll ED50 LD50
35. 35. KURVA IT % tase hewan Yang ber-respon 0 50 100 Dosis ED50 LD50
36. 36. DOSIS PEMBEBANAN • Jika diinginkan efek segera • Untuk mencapai MEC yang
cepat, dan selanjutnya diberi dosis biasa • Misal : Digoksin (Digitalis) atau digitalisasi
(pembebanan) EFEK SAMPING – Efek samping = efek fisiologis yang tidak diinginkan
atau diinginkan – Efek Merugikan = reaksi obat yang merugikan – Efek toksik =
menimbulkan toksisitas
37. 37. 37
38. 38. • Reseptor : suatu makromolekul target khusus yang mengikat suatu obat dan
memediasi kerja farmakologis obat tersebut • Reseptor : enzim, asam nukleat atau protein
terikat membran khusus • Pembentukan kompleks obat-reseptor menghasilkan suatu
respon biologis
39. 39. • Besarnya respon sebanding dgn jumlah kompleks obat dan reseptor • Untuk
menyatakan hub antara kons. Obat dan respon biologis adalah dgn kurva konsentrasi
terhadap respon • Efek biologis lebih terkait dgn konsentrasi obat dlm plasma daripada
dosis obat
40. 40. A G O N I S • Suatu senyawa yg berikatan dgn reseptor respon biologis • Agonis :
obat, ligan endogen • A. Parsial : respon biologis tidak maksimal : sebagian • A. Penuh :
respon biologis maksimal : 100%
41. 41. ANTAGONIS • Memblok atau membalikkan efek agonis • Nalokson : antagonis
opioid • Antagonis kompetitif : potensi agonis lebih kecil : menggeser kurva dosis-
respon ke kanan
42. 42. Interaksi Obat dgn Komponen Makromolekul Biologis Obat memberikan efek setelah
berinteraksi pada : • Protein (dlm membran plasma) : mediator reseptor, kanal ion •
Komponen dl sel : enzim, reseptor nuklear • Ekstraseluler tanpa reseptor : netralisasi
asam lambung : antasida
43. 43. Tipe Reseptor  Reseptor terhubung kanal ion  Reseptor terhubung enzim 
Reseptor terkopling protein G  Reseptor nuklear
44. 44. Reseptor Terkopling Protein G • GPCR, disebut juga reseptor metabotropik, berada di
sel membran dan responnya terjadi dalam hitungan detik. • Tranduksi sinyal terjadi
dengan aktivasi bagian protein G yang kemudian memodulasi/mengatur aktivitas enzim
atau fungsi kanal. • Contoh reseptor : Histamin H1, Adrenoreseptor β2, Muskarinik
45. 45. • Struktur Reseptor GPCR
46. 46. Reseptor Terhubung Kanal Ion • Reseptor ini berada di membran sel, disebut juga
reseptor ionotropik. • Respon terjadi dalam hitungan milidetik. • Kanal merupakan bagian
dari reseptor. • Contoh : reseptor nikotinik, reseptor GABA A, reseptor ionotropik
glutamat dan reseptor 5-HT3
47. 47. Reseptor Nikotinik Asetilkolin • Reseptor ini ditemukan di otot skeletal, ganglion
sistem saraf simpatk dan parasimpatik, neuron sistem saraf pusat, dan sel non neural.
48. 48. • Mekanisme Kerja (agonis:asetilkolin)
49. 49. • Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu subunit α1, β1, γ atau ε, dan δ) • Melintasi
membran, membentuk kanal polar Masing-masing sub unit terdiri dari 4 segmen
transmembran, segmen ke-2 (M2) membentuk kanal ion. Domain N-terminal
ekstraseluler masing-masing sub unit mengandung 2 residu sistein yang dipisahkan oleh
13 asam amino membentuk ikatan disulfida yang membentuk loop, merupakan binding
site untuk agonis.
50. 50. • Struktur Reseptor Nikotinik
51. 51. Reseptor Terhubung Transkripsi Gen • disebut juga reseptor nuklear • Merupakan
reseptor sitosolik yang kemudian bermigrasi ke nukleus setelah berikatan dengan ligand,
seperti reseptor glukokortikoid). • Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor estrogen dan
progestogen, reseptor vitamin D.
52. 52. • Mekanisme Kerja
53. 53. Reseptor Terhubung Enzim • Reseptor terhubung enzim merupakan protein
transmembran dengan bagian besar ekstraseluler mengandung binding site untuk ligan •
contoh : faktor pertumbuhan, sitokin) dan bagian intraseluler mempunyai aktivitas enzim
(biasanya aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi jalur intraseluler yang
melibatkan tranduser sitosolik dan nuklear, bahkan transkripsi gen. • Reseptor sitokin
mengaktifkan Jak kinase, yang pada gilirannya mengaktifkan faktor transkripsi Stat, yang
kemudian mengaktifkan transkripsi gen
54. 54. • Mekanisme Kerja
55. 55. • Reseptor faktor pertumbuhan terdiri dari 2 reseptor, masing-masing dengan satu sisi
pengikatan untuk ligan. • Agonis berikatan pada 2 reseptor menghasilkan kopling
(dimerisasi). • Tirosin kinase dalam masing-masing reseptor saling memposforilasi satu
sama lain.
56. 56. • Protein penerima (adapter) yang mengandung gugus –SH berikatan pada residu
terposforilasi dan mengaktifkan tiga jalur kinase. • Kinase 3 memposforilasi berbagai
faktor transkripsi, kemudian mengaktifkan transkripsi gen untuk proliferasi dan
diferensiasi
57. 57. 61
58. 58. INTERAKSI OBAT - OBAT • Interaksi Obat terjadi karena kerja atau efek obat yang
berubah atau mengalami modifikasi akibat interaksi dengan satu atau lebih obat. •
Inkompatibilitas Obat adalah reaksi kimia atau fisik yang terjadi antara dua obat atau
lebih dalam keadaan invitro.
59. 59. INTERAKSI FARMAKOKINETIK A. Absorpsi Minum ≥ 2 obat, maka laju absorpsi
obat dapat berubah : • Memperpendek atau memperpanjang waktu pengosongan lambung
• Mengubah pH lambung • Membentuk kompleks obat
60. 60. • ↑ pengosongan lambung (Laksatif) » ↑ motilitas GI » ↓ absorpsi obat (banyak
diabsorpsi di usus kecuali barbiturat, salisilat, teofilin) • ↓ pengosongan lambung
(narkotika & antikolinergik) » ↓ motilitas GI » ↑ absorpsi • ↓ pH lambung » obat asam
lemah (aspirin) cepat diabsorpsi • ↑ pH lambung (antasida) » absorpsi aspirin menurun
61. 61. • Obat dapat bereaksi secara kimiawi » tetrasiklin dgn ion logam berat (Ca, Mg, Al,
Fe) » membentuk kompleks » tetrasiklin tdk diabsorpsi.
62. 62. B. Distribusi Minum 2 ≥ yg berikatan dgn albumin » plasma » terjadi ↓ pengikatan pd
salah satu atau kedua obat » ↑ obat bebas dlm plasma » ↑ kerja obat » toksisitas obat.
63. 63. C. Metabolisme & Biotransformasi Barbiturat (Fenobarbital) » ↑ induksi enzim hati »
↑ metabolisme penghambat reseptor beta (beta bloker : Propanolol) » ↑ eleminasi obat &
↓ kons. Obat dlm plasma. Simetidin » ↓ enzim hati » ↓ metabolisme teofilin dlm plasma »
efek toksik.
64. 64. D. Ekskresi Obat ↑ atau ↓ ekskresi ginjal » mempunyai efek ekskresi » obat lain. Obat
↓ curah jantung » ↓ aliran darah ke ginjal » ↓ filtrasi glomerulus » ↓ ekskresi obat.
Antiaritmia (Quinidin) ↓ ekskresi digoksin » ↑ digoksin dlm plasma » toksik
65. 65. Obat gout (Probenesid) » ↓ ekskresi penisilin » bersaing » reabsorpsi penisilin »
tubulus ginjal. Antasida ↑ pH urin (basa) » ↑ ekskresi obat asam lemah (aspirin &
barbiturat)
66. 66. INTERAKSI FARMAKODINAMIK • Dapat menimbulkan efek adiktif, sinergis,
antagonis. • Adiktif : efek dua kali lipat • Sinergis : lebih besar dari dua kali lipat •
Antagonis : efek dari salah satu atau kedua obat menurun.
67. 67. Efek Obat Adiktif  Diinginkan » diuretik + penghambat reseptor beta » Hipertensi
 Diinginkan » analgesik + aspirin + codein » ↑ analgesik  Tdk diinginkan » 2
vasodilator » hidralazin (hipertensi) + nitrogliserin (angina) »» hipotensi berat  Tdk
diinginkan » aspirin + alkohol » pendarahan lambung
68. 68. Efek Obat Sinergis • Diinginkan » Meperidin (analgesik narkotik) + prometazin
(antihistamin) » prometazin » ↑ efek meperidin. • Tdk diinginkan » alkohol + obat
hipnotik-sedatif (klordiazepoksid atau diazepam »» ↑ penekanan SSP.
69. 69. Efek Obat Antagonis • Perangsang adrenergik beta (isoproterenol) + penghambat
reseptor beta (propanolol) »» saling meniadakan
70. 70. INTERAKSI OBAT - MAKANAN • Tetrasiklin + antasida atau susu »» ↓ efek
tetrasiklin • Nitrofurantoin (antiinfeksi), penghambat reseptor beta (metoprolol),
antilipidemik (lovastatin) + makanan »» ↑ absorpsi obat
71. 71. 75
72. 72. PENDAHULUAN • Dosis Obat » umur, berat badan, protein serum, jaringan lemak •
Perubahan terapi » bayi baru lahir, bayi, orang lanjut usia • Bayi » organ tubuh belum
matang • Lanjut usia » fungsi organ menurun • Secara tradisional » terapi difokuskan »
orang dewasa • Perlu perhatian bagi bayi dan manula
73. 73. FARMAKOLOGI PEDIATRIK • Dosis obat anak dapat disesuaikan dgn dosis
dewasa • Dosis anak ditentukan » tingkat kematangan organ tubuh, BB, LPT • Neonatus
dan Bayi » getah lambung bersifat basa, fungsi hati dan ginjal belum matang » ↓
metabolisme dan ↓ ekskresi obat • Ginjal & Hati » matang » 1 tahun • pH getah lambung
» 1-2,5 » 3 tahun
74. 74. FARMAKOKINETIK ABSORPSI • ↑ pH lambung » ↑ absorpsi penisilin » dosis
dikurangi • ↓ eliminasi first-pass hati » ↑ distribusi obat » dosis obat ↓ » terutama yg
menjalani first-pass di hati • Absorpsi obat topikal diabsorpsi lebih besar pd bayi :
dewasa » kulit bayi tipis
75. 75. DISTRIBUSI • Bayi & anak » tekanan darah ↓ » aliran darah jaringan ↓ • Protein
plasma bayi ↓ » obat bebas ↑ » dosis obat ↓ • Antibiotik (sefalosporin & sulfonamid),
fenobarbital, teofilin » dosis ↓ pediatrik • Sawar darah otak belum berkembang » banyak
obat masuk ke sel otak
76. 76. METABOLISME • Aktivitas enzim hati menurun » hati bayi belum matang • Waktu
paruh obat » panjang » anak yg lebih besar atau dewasa • Waktu paruh pd anak yg lebih
besar » lebih singkat » laju metabolisme ↑ • Dosis tinggi untuk anak yg lebih besar »
untuk mengimbangi laju metabolisme yg meningkat
77. 77. EKSKRESI • Eliminasi obat melalui ginjal » ↓ sampai usia 1 tahun • Volume darah
lebih sedikit : dewasa • Laju filtrasi glomerulus 30%-40% dr dewasa • Penurunan
ekskresi obat » waktu paruh lebih panjang » toksisitas
78. 78. FARMAKODINAMIK • Organ bayi belum matang » pengaruhi kerja obat •
Kepekaan » reseptor berbeda pada neonatus, bayi dan anak kecil • Dosis perlu diturunkan
ayau dinaikkan • Aspirin, morfin, fenobarbital lebih toksik pd anak daripada dewasa •
atropin, kodein, digoksin » efek sama atau kurang toksik dr dewasa
79. 79. • Jaringan yg sedang bertumbuh pd bayi dan anak kecil lebih peka terhadap obat
tertentu • Tetrasiklin » trisemester I kehamilan & anak usia 8 tahun » perubahan warna
tulang & gigi yg permanen • Kortikosteroid pd anak menghambat pertumbuhan anak »
Tinggi Badan & Berat Badan dipantau
80. 80. FARMAKOLOGI GERIATRIK • ± 20% orang lanjut usia menggunakan 40% obat •
Efek samping dan interaksi obat lebih tinggi pada usia lanjut • Orang lanjut usia
menggunakan banyak obat karna penyakit • Swamedikasi, berobat pd beberapa dokter &
penuaan fisiologis » ↑ reaksi merugikan dari obat
81. 81. TABEL PERUBAHAN FISIOLOGIS GI ↑ pH lambung ↓ peristaltik GI Jantung &
Sirkulasi ↓ curang jantung ↓ aliran darah Hati ↓ fungsi enzim ↓ aliran darah Ginjal ↓
aliran darah ↓ fungsi nefron ↓ laju filtrasi glomerulus
82. 82. FARMAKOKINETIK ABSORPSI • ↓ pH lambung » mengubah absorpsi aspirin • ↓
aliran darah ke GI (40%-50%) » ↓ curah jantung » absorpsi diperlambat
83. 83. DISTRIBUSI • ↑ rasio lemak » obat sifat lipofil cenderung terakumulasi • ↓ serum
protein dan ↓ albumin » ↑ obat bebas » toksisitas
84. 84. METABOLISME • ↓ produksi enzim hati, aliran darah dan fungsi total hati » ↓
metabolisme obat • ↑ t½ » ↑ akumulasi obat » toksisitas
85. 85. EKSKRESI • ↓ aliran darah ginjal & ↓ laju filtrasi glomerulus » ↓ ekskresi obat » ↑
akumulasi obat
86. 86. FARMAKODINAMIK • Orang lanjut usia dapat lebih atau kurang peka terhadap
kerja obat • Disebabkan perubahan jumlah reseptor obat, perubahan afinitas reseptor
terhadap obat
87. 87. 91
88. 88. Antimikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif artinya bahwa antimikroba
tersebut harus bersifat toksik untuk mikroba tetapi tidak toksik terhadap hospes. -
Bakteriostatik - Bakterisid
89. 89. Spektrum Aktivitas AM 1. Spektrum Sempit Obat yang termasuk dalam golongan ini
adalah isoniazid yang hanya aktif pada mikobakteria. 2. Spektrum Sedang Ampisilin
efektif pada bakteri gram positif dan beberapa gram negatif. 3. Spektrum Luas
Kloramfenikol dan Tetrasiklin efektif pada spesias mikroba secara luas. Pemberian AM
ini dapat merubah flora normal bakteri dan menimbulkan superinfeksi, contohnya
kandida yang perkembangannya dipengaruhi oleh adanya mikroorganisme lainnya.
90. 90. Mekanisme Kerja AM 1. Mengganggu Metabolisme Sel Mikroba AM: Sulfonamid,
Trimetoprin, Asam p- aminosalisilat (PAS) dan sulfon. 2. Menghambat Sintesis Dinding
Sel Mikroba AM: Penisilin, Sefalosporin, Basitrasin, Vankomisin dan Sikloserin. 3.
Mengganggu Permeabilitas Membran Sel Mikroba AM: Polikmisin, Golongan Polien dan
AM kemoterapeutik.
91. 91. Mekanisme Kerja AM 4. Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba AM:
Aminoglikosida, Makrolaid, Linkomisin, Tetrasiklin dan Kloramfenikol. 5. Menghambat
Sintesis atau Merusak Asam Nukleat Sel mikroba AM: Rifampisin dan Golongan
Kuinolon.
92. 92. Resistensi Antimikroba Resisten dapat diartikan sebagai tidak berpengaruhnya AM
terhadap pertumbuhan mikroba pada kadar maksimum. 1. Resistensi Genetik a. Mutasi
Spontan Pada keadaan ini sel hasil mutasi dapat bereplikasi dan mentransmisikan sifat-
sifat pada sel anaknya sehingga timbul strain yang resisten, contohnya strain
Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap rifampisin (tunggal).
93. 93. b. Resistensi Obat Karena Transfer DNA Kondisi ini ditandai dengan adanya transfer
DNA dari satu organisme ke organisme lainnya. Faktor R ekstrakromosomal ini masuk
ke dalam sel melalui proses transformasi , transduksi dan konyugasi bakteri. 2.
Mekanisme Resistensi a. Modifikasi Tempat Target Perubahan tempat target melalui
mutasi dapat menimbulkan resistensi misalnya pada pengikatan protein oleh penisilin
pada S. aureus yang resisten terhadap metisilin.
94. 94. b. Menurunkan Akumulasi Hal ini terjadi karena adanya penurunan penetrasi AB
sehingga obat tersebut tidak sampai pada tempat terget karena adanya lapisan
lipopolisakarida atau dengan adanya siklus efluks sehingga organisme terlindungi. c.
Inaktivasi Oleh Enzim Adanya enzim –laktamase akan menghancurkan penisilin dan
sefalosporin serta asetiltransferase dapat mengubah kloramfenikol menjadi lebih aktif.
95. 95. A. Umur Neonatus dan manula untuk pemberian AM harus disesuaikan dengan
keadaannya masing-masing. Ini disebabkan pada neonatus organ tua system tubuhnya
belum berkembang sempurna dan pada manula terjadi kemunduran fungsi organ sehingga
dapat timbul efek toksik. B. Kehamilan Pada ibu hamil pemberian obat AM harus melalui
pertimbangan yang seksama karena kemungkinan timbulnya efek pada fetus tergantung
pada daya obat menembus sawar uri serta usia janin. Pemberian streptomisin pada
kehamilan tua dapat berefek ketulian pada bayi dan pada trisemester pertama dapat
menimbulkan teratogenik. Farmakodinamik dan Farmakokinetik
96. 96. C. Genetik Faktor genetik dapat menimbulkan efek berbeda terhadap obat. Contohnya
defesiensi enzim G6PD dapat menimbulkan hemolisis pada pemberian sulfonamide,
kloramfenikol, dapson dan nitrofurantoin. D. Keadaan Patologik Tubuh Hospes
Pemberian AM harus selalu memperhatikan kemungkinnan adanya gangguan fungsi dan
sistem organ terutama hati dan ginjal. Sirosis hati dapat meningkatkan toksisitas
tetrasiklin, memperpanjang waktu paruh eliminasi linkomisin sehingga menimbulkan
bahaya toksik sedangkan pada insufisiensi ginjal dapat menimbulkan intoksikasi terutama
pada streptomisin dan kanamisin.
97. 97. 1. Reaksi Alergi Reaksi ini sangat berkaitan dengan sistem imun individu, dimana
penentuan reaksi alergi sukar ditentukan karena orang yang pernah mengalami reaksi
alergi dengan penisilin tidak selalu reaksi ini pada pemberian berulang sebaliknya orang
tidak memiliki riwayat alergi dapat terserang alergi pada pemberian berulang. 2. Reaksi
Idiosinkrasi Gejala ini adalah reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik pada AM
tertentu. Sekitar 10% orang kulit hitam mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakuin (kekurangan enzim G6PD) 3. Reaksi Toksik Efek toksik dapat ditimbulkan
oleh semua jenis AM terhadap hospes. Misalnya golongan tetrasiklin yang dapat
mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termasuk gigi akibat deposisi kompleks
tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Efek Samping
98. 98. a. Dosis Kurang Dosis Penisilin G untuk pengobatan meningitis oleh pneumokokus
jauh lebih tinggi di bandingkan dosis untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah
walaupun oleh kuman yang sama. b. Masa Terapi Kurang Para ahli kebanyakan
melakukan individualisasi masa terapi yang disesuaikan dengan tercapainya respon klinik
yang di kehendaki.Tetapi untuk penyakit faringitis (S.
pyogenes),osteomielitis,endokarditis,lepra dan tuberculosis paru tetap di pertahankan
masa terapi yang walau efek klinis cepat terlihat Kegagalan Terapi
99. 99. c. Kesalahan Penetapan Etilogi. Pemberian AM pada peningkatkan suhu badan
tidaklah bermanfaat karena bukanlah keharusan bahwa demam disebabkan oleh
kuman,virus,jamur dan lain-lain. d. Faktor Farmakokinetik Bagian tubuh ada yang bisa
ditembus oleh AM dan ada yang tidak bisa di tembus AM.Antiseptik traktus urinarus
(nitrofurantion, asam nalidiksat ) hanya efektif untuk infeksi saluran kemih dan tidak
mencapai kadar terapeutik pada infeksi pada organ lain.
100. 100. e. AM Kurang Tepat Seorang klinikus harus dapat mengetahui jenis AM
yang secara klinik efektif pada suatu kuman tertentu, misalnya infeksi oleh S. Faecalis
ialah ampisilin, walaupun secara in vitro kuman tsb sensitive juga pada Gentamisin dan
Sefamandol. f. Faktor Pasien Buruknya pertahanan tubuh pasien adalah salah satu
penyebab AM, contohnya AIDS yang dapat mengganggu mekanisme pertahanan badan.
101. 101. Indikasi Klinik Penggunaan AM di tentukan berdasarkan indikasinya dengan
beberapa pertimbangan : A Efek yang di timbulkan oleh adanya mikroba dalam tubuh
hospes dan bukan semata karena kehadiran mikroba tersebut. B Efek terapi AM karena
kerja AM terhadap biomekanisme dan bukan pada tubuh hospes. C. AM bukan obat
penyembuh tetapi hanya menyingkatkan waktu hospes untuk sembuh dari penyakit
infeksi. Infeksi ringan tidak perlu segera mendapatkan AM karena menunda pemberian
AM akan merangsang mekanisme kekebalan tubuh tetapi pada infeksi berat bila telah
berlangsung dalam beberapa waktu lamanya maka perlu mendapatkan terapi AM.
102. 102. Kombinasi AM 1. Pengobatan Infeksi Campuran infeksi pascabedah
abdominal sering disebabkan oleh kuman anaerob (AM metronidazol, klindamisin) dan
kuman aerob (AM gentamisin) 2. Pengobatan Awal Infeksi Berat infeksi septisemia,
meningitis purulenta, dll. kombinasi diperlukan dgn segera karna keterlambatan dapat
membahayakan pasien sedangkan kuman penyebab belum diketahui
103. 103. 3. Mendapatkan efek sinergi sinergisme terjadi bila kombinasi menghasilkan
efek yg lebih besar dari kedua AM, infeksi Pseudomonas pd pasien neutropenia diberikan
: aminoglikosida & karbenisilin 4. Memperlambat resistensi bila mutasi merupakan
mekanisme timbulnya resistensi maka kombinasi AM merupakan cara memperlambat
resistensi
104. 104. Kombinasi AM 1. Pengobatan Infeksi Campuran infeksi pascabedah
abdominal sering disebabkan oleh kuman anaerob (AM metronidazol, klindamisin) dan
kuman aerob (AM gentamisin) 2. Pengobatan Awal Infeksi Berat infeksi septisemia,
meningitis purulenta, dll. kombinasi diperlukan dgn segera karna keterlambatan dapat
membahayakan pasien sedangkan kuman penyebab belum diketahui
105. 105. 3. Mendapatkan efek sinergi sinergisme terjadi bila kombinasi menghasilkan
efek yg lebih besar dari kedua AM, infeksi Pseudomonas pd pasien neutropenia diberikan
: aminoglikosida & karbenisilin 4. Memperlambat resistensi bila mutasi merupakan
mekanisme timbulnya resistensi maka kombinasi AM merupakan cara memperlambat
resistensi
106. 106. 11 0
107. 107. PENISILIN • Agen AM pertama yg dihasilkan dr jamur genus Penicllium
diperkenalkan pd tahun 1945 (Obat Ajaib) • Struktur beta laktam penisilin menghambat
sintesis dinding sel bakteri dgn menghambat enzim bakteri yg diperlukan untuk
pemecahan sel dan sintesis seluler • Beberapa penisilin akan berkurang aktivitasnya
dalam suasana asam
108. 108. PENISILIN SPEKTRUM LUAS • Dipakai untuk membunuh bakteri gram
positif maupun gram negatif • Kelompok obat ini tidak dipakai apabila penisilin biasa
seperti penisilin G masih efektif • Efektif melawan Escherichia coli, Haemophillus
influenzae, shigella dysentriae, Salmonella sp • Ampisillin, amoksisilin, bekampisilin,
siklasilin
109. 109. PENISILIN RESISTEN PENISILINASE • Untuk membunuh
Staphylococcus aureus penghasil penisilinase • Kloksasilin dan Dikloksasilin : oral •
Metisilin, Nafsilin & Oksasilin : IM, IV • Obat gol ini kurang efektif pada gram negatif •
Kurang efektif pd gram positif dibandingkan dgn Penisilin G
110. 110. PENISILIN ANTIPSEUDOMONAS • Efektik untuk Pseudomonas
aeruginosa, basilus gram negatif yg sulit dibasmi • Obat ini jg berguna untuk Proteus sp,
Serratia sp, Acinetobacter sp, Klebsiella pneumoniae • Kerjanya mirip aminoglikosida,
tapi kurang toksis dr aminoglikosida
111. 111. FARMAKOKINETIK • Amoksisilin diabsorpsi baik pd GI, 20% berikatan
pd protein • Kloksasilin hanya sebagian diabsorpsi, > 90% berikatan dgn protein, dapat
meningkatkan toksisitas • t½ kedua obat ini singkat, 70% Amoksisilin diekskresikan
lewat urin & 70% Kloksasilin lewat empedu dan urin
112. 112. FARMAKODINAMIK • Amoksisilin dan Kloksasilin : bakterisidal •
Mengganggu sintesis dinding sel : sel bakteri lisis • Penambahan Asam Klavulanat
menambah efek Amoksisilin • Efek Amoksisilin dan Kloksasilin berkurang : Eritromisin
dan Tetrasiklin
113. 113. SIDE EFFECT • Hipersensitifitas • Superinfeksi • Mual, muntah, diare (GI) •
Ruam kulit (elergi) • Efek elergi terjadi 5-10%
114. 114. 12 2
115. 115. SEFALOSPORIN • Sefalosporin dihasilkan dr jamur genus Cephalosporium
acremonium • Jamur ini aktif melawan gram positif dan gram negatif, tetapi resisten
terhadap beta laktamase • Tahun 1960, untuk efektivitasnya maka molekulnya diubah
secara kimia : sefalosporin semisintetik • Mempunyai struktur beta laktam yg dapat
menghambat enzim bakteri yg diperlukan untuk mensintesis dinding sel
116. 116. AKTIVITAS AM • Merupakan AM betalaktam • Menghambat sintesis
dinding sel mikroba • Menghambat reaksi transpeptidase, tahap ketiga dalam reaksi
pembentukan dinding sel • Aktif terhadap gram positif maupun negatif
117. 117. SIDE EFFECT • Reaksi alergi • anafilaksis • Spasme bronkus • urtikaria
118. 118. 12 9
119. 119. PENDAHULUAN • Malaria : infeksi protozoa pada sirkulasi sistemik
(darah) dan hati • Disebabkan protozoa bersel satu : Plasmodium • Ada 50 spesies
Plasmodium, yg menginfeksi hanya 4 spesies • P. Falsifarum, P. Vivax, P. Malariae, P.
Ovale
120. 120. DASAR BIOLOGI INFEKSI • Plasmodium masuk tubuh : saliva nyamuk
Anopheles betina (sporozoit) • Menetap di sel parenkim hati :skizon jaringan • Fase
preeritrosit : 5-16 hari • Sizon jaringan pecah, melepaskan beribu merozoit ke sirkulasi
sistemik • Eritrosit pecah melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi • Gejala khas malaria :
demam dan menggigil
121. 121. • Sebagian merozoit berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan betina •
Pembuahan terjadi dlm usus nyamuk • Zigot berkembang menjadi sporozoit • Pindah ke
kelenjar ludah nyamuk • Fase aseksual
122. 122. • Malaria tertiana : P. Vivax • Malaria quartana : P. Malariae • Malaria
tropica : P. Falsiparum • Malaria pernisiosa : P. Ovale
123. 123. KLASIFIKASI • Skizontosid jaringan dan darah : bekerja pada merozoid di
eritrosit : klorokuin, kuinin dan meflokuin • Gametositosid : membunuh gametosid dlm
eritrosit shg transmisi ke nyamuk dihambat : klorokuin, kuinin (P. Vivax, P. Malariae),
primakuin (P. Falsifarum) • Sporontosid : menghambat perkembangan gametosid di
tubuh nyamuk yg menghisap darah pasien : primakuin dan kloroguanid
124. 124. MEKANISME KERJA • Pirimetamin : hambat as. Folat ke as. folinat •
sulfadoksin : menghambat pemanfataan PABA : untuk sintesis as. Folat • Primakuin :
hambat sintesis protein •
125. 125. PEMBERIAN OBAT • Klorokuin (akut & profilaksis : 300 mg/minggu, 2
minggu sebelum, 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik • Doksisiklin
(profilaksis) : 100 mg/hr, 1-2 hr sebelum dan 4 minggu setelahnya • Hidroklorokuin
(akut, profilaksis) : awal 600 mg, lalu 300 mg/minggu sebelum sampai 4 minggu
setelahnya
126. 126. • Primakuin (akut, profilaksis) : 15 mg selama 14 hari • Pirimetamin
(proflaksis) : 25 mg setiap minggu hingga 10 minggu • Kuinin (akut) : tunggal atau
kombinasi dgn sulfadoksin/doksisiklin 260-650 mg tiap 8 jam selama 6-12 hari
127. 127. 13 8
128. 128. PENDAHULUAN • Terjadi pd jaringan yg memiliki sedikit vaskularisasi
(permukaan kulit, kuku, rambut) • Pertumbuhan lambat shg sulit dibunuh • Pembelahan
selnya menjadi target antimikroba • Bersifat oportunistik • Antifungi dasarnya membantu
sistem imun inang melawan fungi
129. 129. • Kelarutan buruk shg distribusi ke tempat kerja bermasalah • Harus bersifat
Toksisitas selektif • Penggolongan antifungi berdasarkan mekanisme kerja
130. 130. ANTIFUNGI POLIENA • Bekerja dgn mengikat ergosterol • Obat :
amfoterisin B dan nistatin • Sel mamalia mengandung sterol (kolesterol), namun afinitas
amfoterisin terhadap ergosterol > kolesterol • Gangguan fungsi membran, elektrolit
keluar keluar dari sel • Amfoterisin paling sering digunakan untuk infeksi fungi dan ragi,
pada pasien gangguan sistem imun
131. 131. • Amfoterisin diberikan secara IV dan topikal • Toksisitas : nefrotoksisitas •
Nistatin sangat toksik : terbatas untuk topikal : C. Albicans
132. 132. ANTIFUNGI AZOL • Senyawa azol : senyawa fungistatik spektrum luas :
menghambat senyawa ergosterol • Dibandingkan Imidazol (memiliki 2 N pada cincin
azol), triazol (3 N) mempunyai ES sedikit, distribusi baik, interaksi obat sedikit •
Imidazol aktif secara topikal • Triazol aktif secara sistematik
133. 133. ANTIFUNGI LAIN • TERBINAFIN & GRISEOFULVIN • Jaringan target :
jaringan yg tdk bervaskularisasi : rambut, kulit dan kuku • Dipakai secara oral , bukan
topikal • Terbinafin bekerja : mencegah sintesis ergosterol • Griseofulvin bekerja :
berikatan dgn keratin sel prekursor, shg sel resisten terhadap infeksi fungus
134. 134. 14 5
135. 135. ANTIVIRUS 3 mekanisme pengontrolan virus : • Vaksinasi : mencegah &
mengontrol penyebaran penyakit • Kemoterapi : mengobati gejala2 penyakit, usaha
mengeleminasi virus • Stimulasi mekanisme resistensi alami inang : mempersingkat
durasi penyakit
136. 136. Siklus hidup virus • Pelekatan & penetrasi virus ke sel inang • Pelepasan
selubung genom virus di dlm sel • Sintesis komponen virus dlm sel inang • Perakitan
partikel virus • Pelepasan virus untuk menyebar & menyerang sel inang
137. 137. ANTI-HIV • virus imunodefisiensi manusia (human immunodeficiency
virus-HIV), penyebab dindrom defisinesi imun dapatan (acquired immune deficiency
syndrom- AIDS) : suatu retrovirus asam nukleat (RNA) • Mempunyai enzim spesifik :
transkriptase balik (reverse transcriptase-RT) • Enzim ini target utama obat yg berefikasi
melawan HIV
138. 138. Inhibitor RT terbagi atas 3 (berdasar kemiripan struktur : • Nukleosida :
abakavir, didanosin, zidovudin • Nonnukleosida : amprenavir, delavirdin, nevirapin •
Nukleotida : adefovir, tenofovir Ketiga inhibitor RT diatas menghambat pembentukan
DNA virus dari RNA oleh RT
139. 139. INFLUENZA • Perlindungan utama dgn vaksinasi • Inhibitor
neuraminidase : memblok pelepasan virus influenza dari sel2 yg terinfeksi • Obat :
amantadin, rimantadin, oseltamivir
140. 140. ANTIVIRUS LAIN • Asiklovir : mengobati penyakit herpes • Pemberian :
topikal, IV, oral • Sama dgn inhibitor RT, harus mengalami 3 kali fosforilasi untuk
menjadi aktif • Asiklovir trifosfat : menghambat DNA polimerase virus herpes

Anda mungkin juga menyukai