Anda di halaman 1dari 18

TRANSPARANSI KEPEMIMPINAN ORGANISASI DALAM PANDANGAN ISLAM

DAN MODERN
(Dikerjakan untuk memenuhi Tugas Semester Pendek Mata Kuliah Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi)

AKHMAD BAIZURI
NPM : 2016946002
KEKHUSUSAN : OTONOMI DAERAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2017
TRANSPARANSI KEPEMIMPINAN ORGANISASI DALAM PANDANGAN ISLAM
DAN MODERN
( Studi komparasi Upaya mewujudkan budaya organisasi yang progresif melalui kepemimpinan
yang transparan)

Pendahuluan
Prilaku seorang pemimpin dalam suatu organisasi akan berdampak pada lingkungan
organisasi yang dipimpinnya, baik secara langsung maupun tidak orang-orang yang berada
dibawahnya akan melihat bagaimana pemimpin tersebut menjalani dinamika organisasi atau
lembaga yang dipimpinnya dan hal ini akan berpengaruh pada kultur suatu organisasi yang
akan merubah sikap dan tindakan orang-orang yang ada didalamnya dan secara perlahan menjadi
sebuah sistem perilaku yang mendarah daging.
Dalam membangun kultur organisasi, keterbukaan seorang pemimpin organisasi
terhadap aspirasi dan tuntutan perubahan merupakan hal penting yang harus include kedalam
sikap dan tindakannya, disadari atau tidak keterbukaan pimpinan kepada orang-orang disekitar
akan berdampak jangka pendek yaitu menyelesaikan tugas-tugas dan permasalahan yang muncul
pada organisasi tersebut sekaligus akan berdampak jangka panjang dalam hal perubahan sistem
organisasi secara inovatif dan progresif. setiap kali ditemukan kesulitan-kesulitan diselesaikan
secara sharing pendapat atau dalam literature Islam disebut musyawarah, yang mana konsep
musyawarah terdapat didalamnya budaya bertukar pikiran, membangun diskusi yang sehat
menerima kritik dan masukan untuk mencapai kata sepakat dalam menjalani maksud dan tujuan
bersama.
Selain itu dari sisi eksternal, model kepemimpinan yang transparan akan membuka diri
terhadap monitoring baik dari individu maupun instansi, segala inisiatif yang berkembang dari
luar akan dijadikan komparasi bagi perkembangan organisasi guna menghadapi dinamika
kehidupan orgnisasi sebagai komunitas sosial yang senantiasa mengalami perubahan seiring
berkembangnya perbedaan hajat hidup orang banyak yang berada didalamnya.
Tulisan ini mencoba mengupas konsep dan penerapan transparansi kepemimpinan dalam
menciptakan budaya organisasi yang progresif dan melakukan komparasi atau perbandingan
dengan konsep-konsep organisasi dalam Islam terutama yang berhubungan dengan pola
kepemimpinan yang terbuka.
Penulis pun menyadari bahwa Teori-teori Organisasi dalam pandangan Islam masih
belum banyak dibahas oleh para ahli kalapun ada hanya pandangan terhadap konsep organisasi
secara terbatas. Oleh karenanya melalui pembahasan ringan dan ringkas ini penulis mencoba
melakukan perbandingan teori dan praktek organisasi dunia modern dengan nilai-nilai
kepemimpinan, nilai berjama’ah dan bermasyarakat yang terkandung dalam Islam baik secara
historis maupun dalil-dalil dan pandangan para tokoh muslim yang telah menaruh perhatian pada
fenomena bermasyarakat dari sudut pandang Islam.
Perbandingan yang sederhana ini penulis anggap penting mengingaat saat ini seiring
berkembangnya organisasi dan lembaga berbasis syari’ah (Bank Syari’ah, Asuransi Syari’ah,
Koperasi Syari’ah, BMT, Perdagangan/Toko dan Jasa Syari’ah) maka sudah semestinya
lembaga-lembaga tersebut tidak hanya berlabel syari’ah dan penerapan disiplin ilmu dibidangnya
saja namun perlu juga menerapkan prinsip-prinsip organisasi berlandaskan nilai yang bersumber
dari yang diajarkan syari’at Islam, dan konsep transparansi kepemimpinan menurut penulis
merupakan salah satu pembahasan yang relevan untuk dijadikan perbandingan dengan konsep-
konsep yang ada dalam literatur kepemimpinan Islam.
A. Konsep Transparansi Kepemimpinan Organisasi.
Organisasi sebagai sebuah komunitas yang mewadahi pikiran dan aspirasi banyak
orang sudah semestinya mengedepankan budaya transparan atau keterbukaan dalam menjalani
berbagai programnya. Pimpinan organisasi sebagai penggerak organisasi mempunyai peranan
menjembatani pemikiran dan pendapat anggota yang berbeda sudah selayaknya mampu menjadi
acuan bersama dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Iklim organisasi
tersebut dapat dicapai jika seorang pemimpin dapat mengimplemetasikan budaya transparansi,
membuka diri terhadap perubahan-perubahan.
Kunci budaya transparan ini terletak pada pucuk kepemimpinan organisasi baik
kepemimpinan dalam pengertian sebagai individu pemimpin itu sendiri maupun secara
kelembagaan. Untuk dapat melihat pentingnya transparansi kepemimpinan maka perlu di kupas
konsep tersebut secara rinci.

1. Pengertian Transparansi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat (2008 ; 1485)
transparansi memiliki arti keadaan nyata, jelas, jernih, kamus bahasa Indonesia juga memberikan
contoh kalimat dari kata transparan di era reformasi segalanya harus bersifat transparan tidak
terbatas pada orang tertentu saja. dalam bahasa Inggris, Transparansi berasal dari kata
transparency, dalam Cambridge Dictionary (2008 ; 1549) kata tersebut diartikan the
characteristic of being easy to see through.
Melihat pengertian secara bahasa diatas transparansi memiliki pengertian sikap terbuka,
tidak menutup diri dari perhatian dunia luar, membuka peluang bagi pihak lain untuk melakukan
kontroling dan koreksi yang bersifat konstruktif. Dari perspektif organisasi transparansi dapat
dibagi menjadi beberapa bentuk:
Bagi seorang pimpinan organisasi di era global seperti sekarang ini transparan menjadi
keharusan di terapkan pada organisasi yang memiliki banyak relasi dan jaringan dengan para
stake holder dengan latar belakang kepentingan yang berbeda. Sebagaimana Lizz Pellet (2013)
mengemukakan pentingnya sikap dan tindakan transparan seorang pimpinan dalam menciptakan
budaya organisasi yang sehat, Lizz Pellet berpendapat “The actions and behaviors of leaders
used to be hard to observe if the leadership wasn’t transparent or connected with their
employees. Not so anymore with the advent of social media.” Aksi dan tindakan seorang
pemimpin akan berpengaruh langsung apabila kepemimpinannya tidak transparan atau terhubung
dengan para karyawannya. Pendapat Lizz Pellet diatas ingin menekankan bahwa tidak ada
alasan bagi orang yang terlibat didalam organisasi tidak membuka diri satusama lain, terutama
para pimpinan organisasi, sudah saatnya membangun kedekatan yang transparan dengan para
bawahannya, dengan budaya organisasi yang baik dapat dibangun. Lizz Pellet memberikan
prasyarat bagaimana budaya organisasi dapat dibangun:

Gambaran Lizz diatas menjelaskan bagaimana sikap dan prilaku seorang pemimpin
menjadi penentu budaya organisasi, kemudian dalam hal apa dia memberikan perhatian, dalam
hal apa saja pemberian penghargaan atau reward dan sangsi. mengkaitkan dengan istilah Islam
peran pemimpin sebagai contoh dan penentu iklim organisasi disebut dengan istilah Uswah yang
berarti ikutan atau tauladan, dengan pengertian segala tindakan, perkataan, pikiran, seorang
pemimpin menjadi acuan kultur dalam suatu komunitas.
Mengadopsi dari penuturan Lizz diatas Penulis mengajukan bagan sederhana tentang
bentuk-bentuk transparansi antara pimpinan dan anggota organisasi adalah sebagai berikut:
Tidak Memihak, terbuka
terhadap semua
kelompok yang ada di
dalam organisasi

TRANSPARANSI
Menerima Masukan

Adanya Laporan
Pertanggung Jawaban

Aktif Membangun
hubungan personal dan
perhatian terhadap
prestasi dan kelalai
anggota

Penjelasan: Pada bentuk yang pertama, Transparansi sama dengan sifat adil, tidak pandang bulu
dalam menentukan keputusan dan kebijakan. Tindakan yang dijalaninya sesuai dengan tujuan
orgnisasi, bentuk transparansi ini menjadi penting untuk memelihara hubungan antar individu
maupun bagian-bagian yang ada didalam organisasi sehingga dapat menjalani tugas pokok dan
fungsi yang telah ditetapkan.
Bentuk kedua: Transparansi sama dengan terbuka, pimpinan organisasi menyadari
bahwa testimony, masukan dan kritik baik dari internal organisasi maupun dari pihak luar
merupakan informasi penting yang dapat dijadikan acuan evalusi untuk memperbaiki kultur
organisasi dari dalam, meningkatkan pelayanan organiasi bagi para pemangku kepentingan,
memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan. Pimpinan organisasi dapat melakukan peninjauan
terhadap suatu sistem lama apakah masih layak untuk diterapkan untuk beralih pada sistem baru
yang belum banyak difahami oleh para anggotanya, salah satu melalui jalur diskusi, rapat
terbuka, evaluasu bersama. Pada intinya Transparan dalam bentuk ini dapat dikatakan pola lain
membangun hubungan dengan para karyawan.
Bentuk ketiga: adanya pertanggungjawaban, adalah bentuk yang paling konkrit bagi
kepemimpinan transpran. Baik pertanggungjawaban terhadap lembaga diatasnya maupun
pertanggungjawaban kepada bawahan. Melalui laporan pertanggungjawaban dapat dilihat secara
detail realisasi program yang telah tercapai beserta implikasi program tersebut bagi kepentingan
organisasi dan orang banyak. Melalui laporan pertanggungjawaban juga, seorang yang telah
memangku kepemimpinan organisasi secara transparan menyatakan program yang belum
tercapai beserta hambatan-hambatanya, sehingga pada aspek pertanggungjawaban ini seorang
pimpinan membuka diri menyatakan kinerjanya yang telah dilakukan untuk kemudian dinilai dan
dilakukan perbaikan.
Bentuk keempat: kepemimpinan yang transparan aktif membangun interaksi dirinya
dengan individu dan kelompok lain, secara personal dia memiliki kedekatan dengan para
anggotanya, tidak membatasi diri karena jabatannya lebih tinggi, pada organisasi modern sudah
bukan saatnya lagi membedakan perlakuan seseorang berdasarkan struktur jabatannya. Penulis
masih ngutip pendapat Lizz Pellet, bahwa seorang pemimpin yang kreatif mampu membangun
dialog dan kedekatan dengan para anggota organisasi

2. Pengertian kepemimpinan organisasi


Pemimpin secara popular diartikan “ orang yang dapat mempengaruhi orang lain atau
kelompok melalui pikiran,ucapan dan tindakannya (Hemhiel dan Coons)
Menurut G Owens (1995) kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar pihak yang
memimpin dengan yang dipimpin.
Dengan demikian pemimpin tidak dapatberpengaruh pada orang lain dan tidak dapat
menjalani kepemimpinannya tanpa melakukan interaksi dengan anggotanya. Adapun perbedaan
pemimpin dan kepemimpinan adalah Pemimpin sebagai individu atau orang yang memimpin
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) adapun kepemimpinan memiliki pengertian sebagaimana
menurut Stogdill (1974:7-16):
a. Kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan kelompok (leadership as
a focus of group processes).
b. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh (leadership
as personality and its effects).
c. Kepemimpinan sebagai suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham
(leadership as the art of induling compliance).
d. Kepemimpinan adalah pelaksana pengaruh (leadership as the exercise of
influence).
e. Kepemimpinan adalah tindakan dan perilaku (leadership as act and behavior).
f. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi (leadership as a
from of persuation and inspiration).
g. Kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan (leadership as a
power relation).
h. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an instrument
of goal attainment).
i. Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi (leadership as an effect of
interaction).
j. Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan (leadership as a differentiated
role).
k. Kepemimpinan adalah sebagai inisiasi struktur (leadership as the initiation of
structure).
Dalam konsep kepemimpinan Islam, dapat ditemukan beberpa istilah pemimpin sesuai
penempatan kepemimpinannya.
a. Umara pemimpin masyarakat dalam negara, pemimpin politik, ada pula istilah Ulil Amri
yang tercantum dalam (Q.S. Annisa: 29)

hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulny dan ulil Amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan rasulnya, jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya.
Mengenai pemimpin negara terdapat juga istilak sulthon dan mulk.

b. Ulama, pemimpi Umat, orang yang kompeten pada bidang ilmu agama Islam hingga
menjadi rujukan ilmu-ilmu agama.
c. Imam : Pemimpin Shalat.
d. Rais: Pemimpin Lembaga/Organisasi
Konsep kepemimpinan Islam mewajibkan masayarakat untuk memiliki pemimpin dan
mengikuti serta tunduk kepada pemimpin yang sah yang telah ditunjuk untuk mengemban
berbagai urusan banyak orang dalam sebuah komunitas. Mengenai mekanisme penetapan
pemimpin terdapat jalur penunjukan langsung atau melalui pemilihan melalui musyawarah.
Pengertian pemimpin dan kepemimpinan dari berbagai pandangan diatas menunjukan
bahwa keberadaan seorang pemimpin merupakan keniscayaan pada kehidupan manusia yang
merupakan mahluk sosial. Kesiapan manusia untuk memimpin dan kerelaan manusia lainya
untuk dipimpin merupakan hukum alam pada sebuah perkumpulan yang saling berhubungan satu
sama lain oleh karenanya dibutuhkan keterbukaan dari seorang pimpinan bagi terciptanya
budaya yang kondusif pada sebuah organisasi maupun masyarakat secara luas.

B. Tahapan dan Penerapan transparansi kepemimpinan


Kepemimpinan tidak lepas dari dari tahapan-tahapan manajemen, kemampuan
mengkonsep dan melakukan perencanaan dalam menyusun program-program organisasi
merupakan keahlian yang include pada seorang pemimpin.

1. Tahapan dalam manajemen organisasi


Peranan pemimpin dalam manajemen organisasi berperan sejak fase perencanaan
(planning, pengorganisasiam (organizing), pengarahan (directing), pengawasan (controlling).
Menurut Henry Fayol (2001:5) menempatkan pemimpin sebagai seorang manajer,
dengan mengatakan ”Manajer menjalankan lima fungsi manajemen : mereka merencanakan,
mengorganisasi, memerintah, mengkoordinasi, dan mengendalikan”. Bila kita tinjau kembali
bahwa fungsi tersebut termasuk ke dalam komponen kepemimpinan. Jadi bisa kita ambil
kesimpulan kepemimpinan merupakan bagian dari organisasi.
Terkait pentingnya transparansi dalam setiap fase manajemen organisasi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan (Planning)
Manajemen organisasi selalu dimulai dengan perencanaan, pada tahap awal ini
seorang pemimpin secara terbuka memberikan pandangannya terhadap perencanaan
dalam hal apa dan kearah mana visi-misi program itu dijalankan. Perencanaan
tersebut meliputi pencapaian tujuan yaitu tujuan jangakan pendek, tujuan jangka
menengah dan tujuan jangka panjang serta merencanakan pola kinerja seperti apa
untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam proses ini, seorang pemimpin tidak mungkin
bekerja sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Pimpinan secara transparan melibatkan
bagian-bagian lain dari anggota orgnisasi untuk meramalkan sejauh mana tujuan
tersebut dapat dicapai dengan melihat aspek, ekonomi, sosial, lingkungan masyarakat
maupun politik.

b. Tahap pengorganisasian (Organizing)


Setelah memiliki rencana, tentunya harus segera diwujudkan dengan menentukan
deskripsi pekerjaan dan menetapkan kesiapan sumberdaya manusia yang
kompeten dibidangnya. Seorang pimpinan sudah semestinya mengetahui
kemampuan dan keahlian orang-orang yang terlibat didalam organisasi, dan
dalam menentukan tugas-tugasnya harus bersikap transparan, tidak memilih tugas
pekerjaan berdasarkan kedekatan pada individu maupun bagian tertentu.

c. Tahap pengarahan (directing)


Ketika pemimpin organisasi telah memastikan bahwa penugasan-penugasan
pekerjaan telah di tugaskan pada masing-masing anggota sesuai keahlian dan
kemampuannya, untuk kemudian seorang pimpinan mengarahkan kepada anggota
organisasi mengenai standar operasional dari setiap pekerjaan yang dilaksanakan,
agar para petugas pekerjaan tersebut bekerja sesuai kebuthan program masing-
masing secara transparan menjelaskan kesempatan, peluang, dan hambatan yang
akan dihadapi dari setiap pekerjaan yang dilakukan. Secara terbuka pimpinan
organisasi pun harus menegaskan bahwa peranan anggota organisasi sangat
penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, bahwa tanpa peranan
anggota organisasi, maka program-program yang telah ditetapkan akan sulit
terlaksana.
d. Pengawasan (Control)
Dalam melaksanakan kegiatan, pimpinan organisasi tidak kemudian melepas
semua konsep-konsep program kepada anggota untuk dilaksanakan secara bebas
tanpa pengawasan, pimpinan harus terbuka melakukan pengawasan sekaligus
bimbingan kepada para anggotanya. Ada dua bentuk pengawasan, yaitu
pengawasan dalam pengertian kontrol secara langsung terhadap pekerjaan yang
sedang dilakukan dan pengawasan dalam pengertian evaluasi pekerjaan yang
telah dilakukan. Pada bentuk yang pertama pimpinan organisasi dapat melihat
sejauh mana pekerjaan dilaksanakan dans sejauh mana kemajuan telah dicapai
dengan mengacu pada target-target yang telah ditetapkan( Rusli Ramli, 2013:8-9).

Dalam pandangan Islam seorang pemimpin berperan sebagai contoh ikutan sejak dari
awal program atau pekerjaan itu direncanakan. Pimpinan dalam Islam berperan tidak hanya
sebagai konseptor tapi juga berperan sebagai eksekutor atau sebagai perencana dan pelaksana.
terdapat istilah Uswah dan qudwah qudwah yaitu kepemimpinan menjadi efektif apabila
dilakukan tidak hanya dengan nasihat tapi juga dengan ketauladanan yang baik dan bijaksana.
Sebagaimana dikemukakan dalam Al-qur’an yaitu dalam surah QS: Al-Ahzab : 21 : Artinya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah”.
Kemampuan seorang pemimpin dalam merencanakan dan melaksanakan merupakan pola
kepemimpinan terbuka yang dibutuhkan bagi kemajuan organisasi. Pada tahap perencanaan dia
mampu menyusun konsep program secara sistematis dengan melihat berbagai aspeknya, pada
tahap pelaksanaan dia mampu turun kebawah utnuk memahampi kinerja para anggotanya.
Dengan demikian pimpinan dengan pola tersebut membuka diri utntuk mengambil peran pada
setiap tahapan organisasinya.
2. Penerapan Transparansi dalam pembentukan budaya organisasi.
Terkait budaya organisasi Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
mendefinisikannya dengan mengutip pendapat Cowings (1999) budaya organisasi merupakan
sesuatu yang diciptakan, dipelihara atau ditransformasikan oleh orang-orang dalam organisasi.
Budaya organisasi kadang diciptakan dan dipelihara pada tingkat eksekutif karena sumber pokok
untuk membangkitkan peraturan, ideologi-ideologi, artikulasi nilai inti dan norma-norma
organisasi.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa peran pimpinan organisasi dalam aksi
dan prilakunya berpengaruh pada pembentukan budaya organisasi maka dapat dikutip pendapat
Micah Solomon mengenai 7 tahapan kepemimpinan yang dapat merubah budaya organisasi.

1) Make your decision. You need to make the decision that cultural change is a priority,
that putting customers (and the employees, and vendors, and systems that serve them)
front and center matters.
2) Put that decision into (a very few) words. An explicit but very brief statement of what
that decision looks like. How you’re going to treat customers. How you’re going to
support employees. How you’re going to treat vendors. Because making a decision once
isn’t enough--you need a clear way to refer back to it.
3) Align your employment and recruiting practices to with your newly-stated
values. Every single employee, from that moment forward, needs to be hired for reasons
that are congruent with your newly stated values. This is very, very important.
4) Overhaul your orientation process. The way you bring employees into a company is
all-important. As I like to say, you need to go overboard with the onboard. Overboard in
stressing (ideally, have the CEO there, personally stressing) the purpose of employment
at your organization, as opposed to the normal stuff stressed at orientation: how to
handle the minutiae of your job description, signing in and out, and so forth.
5) Review and refine your HR policies. no more docking people for coming in late from
the lunch break to assist a customer they found in distress. No more ranking based on
average handle time on phone calls. And so forth. The CEO can make the highest of high-
minded values statements, but here is where reality comes home to roost, where your
culture can be supported or sabotaged.
6) Design and implement a plan for ongoing reinforcement.Onboarding is important,
proper hiring is important, but ongoing reinforcement is crucial. Perhaps the best plan
for most organizations is to follow the Ritz-Carlton daily lineup approach: a few minutes
every day discussing just one of your list of cultural values or service standards, with the
meeting led by a different employee every time. The result, added up over a year or years,
is a lot of reinforcement. And it makes every single one of those days of that year or years
better on its own.
7) Give your employees input into the design of the work that involves them. In business,
we have a terrible tradition going back at least as far as Frederick Taylor (yes, the
“Taylorism” Taylor) that jobs are things done by employees, but designed by their so-
called superiors. As our society has grown more specialized, this bias has increased in its
intensity. While, of course, to some extent this has to be true, especially in life-
threatening situations-your employee can lead an evacuation down a fire escape but
can’t necessarily design standards for what is an acceptable or unacceptable level of
smoke inhalation-it’s important to simultaneously push against it, to let your employees
know what they need to get done but not necessarily how they should go about designing
their day and carrying out their duties.

Tujuh tahapan yang dijelaskan Micah Solomon diatas mengkaitkan kreatifitas seorang
pemimpin dengan keputusan yang terbangun diantara anggota perusahaan yang berorientasi pada
kepentingan pelanggan dan stake holder lainnya.
Kedua seorang pemimpin harus kreatif merangkai kata-kata peruban yang di jelaskan
secara singkat namun mengena pada sasaran perubahan budaya organisasi, tahap yang kedua ini
micah solomon menyatakan Pernyataan eksplisit tapi sangat singkat tentang keputusan seperti
apa. Bagaimana Anda akan memperlakukan pelanggan? Bagaimana Anda akan mendukung
karyawan? Bagaimana Anda akan memperlakukan vendor? Merupakan pernyataan-pernyataan
penting untuk merubah pelayanan perusahaan.
Pada tahap ketiga, Solomon menganjurkan agar pentingnya penyesuain antara SDM
dengan nilai yang baru dibentuk terutama pada tahap rekrutmen dan penempatan karyawan agar
sesuai dengan nilai perusahaan yang baru dibentuk yang berorientasi pada perubahan nilai
budaya perusahaan.
Tahap ke empat, merombak proses orientasi perusahaan dengan cara-cara baru yang
diluar dari biasanya atau cara-cara lama, melihat orintasi pekrjaan dan mampu meramalkan input
dan output pekerjaan tersebut.
Tahap selanjutanya yaitu tahap kelima, yaitu mengevaluasi kebijakan perusahaan
terhadap SDM, terutama yang terkait dengan manajemen waktu kehadiran karyawan, menangani
keterlambatan setelah jam istirahat serta pemberian reward yang sesuai dengan pekerjaan. Pada
tahap ini pimpinan perusahaan harus melakukan perencanaan matang karena sangat terkait
budaya kebiasan etos kerja karyawan dalam menghargai waktu diperusahaan.
Tahap keenam, Merancang dan menerapkan rencana untuk penguatan yang sedang
berlangsung. Evaluasi pekerjaan yang telah lalu penting, perekrutan yang tepat itu penting,
namun memantau pekerjaan yang sedang berlangsung jauh lebih penting penting. Tujuannya
adalah untuk menguatkan program dan pekerjaan yang telag direncanakan. Hal ini dapat
dilakukan dengan evaluasi berkala, dapat dilakukan beberapa menit setiap hari yang dipimpin
oleh karyawan yang berbeda untuk membahas sejauh mana kemajuan yang telah dicapai,
membahas kendala apasaja yang dihadapi. Jika hal demikian dilakukan dengan pendekatan
terbuka antar karywan perusahaan baik dengan pimpinan perusahaan maka dengan sendirinya
akan terjadi perbuhan progrosif yang lebih maju dari sebelumnya.
Pada tahap terakhir yaitu tahap ketujuh, seorang pimpinan dituntut membangun
kedekatan pemahaman dengan karyawannya dengan cara menjelaskan desain pekerjaan yang
melibatkan mereka, Solomon mengutip pemikiran Frederick Taylor bahwa pekerjaan adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, namun dirancang oleh atasan mereka. Hal demikian
dapat menimbulkan karyawan da tahu apa yang perlu dilakukan namun belum tentu bagaimana
mereka harus merancang tugas mereka. Oleh karenanya perlu dibangun kedekatan dengan
karyawan bukan hanya tentang tugas-tugas yang akan mereka kerjakan namun melibatkan
mereka tentang desain pekerjaan bagi mereka.
E. Konsep Kepemimnan transparan dalam Islam
1. Konsep Kepemimpinan dalam Islam

Dalam Islam Pemimpin dapat dikatakan menjadi masalah vital, keberadaan seorang
pemimpin menjadi pengatur norma-norma hidup bermasyarakat, pemimpin menjadi perantara
tercapainya kesejahteraan banyak orang. Begitu pentingnya kepemimpinan terdapat hadits yang
menyebutkan Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabannya. Pemimpin menjadi acuan bertindak dalam menjalankan program
organisasi, pada tahap perencanaan pimpinanlah selaku konseptor menetapkan visi-misi,
menyusun standar operasional, dan dari segi nilai etika seorang pemimpin organisasi harus
menumbuhkan semangat kerja para anggotanya dengan lebih dahulu menerapkan kebiasaan-
kebiasaan positif yang dapat membangun kesadaran para anggotanya untuk mengikuti prilaku
pimpinan tersebut.

2. Kaitan Konsep Transparansi Kepemimpinan dengan Musyawarah


Penulis mengkaitkan konsep transparansi kepemimpinan dengan konsep musyawarah
karena Musyarwarah mempunyai akar kata yang sama dengan masyarakat dan perkumpulan,
Musyarokah/masyarakat yang berarti perkumpulan.
Musyawarah merupakan kata kiasan yang berasal dari kata Syura yang memiliki arti
menampakan sesuatu atau mengeluarkan madu dari sarang lebah. jadi mengeluarkan kebaikan
yang tersembunyi dari tempatnya sebagaimana mengeluarkan madu dari sarang lebah hal ini
sebagaimana pendapat Waryono Abdul Gofur (2015:154) memberikan penafsiran Musyawarah
berarti menampakan sesuatu yang semula tersimpan atau mengeluarkan pendapat yang baik
kepada pihak lain. Sedangkan secara istilah Syura berasal dari kata syawwara-yusyawwiru yang
berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu, bentuk lain dari kata
kerja ini adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara, (berunding saling tukar
pendapat), Syawir ( minta pendapat) musyawarah dan mustasyir ( minta pendapat orang lain).
jadi Syura adalah menjelaskan, menyatakan atau mengajukan pendapat yang baik, di sertai
dengan menaggapi dengan baik pula pendapat tersebut.
Rujukan konsep musyawarah ini adalah Q.S. Ali Imraan : 159 Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka
Adnan Hakim dalam Jurnal StudyClub Kendari mengutip pendapat Ibnu Kholdun tentang
karakteristik kepemimnan dengan istilah musyawarah. Dengan penjelasan sebagai berikut:

musyawarah adalah suatu bentuk pengikutsertaan seluruh komponen masyarakat secara


proporsional dalam keikutsertaan dalam pengambilan sebuah keputusan atau kebijaksanaan.
Yang dimaksudkan dalam hal ini, yaitu seorang pemimpin dalam mengambil suatu keputusan
atau kebijaksanaan diharuskan tidak hanya mengambil tindakan atas dasar persepsinya sendiri
saja, akan tetapi harus melibatkan berbagai komponen baik itu masyarakat, maupun anggota-
anggota lain dalam pemerintahan itu sendiri.
Dari pengertian-pengertian diatas sudah jelas bahwa musyawarah sama dengan
keterbukaan seorang pemimpin kepada masyarakat dalam berbagai persoalan yang dihadapi.
Melalui Musyawarah tidak ada yang ditutup-tutupi segala permasalahan dikembalikan pada
kepentingan orang banyak yang dilakukan melalui dialog dan diskusi, tidak ada keputusan yang
diambil sendiri oleh pimpinan organisasi. Karena sudah dibangun musyawarah yang melibatkan
banyak orang maka ada kebaikan yang dapat diambil manfaatnya bersama dan ada resiko yang
ditanggung bersama.
Bentuk-bentuk musyawarah: Musyawarah menentukan keputusan dengan kata mufakat,
musyrawah menyusun peraturan dan perundang-undangan, musyarah memilih pemimpin,
musyawarah merencanakan program, musyarah penilaian kinerja.
Kaitannya dengan konsep transparansi kepemimpinan, Musyawarah memberikan
peluang partisipasi kepada semua elemen organisasi untuk terlibat menentukan pencapaian
tujuan-tujuan organisasi sehingga seorang pimpinan komunitas dapat melakukan pendekatan
kepada para anggota melalui musyawarah pemecahan masalah yang dihadapi atau menjelaskan
strategi kerja sebagaimana pendapat Micah Solomon diatas yang mengatakan bahwa Give your
employees input into the design of the work that involves them. Tidak ada masalah yang tidak selesai
dengan musyawarah, oleh karenanya seorang pemimpin yang kreatif harus mampu membangun
kedekatan komunikasi dengan bawahannya, melibatkan pihak lain untuk menentukan keputusan
merupakan konsep organisasi modern sebagaimana yang telah dijelaskan diatas mengenai
pentingya transparansi dalam membangun budaya organisasi menurut Lizz Pellet.
Kesimpulan

Mengenai transparansi kepemimpinan, Islam mempunyai konsep serupa yaitu


musyawarah, sebagaimana dijelaskan diatas bahwa musyarah adalah mengelurkan kebaikan yang
tersembunyi dari tempatnya. Pada setiap keputusan yang berkaitan dengan orang banyak seorang
pemimpin diharuskan mengajak pihak lain untuk berdialog dan mendiskusikannya, maka dari
situlah terbangun transparasi, terjalin komunikasi yang efektif dan tercipta budaya organisasi
yang kreatif.
Budaya organisasi yang progresif tidak akan tercipta jika pola kepemimpinan pada suatu
orgnisasi, komunitas, maupun masyrakat bersifat tertutup, dengan kata lain organisasi yang tidak
melibatkan banyak pihak dalam mencapai tujuan-tujuannya akan mengalami hambatan untuk
berkembang dan maju.
Pada organisasi-organisasi modern saat ini, seorang pimpinan tidak punya alasan untuk
mengatakan tidak punya waktu berinteraksi dengan anggotanya, karena sudah tersedia fasilitas
media sosial yang memudahkan komunikasi banyak orang termasuk antara pimpinan dan
bawahan. Bahkan paradigma pimpinan organisasi maupun pimpinan perusahaan sebagai seorang
yang paling berpengaruh dalam semua aspek adalah pandangan klasik yang sudah mulai
ditinggalkan. Saat ini, seiring berkembangnya pemikiran-pemikiran demokratis yang negara-
negara maju, penempatan pemimpin berada pada peran yang sama dengan para anggotanya
hanya saja spesialisasi tugas dan pekerjaan yang berbeda. Posisi struktural di jajaran organisasi
bersifat simbiosis mutualistis yaitu hubungan yang saling memberikan bantuan kepada satu sama
lain. Seorang pimpinan organisasi tidak dapat mengenyampingkan peran yang di miliki oleh para
bawahannya, seorang pimpinan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri tanpa dibantu
elemen anggota lain dalam organisasi, hanya saja yang perlu digaris bawahi adalah peran
pimpinan berada pada posisi pengambil keputusan, penentu kebijakan, pemerhati potensi dan
kesejahteran SDM dibawahnya.
Pola kepemimpinan semacam itu ditandai dengan sikap transparan seorang pemimpin itu
sendiri, dengan menciptakan budaya organisasi yang terbuka terhadap berbagai masukan dan
perubahan, karena perubahan adalah sebuah inovasi yang harus direncanakan untuk kemudian
dihadapi

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Terjemah
Kamus besar bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat (2008)

Pellet,Lizz. How leaders can impact organizational cultures with their actions and behaviors,
May 21st, 2013

Solomon, Micah. These 7 Leadership Steps Will Change the Culture of Your Company

How to achieve true culture change that delights customers and empowers employees.

Juli 15st, 2015

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Tekhnik Penyusunan Organisasi


Berkinerja Tinggi, Jakarta:2004

Universitas Terbuka, Asas-asas manajemen, Tangerang :2013

Hakim,Adnan,https://studyclubiainkendari.wordpress.com/2016/12/23/karakteristik-pemerintahan-
dan-kepemimpinan-menurut-ibnu-khaldun/

http://theleaderwithme.blogspot.co.id/2012/07/pemimpin-dan-kepemimpinan.html

Anda mungkin juga menyukai