Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari
demam. Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi
infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi,
umur, keadaan kesehatan, nutrisi dan kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya. Manifestasi
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium
Falciparum.
e. Pembesaran limpa
f. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol
adalah mencret (diare) dan pucat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat
a. Demam berulang yang terdiri dari 3 stadium : stadium kedinginan, stadium panas, dan
stadium berkeringat.
b. Splenomegali
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi
gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan
selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-
biruan, kulit kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah
sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu
badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai
4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya
Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap generasi menjadi matang setiap
48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam
sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malariae,
fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax / P. ovale, hanya interval
demamnya tidak jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya
tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul
pada penderita.
a.c Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya
basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa
lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-
gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada
species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada
malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh
adanya kecenderungan parasit ( bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada
pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan
Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya
mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah
munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah
tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang
warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka
yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20157/4/Chapter%20II.pdf
Diagnosis penyakit malaria terdiri dari diagnosis klinis dan diagnosis laboratorium
(Purwa dkk, 2011). Manifestasi klinis malaria sering tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi
lain (demam dengue dan demam tifoid). Gambaran klinis bervariasi, bisa saja orang dengan
parasit malaria dalam darahnya tapi tidak menimbulkan gejala klinis (Zein, 2003). Diagnosis
klinis ditegakkan berdasarkan ditemuinya gejala klinis malaria, yaitu demam menggigil yang
berkala, penderita pucat karena anemia dan splenomegali. Sebelum sakit dimulai dengan rasa
lemah badan, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, mual muntah yang disertai perasaan dingin,
pasti dilakukan dengan menemukan parasit Plasmodium dalam sediaan darah tebal dan sediaan
darah tipis (Pribadi, 1990). Interpretasi pemeriksaan mikroskopis berdasarkan hitung parasit
(parasite count) dengan identifikasi parasit yang tepat (Harijanto, 2000; Purwaningsih, 2000).
Pewarnaannya dapat memakai pulasan Wright, Wright Giemsa atau Giemsa (Garcia, 1998).
Metode ini jauh lebih sensitif jika dibandingkan dengan sediaan darah tipis. Gambaran
parasit inti adalah eosinofilik dan sitoplasma yang basofilik. Kepadatan parasit dihitung
berdasarkan jumlah relatif sel darah putih yaitu per 200 sel darah putih (leukosit) (Garcia, 1998;
Purwaningsih, 2000).
dihubungkan dengan jumlah sel darah merah yang ada. Metoda ini cukup baik digunakan pada
parasitemia yang tinggi. Pada sediaan darah tipis parasit dihitung per 1.000 atau 10.000 eritrosit
(Purwaningsih, 2000).
2.7.3. Status Parasitologi
Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitungan parasit (parasite
count). Namun demikian, derajat parasitemia tidak selalu menandakan beratnya penyakit tapi
bisa merupakan suatu prognosis (Pribadi, 1998; Garcia 1998). Hubungan antara parasitemia
dengan mortalitas akibat malaria falciparum pertama kali dilaporkan oleh Field dan Niven
(Langi, 2000). Penderita dengan parasitemia >20% hampir selalu meninggal. Meskipun
demikian, pada daerah endemis malaria, parasitemia yang tinggi sering bersifat asimtomatik.
Penderita dengan hitung parasit rendah tidak selalu mengalami manifestasi ringan
(Evanita, 2001). Sering ditemukan kasus kematian akibat malaria dengan tingkat parasitemia
yang rendah (Langi, 2000). Hal ini disebabkan adanya sekuestrasi parasit yang mengakibatkan
pemeriksaan di darah tepi tidak cocok dengan jumlah parasit yang sebenarnya dalam jaringan
(WHO, 1990). Dalam hal ini beratnya penyakit lebih ditentukan oleh jumlah parasit yang
bersekuestrasi dalam jaringan daripada jumlah parasit dalam sirkulasi (Langi, 2000).
Test untuk mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi
sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, dan tidak
memerlukan alat khusus. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehydrogenase dari plasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes Optimal.
Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan infeksi P.
Falciparum atau P. Vivax. Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes
deteksi HRP II. Tes ini sekarang lebih dikenal sebagai tes cepat (Rapid Test).
b. Test Serologi
Test yang berguna mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap malaria atau pada
keadaan dimana parasit sangat minimal. Test ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic
karena antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru dan titer >1:20 dinyatakan positif. Metode test serologi antara lain indirect
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi karena dianggap peka
dengan teknologi amplifikasi DNA. Keunggulan test ini walaupun jumlah parasite sangat sedikit